You are on page 1of 115

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
Atas petunjuknya sehingga Buku / materi Perkuliahan ini dapat tersusun
menjadi bahan bacaan / Referensi untuk Taruna / Taruni Politeknik Ilmu
Pelayaran Makassar.
Buku ini disusun untuk memenuhi sebahagian Materi Perkuliahan
Semester III yang mana isinya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kepada rekan-rekan Dosen PIP Makassar kiranya dapat memberikan
masukan-masukan agar bacaan/buku ini bisa lebih sempurna, dan mudahmudahan bacaan/buku ini dapat memenuhi sebahagian kebutuhan para
Taruna - taruni Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar.

Makassar,

September 2011

Penyusun,

DAFTAR ISI
Hal.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.

Pengertian Hukum, Sumber Hukum dan Pembidangan Hukum ..... 1


Masalah Laut Wilayah, Laut Bebas dan Zona Tambahan .............. 8
Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif ............................... 9
Hak Lintas Damai, Hak Lintas Transit dan Hak Lintas Alur
Kepulauan ...................................................................................... 10
Perusahaan Pelayaran ................................................................... 14
Definisi-definisi Awak Kapal............................................................ 19
Hak dan Kewajiban Awak Kapal dan Perjanjian Kerja Laut ............ 20
Tugas Nakhoda secara Umum ....................................................... 23
Sijil Awak Kapal .............................................................................. 26
Pengawasan Keselamatan Kapal ................................................... 28
Buku Harian Kapal.......................................................................... 30
Pendaftaran Kapal .......................................................................... 36
Perjanjian Pengangkutan Melalui Laut ........................................... 41
Dokumen-Dokumen Kapal.............................................................. 51

SILABUS MATA KULIAH


1. PROGRAM STUDI
2. PROGRAM DIKLAT
3.
4.
5.
6.

: NAUTIKA
: TEKNIS PROFESI KEPELAUTAN
TINGKAT III
SERTIFIKAT KEPELAUTAN : AHLI NAUTIKA TINGKAT III
KELOMPOK MATA KULIAH : PROFESI
MATA KULIAH
: HUKUM MARITIM
BOBOT
: 32 JAM ( T = 32 JAM )

I.

TUJUAN MATA KULIAH


Setelah menyelesaikan perkuliahan, menyelesaikan tugas-tugas, tes serta ujian
para Peserta Diklat mampu menerapkan hukum Maritim dalam permasalahan
yang menyangkut kelaik lautan kapal dan tugas sesuai jabatan kapal.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Setelah selesai mengikuti Perkuliahan ini, Peserta Diklat diharapkan dapat:
a. Memahami pembidangan hukum laut menurut azas dan tujuannya
b. Memahami perkembangan hukum laut publik nasional maupun
Internasional menyangkut laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi
eksklusif dan landasan kontinen
c. Memahami aturan percobaan pencemaran laut dari kapal dan tanggung
jawab baik pidana maupun perdata, sehingga dapat melaksanakan tugas
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Memahami kontrak-kontrak pengangkutan melalui laut dan pertanggungan
laut.

III.

MATERI PEMBAHASAN

PERTE
MUAN
I

MATERI

Introduction to maritime law

Jumlah
Jam

Paraf
Dosen

II-IV

Law of the Sea

V-XVIII Safety
a. LL1966
b. SOLAS I
c. Solas Chapter II a
d. Solas Chapter II b
e. Solas Chapter III
f. Solas Chapter IV
g. Solas chapter V
h. Solas Chapter Vi
i. Solas Chapter IX
j. STCW1935
k. Radio regulation
I. STP1971
m. PAL 1974
XIX
Ujian akhir semester

IV.

TAGIHAN
Selain mengikuti Perkuliahan Peserta wajib membuat tugas-tugas mandiri dan
kelompok untuk dibahas.

V.

PENILAIAN
Penilaian dapat diambil dan hasil Mid Test dan Final Test serta tugas yang
diberikan. Adapun .bobot penilaian adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Ujian Akhir semester


Ujian Tengah Semester
Tugas Mandiri
Nilai Makalah
Jumlah

:
:
:
:
:

30%
40%
10%
20%
100%

VI.

SUMBER
1. IMO Model Course 7.03

VII.

CATATAN
Rincian materi secara lebih terperinci untuk dapat mencapai kemampuan yang
dipersyaratkan (required performance) lihat dan menyesuaikan pada IMO
Model Course 7.01 halaman 210 s/d 240

PENGERTIAN HUKUM SUMBER HUKUM


PEMBIDANGAN HUKUM

A. PENGERTIAN HUKUM
Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang
mengurus tata tertib suatu lingkungan masyarakat. Dalam suatu lingkungan
masyarakat semua orang menjadi pendukung dari kepentingan-kepentingan yang
akan mereka amankan sebaik mungkin. Pengamanan kepentingan ini akan terpenuhi
dengan pembuatan peraturan-peraturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam
hubungan antara anggota masyarakat.
Hukum hanyalah berlaku dalam suatu pergaulan masyarakat. Hanya dilingkungan
inilah kepentingan-kepentingan dapat bertubrukan satu sama lainnya. Peraturanperaturan hukum memiliki ciri memaksa, yaitu : adanya perintah atau larangan dan
ditegakkannya dengan cara paksa, apabila tidak ditaati maka hakim dapat
mengenakan cara-cara paksa tertentu (sanksi), kadang-kadang hukum atau (dalam
hukum perdata) ganti kerugian.

B. SUMBER HUKUM
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah : segala sesuatu dimana
orang dapat mengenal bermacam-macam peraturan yang berlaku didalam masyarakat
dan oleh umum dianggap sebagai hukum, yang pada hakekatnya merupakan
peraturan-peraturan yang mempenyai kekuatan hukum.
Sumber hukum dapat terdiri dari segala tulisan-tulisan, dokumen-dokumen,
naskah-naskah dimana dapat diketahui hukum yang berlaku dikalangan suatu bangsa
dalam masa yang tertentu, sumber hukum yang paling utama adalah undang-undang.
Pengertian Undang-undang disini adalah dalam arti yang luas meliputi setiap
keputusan pemerintah yang menentukan peraturan-peraturan yang mengikat.

C. PEMBIDANGAN HUKUM

Hukum itu luas sehingga sulit untuk membuat definisi singkat yang meliputi
segala-galanya, namun dapat dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut
beberapa azaz pembagian.
1. Menurut Ketentuan Bekerjanya
Undang-undang dasar
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-undang
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Keputusan Menteri
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
2. Hukum Privat (sipil)
Hukum yang mengatur Hubungan-hubungan antara orang yang satu serta
dengan orang lain, dengan menitikberatkan kepentingan perseorangan.
Hukum Sipil terdiri dari :
Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi : Hukum Perdata dan Hukum,
Dagang,
Hukum sipil dalam arti sempit: Hukum Perdata saja
Pada hakekatnya antara hukum Dagang dan Hukum Perdata tidak terdapat
suatu perbedaan yang pokok, keduanya mengandung prinsip-prinsip dan pengertianpengertian yang sama. Terkaitnya kedua hukum tersebut terbukti dari isi Pasal 1
KUHD yang menyatakan bahwa untuk msegala peristiwa dan perbuiatan dalam
lapangan perniagaan itu diliputi oleh peraturan-peraturan yang termuat baik KUHD.
Dengan demikian kekurangan pada KUHD (peraturan khusus) akan dilengkapi oleh
peraturan umum dari KUHPER.
Hukum Publik (Negara)
Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat
kelengkapannya, Negara dengan perseorangan dan Negara dengan Negara.
Hukum publik terdiri dari :
Hukum Tata Negara
Hukum Administrasi Negara
Hukum Pidana (hukuman), hukum yang mengatur perbuatanperbuatan apa yang dilarang dan hukumannya serta mengatur caracara mengajukan perkara-perkara.

Hukum Internasional baik hukum perdata Internasional maupun


hukum publik Internasional (yang terakhir yang hamper selalu
dimaksudkan)
3. Menurut cara mempertahankannya
Hukum Materil, hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan yang berwujud
perintah-perintah dan larangan-larangan.
Contohnya
: Hukum Materiil, Hukum Pidana, hukum Perdata dan
Hukum Dagang
Hukum Formil, hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil.
Contoh
: Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata.
4. Menurut Sifatnya
Hukum yang memaksa, hukum yang dalam bagaimana juga keadaannya
harus ditaati dan mempunyai paksaan mutlak.
Hukum yang mengatur (pelengkap), hukum yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat
peraturan sendiri dalam suatu perjanjian
5. Kodifikasi
Pembakuan peraturan-peraturan dalam kitab undang-undang disebut
Kodifikasi, Bagian terbesar dari hukum Privat Materiil diatur dalam kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPER), dan kitab undang-undang
hukum Dagang (KUHD), kitab undang-undang hukum perdata terdiri dari
empat buku, antara lain buku kedua mengenai hukum pemilikan dan hukum
pewarisan. Dan buku ketiga mengatur mengatur hukum perikatan.
Kitab undang-undang hukum dagang menghatur kukum pemiagaan yaitu
kedudukan dan hubungan-hubungan yang lahir dalam dunia usaha pemiagaan.
Kitab undang-undang hukum dagang terbagi dalam dua buku, dimana buku
pertama membahas tata niaga secara umum (perseroan, bursa pemiagaan dan
ketentuan-ketentuan umum mengenai asuransi).
Adapun buku kedumengatur Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berasal
dari dunia pelayaran yang dikenal sebagai Hukum laut Keperdataan

Buku ini terbagi dalam 13 BAB :


1. Kapal laut dan muatannya
2. Pengusaha kapal
3. Nakhoda, awak kapal
4. Perjanjian kapal laut
5. Pencarteran
6. Penubrukan kapal
7. Karamnya kapal
8. Dihapus
9. 9 & 10 Pertanggungan
10. Kerugian laut
11. Pengakhiran perikatan
12. Kapal pedalaman
D. Hukum Laut dan Perundang-undangan Maritim
Hukum Laut adalah rangkaian peraturan dan kebiasaan hukum mengenai laut
yang bersifat:
Keperdataan, menyangkut kepentingan perorangan
Publik menyangkut kepentingan umum
Hukum Laut keperdataan mengatur hubungan-hubungan perdata yang
ditimbulkan karena perjanjian-perjanjian perdata Perjanjian-perjanjian pengangkutan
menyeberang laut dengan kapal laut niaga. Hukum ini merupakan matra dari hukum
pengangkutan adalah bagian dari hukum Dagang termasuk Hukum Privat.
Hukum Laut Publik (kenegaraan), obyek dari peraturan-peraturan dan
kebiasaan-kebiasaan baik nasional maupun Internasional adalah laut dan berisikan
hak-hak dan kewajiban bagi Negara yang berbatasan pada laut tersebut.
Hukum Laut Nasional telah berkembang dengan pesat sebagai akibat
perkembangan Internasional yang memerlukan adanya ketentuan-ketentuan hukum
laut yang dapat menjawab kebutuhan keadaan yang mendesak.
Untuk menjamin terselenggaranya sejumlah kepentingan nasional, Hukum
publik Internasional dapat menjadi sarana, terdapat beberapa peraturan hukum yang
menyangkut dunia pelayaran dan kelautan antara lain :
Kitab Undang-undang Dagang (1 Mei 1848, diperbaharui 1933 dan
berlaku mulai 1938) tentang pengangkutan laut di Indonesia Undangundang
pelayaran
Indonesia
1936
tentang
keterbukaan
perdagangan luar negeri telah diterbitkan kebijaksanaan mengenai Inpres
Nomor : 4 /1985 dan pak Nov 21 / 1988

Ordonansi kapal-kapal 1935 tentang persyaratan kapal untuk alat-alat


perlengkapan dan pengawakan, sebagian besar dari peraturan -peraturan
disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan SOLAS 1974
Praturan perijazahan pelaut 1939 disesuaikan dengan struktur Departemen
Perhubungan serta silabi STCW 1978, OK 1935 PPP 1939 adalah
produk hukum keselamatan pelayaran, yang tidak termasuk Hukum
Laut Publik maupun hukum laut Perdata (lahir dari Perjanjian
Internasional).
Undang-undang Nomor 4 tahun 1960 tentang wilayah laut mengganti
Ordonansi Laut Teritorial dan lingkungan maritime 1939, diamendir
dengan Undang-undang No. 17 tahun 1985 tentang konvensi Hukum Laut
Internasional.
DEFINISI HUKUM
Prof. VAN APEL DOORN, dalam bukunya yang berjudul INLEIDING TAT de
STUDIE VAN MET NEDERLANDS REGHT Mengatakan bahwa adalah tidak
mungkin memberikan satu definisi tentang hukum, karena sangat sulit untuk
didefinisikan karena tidak mungkin sesuai dengan kenyataan.
Prof. E. UTRECHT, SH
Hukum itu adalah peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu hams ditaati.
Prof. Mr. E. MEYERS
Hukum itu adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan-pertimbangan
kesusilaan dan ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi
pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya
LEONDUGULT
Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakatsebagai jaminan
dari suatu kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
J.C.T. S1MORANGKIR, SH
Hukum itu adalah : Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan

resmi yang berwajib, bila dilanggar mengakibatkan diambilnya tindakan hukum


tertentu.
TUJUAN HUKUM
1. Untuk menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan
yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan masyarakat tidak terjadi
kekacauan
2. Untuk menjamin adanya kepastian hukum
3. Menyeimbangkan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum /
ketertiban
4. Untuk mengatur tat tertib masyarakat secara damai dan adil
SUMBER-SUMBER HUKUM
Yang dimaksud dengan sumber-sumber hukum ialah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dan
apabila ada pihak yang melanggar, mengakibatkan sanksi yang nyata.
HUKUM LAUT
1. Laut beserta kandungan/potensi yang ada didalamnya sebagai milik bersama
(Common heritage of Mankind)
2. Hukum Laut sebagaimana yang tercantum dalam The United National
Convention on The Law of The Sea 1982 adalah hukum yang mengatur laut
sebagai obyek dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan
kepentingan seluruh Negara termasuk yang tidak berbatasan dengan Laut
(Land -Lock Countries) guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang
terkandung didalamnya bagi ummat manusia sebagaimana yang tercantum
dalam UNCLOS 1982 beserta Konvensi Internasional yang terkait dengannya

HUKUM MARITIM
Adalah hukum yang mengatur Pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan atau
orang melalui laut, kegiatan kenavigasian dan perkapalan sebagai sarana/modal
transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan-kegiatan yang terkait
langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum Perdata/Dagang
maupun Publik.

