Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aktualisasi hukum dari perilaku seorang individu dalam komunitas
sosial suatu masyarakat sering tidak dapat dipisahkan dengan pandangan hidup,
falsafah hidup individu tersebut atau dalam pengertian antropologi disebut
kosmologi dan dalam pengertian sosiologi disebut konteks sosial. Secara teoritis
antara hukum dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, Van Vollenhoven
mengatakan bahwa untuk dapat memahami hukum adat, maka yang pertama dan
utama masyarakat hukum adatnya harus dipahami terlebih dahulu. Pandangan Van
Vollenhoven tersebut berdasarkan bahwa masyarakat hukum adat tersebut
berfungsi sebagai bingkai atau denah dimana hukum itu lahir, tumbuh, hidup dan
berkembang dan dengan mengacu pada pandangan Von Savigny dikatakan bahwa
hubungan keduanya ibarat jiwa dan raga. Hukum adalah jiwa masyarakat, dan
masyarakat adalah tubuh atau wadahnya. Satjipto Rahardjo,1 menyebutkan bahwa
hukum berakar pada suatu komunitas kehidupan manusia tertentu. Komunitas
tersebut dimulai dengan membangun suatu tatanan yang bersifat lebih alami
daripada hukum, seperti tradisi dan kebiasaan. Di dunia ini dijumpai bangsa
bangsa yang berbeda dalam tradisi dan nilai nilai tersebut. Maka dari itu, pada
waktu bangsa bangsa ini menggunakan hukum modern yang dikembangkan
dalam dan dari komunitas tertentu yang berbeda daripada komunitasnya,
timbullah berbagai permasalahan. Pendapat ini memperkuat pandangan Von
1
Satjipto Raharjo, 2012, Ilmu Hukum, Cet.7, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 263.
Savigny, yang mengatakan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan sejarah
dan kebudayaan suatu masyarakat. Jika pandangan tersebut benar, untuk
memahami hukum adat, maka perlu dipahami terlebih dahulu kosmologi
masyarakat adat tersebut. Hukum adat sebagai aktualisasi dari perilaku hukum
masyarakat adat dengan segala konsekuensi hukumnya pun demikian pula halnya.
Secara kosmologi, hukum adat dari masyarakat tersebut bersifat hukum lokal.
Hukum lokal adalah adalah hukum yang hidup dan berlaku dalam suatu
komunitas tertentu/ terbatas yang secara nyata diwujudkan dalam memandu/
mengatur/ menuntun perbuatan anggota masyarakat pendukungnya yang dapat
berupa hukum adat, hukum agama, hukum nasional, hukum yang dilokalkan atau
campuran keempatnya. Sedangkan hukum adat adalah hukum yang berlaku secara
normatif dalam suatu masyarakat hukum adat.2 Pada kehidupan masyarakat adat,
hukum adalah sesuatu yang biasa dan dipahami secara biasa pula. Bagi orang atau
anggota masyarakat hukum adat, pembicaraan tentang hukum khususnya hukum
adat, hukum agama, dan hukum negara adalah salah satu tarikan nafas kehidupan
sehari hari. Untuk memahami hukum adat yang berlaku dan lahir di tengah
tengah masyarakat tradisional yang kuat akan tradisi dan kebiasaannya, dapat
disebutkan bahwa hukum adat sebagai salah satu hukum yang tidak tertulis diakui
dan dihormati.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam dari berbagai sisi, baik
geografis, ras, suku, bahasa, maupun agama. Keragaman tersebut membentuk
keragaman sistem bermasyarakat dan adat istiadat yang dipatuhi serta dijalankan
2
Dominikus Rato, 2011, Hukum Perkawinan dan Waris Adat, Cet.11, Laksbang Yustisia,
Surabaya, h. 2.
: Pendahuluan
Bab II
: Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Adat sebagai Aspek Kebudayaan
Penyelidikan van Vollenhoven dan sarjana sarjana lain membuktikan
bahwa wilayah Hukum Adat Indonesia itu tidak hanya terbatas pada daerah
hukum R.I., yaitu terbatas pada kepulauan Nusantara kita. Hukum Adat Indonesia
tidak hanya bersemayam dalam hati nurani orang Indonesia yang menjadi warga
negara Republik Indonesia di segala penjuru Nusantara kita, tetapi tersebar meluas
sampai ke gugusan kepulauan Philipina dan Taiwan di sebelah Utara, di pulau
Malagasi (Madagaskar) dan berbatas di sebelah Timur sampai di kepulauan Paska,
dianut dan dipertahankan oleh orang Indonesia yang termasuk golongan orang
Indonesia dalam arti etnik.3 Etnik merupakan bahasa dalam Antropologi, yang
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berkenaan dengan ilmu tentang
persebaran, keadaan jasmani, adat istiadat, dan cara hidup berbagai macam orang.
