You are on page 1of 71

MAKALAH TUTORIAL

CASE 1
ATRISIA ANI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK TUTORIAL A-2


FRITTA AULIA SARI
GANI RAHMANI HANIEF
PUTRI ANDRIANY
LUTHFI KHAIRUL UMAM
NIKO NOFIAN NUGROHO
DEA NOVIANDA GEOVANI
ARGO DWI REZA
VINA DWININGSIH
ALFI RAMADHANTI
MUTIARA DWI SUKMA
DODI SAPUTRA

1210211146
1210211058
1210211198
1210211185
1210211078
1210211079
1210211072
1210211088
1210211187
1210211181
1010211103

FAKULTAS KEDOKTERAN
UPN VETERAN JAKARTA
1

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kita dapat menyelesaikan makalah fisiologi ini dengan sebaik-baiknya.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat melaporkan hasil dari kegiatan lab activity yang
kami lakukan dengan baik, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat

Terima Kasih,

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................ 2


Daftar Isi .................................................................................................................................. 3
Embriologi

.............................................................................................................................. 4

Anatomi ................................................................................................................................... 15
Histologi .................................................................................................................................. 22
Fisiologi

................................................................................................................................. 34

Atresia Ani .............................................................................................................................. 42


Atresia usus

............................................................................................................................ 46

Hisprung disease

.................................................................................................................... 53

Invaginasi

............................................................................................................................... 55

Omphilitis

.............................................................................................................................. 59

Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 71

Embriologi Sistem Pencernaan

Mulai terbentuk pada kehidupan mudigah 7 somit (22 hari) sebagai akibat dari pelipatan mudigah
kearah cephalo caudal dan lateral, sehingga rongga yang dibatasi entoderm sebagian tercakup ke
dalam mudigah dan membentuk usus sederhana.

Pada bagian kepala dan ekor mudigah, usus sederhana membentuk tabung buntu masing-masing :

o Usus depan (fore gut)


o Usus belakang (hind gut)
o Diantaranya usus tengah (mid gut) yang untuk sementara tetap berhubungan dengan yolk sac

Endoderm membentuk lapisan epitel saluran cerna dan menghasilkan sel spesifik (parenkim) kelenjar
: sel hapatosit , sel eksokrin dan endokrin pancreas

Stroma (jaringan ikat) untuk kelenjar berasal dari mesoderm splanknik

Otot, jaringan ikatdan komponen peritoneum dinding usus yang berasal dari mesoderm splanknik

Mesenterium

Mesenterium merupakan jalur bagi pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe untuk menuju ke dan
datang dari visera abdomen

Bagian tabung-tabung usus dan turunan-turunannya tergantung dari dinding tubuh dorsal dan ventral
oleh mesenterium

Awalnya usus depan, tengah dan belakang berkontak dengan mesenkim dinding abdomen posterior

Pada minggu ke 5 jembatan jaringan penghubung menyempit dan bagian usus depan, tengan dan
sebagian besar usus belakang menjadi tergantung di dinding abdomen oleh mesenterium dorsal

Perkembangan usus depan

Oesopagus

o Ketika mudigah berumur 4 minggu, muncul diverticulum pada dinding ventral usus sederhana
depan yang disebut (diverticulum tracheo bronchiale). Diverticulum ini berangsur-angsur dipisahkan
dari bagian dorsal fore gut melalui septum oesopago tracheale. Dengan cara ini usus sederhana
depan terbagi atas :

Bagian ventral : primordium pernafasan

Bagian dorsal : oesopagus

Pada mulanya esopagus sangat pendek, akan tetapi dengan gerak turun jantung dan paru-paru ia
memanjang dengan cepat.

2/3 bagian atas otot bersifat otot lurikyang berasal dari mesenkim splanknik dan disarafi oleh nervus
vagus

1/3 bagian bawah ototnya bersifat polos dan disarafi plexus splanknikus

Lambung

Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran usus depan yang berbentuk
kumparan.

Minggu-minggu berikutnya kedudukannya sangat berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan


pada berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan alat-alat disekitarnya.

Lambung berputar 90searah jarum jam mengelilingi sumbu longitudinalnya Akibatnya :

o Sisi kiri menghadap ke anterior


o Sisi kanan menghadap ke posterior
o N.X kiri yang semula mensarafi kiri menuju anterior
o N.X kanan yang semula mensafari kanan menuju posterior

Selama perputaran ini bagian dinding posterior lambung tumbuh lebih cepat dari bagian anterior. Hal
ini mengakibatkan pembentukan

o curvatura mayor
o curvatura minor

Ujung cephalic dan kaudal lambung pada mulanya terletak digaris depan. Selama pertumbuhan,
bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak kekanan dan keatas, dan bagian cephalic atau bagian
kardia kekiri dan kebawah.

Rotasi mengelilingi sumbu longitudinal menarik mesogastrium dorsal ke arah kiri, menciptakan suatu
ruang di belakang lambung yang disebut bursa omentalis ( kantung peritoneum minor)

Pemanjangan dan penyatuan mesogastrium dorsal ke dinding tubuh posterior yang menentukan posisi
akhir pancreas ( pancreas menempel ke dalam mesogastrium dorsal)

posisi retroperitoneum

Duodenum

Bagian akhir usus depan dan bagian sefalik usus tengah membentuk duodenum

Sewaktu lambung berputar, duodenum mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan

Selama bulan kedua, lumen duodenum mengalami obliterasi akibat proliferasi sel-sel di dindingnya,
tapi setelah itu lumen segera mengalami rekanalisasi

Karena usus depan di darahi oleh arteri seliaka dan usus tengah di darahi oleh arteri mesenterika
superior, duodenum di perdarahi keduanya

Hati dan kandung empedu

Terbentuk pada pertengahan minggu ke tiga sebagai epitel endoderm pada ujung distal usus depan.

Pertumbuhan ini dikenal sebagi diverticulum hepatis (tunas hati)

Tunas hati terdiri atas berkas-berkas sel yang berproliferasi dengan cepat dan menempus septum
transversum yaitu lempeng mesoderm.

Sementara sel-sel hati menembus septum transversum, hubungan tunas hati dan duodenum
menyempit. Dengan ini terbentuk saluran empedu.

Dari saluran empedu, terbentuk tonjolan ke ventral yang menghasilkan kandung empedu dan ductus
cysticus.

Sel-sel hemopoitik, sel-sel kuppfer dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari mesoderm septum
transversum.

Selama perkembangan selanjutnya, korda-korda hati epitel bercampur dengan vena umbilikalis dan
vena vitelina yang membentuk sinusoid hati

Mesoderm septum transversum antara dinding ventral perut dan hati menjadi teregang dan sangat tipis
dan membentuk ligamentum falciforme hepatis

Pada minggu 10 berat hati 10% dari berat badan seluruhnya. Hal ini disebabkan karena:

Sejumlah besar Sinusoid

Fungsi hemopoetik

Fungsi hati yang penting lainnya dimulai pada minggu ke 12 yaitu dibentuknya empedu oleh sel-sel
hati.

Sel-sel hemopotik, sel-sel kuppfer dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari mesoderm septum
transversum

Pancreas

Dibentuk oleh:

o Tunas pancreas dorsal


o Tunas pancreas ventral
Yang berasal dari epitel endoderm duodenum

Tunas pancreas dorsal terletak didalam mesenterium dorsale, sedang tunas pancreas dorsal
berhubungan erat dengan ductus biliaris.