I.

MASALAH LAUT WILAYAH, LAUT BEBAS DAN ZONA


TAMBAHAN
Konvensi 1982 disetujui bahwa setiap Negara mempunyai hak untuk
menentukan laut wilayahnya sampai batas paling jauh 12 mil laut diukur dari
garis pangkal sesuai dengan konvensi ini :
Yaitu Negara mempunyai kedaulatan penuh atas kolam air dan isinya, udara
diatasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, namun untuk kepentingan lalu
lintas pelayaran Internasional, kapal-kapal Negara asing mempunyai hak
lintas damai.
Zona Tambahan, adalah selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah
selebar 12 mil laut, dimana Indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas
masalah-masalah Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi dan Kesehatan. Zona tambahan
diukur 24 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur.

HIGH SEAS (LAUT BEBAS)


Laut diluar yurisdiksi Nasional Negara-negara disebut laut bebas atau High Seas
Pemanfaatan Laut Bebas dilaksanakan berdasarkan prinsip Warisan bersama umat
manusia yang berarti: bahwa manfaat laut bebas baik aspek Navigasi maupun aspek
sumber daya alam yang dikandungnya, harus dapat dinikmati oleh seluruh umat
manusia dan tidak boleh dimonopoli oleh satu atau beberapa Negara kuat saja.
Dari prinsip tersebut dilahirkan hak dan kewajiban umum tiap Negara
terhadap laut bebas serta hak dan kewajiban khusus di laut bebas tertentu tersebut
seperti menyediakan sarana pencarian dan penyelamatan (SAR).
Kebebasan Negara Pantai maupun Negara tak Berpantai
a. Kebebasan berlayar
b. Kebebasan terbang
c. Kebebasan meletakkan pipa dibawah laut
d. Kebebasan membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang
diizinkan Negara lain

LANDAS KONTINEN DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


1. LANDAS KONTINEN
Menurut Undang-undang dagang No.l tahun 1973 tentang landas kontinen
Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar wilayah R.I sampai
kedalaman 200 meter atau lebih dimana masih mungkin diadakan Eksplorasi dan
Eksplaitasi kekayaan alam berupa Mineral dan sumber alam lainnya di dasar laut
atau di dalam lapisan tanah di bawahnya.
2. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia yang meliputi dasar laut tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan
batas terluar 200 mil laut diluar dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
HAK LINTAS DAMAI (INNOCENT PASSAGE)
Pengertian lintas adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa memasuki perairan
pedalaman atau singgah di suatu tempat atau berlabuh atau jelasnya lintas adalah
pelayaran melalui laut Teritorial tanpa atau melalui perairan pedalaman, secara terus
menerus (kontinyu), secepat mungkin (Force majeure)
PENGERTIAN DAMAI
Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan keamanan
Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi dan aturan
intemasional lainnya. Aadapun tindakan yang dianggap membahayakan kedamaian,
ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :
1. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai
2. Latihan perang-perangan
3. Tindakan pertahanan yang bermaksud mengumpulkan informasi yang
merugikan pertahanan dan keamanan Negara pantai
4. Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau
keamanan Negara pantai
5. Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal
6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan Militer
7. Bongkar atau muat setiap komuditi atau uang atau orang

8. Perbuatan Pencemaran
9. Penangkapan Ikan
10. Kegiatan Penelitian
11. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi atau fasilitas atau
instalasi lainnya
12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan lintas itu sendiri.
HAK LINTAS TRANSIT
Menurut artikel 38 pasal grup (2) UNCLOS 1982 lintas transit adalah pelaksanaan
kebebasan pelayaran dan penerbangan untuk tujuan transit yang terus menerus
langsung dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi
Eksklusif (2 EE) dengan bagian laut Zona Ekonomi Eksklusif wilayah pelayaran atau
penerbangan demikian dilakukan dalam suatu selat Internasional yang
menghubungkan satu laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif lainnya.
HAK LINTAS ALUR KEPULAUAN
1. Bahwa hak lintas alur kepulauan adalah hak pelayaran dan penerangan
pada/lintas alur secara terus menerus, langsung, secepat mungkin tanpa boleh
dihalangi dari satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif dengan
bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif lainnya melalui alur
kepulauan.
2. Bahwa alur kepulauan itu ditetapkan dengan suatu rangkaian garis sumbu
dimana kapal boleh menyimpang 25 mil ke sisi kanan atau kiri dengan garis
sumbu tetapi tidak boleh berlayar dekat pantai kurang dari 10% dari jarak
antara titik yang terdekat di pantai dengan alur kepulauan itu.
3. Bahwa untuk menentukan atau mengganti alur kepulauan Negara pantai harus
mendapat persetujuan dari Organisasi Internasional yang berwenang untuk itu.
Materi baru dalam UNCLOS 1982 yaitu tentang hak perikanan Tradisional
tetapi Undang-undang No. 9/1985 masih relevan yaitu :
II.

BEBERAPA KETENTUAN YANG HARUS DIPATUHI OLEH KAPALKAPAL ASING SESUAI KONVENSI 1982 SEBAGAI BERIKUT
1. Tidak memasuki perairan pedalaman atau singgah di pelabuhan-pelabuhan
Negara yang dilalui.

2. Melaksanakan pelayaran tidak terputus dan cepat tanpa berhenti ataupun


buang jangkar, kecuali jika keadaan terpaksa karena kecelakaan,
kerusakan, ataupun karena harus memberi pertolongan terhadap orang,
kapal atau pesawat udara yang mendapat kecelakaan.
3. Suatu lintas laut dianggap damai selama tidak membahayakan
perdamaian, ketertiban ataupun keamanan Negara yang dilalui
Lalu lintas kapal-kapal
asing dianggap membahayakan
perdamaian, ketertiban ataupun keamanan suatu Negara bila melakukan
kegiatan sebagai berikut:
a. Ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah ataupun politik yang melanggar azas-azas hukum
Internasional
b. Setiap penggunaan segala jenis senjata
c. Mengumpulkan informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan
keamanan negara lain
d. Kegiatan propaganda yang bertujuan untuk mempengaruhi pertahanan
dan keamanan Negara lain
e. Meluncurkan mendaratkan ataupun menaikkan segala jenis peralatan
militer
f. Menurunkan atau menaikkan segala jenis barang, alat pembayaran
(uang) atau orang bertentangan dengan peraturan Pabean, Keuangan,
Imigrasi dan kesehatan Negara
g. Setiap tindakan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan laut
h. Setiap kegiatan penangkapan ikan
i. Melakukan kegiatan penelitian dan survey
j. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi, fasilitas
ataupun instalasi-instalasi negara lain
k. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan
lalu lintas
4. Kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya, diharuskan berlayar
dipermukaan air dan menunjukkan bendera (Pasal, 22 -konvensi 1982)
Kerugian yang ditimbulkan kapal atau pesawat udara sesuai artikel 27 ( 1 )
terbatas dalam hal :
1. Apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara pantai
2. Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian atau
ketertiban laut wilayah

3. Apabila telah diminta bantuan pengusaha setempat oleh Nakhoda kapal atau
oleh wakil Diplomatik atau pejabat Konsuler Negara Bendera
4. Apabila tindakan demikian diperlakukan untuk menumpas perdagangan gelap
Narkotika atau bahan Peychdtropis.

MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DI LAUT


Sumber daya alam di laut dijamin kelestariannya dengan tetap mempertahankan
lingkungan laut sistimpengelolaan dalam mengupayakan sumber yang ada
Penangkapan ikan dengan pukat harimau sangat membahayakan karena
dapat memusnahkan bibit-bibit maupun jenis ikan tertentu.
Sesuai kesepakatan bahwa pengontrolan dapat dilakukan dengan melalui
penyerahan tanggung jawab yaitu :
Untuk wilayah Territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif diserahkan
sepenuhnya pada Negara yang menguasainya
Untuk wilayah laut lepas dibagi 2 (dua)
1. Wilayah Laut lepas yang berbatasan dengan laut territorial suatu
Negara pengontrolannya diserahkan kepada Negara yang berbatasan
tersebut
2. Wilayah Laut lepas yang tidak berbatasan dengan laut territorial
pengontrolannya diserahkan pada kelompok Negara-negara tertentu
MASALAH DASAR LAUT DAN KEKAYAAN LAUT
Kawasan dasar laut ada 3 (tiga)
1. Permukaan Laut
2. Dalam Laut
3. Dasar Laut
Ketiga bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang berada pada satu
pengawasan, berdasarkan kedaulatan suatu negara atau hukum Internasional.
PERUSAHAAN PELAYARAN
1. Perusahaan Pelayaran atau Perusahaan Perkapalan adalah suatu badan usaha
yang didirikan oleh satu atau beberapa orang dengan memiliki satu atau
beberapa kapal secara bersama-sama dan mengelola kapal-kapal tersebut
untuk pelayaran di laut dalam bidang jasa angkutan (KUHD 323)

2. Pengusaha kapal adalah seseorang yang memakai sebuah kapal untuk


pelayaran di laut baik dikemudikan sendiri atau oleh seorang Nakhoda yang
bekerja padanya. (KUHD ps.320)
3. Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah perusahaan angkutan laut
berbadan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan di dalam
wilayah perairan Indonesia dan atau dari dan ke pelabuhan luar negeri (PP.82
1999 tentang angkutan di perairan)
4. Perusahaan angkutan laut asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan
hukum asing ( Foreign shipping company) yang kapal-kapalnya melakukan
kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia.
5. Perusahaan pelayaran rakyat adalah perusahaan angkutan laut berbadan
hukum Indonesia yang dalam melakukan kegiatan usahanya dengan
menggunakan kapal layar, layar motor tradisional dan atau kapal motor
dengan ukuran tertentu.
Penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri dilakukan :
a. Oleh perusahaan angkutan laut nasional
b. Dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia
c. Untuk menghubungkan pelabuhan laut antara pulau atau angkutan laut lepas
pantai di wilayah perairan Indonesia.
Persyaratan mendirikan Perusahaan Pelayaran
a. Memiliki akte pendirian perusahaan
b. Memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran GT 175 atau lebih atau
kapal tunda 150 PK dan tongkang ukuran GT 175 atau lebih
c. Kapal berbendera Indonesia yang berstatus leasing, disewa oleh perusahaan
leasing, dan adanya pernyataan dari pemilik kapal bahwa tidak berkeberatan
kapalnya digunakan sebagai persyarataan izin usaha
d. Memiliki tenaga ahli setingkat Diploma III di bidang Ketatalaksanaan
Pelayaran Niaga, dan atau ijazah Nautika dan/atau Tehnika pelayaraan Niaga.
e. Memiliki penanggung jawab perusahaan
f. Memiliki NPWP
1. INSA( INDONESIAN NATIONAL SHIP-OWNERS ASSOCIATION )
Adalah organisasi pengusaha-pengusaha pelayaran (INSA), dalam organisasi
ini menangani tentang trayek-trayek distribusi muatan dan lain-lain untuk

menjadi bahan pertimbangan pemerintah sebelum mengeluarkan surat-surat


keputusan atau peraturan-peraturan mengenai hal tersebut.

2. ORGANISASI PERUSAHAAN PELAYARAN


Bentuk organisasi perusahaan pelayaran disesuaikan dengan misi organisasi.
Perusahaan pelayaran terbagi atas dua komponen yaitu Dewan pemegang
saham dan eksekutif.
Dewan pemegang saham lazim disebut Dewan Komisaris yang
beranggotakan orang-orang punya andil, Modal di dalam perusahaan
diketahui oleh seorang yang disebut Presiden Komisaris.
Dewan ini yang menentukan arah dan kegiatan perusahaan dan batasbatas ruang gerak eksekutif perusahaan.
Dewan bersidang secara periodir dalam waktu tertentu
Dewan Eksekutif adalah inti organisasi yang bertugas untuk mencapai
sasaran perusahaan yang digariskan oleh Dewan Komisaris.
3. JENIS PERUSAHAAN PELAYARAN
Perusahaan Pelayaran dibagi menurut ruang geraknya dan jenis muatannya
(Peraturan Pem. No. 2 tahun 1969) sbb:
1. Pelayaran Nusantara
Yaitu untuk melakukan usaha pengangkutan antara pelabuhan atau antara
pulau nusantara yang dibagi daerah pelayaran dalam RLS-RLS (Reguler
Liner Services)
Untuk membawa trayek-trayek yang dianggap minus mengoprasikan
kapal-kapal niaga dengan nama PERINTIS
2. Pelayaran Lokal
Yaitu Pelayaran untuk melaksanakan usaha angkutan antara pelabuhan
diseluruh Indonesia dengan tujuan menunjang kegiatan pelayaran
nusantara dan samudera dengan memakai kapal ukuran kecil (500 M3 isi
kotor) atau lebih kecil atau sama dengan 175 Register Ton
3. Pelayaran Rakyat
Yaitu Pelayaran Nusantara dengan mempergunakan perahu-perahu layar
4. Pelayaran Pedalaman

Terusan dan Sungai, yaitu melakukan usaha angkutan di alur pelayaran ini
di tangani oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat namun mengenai
kapal dan personilnya diatur oleh Dirjen Perhubungan Laut
5. Pelayaran Penundaan Laut
Yaitu perusahaan nusantara dengan menggunakan tongkang-tongkang
yang ditarik oleh kapal-kapal tunda
6. Pelayaran Samudra Dekat
Yaitu pelayaran yang dilakukan ke Pelabuhan negara tetangga yang
jaraknya tidak lebih dari 3000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia ke
Jurusan manapun misalnya : Ke India, Jepang, Australia.
7. Pelayaran Samudera
Yaitu pelayaran ke, dan, dari Luar negeri yang bukan merupakan
pelayaran samudera dekat.
8. Pelayaran Khusus
Yaitu pelayaran dalam, pengangkutan muatan-muatan khusus yang pada
umumnya hasil dari industri/tambang dan biasanya dimuat curah (BULK)
tanpa pembatasan daerah pelayaran misalnya : Minyak Bumi, Biji-biji
Best, Kayu Gelondongan, Timah dll
4. PER-VEEM-AN
Veem Yaitu penampungan atau pemupukan barang-barang (Ware Housing)
Dalam usahanya meliputi:
Penumpukan
Penyimpanan
Persiapan muatan
Penyerahan
Pengukuran
Pemerkahan
Expedisi dll
Dalam usaha ini dibutuhkan sarana :
Gudang
Lapangan bongkar muat (General Assembly Area) Peralatan
pengepakan dll

