You are on page 1of 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman modern ini banyak bermunculan penyakit baik yang menular
maupun tidak menular. Adapun penyakit yang sifatnya tidak menular yaitu
salah satunya penyakit masalah ginjal yang mana populasi penyakit ginjal di
Indonesia dari tahun ke tahun kian meningkat. Adapun fungsi ginjal yang
tidak normal dapat dilihat dari jumlah kadar nitrogen dan urea darah.
Urea Nitrogen darah merupakan ukuran jumlah urea nitrogen, yang
merupakan produk dari sisa katabolisme protein, di dalam darah. Urea
dibentuk di hati dan dibawa oleh darah untuk dieksresikan di ginjal. Karena
urea dibersihkan dari aliran darah melalui ginjal, maka tes urea nitrogen darah
dapat digunakan sebagai tes untuk menilai fungsi ginjal. Kenaikan nilai BUN
(Blood Urea Nitrogen) dapat dikarenakan tidak hanya pada gangguan fungsi
ginjal, tetapi juga pada keadaan gagal jantung kongestif, dehidrasi, infark
miokardium akut, stress, konsumsi makanan tinggi protein, dan lain-lain. Pada
gagal jantung, peningkatan nilai BUN merefleksikan terjadinya perubahan
hemodinamik sebagai hasil dari buruknya perfusi darah ke ginjal. Gagal
jantung biasanya memiliki outcome yang buruk.
Tes darah merupakan salah satu prosedur medis yang berguna untuk
mendiagnosis berbagai masalah kesehatan.Tes BUN dapat dilakukan secara
reguler untuk memantau kesehatan secara umum, sebagai bagian dari
comprehensive metabolic panel (CMP) atau basic metabolic panel (BMP).Tes
BUN berguna untuk membantu mengesampingkan gejala yang menyerupai
penyakit ginjal.Tes darah ini juga dapat dilakukan untuk memantau fungsi
ginjal sebelum memulai terapi obat jangka panjang. Sebuah tanda penting dari
tingkat urea tinggi dalam aliran darah adalah terjadinya pengurangan output
urin, jika kondisi ini disertai dengan dugaan gejala penyakit ginjal, seseorang
harus segera melakukan tes darah BUN untuk mengkonfirmasi kondisi
kesehatannya.

Pasien yang telah didiagnosis dengan penyakit ginjal, tes darah BUN
dilakukan untuk melihat apakah kondisi ginjal semakin membaik atau
memburuk. Hasil tes akan membantu mengkonfirmasi apakah suatu
pengobatan efektif untuk pasien atau tidak. Umumnya, tes urea darah
berkaitan dengan tes kreatinin untuk memeriksa kinerja metabolisme ginjal.
Dari uraian diatas ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ
tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal
berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur
konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta
sekresi bahan buangan dan kelebihan garam sehingga perlu dilakukan test
darah untuk mengetahui kadar nitrogen urea darah.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan fungsi ginjal dengan test urea
secara kinetika enzimatis
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dilakukannya analisis urea nitrogen darah ini yaitu untuk
memberikan informasi tinggi atau rendahnya kadar urea nitrogen darah
sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut kita dapat mengetahui ginjal
berfungsi secara normal atau tidak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1. Pengertian Ureum
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam
cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan
diekskresikan.Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap
ekskresi ureum kira-kira 25mg per hari (Widman K, 1995), ureum
merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen yang penting pada
manusia, yang disintesis dari ammonia, karbondioksida dan nitrogen
amida aspartat (Murray dkk., 1999).
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam
amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai
ginjal, dandiekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah
yang normal adalah 20 mg 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini
tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati
dalam pembentukan ureum (Dyan, 2005)
Ureum mempunyai rumus struktur sebagai berikut :

Rumus molekul ureum adalah CO(NH2)2, dengan berat molekul


60.(Bishop, L. Michael, dkk., 2000)
Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk
hidup.Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan
air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan
konsentrasi elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi
sisa metabolisme danbahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi

hormon, dan glukoneogenesis.Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah,


akan terlihat dua bagian utama yaitu korteks di bagian luar dan medulla
di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal adalah nefron. Ginjal tidak
dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi trauma pada
ginjal, penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap (Guyton, 2006)
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama yaitu bagian
glomerulusyang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah
dan bagian tubulus yang panjang di mana cairan hasil filtrasi diubah
menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis. Glomerulus tersusun
dari

suatu

jaringan

kapiler

glomerulus

yang

bercabang

dan

beranastomosa yang memiliki tekanan hidrostatik lebih tinggi


dibandingkan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh
sel-sel epitel dan dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang
difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman
dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks
ginjal.
2.1.2

Metabolisme Ureum
Gugusan amino dilepas dari asam amino bila asam amino ini di
daur ulang menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan
dikeluarkan dari tubuh, amino transferase yang ada di berbagai jaringan
mengkatalisis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang
ikut

serta

dalam

reaksi-reaksi

sintetsis.

