Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak besar
terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang
dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja
secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan profesi lain.
Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien
baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan memandang
manusia secara biopsikososial spiritual yang komperhensif. Sebagai tenaga yang
profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin
terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggungjawab secara moral.
Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala segi
kehidupan. Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih tanpa
masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga yang lebih dominan oleh
masalahnya.
Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa jadi
merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan perbuatan
dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang terjadi
disebabkan oleh pertimbangan etis.
Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu kiranya kami menyusun
sebuah tulisan tentang bioetis medis, sebagai sesuatu yang hidup dan
terus dilakukan di lingkungan medis, yang seyoganya adalah dunia kita
sendiri.
Tujuan Khusus
Mengetahui secara lebih spesifik tentang bioetis medis dan isu
permasalahan praktik keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isu Bioetik Dalam Keperawatan
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo,
1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana
tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi
keperawatan.
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau
etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan.
Dalam
pelaksanaanya, etika keperawatan mengacu pada bioetik yang terdiri dari tiga
pendekatan, yaitu: pendekatan teleologik, pendekatan deontologik, dan pendekatan
intiutionism
A. Kelalaian Perawat dalam menjalankan Tugas
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan
kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan
bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian,
terutama bila pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek
keperawatan. kejadian ini di kenal dengan malpraktek dan hal ini merupakan
kelalaian perawat dalam menjalankan tugas.
B. Bioetika keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap
pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang
sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah
satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan
moral sering digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsipprinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam
standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek
professional.
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan
yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan
profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau
bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau
teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan
mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan
masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua
pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan
asuhan keperawatan /kebidanan.
C. Pendekatan berdasarkan prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk
menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994)
menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain:
a)
Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala
konsekuensinya.
pendekatan
berdasarkan
prinsip
dalam
bioetik,
hasilnya
terkadang
lebih
membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap
sesuatu yang penting dalam etika. Terutama kemajuan di bidang biologi dan
kedokteran, telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan
yang sebagian besar belum teratasi (cakalano, 1991). Kemajuan teknologi kesehatan
saat ini telah meningkatkan kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan
dan memperpanjang usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak,
keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan
sarana kesehatan, telah menimbulkan etika keperawatan bagi individu perawat.
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan dilema etik:
1)
Etik
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia,
baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya (
Pastur scalia, 1971 ).
2) Etik Keperawatan
Etik keperawatan adalah norma-norma yang dianut oleh perawat dalam bertingkah
laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu
pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Prilaku etik akan dibentuk oleh
nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan.
3) Kode Etik Keperawatan
kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip umum yang telah diterima oleh
suatu profesi. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari
profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek
keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman
sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain, yang berfungsi untuk ;
a. Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien,
tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan.
b. Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan.
c.
Membantu
masyarakat
untuk
mengetahui
pedoman
dalam
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup
di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari
20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan
pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan
matinya janin dalam rahim.
Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
1. Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.
2. Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan
atau gangguan pada rahim.
3. Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau
kelainan pembentukan plasenta.
4. Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam
tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami
kekurangan vitamin berat, dll.
5. Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos"
(maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik".
Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah
Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau
memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah
dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat
"bunuh
diri"
ataupun
"membantu
pelaksanaan
bunuh
diri"
tidak
diperbolehkan.
Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan
pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undangundang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang
pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara
bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter
mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada
tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya
pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk
melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang
pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari
pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat
yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk
"pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan
kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah
Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orangorang tua ke dalam sungai Gangga.
Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya.
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia 340, 345, dan 359 KUHP
yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal
Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa
5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa
penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak
sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif
yang masih berlaku yakni KUHP.
4. penghentian pemberian makanan, cairan
ANA menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makan kepada
pasien oleh perawat secara hokum diperbolehkan, dengan pertimbangan
tindakan ini menguntungkan pasien (kozier Erz.1991)
5. transplantasi organ
Est Tansil, 1991: Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama dan
kepercayaan kepada tuhan YME, asalkan penentuan saat mati dan
penyelenggaran jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan.
Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor
hidup, (b) jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien,
(e) dokter dan pelaksana lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak pihak itu
dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam
uraian dibawah ini.
a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain (
resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus
mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis,
pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai
f. Masyarakat
Secara
tidak
sengaja
masyarakat
turut
menentukan
perkembangan
Advokasi
kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun. Fry (1987)
sendiri mendefinisikan sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang
memiliki
dampak/penyebab
penting.
Sementara
itu
Gadow
(1983)
(tanggung
gugat)
mengandung
arti
dapat
Loyalitas
2.
Lima prinsip penting dalam bidang keperawatan yang dikembangkan oleh Fry (1991)
meliputi :
1. Kemurahan Hati (Beneficence)
Inti dari prinsip ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan
yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan
atau membahayakan klien. Tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi,
resiko yang membahayakan klien dapat terjadi sehingga akan
menimbulkan konflik atau dilema. Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi
nilai sebelum seseorang memutuskan suatu tindakan. Megan (1989)
mengelompokan tujuh proses penilaian ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Menghargai
Bertindak
2.
3.
4.
5.
3. Dilema Etik
Dilemma dapat diartikan sebagai konflik antara nilai pribadi dengan kewajiban
professional (Ismani, 12001). Contoh kasus yang serinmg terjadi diantaranya:
a.
Perawat tidak memberikan transfuse darah karena keyakinan agama yang dianut oleh
pasien.
Dengan berubahnya lingkup praktik keperawatan dan IPTEK di bidang medis,
tanggung jawab keperawatan akan menjadi konflik dengan nilai-nilai pribadi perawat.
Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi nilai yaitu suatu proses dimana individu
memperoleh jawaban atau nilai mereka sendiri terhadap beberapa situasi melalui
proses pengembangan nilai individu. Proses klarifikasi nilai ini lebih memperhatika
proses penilaiaan, bukan berdasarkan isi penilaiaannya. Louis Ranths dan Jhon
Dewey merumuskan proses penilaiaan ini dalam tujuh proses yang dikelompokkan
menjadi 3 bagian, yaitu :
-
Menghargai
1. Menjungjung dan memnghargai keyakinan dan perilaku seseorang.
2. Menegaskannya di depan umum bila diperlukan.
Memilih
3. Memilih dari berbagai alternative.
4. Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya.
5. Memilih secara bebas.
Bertindak
6. Bertindak
7. Bertindak sesuai pola, konsistensi, dan repetisi (mengulang yang telah
disepakati).
Dengan ketujuh langkah tersebut, perawat dapat menjelaskan nilai mereka sendiri
dan dapat mempertinggi pertumbuhan pribadinya. Langkah ini dapat diterapkan pada
situasi pasien yang berbeda-beda, dimana perawat dapat mebantu pasien dalam
mengidentifikasi bidang-bidang konflik, memilih dan menetukan berbagai alterbatif,
menetapkan tujuan, serta melakukan tindakan (Coletta, 1978).
Peran
Undang-Undang
Dan
Aturan
Pemerintah
Dalam
Praktik
Keperawatan
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan
sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,
termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok (RUU keperawatan Pasal
1 ayat 2)
2.4 Pembuatan Keputusan Masalah Etis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan (robert, h 35)
1) faktor agama dan adat-istiadat
2) faktor social
3) faktor IMTEK
4) faktor legislasi dan keputusan yuridis
5) faktor keuangan
6) faktor pekerjaan
teori dasar / prinsip-prinsip etis
Teleology :
Act utilitarianisme ; bersifat lebih terbatas. Tidak melibatkan aturan umum tetatpi
berupaya dan mempertimbangkan terhadap sesuatu tindakan dapat memberikan
kebaikan sebanyak-banyaknya atau ke tidak baikan sekecil-kecilnya. Contoh ;
bayi lahir cacat- lebih baik meninggal.
Teleologi berasal dari akar kata Yunani , telos, yang berarti akhir, tujuan,
maksud, dan , logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan
segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi
dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi
merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,
rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana
hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum,
teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi,
atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi
merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan"
objektif di luar manusia.
Etika Teleologis
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik
buruknya suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar nampak antara teleologi
dengan deontologi. Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan
prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan
salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan
jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti
teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan
mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting
adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum,
tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran
teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan
demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut
hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah
dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan
Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas ekstrinsik bila demi sesuatu yang
eksternal pada dirinya sendiri. Misalnya, Aristoteles berpendapat bahwa
hewan adalah untuk kepentingan manusia, hal yang eksternal bagi mereka.