5. Ekspedisi Muatan Kapal Laut


Ialah usaha jasa untuk mengurus dokumen-dokumen muatan, baik untuk
pemuatan maupun pembongkaran, dan semua pekerjaan yang berhubungan
dengan pemuatan dan pembongkaran, penerimaan atau penyerahan muatan.
EMKL bisa usaha terpisah/tergabung dalam perusahaan pelayaran/Veem
Tujuan EMKL
Memperlancar arus dokumen
Menghindari tertumpuknya muatan
Menghindari macetnya bongkar muat Memperlancar keluar
masuknya kapal
6. Stuwadoring ( Stewedoring )
Ialah usaha di bidang jasa dalam bongkar muat kapal, Usaha ini dibina oleh
Badan Pengusaha Pelabuhan dan Perusahaan Pelayaran, dan diselenggarakan
oleh Yayasan yaitu yayasan Usaha Karya (YUKA)
7. Tally Association
Adalah perhitungan, bentuk usaha ini di Indonesia merupakan unit / bagian
dari perusahaan pelayaran atau Veem atau EMKL/Stwadoring tapi di luar
negeri kadang-kadang di lakukan juga antara pengirim dan pengangkut.
AWAK KAPAL
Definisi-definisi
1. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan diatas kapal oleh
pemilik, atau operator kapal untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (UU No. 2 / 1992)
2. Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum diatas
kapal serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku ( UU No. 21 /1992)
3. Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD ps 341)
4. Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum
diatas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu berbeda dengan yang dimiliki Nakhoda (UU No.21)
5. Anak kapal adalah mereka yang namanya tercantum dalam daftar anak kapal
(KUHD)
6. Anak buah kapal adalah anak kapal selain Nakhoda ataupun pemimpin
a. Pelayar : Semua orang yang ada di kapal (UUNo.21)

Semua orang yang ada di kapal selain Nakhoda (KUHD)


b. Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal diberikan pangkat
sebagai Perwira (KUHD)
c. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian
atau keterampilan sebagai awak kapal (PP 7/2000)
Persyaratan untuk bekerja di kapal
a. Berumur sekurang-kurangnya 18 tahun
b. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan dari rumah sakit
yang ditunjuk pemerintah
c. Memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau Sertifikat Kepelautan Pelaut
d. Disijil
Hak dan Kewajiban Awak kapal dan Perjanjian Kerja Laut (PKL)
a. Hakatasupah
b. Hak atas permakanan dan tempat tinggal di kapal
c. Hak atas cuti
d. Hak atas perawatan kalau sakit di kapal
e. Hak atas angkutan bebas
f. Hak atas ganti rugi bilamana kapalnya musnah/tenggelam
Kewajiban Awak Kapal
a. Mentaati perintah perusahaan
b. Bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian
c. Melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang ditetapkan
d. Bekerja sekuat tenaga dan wajib mengerjakan segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Nakhoda
Pekerjaan anak kapal dijelaskan di dalam :
a. Perjanjian kerja laut
b. Sijil awak kapal
c. Peraturan dinas di kapal yang dibuat oleh Nakhoda
d. Taat kepada atasan, teristimewa menjalankan perintah-perintah Nakhoda
e. Tidak boleh membawa atau memiliki minuman keras, tidak membawa
barang-barang yang terlarang, senjata dan sebagainya di kapal tanpa izin
Nakhoda
f. Keluar dari kapal selalu dengan izin Nakhoda dan pulang kembali tidak
terlambat

g. Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal dan


muatan dengan menerima upah tambahan
h. Menyediakan diri untuk Nakhoda selama 3 hari setelah habis kontraknya
untuk kepentingan membuat kisah kapal
Hak Perusahaan adalah mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian.
Kewajiban Perusahaan : Memenuhi semua hak pelaut sesuai perjanjian
Keuntungan dari KKB adalah :
a. Persyaratan kerja sudah ditentukan
b. Berlaku secara luas dan dalam waktu tertentu
c. Pelaut tidak harus bernegosiasi setiap pembuatan PKL karena PKL tidak
boleh bertentangan dengan KKB
Perjanjian Kerja Laut ( PKL)
Definis :
1. Perjanjian Kerja Laut (PKL) adalah perjanjian yang dibuat antara seorang
pengusaha kapal disatu pihak dengan seorang buruh dipihak lain, dengan
mana pihak tersebut menyanggupi untuk dibawah perintah pengusaha itu
melakukan pekerjaan dengan mendapat upah baik sebagai Nakhoda atau anak
buah kapal (KUHD ps 395)
2. Perjanjian Kerja Laut (PKL) adalah perjanjian kerja perorangan yang ditanda
tangani oleh Pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan (PP.7
thn.2000)
3. Menurut KUHD PKL antara pengusaha kapal harus dibuat tertulis tapi tidak
harus dihadapan pejabat pemerintah, tetapi PKL untuk anak kapal harus
tertulis dan dibuat dihadapan pejabat pemerintah.
4. Tetapi sesuai peraturan pemerintah No. 7 tahun 2000 semua PKL harus
diketahui pejabat pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
5. Selain dari PKL kita mengenal perjanjian kerja kolektif (PKK) atau disebut
juga kesepakatan kerja bersama (KKB) yaitu perjanjian antara satu atau
beberapa pengusaha kapal dengan satu atau beberapa organisasi perburuhan.
Jenis-jenis PKL
a. Untuk waktu tertentu
b. Untuk satu perjalanan atau lebih
c. Untuk waktu tak tertentu

Isi 1PKL Sekurang-kurangnya:


1. Nama dari Pengusaha dan pelaut
2. Tanggal Pembuatan
3. Jenis PKL
4. Hak-hak Pelaut termasuk upah
5. Kewajiban Pelaut
6. Hak Pengusaha
7. Kewajiban Pengusaha
8. Jabatan di kapal
Mengakhiri Hubungan kerja
1. Mengakhiri hubungan kerja dapat dilakukan dengan secara sah dan tidak sah
2. Mengakhiri secara sah
a. Kedua belah pihak menyetujui
b. PKL sudah berakhir
c. Salah satu pihak membayar konpensasi
d. Pelaut meninggal dunia
e. Alasan mendesak
f. Alasan penting
Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakan, sifat atau perilaku buruh yang
mengakibatkan bahwa dari pihak majikan secara wajar tidak dapat
dibenarkan (tolerir) untuk selanjutnya hubungan kerja misalnya :
a. Pelaut menipu waktu pembutan PKL
b. Tidak cakap untuk melakukan tugasnya
c. Sukamabuk, madat dan perbutan buruk lainnya
d. Mencuri atau melakukan penggelapan
e. Menganiaya, menghina majikan atau teman sekerja
f. Menolak perintah majikan / atasan
g. Membawa barang selundupan
Alasan mendesak dari pihak buruh adalah :
a. Majikan menganiaya, mengancam atau menghina secara kasar
b. Membujuk untuk membuat hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang
c. Tidak membayar upah pada waktunya

d.
e.
f.
g.

Melalaikan kewajiban yang dibebankan dalam PKL


Bila kapal dioperasikan untuk penyelundupan
Bila makanan tidak layak
Bila tempat tinggal tidak memenuhi syarat sehingga mempengaruhi kesehatan
Bila PKL ingin diputuskan dengan alasan mendesak maka harus disampaikan
secepat mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak disampaikan secepat mungkin
maka alasan mendesak berubah menjadi alasan penting. Untuk pemutusan dengan
alasan penting harus diajukan melalui Pengadilan Negeri atau kalau di luar negeri
melalui perwakilan RI.
Tugas Nakhoda Secara Umum
1.
2.
3.
4.
5.

Pemimpin kapal
Pemegang kewibawaan umum diatas kapal
Pegawai kepolisian
Pegawai Pencatatan Sipil
Notaris

1. Sebagai Pemimpin Kapal:


a. Mampu membawa kapal dengan selamat ke pelabuhan tujuan
b. Mampu mengurus kapal, penumpang dan muatan
c. Mampu memelihara kapal agar tetap laik laut
d. Mampu mengelola tertib Administrasi kapal
2. Sebagai pemegang kewibawaan umum berarti:
a. Berwibawa terhadap semua orang diatas kapal demi keselamatan kapal
b. Berwibawa menegakkan disiplin diatas kapal.

3. Sebagai Pegawai Kepolisian di atas Kapal


a. Mengumpulkan bahan-bahan untuk proses verbal
b. Menyita barang-barang bukti
c. Mendengar dari tertuduh dan saksi serta dicatat dalam berita acara
d. Mengamankan tertuduh
e. Menyerahkan berkas, barang bukti dan tertuduh kepada polisi setibanya kapal
di Pelabuhan
4. Selaku Pejabat Pencatatan Sipil di atas kapal:

a. Membuat akte kelahiran dan mencatat dalam buku harian kapal dalam waktu
24 jam dengan 2 orang saksi
b. Membuat akte kematian dalam jangka 24 jam bila ada yang meninggal di
kapal
c. Selaku Notaris Kapal
d. Membuat akte wasiat seseorang diatas kapal dengan disaksikan 2 orang saksi.
Surat wasiat tersebut hanya berlaku selama 6 bulan
e. Membuat akte perjanjian antara pelajar yang berada di kapal juga dengan 2
orang saksi
Kewajiban-kewajiban Nakhoda
1. Kewajiban sebelum berlayaar Nakhoda haras meyakinkan bahwa kapal berada
dalam keadaan laik laut
2. Kewajiban umum Nakhoda wajib mentaati peraturan-peraturan
3. Kewajiban selama pelayaran, Nakhoda harus selalu berada diatas kapal
selama pelayaran
4. Kewajiban memberi bantuan terhadap orang-orang yang dalam bahaya di laut
5. Kewajiban mengikuti haluan
6. Kewajiban menyimpan surat-surat kapal
7. Kewajiban menyelenggarakan buku harian kapal
8. Kewajiban memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas kapal
9. Kewajiban mentaati perintah penguasa
10. Kewajiban melaksanakan rergister hukum
Kewenangan lain dari Nakhoda
1. Dalam keadaan darurat berhak memakai bahan makanan milik pelayar
2. Ditempat tidak ada perwakilan dapat mengadakan perlengkapan kapal
3. Dalam keadaan mendesak diluar wilayah Indonesia berwenang menjual kapal
4. Mempekerjakan atau menurunkan penumpang gelap
5. Apabila dalam musyawarah dengan Perwira diminta sumbangan
pikiran Nakhoda bebas untuk menerima atau mengabaikan saran tersebut
6. Ditempat yang tidak ada perwakilan perusahaan Nakhoda berhak
menandatangani konosemen
7. Menjatuhkan hukuman disipliner terhadap ABK berupa peringatan sampai
pemotongan upah maximum 10 hari kerja
8. Sebagai wakil dari pengusaha kapal

SIJIL AWAK KAPAL


A. Sijil Awak Kapal adalah daftar dari semua orang yang akan melakukan dinas
anak buah kapal (bekerja di suatu kapal ) dan dibuat dihadapan Syahbandar
dan dibuat dalam rangkap 2 (dua)
1 (satu) lembar untuk Nakhoda dan 1 (satu) lembar lainnya untuk Syahbandar
Sijil; Awak Kapal ditandatangani oleh Nakhoda dan Syahbandar/Pegawai
pendaftaran anak kapal
B. Isi Sijil dari Awak Kapal :
a. Nama Kapal dan awak kapal
b. Nama pengusaha kapal dan Nakhoda
c. Nama dan sebagai apa terhadap awak kapal itu dipekerjakan
d. Kepada awak kapal mana diberikan pangkat Perwira
e. Nama-nama dari dua Perwira yang harus hadir pada waktu menjatuhkan
hukuman
f. Nama-nama dua Perwira kapal dengan siapa Nakhoda berunding sebelum
mengasingkan (masuk tujuan) seorang penumpang yang menjadi gila atau
yang telah melakukan kejahatan
C. Yang tercantum dalam sijil awak kapal
a. Semua orang yang membuat perjanjian kerja laut dengan pengusaha kapal,
serta yang diwajibkan melakukan "Dinas Awak Kapal" (Mualirn, Masinis,
Serang dst)
b. Semua orang yang diizinkan pengusaha kapal, untuk berniaga atas
tanggungan sendiri (tukang cuci, tukang potret, tukang cukur)
c. Semua orang (pembantu) yang bekerja pada majikan lain
Syarat-syarat untuk menandatangani Sijil Awak Kapal :
a. Pengusaha membuat PKL dengan awak kapal
b. Usia paling sedikit 18 tahun
c. Memenuhi syarat-syarat yang diperluka
1. Buku Pelaut
2. Surat Bukti Kesehatan
3. Surat Ujian Mata dan Telinga

4. Surat kuasa dari ayah/walinya apabila awak kapal tersebut masih dibawah
umur
Akibat apabila kapal tidak membuat sijil awak kapal adalah:
a. Nakhoda tidak boleh berlayar
b. Tidak boleh melakukan tugas bila namaanya tidak tercantum dalam sijil awak
kapal
Sijil awak kapal diadakan perubahan apabila :
a. Nama kapal diganti
b. Berganti Pengusaha
c. Pergantian Nakhoda
d. Perubahan dalam susunan awak kapal
Dokumen-dokumen dan Sertifikat-sertifikat yang harus ada di Kapal :
1. Surat tanda kebangsaan (Surat laut/Pas Tahunan / Pas kecil)
2. Surat Ukur
3. Buku Sijil
4. Sertifikat-sertifikat
a. Sertifikat keselamatan konstruksi kapal barang
b. Sertifikat keselamatan perlengkapan kapal barang
c. Sertifikat keselamatan Radio kapal barang
d. Sertifikat keselamatan kapal penumpang
e. DOC dan SMC (berdasarkan ISM Code)
f. Sertifikat pencegahan pencemaran oleh Minyak (IOPP)
g. Buku catatan minyak dan SOPEP
h. Minimum safe Manning Certificate
i. Sertifikat dari Perwira dan ABK
j. Load Line Certificate
k. Surat izin berlayar dari pelabuhan terakhir
l. Crew List
m. Cargo Manifest
n. Buku Kesehatan
Pengawasan Keselamatan Kapal
Pengawasan terhadap keselamatan kapal dilaksanakan oleh :
1. Pemerintah Negara Bendera (Flag state) yang dibebani tanggung jawab atas
keselamatan kapal-kapal yang menggunakan bendera Negara