Ketika duodenum berputar ke kanan dan membentuk huruf C, tunas pancreas ventral ductus biliaris
bergeser ke dorsal. bergeser ke dorsal seperti

Akhirnya tunas pancreas ventral berada tepat dibawah dan dibelakang tunas pancreas dorsal.

10

Kemudian parenkim maupun saluran tunas pancreas dorsal dan ventral bersatu.

Tunas ventral membentuk processus uncinatus dan bagian bawah caput pancreas.

Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi) terbentuk dari bagian distal saluran pancreas dorsal dan
seluruh saluran pancreas ventral.

Bagian proximal saluran pancreas dorsal menutup atau sebagai saluran kecil

Usus tengah

Perkembangan usus tengah ditandai oleh pemanjangan cepat usus dan mesenteriumnya sehingga
membentuk lengkung usus primer

Di puncaknya, lengkung tetap berhubungan langsung dengan yolk sac melalui duktus vitelinus yang
sempit

Bagian sefalik dari lengkung berkembang menjadi bagian distal duodenum, jejunum, dan sebagiian
ileum

Bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum, saekum, apendiks, kolon asendens dan dua pertiga kolon
transversum
Hernia fisiologis

Perkembangan lengkung usus primer ditandai oleh pemanjangan yg pesat

Akibat pertumbuhan yg pesat, rongga abdomen untuk sementara menjadi terlalu keecil untuk
menampung semua lengkung usus dan lengkung tersebut masuk ke rongga ekstraembrional di tali
pusat selama minggu keenam
11

Rotasi usus tengah

Bersamaan dengan pertambahan panjangnya, lengkung usus primer berputar mengelilingi suatu
sumbu yang dibentuk oleh arteri mesenterika superior

Perputaran terjadi 270o yang terdiri atas:

o 90% selama herniasi


o 180o selama jerat usus kembali ke rongga perut.
o Perputaran ini berlawanan dengan arah jam.

Sewaktu rotasi, lengkung usus halus terus memanjang dan jejenum dan ileum membentuk sejumlah
lengkung berbentuk kumparan

12

Usus belakang

Usus belakang membentuk:

o 1/3 distal colon transversum


o Colon ascendens
o Sigmoid
o Rectum
o Bagian atas canalis analis
13

Bagian usus belakang bermuara kedalam cloaka (suatu rongga yang di lapisi endoderm yang
berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan).

Pada pertemuan antara endoderm dan ektoderm terbentuk membrana cloacalis.

Pada perkembangan selanjutnya tumbuh septum urorectal pada sudut antara alantois dan usus
belakang.

septum ini berlanjut tumbuh ke caudal sambil membagi cloaka menjadi

Sinus urogenitalis sederhana (depan)

Canalis anorectalis (belakang)

o Pada akhir minggu ke 7, membrane kloakalis pecah, menciptakan lubang anus untuk usus belakang
dan lubang ventral untuk sinus urogenital
o

Anatomi Fisiologi Intestinum Tenue (Duodenum , Jejunum , Ileum)

14

Anatomi Intestinum tenue


Intestinum tenue merupakan organ pencernaan yg sering juga disebut sbg small intestine atau usus
kecil/ usus halus. Intestinum tenue menghubungkan dr gaster hingga valvulla ileocaecal (bauhini) yg
merupakan batas antara intestinum tenue dg intestinum crassum. Seluruh organ yg termasuk dalam
intestinum tenue juga merupakan organ2 intraperitoneal. Intestinum tenue terdiri atas :

Duodenum
Duodenum atau juga disebut dg usus 12 jari merupakan usus yg berbentuk seperti huruf C yg
menghubungkan antara gaster dg jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas.
Duodenum merupakan bagian terminal/ muara dr system apparatus biliaris dr hepar maupun dr
pancreas. Selain itu duodenum jg merupakan batas akhir dr saluran cerna atas. Dimana saluran
cerna dipisahkan mjd saluran cerna atas dan bawah oleh adanya lig. Treitz (m. suspensorium
duodeni) yg terletak pd flexura duodenojejunales yg merupakan batas antara duodenum dan
jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan2 kecil yg disebut dg plica sircularis. Duodenum
terletak di cavum abdomen pd regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung
yg disebut dg mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian :
15

+ Duodenum pars Superior


Bagian ini bermula dr pylorus dan berjalan ke sisi kanan vertebrae lumbal I dan terletak di linea
transylorica. Bagian ini terletak setinggi Vertebrae Lumbal I, dan memiliki syntopi :
- Anterior : lobus quadratus hepatis, vesica fellea
- Posterior : bursa omentalis, a. gastroduodenalis, ductus choledocus, v. portae hepatis dan V. cava
inferior
- Superior : foramen epiploica winslow
- Inferior : caput pancreas

+ Duodenum pars Descendens


Merupakan bagian dr duodenum yg berjalan turun setinggi Vertebrae Lumbal II III. Pd duodenum
bagian ini terdapat papilla duondeni major dan minor, yg merupakan muara dr ductus pancreaticus
major dan ductus choledocus, jg oleh ductus pancreaticus minor yg merupakan organ apparatus
biliaris yg merupakan organ2 system enterohepatic. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :
- Anterior : fundus vesica fellea, colon transversum, lobus hepatis dextra, lekukan usus halus.
16

- Posterior : ureter dextra, hilus renalis dextra


- Medial : caput pancreas
- Lateral : colon ascendens, flexura coli dextra, lobus hepatis dextra

+ Duodenum pars Horizontal


Merupakan bagian dr duodenum yg berjalan horizontal ke sinistra mengikuti pinggir bawah caput
pancreas dan memiliki skeletopi setinggi Vertebrae Lumbal II. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :
- Anterior : mesenterium usus halus, vasa. Mesenterica superior, lekukan jejunum
- Posterior : ureter dextra, m. psoas dextra, VCS, aorta
- Superior : caput pancreas
- Inferior : lekukan jejunum

+ Duodenum pars Ascendens


Merupakan bagian terakhir dr duodenum yg bergerak naik hingga pd flexura duodenujejunales yg
merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Pd flexura duodenojejunales ini terdapat
17

ligamentum yg menggantung yg merupakan lipatan peritoneum yg disebut dg lig. Treitz (m.


suspensorium duodeni) yg dimana ligamentum ini juga merupakan batas yg membagi saluran cerna
mjd saluran cerna atas dan saluran cerna bawah. Duodenum bagian ini memiliki skeletopi setinggi
Vertebrae Lumbal I atau II. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :
- Anterior : mesenterium, lekukan jejunum.
- Posterior : pinggir kiri aorta , pinggir medial m. psoas sinistra

Vaskularisasi Duodenum
Vaskularisasi duodenum baik arteri maupun vena nya terbagi menjadi 2. Utk duodenum pars
superior hingga duodenum pars descendens diatas papilla duodeni major (muara ductus pancreticus
major), divaskularisasi oleh R. superior a. pancrearicoduodenalis cabang dr a. gastroduodenalis,
cabang dr a. hepatica communis, cabang dr triple hallery yg dicabangkan dr aorta setinggi Vertebae
Thoracal XII Vertebrae Lumbal I. dan aliran vena nya lgsg bermuara ke system portae.

Sedangkan dibawah papilla duodeni major, duodenum divaskularisasi oleh R. duodenalis a.


mesenterica superior yg dicabangkan dr aorta setinggi Vertebrae Lumbal I. Sedangkan aliran vena
nya bermuara ke v. mesenterica superior.

