Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Komunikasi Umum
2.1.1.Pengertian komunikasi
Secara umum, komunikasi adalah proses tercapainya kesamaan pengertian
antara individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak
sebagai penerima; meliputi kemampuan berbicara, mendengar, melihat dan
kemampuan kognitif.
Ada beberapa pengertian mengenai komunikasi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, dimana masing-masing pengertian tersebut adalah:
Dr. Phill Astrid Susanto: Komunikasi adalah proses pengoperan lambanglambang yang mengandung arti. (Ermawati dkk, 2008)
Oxford Dictionary, 1956: Komunikasi adalah pengiriman atau tukarmenukar informasi, ide, atau sebagainya. (Ermawati dkk, 2008)
Kozier dan Erb, 1995: komunikasi adalah pertukaran informasi antara dua
orang atau lebih, atau pertukaran ide, perasaan, dan pikiran. (Wahjudi,
2006)
2.1.3.Fungsi komunikasi
Menurut Gustina dan Ermawati (2008), Apabila komunikasi dipandang
dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau
pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar- menukar
data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai
berikut:
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat
dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang
lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif
didalam masyarakat.
3. Motivasi, menjelaskan kepada masyarakat tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya,
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama
yang akan dicapai atau diraih.
4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan
untuk
memungkinkan
persetujuan
atau
menyelesaikan
pengalihan
intelektual,
ilmu
pengetahuan
pembentukan
watak,
dapat
serta
mendorong
membentuk
bentuk
pesan
verbal
(tetapi
tidak
langsung),
misalnya
menggunakan saluran radio, televisi, kaset, telepon, alat cetak, dan lainlain.
2.1.5.Unsur-unsur komunikasi
Komunikasi yang dianggap sebagai proses, mempunyai unsur-unsur
komunikasi (Rochimah dkk, 2008) sebagai berikut:
a. Sumber (komunikator)
Dalam komunikasi, setiap orang ataupun kelompok dapat menyampaikan
pesan-pesan komunikasi itu sebagai suatu proses, dimana komunikator
Informatif:
bersifat
memberikan
keterangan
(fakta-fakta),
Bahasa jelas
Positif
Seimbang
Hambatan bahasa
Pesan akan disalah-artikan sehingga tidak mencapai apa yang
diinginkan, apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh
komunikan. Termasuk dalam pengertian ini penggunaan istilahistilah yang mungkin dapat diartikan berbeda atau tidak dimengerti
sama sekali.
Hambatan teknis
Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan
teknis, misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak,
bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang berisik dan sebagainya.
d. Media (saluran)
Media adalah saluran penyampaian pesan. Media komunikasi dapat
dikategorikan dalam dua bagian yaitu:
1. Media umum
Media umum adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk
komunikasi; contohnya radio CB, OHP, dan sebagainya.
2. Media massa
Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi masal.
Disebut demikian karena sifatnya, misalnya: pers, radio, film, dan
televisi.
balik
langsung
dalam
suatu
komunikasi,
komunikan
2.1.6.Prinsip-prinsip komunikasi
Menurut James L Marsell (2008) mengemukakan ada enam prinsip
penting yang harus diperhatikan dalam proses komunikasi yaitu:
a. Konteks
Komunikasi yang bermakna akan sangat tergantung kepada cara
menghubungkan dengan konteks pesan yang disampaikan. Konteks pesan
tersebut akan dapat mempengaruhi orang lain dan akhirnya akan diterima
tanpa paksaan.
b. Fokus
Agar komunikasi itu bermakna dan efektif perlu memperhatikan fokus
tertentu. Fokus ini berguna agar penyampaian pesan tetap pada media yang
digunakan.
c. Sosialisasi
Komunikasi yang bermakna dan efektif tergantung pada hubungan antara
komunikator dan komunikan serta kepada siapa komunikasi itu ditujukan.
Sasaran ini perlu diketahui untuk memahami situasi dari sasaran tersebut.
d. Individualisasi
Komunikasi yang bermakna tentunya perlu mengetahui sikap, kecakapan,
dan kemampuan dari masing-masing komunikan secara individu atau
kelompok. Biasanya individu atau kelompok tertentu mempunyai tradisi
dan kekuasaan tertentu pula.
e. Unitas (sequence)
Untuk menjaga kelancaran proses komunikasi maka pesan-pesan harus
disusun sedemikian rupa sehingga terlihat pesan yang perlu diberikan
terlebih dahulu atau yang diutamakan, pesan-pesan tersebut perlu
diketahui mana yang lebih dahulu, mana yang belakangan atau ditentukan
unit-unitnya, dan secara psikologis seorang komunikator mengetahui
kemampuan dari khalayak yang dihadapi.
f. Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang integral dari proses komunikasi, evaluasi
merupakan umpan balik. Jadi dalam hal ini peran komunikator dan
komunikan sangat penting.