Deaminasi

oksidatif

memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan amino


yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diangkut ke hati
dan diubah menjadi reaksi-reaksi bersambung. Hampir seluruh urea
dibentuk di dalm hati, dari katabolisme asam-asam amino dan
merupakan

produk ekskresi

metabolisme

protein

yang

utama.

Konsetrasi urea dalam plasma darah terutama menggambarkan


keseimbangan antara pembentukkan urea dan katabolisme protein serta
ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut dan
sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (Baron D. N,1995).

2.1.3

Tinjauan Klinis

2.1.3.1 Urea Plasma yang Tinggi (Azotemia)


Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal
yang utama dan penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :
a.

Peningkatan

katabolisme

protein

jaringan

disertai

dengan

keseimbangan nitrogen yang negative. Misalnya terjadi demam,


penyakit yang menyebabkan atrofi, tirotoksikosis, koma diasbetika
atau setelah trauma ataupun operasi besar karena sering kasus
peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak ada kerusakan ginjal
primer atau sekunder, maka ekskresi ke urin akan membuang
kelebihan urea dan tidak ada keanikan bermakna dalam urea plasma.
b.

Pemecahan protein darah yang berlebihan pada leukemia, pelepasan


protein leukosit menyokong urea plasma yang tinggi.

c.

Pengurangan ekskresi urea merupakan penyebab utama dan terpenting


bias prerenal, renal atau postrenal. Penurunan tekanan darah perifer
atau bendungan vena atau volume plasma yang rendah dan
hemokonsentrasi, mengurangi aliran plasma ginjal.Filtrasi glomelurus
untuk urea turun dan terdapat peningkatan urea plasma, pada
kasusyang ringan, bila tidak ada kerusakan struktur ginjal yang
permanen, maka ureaplasma akan kemabli normal bila keadaan
prerenal dipulihkan ke yang normal.

d.

Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi


glomelururs yang menyebabkan urea plasma menjadi tinggi

e.

Obstruksi saluran keluar urin menyebabkan urea plasma menjadi


tinggi.

2.1.3.2 Urea Plasma yang Rendah (Uremia)


Uremia kadang-kadang terlihat pada kehamilan, bias karena
peningkatan filtrasi glomelurus, diversi nitrogen ke foetus atau karena
retensi air. Pada nekrosis hepatic akuta, sering urea plasma rendah
karena asam-asam amino tak dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis
hepatis, urea plasma yang rendah sebagian disebabkan oleh kecepatan
anabolisme protein yang tinggi, bias timbul selama pengobatan

dengan androgen yang intensif, juga pada malnutrisi protein jangka


panjang (Baron D. N, 1995).
Ureum digunakan untuk menentukan tingkat keparahan status
azotemia/uremia pasien, menentukan hemodialisis (BUN serum . 40
mmol/l ataulebih dari 120 mg). Hemodialisis tidak adekuat apabila
rasio reduksi ureum ,65%.Reduksi ureum yang tidak adekuat tersebut
meningkatkan angka mortalitaspasien hemodialisa. Penurunan BUN
(50 ml/dl predialisis tidak menunjukkan dialysis yang baik, tetapi
justru adanya malnutrisi dan penurunan massa otot karena dialysis
inadekuat (Nyoman Suci W., 2003).
Kadar ureum dalam serum/ plasma mencerminkan keseimbangan
antaraproduksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan
mengukur nitrogen. Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 825mg/dl, dan kadar ureum dalam serum normal adalah 10-50 mg/dl.
Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu
konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan
factor perkalian 2,14 (Widman,Frances, K., 1995).
Faktor perkalian 2,14 berasal dari:

(Bishop, L. Michael, dkk., 2000).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah kuvet, pipet piston, spektrofotometer
dan stop watch.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Aquadestilata, reagen 1, reagen 2
dan sampel (serum).
3.3 Preparasi
Diambil sampel 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Kemudian di centrifus darah
kemudian dipisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita
dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan
sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet

terhadap hasil

laboratorium.
3.4 Metode Analisis
Dibuat 3 macam campuran yaitu campuran pertama hanya blanko,
campuran kedua hanya reagen1 dengan reagen2, dan yang terakhir adalah
campuran sampel dan reagen. Untuk pembuatan blanko, aquadest
dimasukan kedalam kuvet. Untuk pembuatan standar, masukan reagen 1
ke dalam kuvet, lalu diinkubasikan 5 menit. Setelah itu, reagen ke 2
dimasukan kedalam kuvet yang sama. Untuk pembuatan larutan
sampel,pertama adalah sampel dipipet sebanyak 10L. Kemudian
dimasukan jugareagen 1 sebanyak 1000L ke dalam kuvet. Setalah itu
didiamkan selama 5 menit. kemudian, reagen ke 2 dipipet sebanyak 250
L dan dimasukan ke dalam kuvet yang berisi campuran reagen 1 dan
reagen 2. Setelah semuanya siap, dilakukan uji absorbansi dengan
menggunakan sepektrofotometer UV. Pertama, larutan blanko dimasukan
ke dalam spektrofotometer, lalu adsorbansinya diukur. Kemudian, larutan
standar dimasukan ke dalam spektrofotometer, lalu dihitung juga
Absorbansinya.