Innervasi Duodenum
Duodenum di innervasi oleh persarafan simpatis oleh truncus sympaticus segmen thoracal VI-XII,
sdgkn persarafan parasimpatis nya oleh n. vagus (n. X)

Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya getah empedu yg dialirkan mll
ductus choledocus dr vesica fellea dan hepar. Setelah itu, emulsi lemak td akan diubah oleh enzyme
lipase pancreas mjd asam lemak dan 2 diasilgliserol.

Jejunum dan Ileum


Jejunum dan ileum juga srg disebut dg usus halus/ usus penyerapan membentang dr flexura
duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis. Jejunum dan ileum ini sama2 merupakan organ
intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki penggantung yg disebut sg mesenterium yg memiliki
proyeksi ke dinding posterior abdomen dan disebut dg radix mesenterii. Pd bagian akhir dr ileum
akan terdapat sebuah katup yg disebut dg valvulla ileocaecal (valvulla bauhini) yg merupakan suatu
batas yg memisahkan antara intestinum tenue dg intestinum crassum. Selain itu, juga berfungsi utk
18

mencegah terjadi nya refluks fekalit maupun flora normal dalam intestinum crassum kembali ke
intestinum tenue, dan jg utk mengatur pengeluara zat sisa penyerapan nutrisi. Berikut adalah
perbedaan antara jejunum dan duodenum :

19

Vaskularisasi Jejunum Ileum


Jejunum divaskularisasi oelh vasa. Jejunales dan ileum divaskularisasi oleh vasa ileales. Dimana a.
jejunales dan a. ileales sama2 merupakan cabang dr a. mesenterica superior yg dicabangkn dr aorta
setinggi Vertebrae Lumbal I. Sedangkan v. jejunales dan v. ileales jg sama2 bermuara ke v.
mesenterica superior.

Innervasi Jejunum Ileum


Jejunum dan ileum memiliki innervasi yg sama yaitu parasimpatis oleh n. vagus dan simpatis oleh
plexus mesenterica superior dr medulla spinalis segmen thoracal VI XII.

20

Usus besar (Intestinum Carasum )


Berfungsi dalam mengabsorbsi air , mineral dan vitamin & membuang feces. Panjangnya 1,5 m.
memiliki bagian khas yaitu taenia coli, haustrae, appendices epiploica.
Yang terdiri dari 4 bagian yaitu :

Caecum merupakan muara ileum (orificium ileocaecalis) dan appendix vermiformis


Colon
Terdiri dari 4 bagian yaitu :
Colon ascendens:

12-20cm, valva ileocecalis flexura coli dextra

Retroperitoneal

Colon transversum

40-50cm

Paling besar

Flexura coli dextra flexura coli sinistra

Penggantung: mesocolon transversum

Colon descendens

Flexura coli sinistra apertura pelvis superior

retroperitoneal
21

Colon sigmoideum

Bentuk S, panjang 15-80cm

Bentuk dan posisi tergantung pada jumlah isinya, yaitu feses

Colon descendens rectum

Penggantung: mesocolon sigmoideum

Rectum dan canalis analis

Panjang lk 12cm

Tidak mempunyai penggantung usus (mesenterium)

Bagian yang melebar: ampulla recti

Pada rectum terdapat plexus hemorhoidalis. Jika membesar disebut hemoroid

Berakhir sebagai anus pada perineum

m. sphincter ani internus (otot polos), dalam keadaan normal tertutup

m. sphincter ani externus (otot lurik), bisa di kendalikan

Histologi Sistem Pencernaan


Struktur Umum
Saluran cerna merupakan sebuah tabung berongga yang terdiri atas lumen, dan dikelilingi
dinding yang terdiri atas 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.
Keempat susunan lapisan tersebut terletak mulai dari esofagus sampai anus.
1. Lapisan mukosa
Terdiri atas:

Epitel pelapis: memiliki lipatan-lipatan sehingga luas permukaan absorpsi meningkat.

Lamina propria: berisi pembuluh limfe, pembuluh darah, sel otot polos, kelenjar, dan jaringan
limfoid.

Muskularis mukosa: terdiri dari lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar.

2. Lapisan submukosa

22

Terdiri atas jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah, pembuluh limfe, kelenjar, dan
jaringan limfoid. Terdapat pula pleksus saraf submukosa (pleksus Meissner), yang berfungsi untuk
mengendalikan aktivitas otot.

3. Lapisan muskularis eksterna


Mengandung sel-sel otot polos yang tersusun spiral, dan terbagi menjadi 2 lapisan:

Lapisan sirkular dalam, yang bila berkontraksi menyebabkan konstriksi lumen.

Lapisan longitudinal luar, yang bila berkontraksi menyebabkan saluran memendek.


Terdapat pula pleksus saraf mienterikus (pleksus Auerbach) di antara kedua lapisan otot,
yang berfungsi untuk mengendalikan kontraksi otot.

4. Lapisan serosa
Merupakan lapisan tipis jaringan ikat longgar yang terdapat banyak pembuluh darah, pembuluh
limfe, jaringan lemak, dan epitel selapis gepeng (mesotel). Di rongga perut, serosa menyatu dengan
mesenterium yang menopang usus, dan menyatu dengan peritoneum.

Saluran dan Organ Pencernaan


Saluran pencernaan terdiri dari:
1. Rongga mulut
23

2. Faring
3. Esofagus
4. Lambung
5. Usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum)
6. Usus besar (sekum, apendiks, kolon, dan rektum)
7. Anus

Organ pencernaan tambahan terdiri dari:


1. Glandula saliva
2. Pankreas
3. Sistem empedu (hati dan kantung empedu)

1. Rongga mulut
a) Labium oris
Terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian luar, bagian merah (vermillion border), dan bagian dalam.

1. Bagian luar
Lapisannya terdiri dari epidermis, dermis, dan jaringan subkutan, yang bagian luarnya dilapisi
oleh epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Terdapat juga rambut dan folikel rambut,
kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat.

24

2. Bagian merah (vermillion border)


Dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Lapisan di bawahnya adalah
lamina propria, dimana terdapat papil yang menonjol ke epitel (papil korium). Di dalam papil ini
banyak kapiler darah yang dekat dengan permukaan dan epitelnya jernih, sehingga bagian ini tampak
lebih merah.

3. Bagian dalam
Dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Di bawahnya adalah lamina
propria, yang terdapat papil dan glandula labialis (kelenjar mukoserosa).

25

b) Mukosa buccal, dasar mulut, palatum molle, dan palatum durum


Mukosa buccal, dasar mulut, dan pallatum molle dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Di lamina proprianya terdapat papila dan glandula saliva kecil.
Palatum durum dilapisi epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Lapisan tanduknya
berfungsi melindungi mukosa mulut saat mengunyah.

Di bagian submukosa terdapat glandula-

glandula saliva kecil.

(Palatum Durum B: Tulang S: Submukosa L: Lamina Propria E: Epitel)

c) Lingua
Terdiri atas serat otot rangka intrinsik yang menyilang dalam 3 bidang, yaitu m. horizontalis
(m. transversalis), m. vertikalis, dan m. longitudinalis. Ketiganya berorigo dan berinsersio pada
septum linguae (jaringan ikat fibrosa di tengah lidah).