2. Pemerintah Negara Pelabuhan (Port state) yang diberi kewenangan


untuk mengawasi kapal-kapal asing yang memasuki pelabuhan Negara
mereka. Pengawasan dilakukan terhadap kelengkapan sertifikat serta kondisi
kapal dan perlengkapannya. PSCO dapat menahan kapal yang sertifikatnya
tidak ada / expire atau yang kondisi kapalnya tidak aman untuk berlayar
Biro Klasifikasi
Tujuan dari Biro Klasifikasi adalah untuk mensurvey dan mengklaskan kapal
berdasarkan suatu pembukuan persyaratan pembangunan maupun permesinan kapal
tugas mana dijadikan jaminan bagi pihak-pihak tertentu yang mempunyai
kepentingan (pemilik muatan, asuransi). Pemerintah dapat memanfaatkan Biro
Klasifikasi untuk memeriksa dan menertibkan Sertifikat serta nama Pemerintah yang
memberikan kewenangan Sertifikat-sertifikat yang dikeluarkan Biro Klasifikasi
(Class Certificate) tidak mengikat pemerintah.
Biro-biro Klasifikasi yang terkenal
1. Lloyd Register of Shipping (LR) London
2. Bureau Veritas (BV) Paris
3. Det Norske Veritas (NV) Oslo
4. Germanische Lloyd (GL) Berlin
5. Registro Italiano Navale (RI)Roma
6. The American Bureau of Shipping (AB) New York
7. Nippon Keiji Kyokai (NK) Tokyo
8. Biro Klasifikasi Indonesia (BKJ) Jakarta
Pengukuran Kapal
Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur.
Pengukuran dapat
dilakukan menurut tiga metode :
a. Pengukuran dalam Negeri yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan
tonase kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter
b. Pengukuran Internasional yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan
tonase kapal yang panjangnya 24 meter atau lebih
c. Pengukuran khusus digunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal
yang akan melewati terusan tertentu
Atas permintaan pemilik kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter dapat
dilakukan pengukuran menggunakan metode Internasional. Kapal yang telah diukur
dengan menggunakan metode pengukuran dalam negeri.

Hal Pengukuran kapal disusun dalam daftar ukur untuk menetapkan ukuran
dan tonase kapal. Terhadap kapal yang berdasarkan perhitungan diperoleh isi kotor
20 meter kubik yang setara dengan GT 7 atau lebih diterbitkan Surat Ukur.
1. Surat ukur berlaku jangka waktu tidak terbatas
2. Surat ukur tidak berlaku apabila kapal tidak digunakan lagi antara lain karena :
a. Kapal discrap
b. Kapal Tenggelam
c. Kapal Musnah
d. Kapal Terbakar
e. Kapal dinyatakan Hilang
Surat Ukur dinyatakan batal apabila :
1. Pengukuran dilakukan tidak sesuai ketentuan
2. Diperoleh secara tidak syah atau digunakan tidak sesuai untuk peruntukannya.
Surat ukur baru sebagai pengganti surat ukur lama dapat diterbitkan apabila :
a. Nama kapal dirubah
b. Surat ukur rusak, hilang atau musnah
c. Kapal diukur ulang karena surat ukur dinyatakan batal
d. Kapal diukur ulang karena adanya perubahan bangunan yang menyebabkan
berubahnya rincian yang dicantumkan dalam surat ukur
e. Apabila kapal diberikan surat ukur sementara dan masa berlakunya telah
habis.
3. Kapal yang telah diukur dipasang tanda selar yang biasanya dipasang pada
dinding depan anjungan. Pemilik atau operator kapal wajib melaporkan kepada
pemerintah apabila terjadi perombakan terhadap bangunan kapal yang
menyebabkan berubahnya ukuran kapal.
4. Isi dari Surat ukur
a. Panjang Kapal
b. Lebar Kapal
c. Dalam (depth)
d. Isi Kotor
e. Isi Bersih
Baku Harian Kapal
1. Menurut KUHD pasal 348 Nakhoda harus menyelenggarakan Buku Harian kapal.
Nakhoda boleh mengerjakan sendiri atau menugaskan salah seorang Perwira
(biasanya Mualim. I). Tertapi Naakhoda harus mengawasi agar Buku harian diisi
dengan benar. Nakhoda yang tidak menyelenggarakan Buku Harian secara benar

atau tidak memperlihatkan Buku Harian pada waktunya dianggap melakukan


pelanggaran sesuai KUHD ps 562. Sedangkan perbuatan tidak menyelenggarakan
Buku Harian kapal menurut peraturan dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau menutupi perbuatan tersebut dianggap melakukan
kejahatan dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara (KHUD ps 466)
2. Fungsi Buku Harian :
a. Bahan Pembuktian
b. Sumber data bagi hakim jika terjadi sengketa
c. Sebagai bahan pengawasan oleh pemerintah
d. Kapal-kapal yang diwajibkan menyelenggarakan Buku Harian adalah kapal
yang berukuran 500 meter kubik atau lebih (KUHD) sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 kapal dengan isi kotor GT 100 atau
lebih harus menyelenggarakan Buku Harian sedangkan kapal dengan tenaga
penggerak utama 200 TK atau lebih harus menyelenggarakan Buku Harian
Mesin kapal-kapal yang mempunyai perangkat radio harus menyelenggarakan
Buku Harian Radio
e. Buku Harian hams terbuat dari bahan yang baik dijilid dan dengan baik,
kolom-kolom yang tersedia untuk mencatat kejadian-kejadian di kapal. Tiap
halaman harus diberi nomor halaman. Dibagian muka Buku Harian Kapal
harus Terdapat Petunjuk halaman yang menyebutkan keterangan
mengenai :
1. Kelahiran dan Kematian Kapal
2. Mutasi diantara awak kapal
3. Kecelakaan / kerusakan yang dialami
4. Pengedokan, Perbaikan
5. Penutupan / pembukaan pintu-pintu kedap air
6. Latihan-latihan Berkala
7. Perangkap Telegrap Radio
8. Pemuatan barang-barang berbahaya
Hal-hal yang dilarang dalam penyelenggaraan Buku Harian karena akan
mengurangi kekuatan pembuktiannya adalah :
1. Menghilangkan halaman
2. Penambahan halaman
3. Pengosongan Halaman
4. Perubahan, penambahan

5. Penghapusan (kalau ada kesalahan tidak boleh dihapus / tip ex tapi dicoret dan
diparaf)
Sebelum digunakan Buku Harian harus dilegalisir oleh pejabat pemerintah
yang ditunjuk dimana setiap halaman diparaf dan sebulan sekali Buku Harian
diekshibitum (diperlihatkan kepada pejabat pemerintah yang ditunjuk)
Kisah Kapal
Kisah kapal adalah suatu akte otentik yang dibuat dihadapan Syahbandar atau
Notaris mengenai kejadian-kejadian selama pelayaran yang digunakan sebagai bahan
pembuktian pada kejadian-kejadian penting yang mungkin menimbulkan kerusakan
kapal kadang -kadang kisah kapal disebut juga Marine Note of Protest kekuatan
pembuktiannya sama dengan Buku Harian Kapal. Kisah kapal memuat keterangan
lebih rinci yang tidak dapat ditulis dalam Buku Harian karena keterbatasan tempat.
1. Kisah kapal harus dibuat dalam waktu 3 kali 24 jam setibanya kapal di
Pelabuhan, setidak-tidaknya kisdah kapal sementara yang harus disusul
dengan yang lengkap dalam waktu 30 hari. Pembuatan kisah kapal sementara
biasanya kalau ada kerusakan dibawah air yang belum kelihtan sebelum kapal
naik dok. Selain Nakhoda awak kapal yang mengetahui kejadian itu juga ikut
menandatangani Kisah Kapal. Isi dari kisah kapal antara lain kapal mengalami
cuaca buruk sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan terhadap
kapal atau muatan, kecelakan-kecalakaan yang terjadi, serta tindakan yang
diambil oleh Nakhoda untuk mencegah atau mengurangi kerusakan kisah
kapal merupakan suatu perikatan sepihak dan karenanya siapa yang membuat
kisah kapal hanya mengikat dirinya sendiri.
2. Kejahatan dan pelanggaran pelayaran
3. Didalam undang-undang hukum pidana (KUHP). Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) serta Undang-undang No.21 tahun 1992 ttg
pelayaran diatur tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai kejahatan atau
pelanggaran pelayaran untuk perbuatan yang dianggap kejahatan ancaman
hukumannya adalah. Hukuman kurungan (penjara) sedangkan untuk
pelanggaran ancaman hukuman penjara atau boleh diganti denga denda.
4. Contoh Kejahatan Pelayaran Menurut KUHP :
a. Pembajakan di Laut
Nakhoda yang kapalnya digunakan untuk pembajakan diancam penjara
paling lama 15 tahun
Awak kapal lainnya diancam

b. Pelayar yang merampas kapal diancam hukuman 7 tahun penjara.


Nakhoda yang merampas kapal dari pemilik diancam hukuman 8 tahun
penjara
c. Nakhoda yang menyuruh membuat kisah kapal yang tidak benar diancam
hukuman 5 tahun
sedangkan anak buah yang membantu diancam
hukuman 2 tahun 8 bulan
d. Nakhoda yang melarikan diri dari tugasnya diancam hukuman 2 tahun 8
bulan
e. Awak kapal yang melarikan diri dan dapat membahayakan kapal diancam
hukuman 1 tahun 4 bulan
f. Awak kapal yang menyerang orang lain yang lebih tinggi jabatannya
dihukum 2 tahun 8 bulan. Kalau berakibat luka diancam hukuman 4 tahun
jika meninggal diancam hukuman 12 tahun
g. Insubordinansi yang dilakukan bersama-sama diancam hukuman 7 tahun,
bila ada yang terluka 8 tahun 6 bulan dan bila mati 15 tahun
h. Barang siapa yang menghasut dikapal supaya memberontak diancam
hukuman tahun
i. Barang siapa yang dengan sengaja menenggelamkan kapal dan
mendatangkan bahaya kepada orang lain dihukum maximum 15 tahun
Sedangkan dalam Undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran :
Barang siapa dengan sengaja merusak sarana bantu Navigasi sehingga tidak berfungsi
lagi diancam hukuman 12 tahun penjara kalau menimbulkan bahaya terhadap kapal
lain 15 tahun dan kalau ada orang yang meninggal karena itu diancam hukuman 20
tahun penjara
Sanksi-sanksi lain yang diatur dalam Undang-undang No.21 tahun 1992
1. Nakhoda yang tidak berada diatas kapal atau meninggalkan kapalnya tanpa
alasan yang sangat memaksa, selama kapal berlayar dipidana dengan pidana
penjara lama 5 tahun 6 bulan
2. Nakhoda atau pemimpin kapal yang melayarkan kapalnya sedangkan ia
mengetahui kapalnya tidak laik laut dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 3 bulan atau dengan denda 6 juta rupiah
3. Pemilik atau operator kapal yang menghalang-halangi keleluasaan Nakhoda
untuk melaksanakan kewajibannya sesuai perundang-undangan yang berlaku
dipidana setinggi-tingginya 9 bulan atau denda setinggi-tingginya 18 juta
rupiah

4. Nakhoda yang tidak menyelenggarakan Buku Harian diancam pidana 3 bulan


atau denda 6 juta rupiah
5. Barang siapa yang melakukan pembuangan limbah yang tidak memenuhi
persyaratan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda 120 juta rupiah,
Kalau pembuangan tersebut menyebabkan rusaknya lingkungan diancam
pidana 10 tahun atau denda 240 juta rupiah
6. Nakhoda yang tidak melakukan penanggulangan pencemaran yang berasal
dari kapalnya diancam pidana 2 tahun atau denda 48 juta rupiah.
7. Barang siapa diatas kapal tidak memberikan pertolongan atas kecelakaan yang
menimpa kapalnya dipidana penjara 2 bulan atau denda 4 juta rupiah.
Nationality (Kebangsaan)
1. Secara dasar tata kebangsaan adalah hubungan legal antara Negara dan
warganya dan mencakup hak dan kewajiban antara keduanya.
2. Istilah Nationality kemudian juga diterapkan terhadap kapal, dalam hukum
Maritim digunakan sebagai istilah yang menentukan hubungan hukum antara
sebuah kapal dan negara benderanya
3. Konsep kebangsaan diperluas terhadap kapal-kapal karena adanya hak
kebebasan dari laut dan pelayaran, dibawah hukum Internasional. Hal ini
dikarenakan setiap Negara apakah berpantai atau tidak (land lock) mempunyai
hak untuk melayarkan kapal dengan menggunakan benderanya dan yang
kedua adalah kenyataan bahwa tidak suatu negara yang mempunyai
kedaulatan diluar laut wilayahnya. Sehingga jelas bahwa kapal akan
dipisahkan Tidak hanya dari pengawasan suatu Negara tetapi juga apabila
dilaut terlepas dari pelaksanaan peraturan. Itulah sebabnya kapal harus punya
kebangsaan
KAPAL
Menurut Undang-undang Convention on Condition for Registration of Ships 1986
Kapal bererti setiap kapal laut dengan tenaga penggerak yang digunakan untuk
perdagangan Internasional guna mengangkut barang penumpang atau keduanya
kecuali kapal yang kurang dari 500 GT. Berdasarkan UNCLOS pasal 92 setiap kapal
harus berlayar dibawah hanya satu kebangsaan. Hal ini disebabkan : karena semua
Negara apakah berpantai atau tidak (Land locked) mempunyai hak untuk melayarkan
kapalnya dibawah bendera kebangsaannya di laut bebas (high seas)

