Professional Documents
Culture Documents
atau bahkan menemukan suatu cara yang lebih efisien dan manjur. Biasa, the truth
is out there, dan bukan di dunia milis yang maya ini
Anyway, berikut tanggapan saya terhadap 5 pertanyaan bapak:
Evaluasi kinerja glycol yaitu :
dew point keluaran dehidrator, dew point inlet dehidrator, gas rate, glycol rate, glycol
purity, glycol loss, serta contaminant seperti condensate, solid, garam, oksigen,foam
stability, iron content dll. Harga-harga contaminant ini tentu saja ada standardnya
dan itu harusnya bisa diketemukan di buku manual glycol dehydration juga masukan
bagi para process design engineer untuk memaksa vendor memasukkannya
sebagai bagian yang tak-terpisahkan dari manual. Kenapa, agar supaya bisa
dimasukkan ke dalam regular plant maintenance. Terus terang, dulu saya pernah
punya, tapi entah sekarang di mana.
Jawaban no. 2 bisa ditelaah dengan melakukan perhitungan neraca massa di daerah
inlet-outlet perpipaan tempat mixing kedua jenis gas tersebut (LP dan IP).
Anggaplah kandungan air di gas LP di keluaran dehidrator-nya adalah x lbm/MMSCF
dengan laju alir gas pada keadaan standard Qlp (MMSCFD). Kandungan air di gas IP
yang notabene dalam berada kesetimbangan bisa dicari via kurva terkenal McKettaWehee, anggaplah y Lbm/MMSCF. Laju alir gas IP pada keadaan standard anggaplah
Qip MMSCFD. Maka, neraca massa air keluaran mixing adalah: laju alir massa air di
gas LP + laju alir massa air di gas IP = laju massa air di keluaran mixing.
Atau dalam bahasa matematika: (x lbm/MMSCF) (Qlp MMSCFD) + (y lbm/MMSCF)
(Qip MMSCFD) = (xQip)+(yQip). Kandungan air keluaran mixing tentunya adalah laju
alir massa air keluaran mixing dibagi dengan total gas LP dan IP, atau = ((xQlp)+
(yQip))/(Qlp+Qip).
Dari hasil tersebut, maka kandungan air di keluaran mixing bisa dikonversikan ke
harga dew point air, kembali via kurva McKetta-Wehee.
Selanjutnya, berbekal hal itu , maka hal berikut di bawah bisa dilakukan, secara
sendiri-sendiri atau kombinasi di antaranya tergantung faktor-faktor tertentu supaya
tetap menjadikan gas masih di dalam batas on-specs:
1. Turunkan laju alir gas IP (dengan resiko produksi berkurang = asset manager
marah-marah he..he..)
2. Naikkan laju alir LP (kalau sistemnya masih memungkinkan)
3. Turunkan kadar air di gas LP keluaran dehidrator (mis: naikkan sirkulasi glycol
rate, naikkan purity glycol, dst)
4. Turunkan kadar air di gas IP (via pendinginan)
Jawaban no. 3.
Glycol tentu saja bisa jenuh karenanya butuh di regenerasi di reboiler. Maksimum
glycol temperatur? Setahu saya, batasan temperatur glycol di inlet glycol contactor
adalah 10 F di atas outlet gas keluaran dehidrator. Jika tidak, TEG-nya bisa terbawa
gas.
No. 4. Stripping gas? Setahu saya, stripper gas dimasukkan di bagian bawah reboiler
guna ikut menyerap air yang ada di badan glycol. Prinsipnya adalah, gas stripper
yang bertemperatur relatif normal akan menyerap berlipat-lipat air jika dipanaskan.
Balik lagi, ini sebenarnya bisa diterjemahkan via kurva Mc-Ketta Wehee tadi.
Tetapi kalau diinjek di keluaran regenerator? Saya belum lihat faedahnya, karena gas
tersebut harus dilepas ke atm sebelum masuk ke kontaktor. Jika tidak, maka dia bisa
membuat masalah.
Nomor 5. Kapasitas.
Menurut teori kuno absorpsi yang tentunya bisa diaplikasikan di glycol kontaktor,
maka kapasitas adalah fungsi kuat dari laju alir gas dan bukan laju alir glycol.
Sehingga dalam penentuan diameter contactor, besaran laju alir gas sangat
menentukan.
Di lain pihak, kualitas gas keluaran contactor ditentukan oleh 3 factor, yaitu jumlah
tahap kesetimbangan di dalam contactor (biasanya diwujudkan dalam baki-baki
khusus, seperti bubble cap, sieve tray, valve tray, dst) serta laju alir glycol plus
purity dari glycol itu sendiri.
Jadi jika ingin menambah kapasitas kolom contactor, maka harus menambah
contactor baru, atau menggantinya dengan diameter yang lebih besar, atau
menggunakan contactor jenis packing.
Karena design suatu kapasitas contactor menyertakan allowable gas velocity, di situ
rumus untuk contactor yang memakai packing, terutama konstantanya,
menyebabkan untuk suatu laju alir gas yang sama, maka contactor jenis packing
mempunyai diamater yang lebih kecil daripada contactor glycol yang menggunakan
tray. Artinya, untuk diameter yang sama, maka dia bisa menghandle laju alir gas
yang lebih besar.
Contactor packing punya dua jenis, yaitu random dan structure. Kelemahan sejati
dari random packing adalah kecenderungannya membentuk channel, sehingga bisa
mengakibatkan kontak antara gas dan glycol menjadi tidak efisien. Itulah sebabnya
random packing hanya disarankan untuk diameter contactor yang kecil.