26

(1: Septum Linguae 2: M. Transversalis (M. Horizontalis) 3: M. Vertikalis 4: M. Longitudinalis)

Permukaan lingua terdiri dari dorsal, ventral, dan lateral. Sulkus terminalis membagi menjadi
2/3 anterior dan 1/3 posterior. Di sebelah anterior, lingua ditutupi oleh papila (peninggian epitel
mulut dan lamina propria). Pada manusia, terdapat 3 papila, yaitu papila filiformis, papila
fungiformis, dan papila sirkumvalata.

Papila filiformis

Berbentuk

kerucut - Jumlahnya banyak

memanjang

Epitel

- Terdapat di seluruh gepeng


permukaan lidah

berlapis
dengan

lapisan tanduk
- Tidak ada taste
buds

Papila fungiformis

Seperti
(jamur)

cendawan Tersebar tak merata di

antara

Epitel

papila gepeng

filiformis

berlapis
dengan

lapisan tanduk
- Ada taste buds di
dorsalnya

Papila sirkumvalata Bulat


besar

berukuran - Jumlahnya 7-12

- Epitel

berlapis

- Tersebar di linea gepeng tanpa lapisan


27

terminalis (daerah V)

tanduk
- Ada taste buds di
lateralnya
-

Di

terdapat

tepi

papila
muara

kelenjar Ebner

28

Di papila fungiformis dan sirkumvalata terdapat taste buds. Taste buds Merupakan badan akhir
serat sensoris, berbentuk seperti bawang, dan mengandung 50-100 sel.

d) Gigi
Bagian-bagian gigi terdiri dari:

Mahkota gigi ditutupi oleh email.

Akar gigi ditutupi oleh sementum.

Email dan sementum bertemu di serviks gigi.

Bagian dentin mengelilingi rongga pulpa, yang di bagian radiksnya terdapat foramen apikal.
29

Ligamentum periodontal di antara tulang alveolar dan sementum yang menahan gigi.

Di pulpa terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk lewat foramen apikal, dan sensitif terhadap
nyeri.

Gingiva adalah membran mukosa yang melekat pada periosteum tulang maksila dan mandibula, yang
dilapisi epitel berlapis gepeng dan lamina propria.

(E: Email D: Dentin P: Pulpa C: Cementin)

2. Glandula saliva
Glandula ini memproduksi saliva yang mengandung unsur-unsur penting, seperti amilase, lipase,
lisozim, laktoferin, dan IgA, sehingga saliva memiliki fungsi digestif, pelumas, dan pelindung.
Glandula saliva terdiri dari susunan sel-sel sekretorik, yaitu:
a) Sel serosa: berbentuk piramid, lamina basal lebar dan apikal sempit, serta membentuk asinus, dengan
lumen di pusat.

30

b) Sel mukosa: berbentuk kuboid silindris, inti lonjong dan terdesak ke basal, serta membentuk
tubulus, dengan lumen di pusat.

Sistem duktus dari sel-sel sekretorik tersebut adalah muara sel sekretorik duktus interkalaris
duktus sekretorius/striata/intralobularis duktus ekskretorius/interlobularis rongga mulut.

Terdapat 3 glandula saliva mayor yang terdiri dari glandula parotis, glandula
submandibularis, dan glandula sublingualis, dan beberapa glandula saliva minor yang tersebar di
seluruh rongga mulut.

Glandula parotis

Kelenjar asinar bercabang

Sel-sel serosa

Glandula

Kelenjar tubuloasinar bercabang

Sel-sel serosa lebih banyak


31

daripada sel-sel mukosa (sel-sel

submandibularis

mukoserosa)
Glandula

Kelenjar tubuloasinar bercabang

sublingualis

Sel-sel mukosa lebih banyak


daripada sel-sel serosa (sel-sel
seromukosa)

(Glandula Parotis)

(Glandula Submandibularis)

32

(Glandula Sublingualis)

3. Faring
Merupakan suatu rongga peralihan antara rongga mulut, sistem pernapasan, dan sistem
pencernaan. Faring terdiri dari 3 bagian, yaitu nasofaring (dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia
dengan sel goblet), orofaring (dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk), dan
laringofaring. Pada lamina proprianya terdapat banyak glandula saliva kecil dan tonsil.

33

FISIOLOGI
FAAL

SISTEM

GASTROINTESTINAL

(Usus Halus Rektum)

USUS HALUS
Motilitas
1) Segmentasi
Segmentasi merupakan kontraksi otot polos sirkular yang berulang dan berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Fungsinya :
-

Mencampur kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan ke dalam lumen usus halus

Memajankan semua kimus ke permukaan absorbtif mukosa usus halus

Perlahan menggerakkan kimus menelusuri usus halus (3-5 jam)


Normalnya, frekuensi segmentasi adalah 9-12 kali per menit.

2) Migrating Motility Complex


34

Merupakan motilitas yang terjadi di antara waktu makan (di saat sebagian besar makanan telah
terserap oleh usus halus)

Berupa gelombang peristaltik lemah berulang yang bergerak dalam jarak pendek ke hilir.

Dimulai dari lambung lalu ke usus halus, yang dicapai dalam waktu 100-150 menit.

Fungsinya adalah menyapu sisa-sisa makanan sebelumnya, ditambah dengan debris mukosa dan
bakteri menuju kolon. Gerakan ini akan terus berlanjut hingga makanan yang baru masuk ke dalam
lambung.

Gerakan ini diatur oleh hormon Motilin. Jika makanan baru masuk ke dalam lambung, maka hormon
Motilin akan berhenti disekresikan sehingga Migrating Motility Complex pun berhenti. Namun apabila
sebagian makanan tersebut telah diserap oleh usus halus, maka gerakan ini pun akan kembali dimulai.

Taut Iliosekum

Fungsinya sebagai sawar antara usus halus & usus besar. Karena :
-

Membentuk lipatan jaringan berbentuk katup menonjol dari ileum ke dalam lumen sekum

Otot polos sebagai sfingter yang hampir selalu konstriksi, dipengaruhi hormon dan saraf
35

Sekresi
Setiap hari usus halus mensekresi sukus enterikus sebanyak 1,5 liter. Fungsinya:
-

Untuk melindungi usus dan melumasi

Menyediakan banyak H2O

Menambah Luas Permukaan


-

Lipatan sirkular permanen (3x lipat)

Villus (10x lipat)

Brush border (20x lipat)

Enzim di Brush Border


1. Enterokinase
2. Disakaridase (Maltase, Sukrase dan Laktase)
3. Aminopeptidase

Pencernaan
1) Karbohidrat
1. Polisakarida makanan yaitu tepung dan glikogen
diubah mjd disakarida maltosa melalui efek amilase
liur dan pankreas
2. Disakarida

masing-masing

diubah

mjd

monosakarida di brush border


3. Glukosa dan galaktosa tersrap ke dalam sel dan
masuk ke aliran darah melalui transport aktif
sekunder dependen energi dan Na+

36

4. Fruktosa diserap ke tubuh dgn difusi terfasilitasi pasif

2) Protein
1. Protein

dihidrolisis

mjd

asam

amino

konstituennya dan beberapa fragmen peptida


kecil oleh pepsin lambung dan enzim
proeolitik pankreas
2. Asam amino diserap ke sel epitel usus halus
dan masuk ke darah melalui transpor aktif
sekunder dependen energi dan Na
3. Peptida kecil dipecah menjadi asam amino
oleh aminopeptidase di brush border