2.1.7.Proses komunikasi
Menurut Cutlip dan Centre (2008), komunikasi yang efektif harus
dilaksanakan dengan melalui empat tahap, yaitu:
1. Fact Finding
Mencari, mengumpul fakta dan data sebelum seseorang melakukan
kegiatan komunikasi. Untuk berbicara di depan suatu masyarakat perlu
dicari fakta dan data tentang masyarakat tersebut, keinginannya,
komposisinya dan sebagainya.
2. Planning
Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang akan
dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya. Bagi suatu masyarakat
yang agraris tentu saja pengemukaan komunikasi haruslah menggunakan
cara yang sesuai dengan ciri-ciri-agraris.
3. Communicating
Setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah communicating
atau berkomunikasi.
4. Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil
komunikasi tersebut. Ini kemudian menjadi bahan bagi perencanaan
melakukan komunikasi selanjutnya.
2.2.Komunikasi Dokter-Pasien
2.2.1.Pengertian komunikasi dokter-pasien (Adijanti, 2008)
Komunikasi dokter-pasien merupakan momen yang sangat penting dalam
rangka
penyembuhan
pasien.
Dalam
komunikasi
dokter-pasien,
karena
keahliannya, dokter mempunyai posisi yang lebih tinggi daripada pasien. Dapat
dikatakan dokter memiliki legitimate power sehingga dengan mudah dapat
mempengaruhi pasien. Jadi, hal-hal yang disampaikan dokter lebih efektif dalam
mempengaruhi pasien. Namun perlu diingat, dengan kemajuan sistem informasi
saat ini banyak pasien yang datang kepada dokter dalam keadaan well informed.
Agar tercipta komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar maka setiap dokter
harus dapat menjadi pendengar aktif yaitu:
Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kepada pasien untuk
berpikir, menanyakan sesuatu dan berbicara.
Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu bahwa Anda
memahaminya.
Duduklah dengan nyaman, sedikit condong kedepan, hindari gerakangerakan yang dapat mengganggu jalannya komunikasi dan pandanglah
pasien ketika dia berbicara.
Ask (bertanya)
Langkah berikutnya adalah bertanya, melalui pertanyaan tersebut dokter
dapat membantu pasien untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya
serta mengekspresikan perasaannya. Cara bertanya yang efektif yaitu:
-
Ajukan
pertanyaan
yang
dapat
membantu
pasien
untuk
menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya.
karena
sangat
bermanfaat
untuk
membina
2.3.Pengetahuan (Knowledge)
2.3.1Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
2.3.2Adopsi Perilaku
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Sudigdo, 2006). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Penelitian Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long-lasting). Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut
akan tidak berlangsung lama.
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat merecanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
2.4.Kepatuhan
2.4.1.Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari
dokter yang mengobatinya (Kaplan dkk, 1997). Menurut Sacket dan Niven (2000)
kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pengobatan,
di samping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan diagnosis, ketepatan pemilihan obat,
ketepatan aturan dosis dan cara pemberian dan faktor sugestif/kepercayaan
penderita terhadap dokter maupun terhadap obat yang diberikan. Namun ironis
sekali kenyataan, bahwa di satu pihak ketelitian pemeriksaan dan diagnosis
semakin modern, namun di lain pihak ketaatan untuk menjalani pengobatan dari
Selain dari pada yang tersebut diatas Obat yang diberikan juga mempengaruhi
tingkat kepatuhan pasien dari segi harga, efek samping, dan jumlah obat yang
diberikan:
Harga
Menurut dr. Fachmi Idris, secara internasional obat hanya dibagi menjadi
dua, yaitu: obat paten dan obat generik.
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan
memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya.
Obat generik terbagi lagi menjadi obat generik berlogo dan obat generik
bermerek (Batubara, 2008)
Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses
masyarakat sedangkan obat paten tidak. Harga obat generik dapat ditekan
karena umumnya obat generik dikemas sederhana dan dijual dalam
kemasan dengan jumlah besar, dan tidak dipromosikan secara berlebihan
sehingga menghemat biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya.
Proporsi dari biaya iklan obat dapat mencapai 20-30% (Dinkes Gorontalo,
2008). Sehingga obat generik menjadi lebih murah dari obat paten.
Menurut Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/068/2010
tentang
Ketetapan
Kewajiban
2. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional
kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang
peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
3. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan
hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari
dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi.
Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti
hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi.
4. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai
penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
2.5.Tinjauan hukum
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
karena
kesalahan
dan
kelalaian
petugas
kesehatan.