PENDAFTARAN KAPAL
Prosedur Pendaftaran Kapal
Pemilik harus mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftaran dengan dilampiri
a. Bukti Pemilikan
b. Identitas Pemilik
c. Surat Ukur
d. Bagi kapal yang dibeli dari Luar Negeri harus dilampirkan surat pernyataan
bahwa telah dicoret dari pendaftaran negara terdahulu (Deletion Certificate)
e. Bukti kepemilikan dapat berupa surat kontrak dan Bukti penyerahan dari
Galangan pembuatan atau untuk kapal yang dibuat secara tradisional surat
tukang yang diketahui Camat, bagi kapal yang dibeli dari luar negeri berupa
Bill of Sale Protocol of Delivery dari pemilik lama
f. Kapal yang sudah didaftar harus memasang tanda pendaftaran berupa
rangkaian dari angka dan huruf yang menunjukkan tahun pendaftaran, kode
pengukuran dari tempat kapal didaftar dan nomor akte pendaftaran ini
biasanya dipasang di dinding depan anjungan
Kapal yang sudah didaftar diberi surat tanda Kebangsaan yang di Indonesia
dapat berupa Surat Laut untuk kapal GT 175 atau lebih b), Pas tahunan untuk kapal
antara GT 7 dan GT 175, dan c) Pas kecil untuk kapal kurang dari IGT 7.
Sebagai bukti hak milik bagi kapal yang sudah didaftar diberikan Groose
Akte, Sedangkan akte disimpan oleh Pegawai Pendaftar Kapal
Isi dari Akte pendaftaran memuat hal-hal sebagai berikut;
a. Nomor dan tanggal akte
b. Nama dan tempat kedudukan pejabat pendaftaran kapal
c. Nama dan domisili kapal
d. Data kapal
e. Uraian singkat pemilik kapal
Tujuan Pendaftaran Kapal

1. Untuk membuat daftar kapal-kapal yang mengibarkan bendera sesuatu Negara


dalam mana berada dibawah kewenangan hukum Negara tersebut dan untuk
negara tersebut bertanggung jawab
2. Untuk menjamin atau menentukan kebangsaan sebuah kapal
3. Untuk menghilangkan hak kebendaan, biaya pendaftaran kapal
4. Bagi kapal yang sudah didaftar dapat dikenakan hypotek
Menurut Konvensi Internasional tentang Pendaftaran 1986 data-data yang
harus ada antara lain:
1. Nama kapal dan nama serta pendaftaran sebelumnya bila ada
2. Tempat atau pelabuhan pendaftaran, Official Number, dari kapal
3. Call Sign
4. Nama Bulders, tempat pembangunan serta tahun pembangunan
5. Keterangan mengenai ciri-ciri utama kapal
6. Nama, Alamat kebangsaan dari pemilik
7. Tanggal pencoretan dari pendaftaran sebelumnya
8. Nama, Alamat dari bareboat charterer bila undang-undang suatu negara
mengijinkan pendaftaran kapal dibawah bereboar charter
9. Data dari penghypotikan atau penanganan beban sejenis terhadap kapal sesuai
undang-undang Negaranya
10. Bila lebih dari 1 orang pemilik besarnya share masing-masing pemilik
11. Nama serta alamat dari operator bila operator bukan pemilik atau bereboat
charter
12. Dalam pendaftaran kapal dianut stelsel negatif, artinya pejabat pendaftar dan
pejabat balik nama kapal tidak bertanggung jawab atas kebenaran materil
dokumen yang disampaikan oleh pemilik kapal.
13. Kapal yang sedang dibangun didalam atau diluar negeri dapat didaftar untuk
sementara dengan dibuatkan akte pendaftaran untuk mendapatkan akte
Sementara pemilik harus mengajukan permohonan dengan dilampirkan :
a. Bukti kepemilikan yang berupa surat perjanjian pembangunan kapal
b. Identitas pemilik
c. Spesifikasi tahapan pembangunan kapal yang sudah dilaksanakan
d. Persetujuan galangan untuk mendaftarkan kapal atas nama pemesan
e. Dokumen yang berisi tentang ukuran dan tonase kapal
f. Akte sementara tidak berlaku lagi saat kapal diserah terimakan atau pada
saat dinyatakan tidak dilanjutkan
Balik Nama Kapal

Kalau terjadi perubahan pemilik atas kapal yang sudah didaftar pemilik yang baru
harus mengajukan permohonan pembuatan akte dan pencatatan balik nama kapal
kepada pejabat pendaftar tempat dimana kapal didaftar paling lama 3 tahun semenjak
peralihan pemilik Permohonan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen :
a. Bukti pemilikan
b. Identitas pemilik
c. Groose akte pendaftaran atau balik nama
d. Surat ukur baru, dalam hal terjadi perubahan dari surat ukur yang lalu
Pendaftaran kapal dicatat dalam buku daftar kapal Indonesia yang terdiri dari:
1. Daftar harian
2. Daftar Induk, yang keduanya diselenggarakan disetiap tempat pendaftaran
3. Daftar pusat yang diselenggarakan dikantor pusat Dit Jen Perla
Pencoretan dari daftar Pendaftaran
Kapal dicoret dari daftar kapal apabila :
a. Ada permintaan tertulis dari pemilik dengan alasan sebagai berikut:
1. Kapal tenggelam
2. Kapal dirampas oleh Bajak Laut, hak miliknya kepada Asuransi
3. Dalam hal pemilik melepaskan hak miliknya kepada asuransi jika kapal
dianggap hilang
4. Kapal discrap
5. Kapal beralih kepemilikan kepada warga negara asing
b. Berdasarkan putusan pengadilan atas kepemilikan kapal yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
Pencoretan dilakukan oleh pejabat Pendaftar dan pencatat Balik nama kapal ditempat
kapal didaftar. Pencoretan kapal dari daftar kapal tidak menghilangkan hak
kepemilikan atas kapal
Maritime Lines
Klaim-klaim berikut dapat diamankan dengan maritime lines.
1. Gaji dan pendapatan lain dari Nakhoda, Perwira dan Abk sehubungan dengan
penugasan mereka dikapal
2. Biaya pelabuhan, kanal, alur, pelayaran dan pandu
3. Klaim terhadap pemilik kapal sehubungan dengan meninggalnya atau lukanya
seseorang yang ada hubungannya secara langsung dengan pengoperasian
kapal

4. Klaim terhadap pemilik kapal berdasarkan perbuatan tidak jujur dan tidak bisa
memenuhi perjanjian sehubungan dengan hilangnya atau rusaknya harta
benda baik di darat atau dikapal yang berhubungan langsung dengan
pengoprasian kapal
5. Klaim terhadap salvage, pemindahan kerangka dan kontribusi general
Average
6. Urutan kepentingannya sesuai dengan urutan diatas
Ketentuan-ketentuan menurut KTJHD
1. Kapal yang didaftarkan dianggap benda tak bergerak dan dapat diletakkan
hipotik
2. Hipotik tetap hidup walaupun kapalnya dijual atau dibagi (ps.315e)
3. Kalau kapal dilelang maka urutan yang di istimewakan untuk dibayar adalah:
a. Biaya lelang (sita)
b. Piutang yang terbit dari persetujuan perburuhan dari Nakhoda dan anak
buah kapal selama waktumana mereka berada di kapal
c. Upah penolongan, upah pandu laut uang petunjuk dan uang biaya
pelabuhan
d. Utang karena penubrukan
e. Beban hipotik
Konvensi yang berhubungan dengan bidang publik
1. Aspek keselamatan
a. International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974
b. International Convention on Load Line 1966
c. International Convention on Tonnage
d. Measurement of ship 1969
e. Convention on the International Regulations
f. For Preventing Collision at sea 1972
g. International Convention on standards of training Certification and
Watchkeping for Seafers 1978
h. International Maritime Dangerous Goods Codes
2. Aspek Kesejahteraan awak kapal
a. ILO Maritime Convention Number 147
b. Concerning Minimum Standards in Merchant
c. Ships 1976

d. Protocol of 1996 to the Merchant Shipping (Geneva, 22 October 1996)


e. Pencegahan dan penanggulangan Pencemaran Lingkungan Laut
3. United Nations Convention on teh Law of the sea 1982 (Bab XII)
4. International Convention for the prevention of Pollution from ships 1973/78
(Marpol 73/78)
5. International Convention Relating to Intervention on the Height Seas in cases
of oil Pollution Causalities 1987
6. International Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping
of Wastes and other Matter 1972
7. International Convention on oil Pollution Preparedness 1996
8. International Convention on Civil Liability for oil Pollution Damage 1969 and
1976 Protocol
9. International Convention on Liability and Compensation for Damage in
connection with carriage of hazardous and Noxious Substances by Sea 1990
10. International Convention on the Establishment of and International fund for
Conpensation for oil Pollution damage 1971

PERJANJIAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT


Penyewaan Kapal (Charter Party)
Pengangkutan melalui laut bersifat kontraktual yang dapat dilihat dalam hubungan
hukum antara pemilik kapal atau pengangkut yang mengoperasikan kapal sebagai
penyedia jasa angkutan laut dan pemilik barang dari penumpang sebagai pemakai jasa
angkutan laut. :
1. Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan tertentu (voyage charter
party)
a. Pemilik kapal / pengangkut memberikan layanan pengangkutan barang
dengan kapal dalam satu atau beberapa pelayaran yang sudah tertentu
b. Penyewa berkewajiban untuk menyampaikan barang dan membayar uang
sewa
c. Pada setiap perjalanan, sesuai jumlah barang yang telah diserahkan, jika
dikendaki oleh penyewa, pengangkut harus mengeluarkan konosemen
(B/L)
2. Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu (time charter party)

a. Pemilik kapal melaksanakan dan memberikan jasa pengangkutan barang


bagi kepentingan penyewa untuk jangka waktu tertentu dengan kapal yang
sudah ditentukan
b. Sewa dihitung berdasarkan waktu secara propesional yang telah disepakati
3. Perjanjian penyewaan kapal dengan penyerahan kapal berdasarkan waktu
tanpa awak kapal (bereboat/demise charter party)
a. Penguasaan dan pengendalian atas kapal beralih dari pemilik kapal kepada
penyewa
b. Awak kapal ditunjuk dan diangkat oleh penyewa merupakan pegawai dan
bertanggung jawab langsung kepada penyewa
Ketentuan-ketentuan pokok dalam Standar penyewaan kapal
1. Penyediaan Kapal : Ukuran, Kecepatan, pemakaian dan persediaan BBM yang
ada di kapal
2. Pelabuhan dimana dan waktu penyerahan kapal akan diselenggarakan
3. Mengoprasikan dan melakukan kegiatan perdagangan dengan tidak melawan
hukum serta memasuki pelabuhan yang aman untuk navigasi
4. Pembayaran gaji awak kapal, premi asuransi, perbekalan dan kapal tetap laik
laut
5. Penyewa menyediakan / membayar BBM, uang labuh / sandar, mengatur dan
membayar biaya B/M barang
6. Penyewa menyetujui untuk membayar uang sewa kapal yang sudah disepakati
7. Ketentuan mengenai penyerahan kembali kapal, untuk memastikan kapan
dan dimana
8. Nakhoda berada dibawah perintah penyewa
9. Daftar resiko yang dikecualikan dari bahaya laut
10. Ganti rugi pada pemilik kapal untuk kerugian/kerusakan kapal karena ketidak
hati-hatian sewaktu bongkar muat
11. Ketentuan Antwerp Rules 1974/1990 mengenai kerugian laut (general
average)
12. Pembayaran komisi kepada Shipbroker sebagai biaya negosiasi dalam
pembuatan perjanjian penyewaan kapal melekat pada broker lien
13. Ketentuan penyelesaian melalui arbitras
Ketentuan dalam voyage charter :
1. Pemilik kapal menyediakan kapal dengan memberitahukan posisi, kapasitas
dan kelas dimana kapal tersebut didaftarkan

2. Penetapan pelabuhan muat pada perjalanan permulaan


3. Pemilik kapal memastikan bahwa kapalnya dalam keadaan lengkap dan laik
laut
4. Penyewa menyetujui tersedianya barang secara penuh dan membayar uang
tambang
5. Adanya daftar resiko bahaya di laut yang dikecualikan
6. Ketentuan yang mengatur Cara bongkar muat
7. Memberi hak kepada penyewa untuk membatalkan perjanjian bila kapal tidak
sampai pada waktu dan pelabuhan tertentu yang telah disepakati
8. Ketentuan umum yang memungkinkan memasukkan Hugue-Visby Rules
9. Penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase dan prosudur berita acara
10. Memasukkan York-Antwerp Rules 1974/19990
11. Komisi broker
12. Berkaitan bila terjadi resiko perang
Demurrage dan Dispatch Money
1. Demurrage : Keterlambatan pembebasan kapal penyewa (Charterer) ada
sejumlah uang untuk dibayarkan kepada pemilik kapal sebagai konpensasi
karena keterlambatan
2. Dispatch : Sejumlah uang yang akan dibayarkan kepada pemilik barang
sebagai bonus jika B/M dapat dilaksanakan kurang dari waktu yang
disediakan
Kerugian Laut
Semua kerugian yang timbul akibat pengorbanan luar biasa yang dilakukan dan
biaya yang dikeluarkan oleh kapal maupun oleh pemilik barang, demi untuk
penyelamatan kapal beserta barang muatan dalam menghindari bahaya di laut,
dinyatakan sebagai kerugian laut dan harus ditanggung bersama secara profesional
oleh semua pihak yang berkepentingan
Unsur agar diakui sebagai kerugian laut:
1. Sifat pengorbanan/pengeluaran : luar biasa
2. Pengorbanan tersebut disengaja dan beralasan
3. Demi untuk keselamatan bersama
4. Untuk menghindari kecelakaan di laut
Pengangkutan Muatan