3) Lemak

37

4) Besi

USUS BESAR
Motilitas
1) Kontraksi Haustra
-

Merupakan motilitas utama yang dipicu oleh ritmisitas otonom


sel-sel otot polos

Serupa dengan segmentasi usus halus tapi lebih jarang


frekuensinya

1 kontraksi dengan kontraksi kedua jaraknya 30 menit

38

Tidak mendorong. Fungsinya hanya mengaduk sehingga isi kolon terpajan ke mukosa penyerapan

2) Gerakan Massa
-

Merupakan kontraksi masif kolon ascendens dan transversum yang dapat mendorong tinja sepertiga
sampai tiga perempat panjang kolon dalam beberapa detik, sampai ke distal usus besar untuk disimpan
sebelum terjadi defekasi

3-4 kali sehari, biasanya setelah makan

Sekresi
Usus besar tidak mengeluarkan enzim pencernaan apapun. Mensekresi larutan mukus basa
(NaHCO3) untuk melindungi mukosa usus besar dari cedera mekanis dan kimiawi. Mukus juga
digunakan sebagaipelumas agar feses mudah bergerak. Sementara itu, NaHCO3 menetralkan asamasam iritan yang diproduksi fermentasi bakteri lokal.

Bakteri di dalam Kolon


Ada 10x lebih banyak jumlah bakteri yang hidup di kolon dibanding jumlah sel di tubuh.
Massa bakteri sendiri di usus besar bisa mencapai 1000g. Namun tidak semua bakteri yang tinggal di
usus besar adalah patogen. Bahkan mereka memiliki erbagai fungsi, yaitu:
-

Imunitas usus dengan cara berkompetisi dengan bakteri yg berpotensi patogen

Mendorong motilitas kolon

Memelihara integritas mukosa kolon

Kontribusi nutrisi seperti vitamin K

39

Penyerapan
Kolon menyerap garam dan H2O juga sejumlah elektrolit lain serta vitamin K yang dihasilkan
oleh bakteri kolon.. Setelah penyerapan maka terbentuklah feses. Feses itu sendiri terdiri dari bahan
padat sepertit selulosa yg tidak tercerna, bilirubin, bakteri dan sejumlah kecil garam. Sementara untuk
gas, gas dapat diserap atau dikeluarkan melalui mekanisme flatus.

Refleks Pencernaan
1) Refleks Gastroileum
Merupakan suatu refleks yang fungsinya memindahkan isi usus halus yang masih ada ke
dalam usus besar.
2) Refleks Gastrokolon
Merupakan refleks yang fungsinya mendorong isi kolon ke dalam rektum, diperantarai dari
lambung oleh gastrin dan saraf otonom. Refleks ini biasa terjadi 3-4 kali sehari dan terjadi setelah
makan.

Fungsi dari kedua refleks di atas sebenarnya pada dasarnya sama, yaitu memindahkan isi yang
sudah ada ke bagian distal untuk menyediakan tempat bagi makanan yang baru masuk. Jika isi dari
usus besar sudah mencapai rektum, maka akan tercetuslah refleks yang terakhir, yaitu :

3) Refleks Defekasi
Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rektum mencapai 18 mmHg dan
apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong
keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam
dinding rektum).
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
a.

Refleks Defekasi Instrinsik

40

Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal
yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu
gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar.

b. Refleks

Defekasi

Parasimpatis
Ketika

serat

saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan sfingter ani internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Saat
individu

duduk

ditoilet,

spingter

ani

eksternal

tenang

dengan

sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan
tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus.

41

ATRISIA ANI
DEFINISI
Atresia. Anus ( anus imperforatus) adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk agenesis ani, agenesis rektum dan atresia ani
*agenesis : tidak ada pembentukan
*atresia: cacat bawaan/ buntunya lubang bawaan

EMBRIOLOGI
Anomali letak tinggi atau supra levator : kegagalan dari septum urorektalis
Anomali letak rendah atau infra levator : berasal dari defek perkembangan protoderm dan lipatan
genital
Anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal
Otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada

42

EPIDEMIOLOGI
1 : 5000 kelahiran
Laki-laki > perempuan
Fistula rektouretra dan fistula. perineal banyak ditemukan pada bayi laki-laki
Bayi perempuan : fistula rektovestibular dan fistula. perineal
A. ani letak rendah > A. ani letak tinggi

ETIOLOGI
Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa dubur
Gangguan. Organogenesis dalam kandungan
Berkaitan dgn sindrom down
Genetik - terdapat mutasi dari bermacam gen yang berbeda
Kelainan membentukan embriologi kongenital

PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI

43

KLASIFIKASI
Menurut Berdon : A.ani dibagi berdasarkan tinggi rendahnya
A. ani letak tinggi : bagian distal rektum berakhir di atas m. levator ani ( >1,5 dgn kulit)
A. ani letak rendah ; distal rektum melewati m. levator ani (< 1,5 cm dr kulit luar)
Menurut asatephen : A. ani dibagi berdasarkan garis pubococcygeal
Menurut Ladd dan Gross
Stenosis ani : anus dan rektum ada tetapi menyempit
Imperforatus anus : anus berupa membran
Impeforatus anus dengan kantong rektum berakhir agak tinggi dari kulit periteneum
Atresia rektum : rektum berakhir buntu dan terpisah dari bagian anal oleh suatu membrane dan
jaringan , disini lubang anus ada sehingga tampak dari luar normal
Menurut Wingspread

44

Untuk menentukan golongan malformasi anorektal digunakan invertogram yang dapat dibuat setelah
udara yang telan oleh bayi mencapai rektum
Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap
marka anus dikulit peritonium
Tekniknya bayi tengkurap , lalu dengan sinar horizontal diarahkan ke trokanter mayor
Dinilai ujung udara yg ada di distal rektum marka perineum, biasanya di pakai klasifikasi Wingsspead

MANIFESTASI KLINIS
Gejala terjadi dalam waktu 24-48 jam pasca lahir
Perut kembung
Muntah
Tidak bisa buang air besar (cek popok)
Pada px radiologi, terlihat adanya sumbatan
A. ani bervariasi
A. ani letak rendah : rektum berada dalam lokasi normal tapi terlalu sempit , sehingga feses bayi tidak
dapat melaluinya
A. ani intermedia : ujung dari rektum dekat ke uretra
45

A. ani letak tinggi : anus sama sekali tidak ada


Kelainan dengan organ lain
Kardiovaskular : atrial septa defect
Gastroinstestinal: trakeoesofageal (10%), obstruksi duadenum (1-2%)
Tulang belakang (lumbalsakral): skoliosis
Tulang belakang ( spinal) : teratoma intraspinal
Kelainan traktus genitourinarius
A. ani letak tinggi 50-60 % dan A. ani letak rendah 15-20%
DIAGNOSA
Lihat dari manisfestasi klinis nya
Anamnesis
Bayi cepat kembung antar 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan adanya fistula
Bila ada fistula pada perineum maka mukoneum (+) dan kemungkinan kelainannya adalah a. ani letak
rendah
* mukoneum : isi usus janin yg terdiri dr sekret kelenjar usus

dan cairan amnion, berwarna hijau

kehitaman*
TATALAKSANA
Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah ( diseksi posterosagital atau plastik
anorektal postersagital ) (PASRP)
Pada tindakan bedah plastik anorektal posterosagital (PASRP) dimulai dari os koksigeus, kolostomi
merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi, yaitu transversokolostomi dan
sigmoidokolostomi
Dalam pembedahan harus perhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul dan persarafannya

Atresia Usus
Artresia sama saja dengan obstruksi atau sumbatan
Jadi atresia usus adalah kelainan yang terjadi pada usus akibat adanya obstruksi atau penyumbatan
yang dikarenakan gangguan perkembangan dan pertumbuhan saat masa kehamilan.
Klasifikasi :
1. Duodenum
46

2. Jejunum dan Ileum

1.