Kemudian,

larutan

sampel

dimasukan

ke

dalam

spektrofotometer, lalu dihitung absorbansinya.Kemudian ditunggu 1


menit, absorbansi larutan sampel diukur kembali.

BAB IV
PEMBAHASAN
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino
yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal,dan
diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20
mg 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal
protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein
(asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen
yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan.
Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya
berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal
karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume
plasma. Namun, bilakadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati
berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa
penyakit ginjal.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik
dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim Urease

yang sangat

spesifik terhadap urea. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut :


Reaksi enzimatis

Percobaan kali ini adalah melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan


test urea secara kinetika enzimatis dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan
yang diperoleh. Ureum dapat dijadikan salah satu parameter kerusakan ginjal
karena ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein di dalam hati, dimana

amonia bereaksi dengan karbondioksida (CO2) hasil respirasi sel dalam tubuh
akan menghasilkan ureum yang mencapai ginjal dan diekskresikan rata-rata 30
gram sehari. Apabila eksresi ureum abnormal, maka fungsi ginjal dapat
diidentifikasi.
Ureum

ditentukan

kadarnya

dengan

menggunakan

instrumen

spektrofotometer UV-Visible. Adapun reagen yang digunakan dalam analisis


ureum ini terbagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah tris buffer. Sedangkan
yang kedua adalah Urease, GLDH, NADH, Adenosin-5-diphospat dan
alfaoxoglutarat. Selain mempertahankan pH, tris buffer berfungsi untuk
mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Pada pembuatan
reagen pertama ini perlu diinkubasi selama 5 menit kemudian dibaca dengan alat
spektrofotometer. Sedangkan reagen bagian kedua berisi enzim dan energi yang
dibutuhkan untuk reaksi enzimatis penguraian ureum. Reaksi enzimatis ini dapat
terjadi di luar tubuh, dengan inkubasi selama 1 menit pada suhu kamar, kemudian
dibaca dengan alat spektrofotometer untuk mengetahui nilai absorbansinya.
Larutan standar disiapkan dengan memasukkan1000 L reagen dan 10 L berisi
standar urea lalu dikocok hingga homogen.
Dari hasil pengukuran yang pertama didapat nilai absorbansi yaitu 0,577;
0,512; dan 0,591, kemudian di inkubasikan selama 1 menit keduaa pada suhu
ruang. Dari hasil pengukuran yang kedua didapat nilai absorbansi yaitu 0,554;
0,493; 0,418. Lalu dihitung kadar urea setalah dihitung kadar urea dalam satuan
mg/dl, hasil dapat dikonversikedalam satuan mmol/L. Dari hasil tersebut juga
dapat ditentukan nilai BUN dengan mengkalikan dengan angka konversi 0,467.
Setelah dirata-ratakan hasil diperoleh 14,14 mg/dL. Angka ini menunjukan bahwa
kadar ureum pasien normal sesuai kriteria kadar normal berikut:
Bayi : 5 15 mg/dl
Anak-anak : 5 20 mg/dl
Dewasa : 5 25mg/dl
Lanjut usia : kadar sedikit lebih tinggi dari pada dewasa.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan prinsip reaksi enzimatis kadar
ureum dalam serum pasien diperoleh hasil masih dalam keadaan normal. Adapun
hasil diperoleh yaitu 14,14 mg/dL

DAFTAR PUSTAKA
Baron D. N, 1995.Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of
ChemicalPathology) Edisi 4 . EGC. Jakarta.
Bishop L. Michael, Duben L, Janet Kirk Engelel, Fody P. Edward.
2000.ClinicalChemistry: Principles, Procedures, Correlations. Edisi 4.
LippincottWilliams & Willkins (A Wolters Kluwer Company):
Baltimore.
Guyton, Arthur C. 2006.Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Murray, Robert, K. Darylk, Granner, Peter, A. mayos, Victor, W. Rodwell. 2003.
Biokimia Harper . EGC: Jakarta.
Price, Sylvia A. 1995.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit .edisi
4. EGC Jakarta.
Widmann,

Frances

K.

1995.Tinjauan

Klinis

Atas

Hasil

Pemeriksaan

Laboratorium . Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. EGC. Jakarta.

Lampiran referensi :
http://lacunata.blogspot.com/2012/11/pemeriksaan-ureum_7171.html
http://www.amazine.co/27032/apa-itu-rasio-bun-kreatinin-prosedur-membacahasilnya.
http://www.amazine.co/27029/bun-blood-test-prosedur-memahami-hasil-tes-ureadarah.
http://madesofyan.blogspot.com/2013/01/ureumbun-darah-serum.html
http://pemeriksaanfungsiginjal.blogspot.com/2013/06/d.html

You might also like