Untuk skala besar dan diameter yang besar, maka structure packing lebih joss
karena efek chanellingnya bisa diminimasi. Tetapi untuk kedua jenis packing hati,
hati-hati saja ketika overhaul, apalagi jika gas bapak banyak mengandung H2S,
maka ada kemungkinan ketika di overhaul (kontak dengan oksigen), dia
menghasilkan reaksi pyrophoric yang sangat berbahaya itu.
Oh yach pak, mungkin saran saya sebelum memustuskan perubahan yang akan
dilakukan, ada baiknya dilakukan performance test unit dehidrasi pada pelbagai laju
alir glycol. Hanya saja hati-hati, jika desain contactor bapak dekat dengan daerah
flood, maka kenaikan jalu alir glycol bisa mengakibatkan glycol loss (hilang) yang
lumayan.
Tanggapan 2 :
Sekedar menambahkan informasi...
Temperatur di regenerator merupakan salah satu faktor yang menentukan
kemurnian 'Lean Glycol' karena disinilah air yang telah di-absorb di contactor tower
dilepaskan kembali. Bila temperatur terlalu rendah maka mungkin sebagian air masih
terbawa dalam glycol, untuk TEG kalau saya tidak salah ingat sekitar 280 F. Injeksi
stripping gas bila perlu juga dilakukan di kolom regenerator untuk membantu
'melepaskan' air yang terbawa dalam glycol. Pada operasinya kita juga perlu melihat
kondisi filter-filyrt nya (cartridge dan charcoal--nya). Karena glycol yang 'kotor' juga
> dew
> point terjadi kesetimbangan antara uap air dalam gas
> dan cairan air. Temperature tersebut tidak mungkin
> dicapai dalam contactor sehingga dalam
> perencanaannya
> diambil suhu dibawahnya, yakni antara 10-15 F.
> 3. Sirkulasi Glycol
> Sirkulasi glycol akan menentukan juga penurunan dew
> point dari gas pada % Lean Glycol tertentu.
> 4. Glycol Regenerator
> Hal ini tergantung apakah Regenerator tersebut
> didesign No strippping (P=atm), with Stripping
> (P=atm), No stripping gas (P=vakum) & with stripping
> gas (P=vakum).
>
> Pak Mahardi adakah faktor-faktor lain yang
> diperhitungkan selain faktor di atas dalam
> perencanaan
> DHU, kalau ada mohon info-nya.
>
>
> Salam
> Sulton Amrullah
Hidrat Gas Alam
Teorinya.
Ditemukan pertama kali di tahun 1811 oleh Sir Humphrey
Davy. Hidrat adalah senyawaan kimia antara molekul
tamu (gas2 alam, O2, N2, Kripton, Xenon, Argon, CO2,
H2S, dst) dengan air.
Pada temperatur yang relatif rendah, molekul air
cenderung berkumpul membentuk suatu rongga yang diikat
oleh ikatan hydrogen antar molekul air. Rongga atau
sarang2 air tersebut terbentuk dan luruh karena tidak
stabil. Via ikatan van der waals, molekul tamu masuk
ke dalam sarang tersebut dan terbentuklah hidrat.
Bentuknya mirip es dan agak keruh. Reaksi hidrat
adalah reaksi fisika. Setelah hidrat terbentuk, dia
dapat dihilangkan kembali dengan cara diturunkan
tekanannya atau dipanaskan. Dengan cara demikian,
ikatan van der waals (antara molekul tamu dengan
sarang air) serta ikatan hydrogen (antar molekul air)
Nomor 3
Operasi penurunan tekanan atau depressurising untuk
antisipasi pembentukan hidrat, normalnya tidak
terkenal di unit pemrosesan gas. Teorinya memang
benar, karena hidrat terbentuk pada tekanan tinggi,
mengapa tidak kita turunkan saja tekanannya? Tetapi
seperti yang pernah saya paparkan terdahulu, operasi
penurunan tekanan akan berefek pada penurunan
temperatur (kecuali pada gas2 yang bertekanan sangat
tinggi , 8000 10000 psia, yang punya slop negatif
dari joule-thomsonnya).
Penurunan temperatur dapat berakibat daerah operasi
gas anda justru lebih masuk ke dalam kurva pembentukan
hidrat. Ini cilaka dua belas. Apalagi kalau anda nekat
menggunakan prinsip penurunan tekanan yang berbasis
isentropik (adiabatic reversibel) seperti operasi di
turboexpander, walah, semakin mungkin dia jauh masuk
ke kurva kesetimbangan hidrat. Kenapa? Karena slop
penurunan tekanannya lebih landai dari depressuring
valve biasa (yang notabene isenthalpic itu looh!).
Itu dari sisi teorinya. Di lapangan, apakah anda akan
membiarkan gas di depressurise begitu saja meskipun
operasi sedang on-line. Khan tidak mungkin, bisa2
plant shutdown donk dan anda akan langsung terkenal
seantero platform he..he.
Sebenarnya, bisa saja anda menurunkan tekanan tapi
temperaturnya tidak turun drastis, yaitu dengan cara
dicicil. Perhatikan contoh yang saya utarakan di depan
tentang fuel gas control valve yang pada kondisi laju
alir gas yang besar bisa menghasilkan hidrat. Kalau
kondisi tersebut jarang2 terjadi, lebih baik gunakan
saja metanol (sbg inhibitor), tetapi jika kondisi
tersebut kontinu, uang untuk beli metanol sebaiknya
ditukar untuk membeli separator dan control valve
lagi. Kenapa? Karena bermodalkan kesetimbangan fasa
gas dan kurva pembentukan hidrat itu sendiri, gantian
sekarang kita yang mencuri dari hukum alam itu.
Jadi, depressuringnya kita cicil. Lewat kontrol valve
yang pertama, lalu masukin ke separator, dan masukan
lagi kontrol valve yang kedua, selanjutnya baru menuju