Atresia Duodenum (Obstruksi Duodenum)


Tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga

tidak dapat dilalui makanan.


Epidemiologi :

Atresia duodenal ini dijumpai 1 : 10.000 kelahiran hidup.

Lebih dari 40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down.

Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.
Etiologi :

Namun kerusakan pada duodenum terjadi karena suplai darah yang rendah pada masa kehamilan.

Bayi lahir prematur.

Klasifikasi :

Stenosis lumen dengan membran kecil.

Atresia obstruksi lengkap.


Manifestasi klinis :

Muntah.

Perut kembung.

Dehidrasi.

Ketidak seimbangan cairan.


Diagnosis :

Melalui foto rontgen menunjukan gambaran double bubble yang berisi udara.

47

Tatalaksana :

Pemberian cairan dan nutrisi melalui intravena.

Dekompresi lambung.

Tindakan duodenoduodenostomi.
2.

Atresia Jejunum dan Ileum


Tidak terbentuknya atau tersumbatnya bagian usus (jejunum dan ileum).

Etiologi dan Epidemiologi :

Gangguan peredaran darah gagal pembentukan sempurna.

Lahir prematur.

Keadaan ini ditemui antara 1 : 1.000 1 : 5.000 kelahiran hidup.


Klasifikasi :

1. Tipe 1

Web (+) dari lap. Mukosa & submukosa.

Bag. Prox dilatasi.

Bag. Distal kolaps.

Panjang usus normal.

48

2. Tipe 2

Paling sering ditemukan.

Pemendekan usus (+).

Bag. Distal mengecil.

3. Tipe 3a

Kedua ujung yang buntu terpisah

Defek mesenterium berbentuk V

Usus memendek

49

4. Tipe 3b

defek mesenterium.

Bagian distal kolaps dan melingkar.

Sering disertai Atresia tipe I & II.

5. Tipe 4

Kombinasi dari ketiga tipe yang terjadi di beberapa tempat.

50

Manifestasi klinis :

Perut kembung.

Muntah bercampur empedu.

Dehidrasi.

Ketidak seimbangan cairan.


Diagnosis :

Foto rontgen.

Tatalaksana :

Pemberian cairan dan nutrisi intravena.

Tindakan bedah.

51

Alogaritma penatalaksanaan Artesia Usus:

52

HIRSCHPRUNG DISEASE
DEFINISI
Megakolon aganglionik bawaan yang disebabkan oleh kelainan inervasi usus mulai dari sfingter ani
interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, selalu anus dan sebagian
rektum.
Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal
ke distal.
EPIDEMIOLOGI
Insidensinya idiopatik. Berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 4 : 1.
PATOLOGI
Penyakit hirschprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal
dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah
akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Bertambah banyaknya
ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase yang tinggi.
Secara histologi tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf
yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan otot dan
pada submukosa.
Pada penyakit ini bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus yang berbeda ukuran
penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu
tidak mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.
MANIFESTASI KLINIS
Neonatal cukup bulan : trias GK pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dr 24 jam pertama),
muntah hijau, distensi abdomen. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan
dalam jumlah yang cukup. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya berkurang jika mekonium
segera dikeluarkan.
Anak : gejala lebih menonjol. konstipasi kronik, gizi buruk, dan terlihat gerakan peristaltik usus pd
abdomen. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi.

53

DIAGNOSA
Anamnesis
Keterlambatan pengeluaran mekonium, muntah hijau, obstipasi masa neonatus (pada anak
yang lebih besar obstipasi kering, perut kembung dan petumbuhan terhambat), RPK dengan keluhan
serupa misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak
dapat defekasi.

Px. Fisik

54

Pd neonatus perut kembung karena obstipasi dan dilakukan colok dubur jika jari ditarik keluar
feses akan menyemprot keluar dlm jml banyak dan perut kempes kembali, konsistensi feses semi
liquid dan berbau tidak sedap.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penyembuhan penyakit hirschprung hanya dengan pembedahan dan pengobatan
lainnya hanya untuk sementara menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau
lambung.
Antibiotik untuk pencegahan infeksi (enterokolitis/sepsis)
Cairan infus untuk nutrisi, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa tubuh
Tindakan bedah :
1. pembuatan kolostomi adalah tindakan darurat untuk mencegah komplikasi maupun kematian.
2. Operasi definitif dengan membuang segmen yang aganglionik dan melakukan anastomosis usus
yang ganglion dengan bagian di bawah rektum.

INVAGINASI / INTUSUSEPSI
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang
peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing masing penulis mengajukan jumlah
penderita yang berbeda beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak anak di bawah 1 tahun
dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan perbandingan antara laki
laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada bulan September Oktober juga meninggi. Hal
tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim
musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang
menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
Etiologi
Terbagi dua :
1. Idiophatic

55

Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak dijumpai
penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile idiphatic intussusceptions.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia
jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik
awal (lead point) terjadinya invaginasi.
II. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai penyebab
invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma,
blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus dan
lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi anak.
Universitas Sumatera Utara
Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan Specific leading points berupa
eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan
perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henochs purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam
tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca
bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan
lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
Faktor faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi
invaginasi. Invaginasi kadang kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai
akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota
virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam
fesesnya sebanyak 37 %.
Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
invaginasi.
Jenis Invaginasi
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada ileum
dikenal sebagai jenis ileo ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis jenis
yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.
Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut
disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis jenis ileo ileo colica atau colo colica.
Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 1983) pada pengamatannya
mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut:
56

Ileo ileal 25%, ileo colica 22,5%, ileo ileo colica 50% dan colo colica 22,5%.
Patologi
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi.
Obstruksi yang terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi menjadi
oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan.
Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo caecal.
Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dim
ana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.
Gambaran Klinis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba tiba menangis
kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat
menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan,
anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan
nyeri perut datangnya berulang ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3 menit.
Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang
ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses
invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat
defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba
gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di
bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.
Sesudah 18 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah
menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai
dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas,
muntah warna hijau dan dehidrasi.
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa
darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam
tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat
menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
57

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang serangan., nyeri menghilang
selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri
bawah atau kiri atas.
3.Buang air besar campur darah dan lendir Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar
untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada
gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun,
sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan mulai
bermain sendiri maka apabila ada
pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi
rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah
kemungkinan invaginasi.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit ( leukositosis >
10.000/mm3. ).
Pemeriksaan Radiologi
Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri
atas, bila telah lanjut terlihat tanda tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid level. Dapat
terlihat free air bilah terjadi perforasi.
Barium enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala
gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring
appearance.
Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika
pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan
prognosis yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua
tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik :
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum terlebih
dahulu keadaan umum pasien diperbaiki.
Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai
apabila produksi urine sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak
melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering,
turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38o C.