Pada umumnya, hal yang berkaitan dengan etnis menyangkut terhadap
kebudayaan itu sendiri. Dengan begitu bahwa untuk mengetahui hukum adat
sebagai aspek kebudayaan, terlebih dahulu harus mengupas mengenai pengertian
kebudayaan tersebut. Ada banyak definisi tentang kebudayaan. Dari berbagai
definisi itu, setidaknya terdapat suatu kesepahaman bahwa kebudayaan itu khas
insani, melekat pada manusia untuk kemanusiannya. Dalam wilayah yang sangat
luas ini, hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai penjaga tatatertib
sosial dan tatatertib hukum di antara manusia, yang bergaul di dalam suatu
masyarakat, supaya dengan demikian dapat dihindarkan segala bencana dan
bahaya yang mungkin atau telah mengancam. Ketertiban yang dipertahankan oleh
hukum adat itu baik bersifat batiniah maupun jasmaniah, kelihatan dan tak
kelihatan, tetapi diyakini dan dipercaya sejak kecil sampai berkubur berkalang
tanah.4 Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (adat), seperti yang
dinyatakan oleh Cicero dengan ungkapan Ubi Societas Ibi Ius. Hukum ada pada
3
Imam Sudiyat, 2000, Asas - Asas Hukum Adat, Cet.3, Liberty, Yogyakarta, h. 33.
Ibid.
setiap masyarakat manusia di mana pun juga di muka bumi ini. Bagaimanapun
primitifnya dan bagaimanapun modernnya suatu masyarakat pasti mempunyai
hukum. Oleh karena itu, keberadaan (eksistensi) hukum sifatnya universal.
Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, tetapi justru mempunyai
hubungan timbal balik.
Dalam kehidupan sehari hari, orang begitu sering membicarakan soal
kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari hari, orang tak mungkin tidak
berurusan dengan hasil hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat,
mempergunakan, dan bahkan kadang kadang merusak kebudayaan. Namun,
apakah yang disebut dengan kebudayaan tersebut? Kebudayaan sebenarnya secara
khusus dan lebih teliti dipelajari oleh antropologi budaya. Pada kehidupan nyata,
pusat perhatian terhadap masyarakat tidak dapat menyampingkan kebudayaan
begitu saja, karena keduanya tak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan
dwitunggal. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah
dan pendukungnya. Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski,5 mengemukakan bahwa Cultural Determinism berarti
segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Kemudian Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang super organic karena kebudayaan yang turun
temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus, walaupun orang orang yang
menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan
5
Soerjono Soekanto, 2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Ed. Baru, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 149.
memberikan
definisi
mengenai
kebudayaan
sebagai
berikut
(terjemahan):7
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan kemampuan serta
kebiasaan kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari
segala sesuatu yang dipelajari dari pola pola perilaku yang normatif. Artinya,
mencakup segala cara cara atau pola pola berpikir, merasakan, dan bertindak.
Seorang yang meneliti kebudayaan tertentu akan sangat tertarik objek objek
kebudayaan seperti rumah, sandang, dan sebagainya.
6
7
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964, Setangkai Bunga Sosiologi, Universitas
Indonesia, Jakarta, h. 113.
10
sifat umum Hukum Adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga sebagai satu
kesatuan, yaitu:9
1. Sifat religio magis (magisch religieus) adalah: pembulatan atau
perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir
seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu gaib dan lain lainnya.
2. Sifat Komun (Commuun) adalah: sifat yang mendahulukan kepentingan
umum daripada kepentingan diri sendiri.
3. Sifat Contant (Tunai), biasanya dalam masyarkat Indonesia transaksi itu
bersifat contant (tunai), yaitu: prestasi dan contra prestasi dilakukan
sekaligus bersama sama pada waktu itu juga.
4. Sifat Konkrit (visual), pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau
melakukan (mengadakan) perbuatan hukum itu selalu konkrit (nyata);
misalnya dalam perjanjian jual beli, si pembeli menyerahkan uang/ uang
panjer.
Dengan adanya keempat sifat umum hukum adat di Indonesia, yang merupakan
segi dari kebudayaan bangsa. Maka, dalam masyarakat tersebut sifat
individualiteit seseorang terdesak kebelakang. Masyarakat, desa, dusun, orang
sedusun adalh merupakan suatu kesatuan yang memegang peranan yang
menentukan, yang pertimbangannya dan panutannya tidak dapat disia siakan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa hukum adat sebagai
suatu kebudayaan yang merupakan suatu segi dari kehidupan dan kebudayaan
bangsa Indonesia, yang merupakan suatu perilaku yang dilakukan secara berulang
ulang dan dapat diterima oleh kelompok masyarakat yang menjadikannya
sebagai norma adat dan hukum adat.