Referensi:
1. KUHD Buku kedua Bab kelima A
2. The Hague / Visby Rules 1924/1968
3. York Antwerp Rule 1924
4. United Nation Convention on the Carriage of Goods by Sea
5. Convention on Limitation Liability for Maritime Claims 1976 / Protocol 1079
6. United Nation Convention on the Liability of Operator of Transport Terminal
in International Trade 1991
Definisi:
Carrier adalah termasuk Owner atau Charterer yang melakukan kontrak
pengangkutan dengan Shipper (Hague Rules)
Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut waktu
charter menurut perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain, mengikutkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian
melalui laut (KUHD ps. 466)
Goods (barang) termasuk barang-barang, barang dagangan dan barang-barang
apapun kecuali binatang hidup dan muatan menurut kontrak pengangkutan
dinyatakan sebagai muatan geladak dan diangkut demikian.
Kontrak pengangkutan berlaku hanya untuk kontrak-kontrak pengangkutan
yang dilindungi oleh konosemen atau dokumen yang sama untuk pengangkutan di
laut termasuk setiap konosemen yang dikeluarkan dibawah charter party.
Kewajiban Pengangkut
Sebelum pelayaran pengangkut harus melaksanakan due diligence
1. Membuat kapal laik laut
2. Melengkapi kapal dengan awak kapal, perlengkapan dan perbekalan yang
cukup
3. Mempersiapkan ruang muatan, kamar pendingin dan ruang buku dan semua
ruangan yang digunakan untuk muatan dan keadaan siap untuk menerima dan
mengangkut muatan
4. Pengangkut akan melaksanakan pemuatan-pemuatan, penanganan,
penyusunan, menyimpan dan memelihara dan membongkar muatan dengan
baik dan hati-hati
5. Pengangkut diwajibkan menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai
dari saat diterimanya sampai saat diserahkan (Tapi dalam Hague Rule
tanggung jawab pengangkut ditentukan From shackle to shackle

6. Pengangkut diwajibkan membayar segala kerugian yang disebabkan karena


barang tersebut seluruhnya atau sebahagian tidak dapat diserahkannya atau
karena terjadi kerusakan terhadap barang itu kecuali apabila dibuktikannya
bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh :
a. Tindakan atau kelalaian atau kesalahan dari Nakhoda, pelaut atau pandu
dalam bernavigasi atau dalam mengurus kapal
b. Kebakaran kecuali disebabkan oleh kesalahan nyata dari atau
sepengetahuan pengangkut
c. Perils, danger and accident of sea and navigable waters
d. Act of Go Act war
e. Act of publik enemies
f. Penahanan oleh penguasa
g. Disita melalui proses yang legal
h. Pembatasan oleh karantina
i. Tindakan atau penghilangan oleh Shipper atau pemilik barang, agent atau
perwakilannya
j. Pemogokan buruh
k. Huruhara
l. Penyelamatan jiwa atau harta benda di laut
m. Kebocoran pada muatan curah atau berkurangnya berat akibat muatan itu
sendiri
n. Packing yang tidak mencukupi, Mark, kerusakan yang tersembunyi.
7. Setelah menerima barang pengangkut Nakhoda atau ageng atas permintaan
Shipper akan menerbitkan Bill of Lading (konosemen) yang menunjukkan
data-data sesuai yang disampaikan oleh shipper antara lain :
Merk untuk pengenalan dari barang
Jumlah koli atau berat sesuai yang disampaikan oleh Shipper secara
tertulis
Apparent order and condition of Goods (kondisi yang terlihat)
a. Tidak boleh, pengangkut atau Nakhoda atau Agen memasukkan Merk,
berat walaupun mereka punya alasan yang masuk akal untuk
mencurigai bahwa, merk, berat dan jumlahnya tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya
b. Bill of Lading itu merupakan prima facie evidence (bukti) penerimaan
muatan kapal, bagaimanapun bukti untuk hal yang berlawanan tidak
diijinkan bila Bill of Lading telah ditransfer ke pihak ketiga

c. Shipper memberi jaminan kepada pengangkut bahwa informasi yang


mereka berikan sehubungan dengan merek jumlah, berat dan kondisi
muatan adalah benar dan shipper akan mengganti kerugian terhadap
pengangkut akibat dari ketidakcocokan informasi yang diberikan
d. Aturan-aturan dari Hague Rules tidak berlaku terhadap pengangkutan
berdasarkan kontrak, tapi apabila Bill of Lading diterbitkan maka
harus sesuai dengan aturan ini
e. Persyaratan mengenai General Average dapat dimasukkan dalam Bill
of Lading
f. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat antara shipper dan
pengangkut dalam suatu kondisi yang tidak bertentangan dengan
kebijakan yang umum tapi dengan persyaratan tidak ada bill of lading
yang diterbitkan
g. Aturan dari Konvensi hanya berlaku untuk bill of lading mengenai
pengangkutan
h. Bill of Lading yang diterbitkan di suatu negara anggota atau
i. Pengangkutan dari suatu Pelabuhan Negara anggota atau
j. Kontrak berisi atau aturan penerbitan bill of lading sesuai dengan
konvensi ini
Syarat-syarat charter party
Sejumlah persyaratan (clauses) ditetapkan untuk perjanjian charter :
1. Nama dari pihak-pihak yang mengikatkan diri (pencharter dan pemilik kapal)
2. Nama kapal dan Warranty seaworthiness (janji kelaik lautan) dapat
berbentuk Good ship classed 100 A1 at BKI yang penting adalah kapal tak
laik laut selama charter
3. Ukuran kapal yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih/kotor)
4. Pelabuhan bongkar muat untuk voyage charter untuk time charter
mencantumkan tanggal penyerahan kembali (delivery and redelivery date)
5. Muatan yang diangkut untuk voyage charter sedangkan untuk time charter
dimasukkan jarak pelayaran (radius of trading) misalnya word radius, ice
bond ports excepted
6. Posisi kapal untuk voyage charter, sedangkan untuk time charter diganti
dengan tanggal dan tempat penyerahan
7. Pembayaran untuk coyage charter dengan uang tambang berdasarkan jumlah
yang diangkut dan untuk time charter dengan sewa untuk jangka waktu
perjanjian

8. Hari labuh dan cara perhitungannya (hanya untuk voyage charter)


9. Besaran demurrage dan dispatch
10. Lien Clause, memberikan kepada pemilik kapal hak menahan muatan jika
freight atau hire belum dibayar
11. Act of God identik dengan clause yang tercantum dalam the Hague Rules
12. Brokerage clause, menentukan tarip untuk perantara V
13. Exemption from liability clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana
pemilik kapal dapat meminta pembebasan seperti:
a. Barranty, tindakan kelalain Nakhoda dan awak kapal
b. Capture and seizure, pengambil alihan secara paksa dari kapal
c. Restraint of prinves, terganggunya pelayaran karena adanya tindakan
penguasa seperti embargo, pembatasan muatan dll
d. Perlis of the Sea
e. Average clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average,
maka pembayaran dilakukan menurut York Antwerp Rules
14. Arbitration clause, menentukan ketentuan melaksanakan arbitrase jika terjadi
sengketa
15. Penalty for non-fulfillment clause, menyebabkan jumlah harus dibayar untuk
penyimpangan dalam pelaksanaan perjanjian charter subletting clause, jika
terjadi sub charter clause dalam charter party
16. Kalusul dalam Voyage charter
Istilah-istilah dalam charter lainnya
1. Always safety afloat, untuk mencegah kapal dikirim ke pelabuhan yang
dangkal
2. Arrived ship, jika kapal telah tiba ditempat bongkar muat, siap dan para
pengirim/penerima barang telah diberitahu serta laydays untuk C/P mulai
berlaku
3. Berth charter, kapal di charter untuk pemuatan "On the bearth" (tempat sandar
kapal)
4. Certificate of Delivery / Redelivery, dokumen yang ditanda tangani oleh
Nakhoda/pemilik kapal yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa
bahan bakar
5. Clean charter, dimaksudkan untuk C/P yang tidak mencantumkan hal-hal
yang luar biasa (unusual terns)
6. Consignment clause, penunjukan agen pemilik atau agen pencharter yang
mengurus Inward and outward business

7. Convenient speed, dalam voyage charter untuk menghilangkan kontroversi


mengenai kecepatan kapal selama pelayaran
8. Custom of the Port, Nakhoda memperlihatkan kebiasaan setempat
9. Dead freight, uang tambang yang dibayar untuk muatan yang tidak dikapalkan
10. Notice of readiness, pemberitahuan yang disampaikan Nakhoda kepada
pencharter bahwa kapal siap untuk mulai pembuatan / pembongkaran
11. On the Survey-off hire safety, dalam time charter sebagai syarat untuk
penyerahan kapal dalam keadaan yang baik (good order and condition)
12. Open charter, suatu C/P yang tidak mencantumkan jenis muatan maupun
pelabuhan tujuan
13. Pront ship kapal yang siap untuk memuat dalam jangka waktu yang relatif
singkat
14. Safe berth - safe port, tempat yang dapat didatangi dengan aman dari segi
Nautis
15. Subletting, pihak pencharter diberikan hak untuk melakukan re-charter,
namun tetap bertanggung jawab kepada pemilik.

DOKUMEN - DOKUMEN KAPAL


Konosemen (Bill of Lading)
1. Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana si pengangkut
menerangkari, bahwa ia telah menerima barang-baarang tersebut untuk
diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya disitu
kepada seseorang tertentu begitupula menerangkan dengan syarat-syarat
apakah barang-barang itu akan diserahkannya (KUHD psl. 506)
2. Fungsi Konosemen
3. Tanda bukti penerimaan
4. Persyaratan pengangkutan
5. Bukti hak milik
6. Sarana Negosiasi
Jenis-jenis Konosemen
a. Menurut cara pengangkutan
1. Shipped/ on Bord B/L konosemen yang dikeluarkan atas permintaan shipper
setelah barang-barang dimuat

2. Received B/L merupakan konosemen yang diterbitkan sebelum dimuat


dikapal tetapi sudah diterima di gudang pengangkut
b. Menurut pihak yang menerima barang
1. Konosemen atas nama/Rekta/Staraight B/L nama penerima disebut
didalamnya untuk perdagangan jenis ini jarang digunakan karena untuk
memindah namakan harus menggunakan sistim cesie yaitu pemindahan
kepemilik didepan Notaris
2. Konosemen kepada pengganti (To the order of) Konosemen ini terbagi dua :
a. Pihak yang berhak ditentukan dengan pencantuman namanya disusul "atau
pengganti
b. Pihak yang berhak hanya disebutkan "Kepada pengganti"
3. Konsumen kepada pembawa (To bearer). Pemegang konosemen yang berhak
atas barang walaupun tidak diperlakukan endosemen pada konosemen harus
ada pelaporan dan pihak yang diberitahu kedatangan barang misalnya
perbankan
Menurut Pelabuhan tujuan:
1. Konosemen langsung (Direct B/L)
2. Konoseman lanjutan (Through B/L) digunakan untuk barang yang diangkut
beberapa kapal (1st carrier 2nd carrier)
3. Konosemen optie (Optional B/L) Konosemen yang digunakan untuk
pengangkutan muatan yang pada waktu bertolak belum diketahui pelabuhaan
tujuannya
4. House Bill of Lading (Konosemen Intern) di Pelabuhan tujuan pihak agen
akan membongkar muatan dan menyampaikan kepada masing-masing
penerima. Biasanya digunakan untuk angkutan LCL Container
Menurut Kebutuhan barang
1. Konosemen bersih (clean B/L) biasanya Shipper menerima untuk dikeluarkan
konosemen jenis ini supaya cepat penyelesaian dengan Bank. Kalau
pengangkut mau mengeluarkan konosemen jenis ini dia harus memanggung
resiko kena claim kalau ternyata ada kekurangan atau kerusakan. Biasanya
pihak Shipper akan mengeluarkan Letter of Indemnity yang merupakan
jaminan bahwa pihak shipper akan menanggung bila ada claim di pelabuhan
tujuan
2. Konosemen kotor (Claused/ Foul B/L) Konosemen yang ada catatannya.
Mengenai keadaan barang yang dimuat

Penyerahan Barang
1. Pemegang konosemen (Consignee) berhak atas barang sebagaimana tercatat
dalam konosemen untuk dapat menerima barang tersebut Consignee harus
menyerahkan konosemen asli dalam hal barang yang diangkut telah tiba di
pelabuhan tetapi konoseman asli belum diterima oleh comnsignee maka
pengangkut
bersedia menyerahkan barang jika dari pihak consignee
memberikan jaminan berupa :
a. Garansi Bank (Bank guarantee) sebagai pengganti order B/L atau
b. Garansi Pribadi (personal guarantee) untuk straight B/L terserah
pihak pengangkut mau menerima atau tidak jaminan tersebut tetapi untuk
memperkuat pihak Bank mau ikut menanda tangani sehingga kalau terjadi
sesuatu Bank dapat dituntut. Delivery Order (DO) diberikan kepada
Consignee untuk mengambil barang dari gudang apabila segala biaya
telah diselesaikan
2. Keterikataan pemilik barang
3. Walaupun ada tiga pihak yang terkait, konosemen tergolong dalam
peerjanjian Unilateral karena hanya pengangkutan yang menentukan syarat
pengangkutan tetapi mengikat pihak lain. Didalam konosemen tercantum :
Clause Cassatoria yang berbunyi sebagai berikut : dengan menerima
konosemen ini pihak pengirim dan pihak penerima barang menyatakan tunduk
kepada syarat pengecualian, dan ketentuan yang ditulis dicetak aatau dicap
dihalaman muka atau halaman belakang konosemen
4. Menurut kepentingan :
a. Konosemen yang diperdagangkan (Negotable B/L) konosemen
dikeluarkan dalam 2 lembar yang dapat diperdagangkan. Tapi berlaku
rinsip "Satu untuk semua dan semua untuk satu" yang artinya apabila satu
sudah digunakan maka yang lain tidak berlaku lagi (KUHD pasal.507)
b. Konosemen yang tidak diperdagangkan (Non Negotiable B/L) jenis
konosemen ini hanya untuk Administratif saja dan ditandai misalnya
Captain's Copy Not Negotiable)
c. DO forma B/L dikeluarkan untuk barang-barang yang sebelumnya sudah
memiliki lembaran yang dapat diperdagangkan atau untuk barang yang
tidak untuk diperdagangkan. Contoh pengiriman barang yang tertinggal
dengan kapal lain atau barang yang dibongkar dipelabuhan yang lain
dikembalikan ke Pelabuhan tujuan semula