58

Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya
dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a.Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b.Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c.Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis
padahal perfusi jaringan masih buruk.
Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta
perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang
seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan kelainan itu akan
irreversible.
2. Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan cara
milking dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman
operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak anak
dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih
tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk
eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan.
Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus
direseksi dilakukan anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin
maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
OMFALITIS
Omfalitis didefinisikan sebagai infeksi umbilikus, khususnya tali pusat, pada bayi baru lahir. Hal
ini terutama mempengaruhi neonatus, di antaranya kombinasi dari tunggul tali pusat dan penurunan
kekebalan yang ditemukan saat infeksi. Hal ini jarang dilaporkan di luar masa neonatus. Variasi pada
keadaan kongenital merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi pada tali pusat.
Omfalitis dapat menyebar ke vena porta dan menyebabkan berbagai macam komplikasi akut
yang memerlukan intervensi medis serta bedah. Meskipun kondisi ini jarang terjadi di negara maju,
maka tetap menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan di Afrika dan bagian lain di
dunia, dimana perawatan kesehatan kurang tersedia. Infeksi tali pusat memberikan kontribusi yang
59

signifikan terhadap infeksi bayi baru lahir dan kematian neonatus di Afrika, terutama bagi bayi yang
dilahirkan di rumah tanpa bidan yang terampil dan berada pada kondisi yang tidak higienis.

Gambar 1. Proses lepasnya tali pusat

Tali pusat biasanya puput satu minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam 15 hari. Sebelum
luka sembuh merupakan jalan masuk untuk kuman dan infeksi yang dapat menyebabkan sepsis.
Pengenalan secara dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis.

III.2. Epidemiologi
Omfalitis jarang terjadi di negara maju, dengan angka kejadian 0.2 0.7 %. Untuk kejadian di
negara berkembang, terjadi antara 2 7 dalam setiap 100 kelahiran hidup. Namun, kejadian ini
bahkan lebih tinggi di masyarakat dengan aplikasi praktek di rumah yang tidak steril. Rumah sakit
berbasis penelitian memperkirakan bahwa 2 54 bayi per 1000 kelahiran akan mengembangkan
kejadian omfalitis.

III.3. Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat menyebabkan omfalitis yakni:
60

Penanganan tali pusat yang tidak pantas (misalnya aplikasi budaya seperti pemberian oli
mesin, kotoran sapi, bedak bubuk, atau minyak sawit pada tali pusat).

Infeksi sekunder:
o Ketuban pecah dini
o Ibu dengan infeksi
o Proses kelahiran yang tidak steril
o Prematuritas
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester
ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit
dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit
immunitas masih rendah.
o Bayi berat lahir rendah
Merupakan faktor resiko terjadinya infeksi.
o Ibu tidak mandi (mencuci perineum dengan air dan sabun) atau mencukur sebelum
proses kelahiran

Faktor risiko lain:


o Neonatus dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau imunodefisiensi atau yang
dirawat di rumah sakit dan mengalami prosedur invasif. Neonatus bisa mengalami
kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap Streptokokus atau Haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat,
dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama
dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
o Sindrom kekurangan leukocyte adhesion (LAD) dan mobilitas neutrofil.

III.4. Etiologi
61

Organisme yang dapat menyebabkan omfalitis yaitu:


-

Bakteri aerob:
o Staphylococcus aureus (penyebab tersering)
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan

hampir

perawatan.

semua

bayi,

saat

Biasanya Staphylococcus

lahir,

atau

aereus sering

selama

masa
dijumpai

pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan
terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan
tali

pusat

agar

tetap

kering

dan

bersih,

pada

saat

memandikan

di

minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya
karena akan menyebabkan

basahnya tali pusat dan memperlambat proses

pengeringan tali pusat.


o Streptokokus grup A
o Escherichia coli
o Klebsiella
o Proteus
-

Bakteri anaerob (penyebab sepertiga kasus omfalitis):


o Bacteroides fragilis
o Peptostreptococcus
o Clostridium perfringens

III.5. Patofisiologi
Tali pusat menyajikan substrat yang unik untuk kolonisasi bakteri, tanpa penghalang normal
pertahanan kulit, dan mengalami iskemia dan degradasi sehingga tali pusat mengering dan lepas.
Biasanya, daerah tali pusat menjadi tempat kolonisasi bakteri patogen intrapartum atau segera setelah
kelahiran. Bakteri memiliki potensi untuk menyerang tali pusat, yang menyebabkan terjadinya
omfalitis.
Spektrum bakteriologis dalam omfalitis sedang mengalami perubahan, dimana terjadi perubahan
dalam perawatan tali pusat, penggunaan antibiotik, resistensi bakteri, dan praktek-praktek lokal
lainnya.
62

III.6. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi tali pusat:
a. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali
pusat berwarna kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah kurang dari 1 cm di
sekitar pangkal tali pusat local atau terbatas.
b. Infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di
sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut,
disebut sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas.

Gambar 2. Infeksi Tali Pusat Berat

III.7. Gejala Klinik


Gejala klinik yang dapat ditemukan pada omfalitis yaitu:
-

Gejala lokal:
o Discharge yang purulen dan berbau busuk dari umbilicus atau tali pusat.
o Eritema, edema, dan nyeri tekan di daerah periumbilikal

Gejala sistemik:
o Takikardi (denyut jantung lebih dari 180 kali per menit)
o Hipotensi dan capillary refill menurun
63

o Takipneu (nafas lebih dari 60 kali per menit)


o Tanda-tanda gagal nafas atau apneu
o Distensi abdomen dengan penurunan bising usus.
o Keterlibatan sistem saraf pusat:

Iritabilitas

Letargi

Penurunan refleks menghisap

Hipotonus atau hipertonus

III.8. Diagnosis Banding


Diagnosis banding omfalitis antara lain:
-

Granuloma umbilikus (granuloma yang dapat dilihat pada umbilikus)

Patent vitello-intestinal duct

Patent urachus (pembukaan fistel dengan discharge urin)

Necrotizing enterocolitis (distensi abdomen, muntah, BAB berdarah)

Sepsis general

Jarang, anomaly appendiculo-omphalic

III.9. Diagnosis
Usap mikrobiologi dari umbilikus harus dikirim untuk kultur aerob dan anaerob. Kultur darah
harus disertakan pada saat yang tepat. Pada pemeriksaan laboratorium darah, dapat ditemukan
neutrofilia (kadang-kadang neutropenia).
Diagnostik dapat ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang berupa:
-

Rontgen abdomen sangat diperlukan jika dicurigai terjadi necrotizing enterokolitis. Dapat
dijumpai gas di intraperitoneal dimana terjadi peritonitis (disebabkan oleh bakteri penghasil
gas). Multiple fluid levels dapat mengarah ke obstruksi adhesi tapi dapat pula dijumpai pada
ileus.

64

USG abdomen berguna untuk memberikan gambaran mengenai dinding abdomen jika
dicurigai terjadi kista. Sangat berguna untuk mendiagnosis abses intraperitoneal, abses
retroperitoneal, dan abses hepar.

USG Doppler dilakukan jika dicurigai terjadi thrombosis vena portal.

Fistulogram diindikasikan jika terjadi fistula ke umbilikus.

MRI atau CT-scan dapat digunakan untuk menilai fistula kongenital.

III.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada omfalitis yaitu:
a. Farmakologi
-

Antibiotik: ampiclox, cloxacillin, flucloxacillin, methicillin yang dikombinasi dengan


gentamycin.

Untuk bakteri anaerob, dapat diberikan antibiotik berupa metronidazole.

Terapi diberikan selama 10-14 hari.