Manusia juga menunjukkan finalitas ekstrinsik ketika mereka mencari sesuatu
yang luar dirinya (misalnya, kebahagiaan seorang anak). Jika hal eksternal
tidak ada tindakan yang tidak akan menampilkan finalitas.
Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas intrinsik bila demi sesuatu yang
tidak eksternal untuk dirinya sendiri. Sebagai contoh, orang mungkin
mencoba untuk menjadi bahagia hanya demi menjadi bahagia, dan bukan
demi apa pun di luar itu.
2)
b.
"deontologi" pertama kali digunakan dengan cara ini pada tahun 1930, di CD
Broad 's buku, Lima Jenis Teori Etis.
Etika deontologi umumnya kontras dengan konsekuensialis atau teleologis teori
etika, menurut mana kebenaran dari suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensikonsekuensinya. Namun, ada perbedaan antara etika deontologi dan absolutisme
moral . Deontologists yang juga moral yang absolutis percaya bahwa beberapa
tindakan yang salah tidak peduli apa konsekuensi mengikuti dari mereka.
Immanuel Kant , misalnya, berpendapat bahwa satu-satunya benar-benar baik
adalah baik akan, dan jadi faktor penentu tunggal apakah suatu tindakan secara
moral benar adalah kehendak, atau motif dari orang yang melakukannya. Jika
mereka bertindak atas pepatah yang buruk, misalnya "Saya akan berbohong",
maka tindakan mereka salah, bahkan jika beberapa konsekuensi yang baik datang
dari itu. Non-absolut deontologists, seperti WD Ross , berpendapat bahwa
konsekuensi dari suatu tindakan seperti berbohong mungkin kadang-kadang
membuat berbohong yang tepat untuk dilakukan. Kant dan teori Ross dibahas
lebih rinci di bawah. Jonathan Baron dan Mark Spranca menggunakan istilah
Nilai Dilindungi ketika mengacu pada nilai-nilai diatur oleh aturan deontologis.
Kata ini deontologi berasal dari kata Yunani untuk tugas (Deon) dan ilmu (atau
studi) (logo). Dalam filsafat moral kontemporer, deontologi adalah salah satu
jenis teori normatif tentang yang pilihan secara moral diperlukan, dilarang, atau
diperbolehkan. Dengan kata lain, deontologi jatuh dalam domain teori moral
yang membimbing dan menilai pilihan kita tentang apa yang harus kita lakukan
(teori deontic), berbeda dengan (aretaic [kebajikan] teori) yang - fundamental,
setidaknya - membimbing dan menilai apa jenis orang (dalam hal karakter) kita
dan harus. Dan dalam domain tersebut, deontologists - orang yang berlangganan
teori deontologi moralitas - berdiri dalam oposisi terhadap consequentialists.
Teori deontologi
Berbeda dengan teori konsekuensialis, teori deontologi menilai moralitas dari
pilihan dengan kriteria yang berbeda dari negara urusan pilihan-pilihan
Kemurahan hati
b)
Keadilan
c)
Otonomi
d)
Kejujuran
e)
Ketaatan
2) INTIUTIONISM
Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal
yang benar dan salah. Hal tersebut terlepas dari pemikiran rasional atau
irasionalnya suatu keadaan.
Contoh: seorang perawat sudah tentu mengtahui bahwa menyakiti pasien
merupakan tindakan yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi
kepada perawat karena sudah mengacu pada etika dari seorang perawat yang
diyakini dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk
dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak
& Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada
bioetik sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan
dan kode etik profesi keperawatan.
2.
5.
3.2 Saran
1.
Isu bioetik dalam praktik keperawatan tentu saja bukan barang langka,
yang
bisa
didapatkan
oleh
calon
perawat
sekalipun.
Dengan
Dengan adanya bahasan menganai isu bioetik seperti ini, kita akan
diingatkan batapa kejinya perbuatan yang melanggar aturan itu. Dan kita
juga diajarkan tentang bagaimana menyikapi segala bentuk dilema dalam
praktik keseharian kita. Semoga makalah ini dapat menjadi acuan, atau
referensi dalam pengajaran mata kuliah etika keperawatan.