Menurut moda Transport yang berlainan (Combined transport B/L), misalnya


menggunakan kereta api dan kapal Dokumen sebagai syarat pembukaan L/C
1. Faktur penjualan (commercial invoice) dibuat oleh pihak penjual dengan
rincian barang, harga ukuran dll
2. Lisensi Export (Export License)
3. Daftar kemasan (Packing List)
4. Sertifikat asal (Certificate of Origin) diterbitkan oleh Kadin
5. Sertifikat asal (Certificate of Loading) jaminan untuk pembeli barang bahwa
barang telah dimuat
6. Polis asuransi
7. Sertifikat pemeriksaan (Certificate of Inspection) dibuat oleh Independent
Surveyor sebagai jaminan atas kualitas, keadaan jumlah pengemasan dan
ukuran jaminan mana tidak diberikan oleh pihak pengangkut.
Istilah-istilah dalam Freight
1. Ad valorem fraight yaitu fraight yang diperhitungkan jumlah prosentase
tertentu dari harga barang (biasanya untuk barang-barang mahal)
2. Advance freight, penyerahan dimuka sebelum penyerahan barang berlangsung
3. Back freight, dibayarkan kepada pengangkut untuk muatan yang terpaksa
diangkut kembali karena dipelabuhan tujuan tidak jadi dibongkar
4. Collect freight, dibayarkan di pelabuhan bongkar sebelum diperhitungkan
biaya-biaya lain
5. Distance freight, kenaikan freight karena pengalihan pelabuhan bongkar
akibat tertutup oleh es
6. Earned freight, (guaranteed freight) jaminan untuk pengangkut bahwa
sekalipun barang hilang atau tidak sampai di pelabuhan tujuan, freight tetap
dibayar oleh pemilik barang (freight to be paid cargo lost or not lost)
a. Freight at risk, jika freight tidak diterima dipelabuhan tujuan, misalkan
karena yang punya barang tidak datang atau tidak membayar freight maka
pengangkut dapat menggadaikan barang tersebut
b. Gross freight, merupakan jumlah freight tanpa potongan asuransi, bunga,
komisi serta biaya navigasi (navigation chargers and rules)
c. Lumpsum feright, adalah jumlah yang disepakati untuk mengangkut
barang yang tidak didasarkan pada kuantitasnya melainkan menurut
kubikase kapal yang ditawarkan. Jika terjadi penyerahan barang dibawah
jumlah yang diangkut maka pihak penerima barang hanya dapat dituntut
harga barang dan tidak dapat menuntut freight yang tidak diperhitungkan

1.

2.

3.

4.

5.
6.
7.

d. Prepaid freight, freight yang dibayar di pelabuhan pemuatan pada waktu


barang diterima atau pada waktu konosemen ditanda tangani oleh
pengangkut (freight payable at departure port)
Pro-rata feright, muncul kalau kapal dalam perjalanan mengalami
keadaan yang tidak memungkinkan melanjutkan perjalanan
Kepelabuhan tujuan
Sebelum Kemerdekaan berlaku TZMKO (Territorial Zee en Maritime
Keroningen Ordonansi) dimana lebar laut territorial adalah 3 mil dari garis
pantai
Tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI mengumumkan Deklarasi
Djuanda yang menetapkan perubahan cara pengakuan laut wilayah selebar 12
mil dari garis yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau
termasuk daratan Negara RI dengan tidak memandang luas dan lebarnya
adalah bagian yang wajar dari pada wilayah RI.
Undang-undang No.4/ Prp tahun 1960 tentang perairan Indonesia yang
diundangkan pada 18 Pebruari 1960 mengukuhkan Deklarasi Djuanda
menjadi Undang-undang
Perjanjian-perjanjian dengan Negara tetangga:
a. UU No. 2 1971 tentang perjanjian antara RI dan Malaysia tentang
penetapan garis batas di Selat Malaka
b. UU No, 7 tahun 1973 tentang perjanjian antara RI dan Singapura
mengenai penetapan garis batas laut di selat Singapura
c. UU No. 1 1963 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Malaysia
tentang Rejim Hukum Nusantara dan hak-hak Malaysia di laut Territorial
dan perairan Nusantara dan Wilayah Republik Indonesia yang terletak
diantara Malaysia Barat dan Malaysia Timur
PP No. 8 tahun 1962 tentang lalu lintas damai kendaraan air asing dalam
wilayah perairan Indonesia
UU No. 1 tahun 1973 mengukuhkan pengumuman perintah tentang Landas
Kontinen Indonesia yang diumumkan tanggal 17 Pebruari 1969
Perjanjian dengan Negara-negara tentang Landas Kontinen :
a. Keppres No. 89 tahun 1969 tentang pengesahan Persetujuan pemerintah
RI dengan Malaysia tentang garis batas kontinen antara kedua Negara di
Selat Malaka
b. Keppres No. 21 tahun 1972 tentang pengesahan persetujuan antara
Pemerintah RI dengan Thailand tentang penetapan garis batas Landas
Kontinen di bagian utara Selat Malaka dan di Laut Andaman

c. Keppres No.42 tahun 1971 tentang pengesahan perjanjian antara RI


dan Australia tentang landas kontinen
d. Keppres No.51 tahun 1974 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan
India mengenai batas kontinen antara kedua Negara
e. Tanggal 21 Maret 1980 Pemerintah RI mengeluarkan pengumuman
Pemerintah tentang ZEE yang kemudian dikukuhkan dengan UU tahun
1983 tentang ZEE Indonesia
f. PP No. 15 tahun 1984 tentang pengelolaan sumber daya hayati di ZEE
g. UU No. 9 tahun 1985 tentang perikanan h UU No. 17 tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982
h. UU No.6 tahun 1996 tantang perairan Indonesia sebagai pengganti UU
No.4/ Prp tahun 1960

ORGANISASI - ORGANISASI MARITIME


IMO (INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION)
Setelah pertama kali diadakan konferensi Internasional kemaritiman, yang
dilaksanakan di Washington pada tahun 1889, maka peserta konferensi memandang
bahwa standar mengenai keselamatan jiwa di laut harus ditingkatkan dari waktu ke
waktu.
Untuk mengelola aturan-aturan yang berkaitan dengan kemaritiman banyak
Negara menyetujui dibentuknya suatu badan Internasional yang bertugas khusus
menangani hal-hal kemaritiman, maka pada tahun 1948 disetujui bersama
membentuk suatu Badan Internasional yang disebut Internasional Governmental
maritime consultative organization (IMCO).
IMCO pertama pertama kali didirikan membutuhkan persetujuan formal dari
21 Negara termasuk 7 perusahaan pelayaran yang memiliki lebih kurang 1 juta ton
gross tonnage. Dan sebelum tahun 1959 IMCO mengadakan pertemuan di London.
Indonesia bergabung di IMCO pada tahun 1960, badan Internasional ini pada tahun
1982 ditingkatkan menjadi salah satu badan persatuan bangsa-bangsa dengan nama
INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) sejajar dengan badan PBB
lainnya seperti ILO. Dan semua instrumen produk IMO yang berupa peraturan
tentang kemaritiman wajib dipatuhi oleh negaraanggota IMO.
Kantor pusat IMO berkedudukan di London. Pada Agustus 2004 sidang IMO
terdiri dari 164 Negara dan 3 anggota asosiasi dan badan pemerintah, sidang itu
memutuskan program kerja, menyetujui peraturan rekomendasi tentang Maritime
Safety dan Marine Pollution juga iuran anggota.
IMO sebenarnya adalah organisasi tehnik sedangkan pekerjaan-pekerjaan
dilakukan oleh beberapa komite dan subkomite salah sayu diantara komite itu ialah
THE MARITIME SAFETY COMTE (MSC), Komite yang lain ialah THE MARINE
ENVIRONMENT PROTECTION COMMITTEE (MEPC) yang didirikan pada tahun
1973 dan bertanggung jawab sebagai koordinator dari kegiatan organisasi dalam
pencegahan dan pengontrolan polusi lingkungan laut di kapal.
Disamping itu, terdapat pula beberapa subkomite yang membawahi beberapa
bidang seperti memperhatikan mengenai keselamatan navigasi, diskusi mengenai rute
navigasi jika disetujui akan dipublikasikan oleh IMO melalui ships retching. Sub

komite yang lain mereview THE INTERNATIONAL REGULATION FOR


PREVENTING COLLUTIONS AT SEA. Komite yang lain membahas mengenai Bulk
Liquids dan gas, Rasio Communications, Desain kapal, Training dan dinas jaga.
IMO berusaha terus meningkatkan standar keselamatan dilaut pada saat
bernavigasi dan semua yang menyangkut masalah maritime, konsultasi, diskusi dan
masukan mengenai masalah maritime yan g diajukan oleh Negara angota atau
anggota PBB. Maka IMO akan mengadakan konferensi jika dibutuhkan dan hasilnya
berupa draft seperti maritime conventions and agrement. Konferensi intemasional ini
nantinya akan diklarifikasikan dan disahkan oleh Negar negara anggota.
ILO (INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION)
ILO adalah organisasi perburuhan internasional suatu badan khusus dalam
perserikatan bangsa-bangsa yang didirikan pada tahun 191Q Organisasi ini bertujuan
untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan sosial secara umum dan terutama
menjalankan koordinasi dan perundang undangan sosial di kalangan negara negara
anggota ILO berkedudukan di Genewa. Kevbijakan organisasi ini dijalankan oleh 3
lembaga : konferensi buruh internasional, Biro buruh internasional dan Dewan
pelaksana ILO menerima hadiah Nobel untuk perdamaian pada tahun 1959.
PCS. PORT STATE CONTROL
Bertujuan untuk menghapuskan pengoperasian kapal-kapal sub standard,
kapal yang tidak memiliki kelengkapan atau peralatan dan pengawakan yang
disyaratkan oleh konvensi International tentang keselamatan dan pencegahan
pencemaran lingkungan.
Pelaksana PSC dilaksanakan oleh Syahbandar masing-masing negara yang
saling memberi informasi secara on line system penelitian khusus terhadap
a. Kapal Penumpang, Roro, dan Bulk Carrier
b. Kapal dengan bahaya tertentu, Oil tanker, Gas, Chemical, ataupun muatan
berbahaya dalam kemasan
c. Kapal yang tiga tahun telah berjalan "Bermasalah" (terlambat pengoperasian,
penahanan dan lain-lain)
d. Memiliki kekurangan pada tiga tahun terakhir
e. Sesuai informasi belum pernah diperiksa dalam enam bulan terakhir.
SOLAS SAFETY OF LEFE AT SEA
Peraturan-peraturan sehubungan dengan keamanan jiwa di laut, peristiwa
tenggelamnya kapal Titanic pada tanggal 19 April 1912 mempengaruhi pemerintah

Inggeris mengambil prakarsa mengadakan konvensi international yang menghasilkan


SOLAS pertama 20 Januari 1914 dan berisi antara lain : Safety Construction
Safety Navigation
Safety Equipment
Safety radio
Tugas utama SOLAS adalah membuat/menetapkan aturan-aturan dengan
beberapa addendum sehubungan dengan meningkatkan keselamatan jiwa di laut.
ISM CODE (International Safety Management)
Merupakan kode management international untuk keselamatan kapal-kapal dan untuk
pencegahan pencemaran yang telah disyahkan oleh majelis IMO tenggelamnya kapal
penumpang Roro Fery Herlad of Fire Enterprise" di pelabuhan Zebruge Belgia.
Beberapa menit setelah lepas dermaga pada bulan Maret 1987 yang
menimbulkan 188 jiwa manusia, menurut pakar kemaritiman hal ini disebabkan oleh
adanya Lack of Management control sehingga IMO dalam si dang Assembly pada
Oktober 1989 menghasilkan resolusi No.A-647 (16) dengan judul " IMO Gudelines
on Management for de Safe Operation Ship and for Polution " yang kemudian
disempurnakan dengan resolusi No. A-680 (17) didalam sidang IMO 1991.
Ketentuan ISM code direvisi pada tanggal 1 Januari 2002 dan mulai berlaku 1
Juli 2002
CLAUSE 1-16
PART A Implementasi
1. Umum
2. Kebijakan-kebijakan tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan
3. Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda
4. Personil yang ditunjuk (DPS)
5. Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda
6. Sumber daya dan personil
7. Pengembangan rencana-rencana operasi kapal
8. Kesiapan keadaan darurat
9. Laporan dan analisis ketidaksesuaian, kecelakaan dan kejadian berbahaya
10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya
11. Dokumentasi
12. Verifikasi tinjauan ulang dan evaluasi perusahaan
PART B- Sertivikasi dan Verifikasi