Untuk omfalitis sederhana yang tidak terjadi komplikasi, dapat diberikan terapi antibiotik
jangka pendek selama 7 hari.

b. Nonfarmakologi
Penatalaksanaan omfalitis berdasarkan klasifikasi:
a. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Cara penanganannya :
-

Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali
pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan.

Bersihkan

tali pusat menggunakan larutan

antiseptik

(misalnya

klorheksidin

atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kassa yang bersih.


-

Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (misalnya
gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada
nanah lagi pada tali pusat.

Anjurkan Ibu melakukan ini kapan saja bila memungkinkan. Jika kemerahan atau
bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat
atau meluas.
65

b. Infeksi tali pusat berat atau meluas

Cara penanganannya :
-

Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensivitasi.

Dapat diberikan pemberian antibiotik sesuai indikasi seperti Kloksasilin oral selama
lima hari jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir.

Cari tanda-tanda sepsis.

Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal atau terbatas.

III.11. Komplikasi
Patofisiologi komplikasi omfalitis erat kaitannya dengan anatomi umbilikus. Infeksi dapat
menyebar sepanjang arteri umbilikalis, vena umbilikalis, sistem limfatik dinding abdomen, dan
dengan penyebaran langsung ke daerah perbatasan.

Gambar 3. Patofisiologi komplikasi dari omfalitis

Komplikasi yang dapat terjadi pada omfalitis berupa :


-

Necrotizing fasciitis
Necrotizing fasciitis adalah salah satu komplikasi serius yang paling sering dilaporkan
dari omfalitis, 1.8 12 terjadi dalam 26% dari pasien. Telah tercatat terjadi pada 13.5%
66

neonatus dengan omfalitis. Kondisi ini dimulai dengan selulitis periumbilikalis, yang, tanpa
pengobatan, dengan cepat menjadi nekrosis kulit dan jaringan subkutan, dan dalam
beberapa kasus, mionekrosis.
Skrotum adalah yang paling sering terpengaruh oleh necrotizing fasciitis, tetapi
dinding perut juga mungkin terlibat. Jika diobati dini, selulitis periumbilikalis dapat
dikontrol dengan menggunakan antibiotik parenteal spectrum luas. Rezim antibiotik harus
selalu menyertakan sebuah antianaerob seperti metronodazole.
Necrotizing fasciitis harus ditangani dengan debridement yang cepat, menghapus
semua jaringan yang mati, diikuti dengan perawatan luka harian. Jika bayi terlalu sakit
untuk anastesi umu, debridement dapat dilakukan dengan menggunakan parasetamol
parenteral atau perrektal untuk analgesia. Luka yang dihasilkan nantinya akan memerlukan
penutupan sekunder (atau pencangkokan kulit jika cacat besar). Namun, luka skrotum dapat
sembuh dengan baik tanpa penutupan sekunder atau pencangkokan kulit.

Gambar 4. Necrotising fasciitis awal yang dimulai dari umbilikus

Evisceration
Evisceration intestinal merupakan komplikasi serius yang sering dilaporkan. Yang
biasanya mengalami eviscerasi adalah usus halus, tetapi usus besar mungkin terlibat. Secara
jarang, presentasi klinik dapat timbul lama, dan dapat menjadi gangren.
Eviserasi intestinal ini harus ditutupi oleh kain kasa lembab yang bersih, dan
ditempatkan dalam kantong usus (atau dapat juga pada kantong plastic transparan).
Perawatan dilakukan untuk memastikan bahwa usus tidak terpelintir.
Di bawah anastesi umum, usus dibersihkan dan dikembalikan ke rongga peritoneal
dan umbilikus diperbaiki. Jika terdapat gangrene peritonitis atau usus, sebuah laparotomi
perlu dilakukan untuk mengeringkan dan membersihkan setiap abses rongga peritoneal.

67

Gambar 5. Evisceral intestinal

Peritonitis
Peritonitis dapat terjadi dengan atau tanpa abses intraperitoneal. Jika tidak terdapat
abses, infeksi bisa diterapi dengan penggunaan antibiotik intravena spectrum luas, dan
operasi biasanya tidak diperlukan. Jika abses intraperitoneal dikonfirmasi oleh USG, atau
jika tidak ada fasilitas untuk USG, maka laparotomi diperlukan. Abses apapun dikeringkan
dan rongga peritoneal dibersihkan.

Abses
Abses dapat terjadi di berbagai tempat, namun sering intraabdominal. Abses
intraperitoneal dilakukan drainase dengan laparotomi. Abses retroperitoneal dilakukan
drainase dengan pendekatan ekstraperitoneal, tetapi jika terletak anterior di retroperitoneal
tersebut, pendekatan intraperitoneal mungkin diperlukan.
68

Abses hati harus benar-benar diketahui lokasinya dengan ultrasonografi atau CT-scan.
Abses disedot oleh jarum dengan lubang yang lebar di bawah bimbingan pencitraan, dan
rongga abses tersebut diairi dengan normal saline. Hal ini dapat diulangi sekali lagi jika
masih terdapat abses. Dalam kasus-kasus sulit, atau kekambuhan setelah aspirasi jarum,
drainase terbuka mungkin diperlukan. Jika abses multiple, antibiotik parenteral saja
mungkin cukup, dan aspirasi / drainase disediakan untuk kasus yang persisten. Abses dapat
terletak di dinding perut anterior atau di lokasi dangkal lainnya. Keadaan ini akan
membutuhkan drainase.

Komplikasi lanjut yang dapat terjadi yakni:


-

Thrombosis vena porta


Portal vein thrombosis (PVT) adalah komplikasi dengan konsekuensi serius.
Meskipun komplikasi awal, konsekuensi utama dihasilkan dalam jangka panjang. Dalam
satu laporan dari 200 pasien yang menjalani portosystemic shunt untuk hipertensi portal
karena PVT, 15% dari PVT diduga merupakan hasil dari omphalitis neonatal. Trombosis
dapat menghasilkan carvernoma, yang dapat menyebabkan obstruksi empedu. Sebuah shunt
portosystemic mungkin diperlukan jika hipertensi portal meningkat.

Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis adalah masalah umum pada anak-anak di Afrika, dan beberapa
adalah hasil dari melemahnya sikatriks umbilikus dari omfalitis neonatus.

Adhesi peritoneal
Adhesi peritoneal adalah hasil dari subklinis sebelumnya. Adhesi dapat menyebabkan
obstruksi usus, yang biasanya tidak bisa menerima tindakan nonoperatif. Laparotomi dan
lisis / eksisi adhesi biasanya diperlukan. Setiap segmen usus iskemik perlu direseksi.

III.12. Prognosis
Omfalitis uncomplicated yang diterapi dengan baik biasanya sembuh tanpa morbiditas serius.
Namun, jika lambat diketahui dan pengobatan tertunda, angka kematian bisa tinggi mencapai 7 15%.
Morbiditas dan mortalitas yang serius dapat terjadi akibat komplikasi seperti necrotizing fasciitis,
peritonitis, dan eviserasi. Thrombosis vena portal dapat berakibat fatal.
69

Kematian dapat mencapai 38 87 % mengikuti necrotizing fasciitis dan mionekrosis. Selain itu,
faktor-faktor risiko tertentu seperti prematuritas, kecil masa kehamilan, jenis kelamin (laki-laki), dan
proses kelahiran yang sepsis, terkait dengan prognosis yang buruk.

70

DAFTAR PUSTAKA

71

You might also like