13. Sertifikasi dan Verifikasi


14. Sertifikasi sementara
15. Bentuk sertifikat
MARPOL MARINE POLLUTION 73/78
Mengapa ada MARPOL 73/78
Usaha mengadakan pencegahan pencemaran minyak mulai muncul sejak tahun 1885
atau saat peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama "GLUKAUF' dan
penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama kapal.
Sekitar tahun 1920 atau sebelum perang dunia ke dua gagasan untuk
mencegah dan mengulangi terjadinya pencemaran dilaut akibat minyak sebenarnya
telah ada.
Namun setelah perang dunia kedua masih saja menjadi kebiasaan membuang
kelaut air cucian ke tangki dan residu minyak kelaut. Di Inggris pada tahun 1954
telah diadakan konvensi Internasional tentang pencegahan pencemaran laut oleh
minyak " Oil Pollution Convention yang diundangkan pada tanggal 26 Juli 1958
disponsori oleh IMCO (Inter-Governmental Maritime Consultative Organization)
yaitu suatu badan Internasional PBB yang khusus menangani masalah-masalah
kemaritiman yang baru diakui secara Internasional tahun 1958 (1948-1958) yang
kemudian berubah nama menjadi IMO pada tanggal 22 Mei 1982.
IMO (International Maritime Organization) berkedudukan di London dengan
alamat 4, Albert Embangment yang merupakan satu-satunya badan internasional PBB
yang bermarkas di Inggris.
Konvensi ini berisi persyaratan-persyaratan operasi dari kapal dan
perlengkapannya pembuangan minyak atau air campuran minyak dilarang pada
tempatnya, waktu dan keadaan-keadaan tertentu, serta disyaratkan adanya Oil Record
Book.
Perubahan-perubahan berikut dari konvensi 1954 tersebut diselenggarakan
pada tahun 1962, 1969 dan 1971
Amandemen tahun 1962 yang mulai diundangkan pada tanggal 18 Mei 1967
mewajibkan tambahan terhadap pembuangan minyak atau campuran minyak serta
menetapkan penyediaan sarana penampungan limbah (Shore Reception Facilities)
terutama di loading Terminal.
Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar dari sebuah kapal tanker
TORREY CANYON di pantai selatan Inggris yang menumpahkan minyak sekitar
35 juta gallons crude oil.
Amandemen tahun 1969 dimaksud untuk mengganti jenis pembatasan
terhadap pembuangan minyak yang persistent (kuat ikatan unsur-unsurnya) yang

meyakinkan bahwa pembuangan tersebut diizinkan asal berada dibawah batas-batas


yang telah ditentukan. Air yang bercampur minyak dari kapal tanker dilarang dibuang
ke laut kecuali keadaan seperti tersebut dibawah ini dipenuhi: Kapal tanker sedang
berlayar.
Kecepatan pembongkaran dari minyak yang terkandung didalam
campuran tidak boleh lebih dari 60 liter/mil
Kapal tanker hams berada pada lokasi laut yang jaraknya dari pantai
terdekat lebih dari 50 mil
Jumlah minyak yang boleh dibuang 1/15000 kapasitas angkut dari kapal
tanker
Maksud dan persyaratan tersebut diatas selain untuk membatasi pembuangan
minyak adalah bahwa minyak bisa dengan cepat dicerai beraikan dan dimusnahkan
dalam waktu 2-3 jam saja.
Amandemen tahun 1971 membatasi ukuran muatan keadaan kopartemenkopartemen dengan maksud untuk memperkecil aliran keluar minyak apabila terjadi
klecelakaan di laut.
Selanjutnya Konvensi 1954 tersebut berikut amandemen-amandemennya
disidangkan yang hasilnya konvensi internasional tentang pencegahan pencemaran
dilaut dari kapal (International Convension For the Prevention of Pollution from
Ship) tahun 1973 dan kemudian disempurnakan dengan TSPP ( Tanker Safety and
Polution Prevention) Protokol pada tahun 1978 biasa disebut dengan MARPOL 1973
protokol 1978 memuat 5 (lima Annex yang berlaku hingga sekarang.

MARPOL 73 PROTOKOL 1978


ANNEX 1 : PERATURAN PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH MINYAK
MULAI BERLAKU TANGGAL, 2 OKTOBER 1983
Bab I UMUM
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7

:
:
:
:
:
:
:

Definisi
Penerapan
Equivalents
Survey and Inspeksi
Pemberian Sertifikat
Pemberian sertifikat oleh pemerintah lain
Format sertifikat

Aturan 8

: Pengontrolan
operasional

Pelabuhan

Negara

terhadap

persyaratan

Bab II PERSYARATAN UNTUK MENGONTROL OPERASIONAL POLUSI


Aturan 9
: Pengontrolan pembuangan minyak
Aturan 10
: Metode pencegahan polusi
oleh minyak
dari kapal yang
sedang beroperasi di wilayah tertentu
Aturan 11
: Pengecualian
Aturan 12
: Penerimaan Fasilitas
Aturan 13
: Tanki ballast yang dipisahkan, tanki ballast bersih yang
dipisahkan, dan pencucian minyak mentah
Aturan 13 A
: Persyaratan untuk tanker minyak dengan tanki ballast
Aturan 13 B
: Persyaratan untuk pencucian minyak mentah
Aturan 13 C
: Tanker yang ada diikut sertakan dalam perdagangan tertentu
Aturan 13 D
: Tanker yang ada mempunyai susunan ballast khusus
Aturan 13 E
: Protective location of segregated ballast apaces
Aturan 13F
: Pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan atau kandas
Aturan 13G
: Pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan atau
kandas, tindakan untuk kapal yang ada
Aturan 14
: Air ballast dan minyak yang terpisah dan membawa minyak
dalam tanki ceruk depan
Aturan 15
: Penyimpanan minyak diatas kapal
Aturan 16
: Sistim
pengontrolan
dan
monitoring
pembongkaran
minyak dan peralatan penyaringan minyak
Aturan 17
: Tanki untuk residu minyak
Aturan 18
: Susunan pemasangan pompa, pipa dan pembongkaran tangker
minyak
Aturan 19
: Standar penghubung pembongkaran
Aturan 20
: Buku catatan minyak
Aturan 21
: Special requirements for drilling rigs and other platforms
Bab III

Aturan 22
Aturan 23
Aturan 24

: PERSYARATAN UNTUK MEMINIMALKAN POLUSI


MINYAK DARI KAPAL TANKER YANG MENGALAMI
KERUSAKAN LAMBUNG DAN LUNAS
: Perkiraan kerusakan
: Hypothetical outflow of oil
: Pembatasan ukuran dan perlengkapan dari tanki cargo

Aturan 25

: Subdivision and stability

Bab IV

: PENCEGAHAN POLUSI YANG DITIMBULKAN OLEH


KECELAKAAN POLUSI MINYAK
: Annex 1
: Rencana darurat polusi minyak di kapal (SOPEP)
: List of oils
: From of IOPP certificate
: From of OIL RECORD BOOK

Appendict
Aturan 26
Appendix I
Appendix II
Appendix III

Unified Interpretation Or Annex 1


Appendix I
: Guidance to administrations concerning draughts recommended
for segregated ballast tankers below 150 M length
Appendix II
: Intern Recommendation for a unified interpretation of regulation
13E
Appendix III
: Equivalent provisions for the carriage of oil by a chemical tanker
Appendix IV
: Connection of small diameter line to the manifold valve
Appendix V
: Specification for design installation and operation of a part flow
system for control of overboard discharges
Appendix VI
: Offshore platform discharges
Appendix VII
: Guidelines
for approval
of alternative
structural
or
operational arrangement as called for in MARPOL 73/78
ANNEX 1 Regulation 13G (7)
Appendix VIII : Inter-guidelines for the approval of alternative methods of
designs and constructions of oil tankers under regulations 13F
(5) or Annex 1 of MARPOL 73/78
ANNEX II

: PERATURAN BAGI PENGAWASAN PENCEMARAN OLEH


BAHAN KIMIA CAIR YANG BERBAHAYA DALAM JUMLAH
YANG BESAR. ANNEX INI BERLAKU MULAI TANGGAL 06
APRIL 1987

Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5

:
:
:
:
:

Definisi
Penerapan
Pengelompokan dan pendaftaran zat kimia cair berbahaya
Bahan kimia cair lainnya
Pembongkaran bahan kimia cair lainnya

Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Aturan 10
Aturan 11
Aturan 12
Aturan 12A
Aturan 13
Aturan 14
Aturan 15

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Pengecualian
Fasilitas penampungan dan pembongkaran muatan
Ukuran pengawasan
Buku catatan muatan
Pemeriksaan
Penerbitan sertifikat
Masa berlakunya sertifikat
Pemeriksaan dan sertifikasi dari chemical tanker
Persyaratan untuk meminimalkan polusi yang tidak disengaja
Pembawaan dan pembongkaran minyak seperti bahan kimia
Pengawasan bagian pelabuhan atas persyaratan-persyaratan
operasional

Appendix Untuk Annex II


Appendix I
: Guidelines for the categorization of noxious liquid substance
Appendix II
: List of noxious substance carried in bulk
Appendix III
: List of other liquid substance
Appendix IV
: Cargo recond book for ships carrying noxious liquid substance in
bulk
Appendix V
: From of NLS certificate
Appendix For Unified Interpretation of Annex II
Appendix Guidelines for application of amendments to the list of substance in annex
II of marpol 73/78 and in the IBC code with respect to pollution hazard
Standard for procedures and arguments for the discharge of noxious liquid substance
(Required by regulation 5,5a, & 8)
Appendix A
: Assessment of residue quantities in cargo tanks, pump and
piping
Appendix B
: Prewash prosedure
Appendix C
: Ventilation procedures
Appendix D
: Standard format for the procedures and arrangement manual
ANNEX III

: PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN POLUSI DARI BAHAN


-BAHAN BERBAHAYA YANG DIBAWA MELALUI LAUT
DALAM BENTUK KEMASAN
Mulai berlaku secara Internasional tanggal, 1 Juli 1992
Aturan 1
: Penerapan

Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
ANNEX IV

:
:
:
:
:
:
:
:

Kemasan
Merkah dan Label
Dokumentasi
Penyimpanan
Batas kuantitas
Pengecualian
Pengawasan pelabuhan terhadap kebutuhan operasional
PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN
OLEH KOTORAN BUANGAN DARI KAPAL (Berlaku
tanggal 27 September 2003)

Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Aturan 10
Aturan 11

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Definisi
Penerapan
Survey
Pengeluaran sertifikat
Pengeluaran sertfikat yang dilakukan oleh pemerintah lain
Bentuk sertifikat
Duration of certificate
Pembuangan kotoran
Pengecualian
Fasilitas penerimaan
Standar hubungan pembuangan

Appendix form of sewage certificate


ANNEX V
: PERATURAN PENCEMARAN OLEH SAMPAH DARI KAPAL
(Mulai berlaku dart tanggal 31 Desember 1988)
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Definisi
Penerapan
Pembuangan sampah diluar special areas
Ketentuan khusus untuk pembuangan sampah
Membuang sampah di special area
Exception
Fasilitas penerimaan
Port state control on operation requirement
Placards, perencanaan manajemen sampah dan penyimpanan
garbage record book

Appendix Form of garbage record book


ANNEX VI
: POLUSI UDARA
(Mulai berlaku tanggal 19 Mei 2005)
Annex ini menentukan betas atau Limit dari sulphur Dioxide (Sox) dan Nitrogen
Oxide (NOx) yang dikeluarkan dari pembakaran kapal (dikeluarkan dari Cerobong
atau Panel) Annex ini memuat ketentuan tentang "Sox emission control area" dimana
di area tersebut, fuel oil yang mengandung sulfur yang dipakai diatas kapal tidak
boleh lebih dari 1,5% m/m. Alternatif atau cara lain kapal harus memasang system
exhaust gas cleaning atau cara lain dari methode teknologi untuk membatasi emisi
Sox.
Laut Baltic dirancang sebagai " Sox Emission Control Area" Diprotokol ini Annex ini
Juga melarang untuk dibuang secara bebas zat-zat yang busa merusak ozon termasuk
Halon dan Chlorofluorocarbons (CFCs) serta melarang system incineration diatas
kapal yang
berasal
dari
produk
seperti
packing
material
yang
terkontaminasi dan polychlorinated biphenyls (PCBs)
ANNEX VII :
MENGENAI AIR BALLAST DIATAS KAPAL
Dokumen penting yang menjadi bagian integral dari Annex I adalah :
Appendix I
: Mengenai daftar dan jenis minyak
Appendix II
: Bentuk format dari IOPP certificate
Appendix III
: Bentuk format dari Oil Record Book
Pendekatan yang dilakukan IMO untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan
minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut yakni melakukan control pada
struktur kapal dilakukan pada awal tahun 1970-an.
Selanjutnya IMO pada tahun 1984 melakukan beberapa modifikasi yang
menitik berkaitan pencegahan hanya ada kegiatan operasi tanker pada annex Idan
yang terutama adalah keharusan kapal dilengkapi dengan Oil water separating
Equipment dan Oil discharge Monitoring System
Karena itu MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori:
1. Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran
Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sesedikit mungkin
pembuangan minyak karena kegiatan operasi adalah melengkapi tanker paling
tidak salah satu dari ketiga sistim pencegahan, yakni dengan adanya :
SBT : Segregrated Ballast Tanks

CBT : Dedicated Clean Ballast Tanks


COW : Crude Oil Washing
Sesuai dengan aturan mengatakan bahwa semua crude Oil Tanker bangunan
baru ukuran 20.000 DWT atau lebih dan product tanker bangunan baru ukuran 30.000
DWT atau lebih harus dilengkapi dengan SET dan Crude Oil tanker ukuran 20.000
DWT atau lebih harus dilengkapi dengan COW Yang dimaksud dengan tanker
bangunan baru disini adalah :
Kontrek pembangunannya ditandatangani sesudah 1 Juni 1879
Peletakan lunas sesudah 1 Januari 1980
Serah terima sesudah tanggal 1 Juni 1982
Tanker yang memiliki kelengkapan CBT dan COW sebagai pengganti SET
diharuskan memenuhi persyaratan tambahan yakni membuat prosedur operasi
menggunakan CBT atau COW dan harus memenuhi persyaratan sesuai yang
ditentukan
COT
SBT
SBT
SBT
COT
ST
COT
COT
COT
COT
F.P.T
COT
SBT
SBT
SBT
COT
Konsep SBT : Tangki untuk air Ballast ditempatkan disisi kiri kanan dari tangki
muatan "COT" (Cargo Oil Tangker) sebagai pelindung.
Pembataasan pembuangan minyak Pembuangan minyak atau campuran minyak
hanya dibolehkan apabila :
Diluar area khusus
Jarak 50 mil dari daratan
Berlayar
Tidak lebih dari 30 liter/nautical mil
Tidak lebih dari 1:30.000 dari jumlah muatan
Kapal dilengkapi ODM dengan control systimnya
Monitoring dan control pembuangan minyak
Peraturan MARPOL 73/78 Annex I Reg. 16 menyebutkan bahwa :
Kapal ukuran 400 GRT atau lebih kecil dari 1.000 GRT harus dilengkapi
dengan Oil Water Separating equipment yang dapat menjamin
pembuangan minyak ke laut setelah melalui sistim tersebut dengan
kandungan dari 100 PPM (parts per million)
Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus dilengkapi dengan kombinasi
antara Oil Water Separating Equipment dengan Oil Discarge Monitoring

and Control System atau dilengkapi dengan Oil Filtering Equipment yang
dapat mengatur buangan campuran minyak ke laut tidak lebih dari 15 PPm
(alaram akan berbunyi bila melebihi ukuran tersebut)
Kontrol Pembuangan Minyak dari Ruang Muatan Semua Kapal
Lokasi di laut
Kriteria Pembuangan
Batas 50 Nautical miles dari Tidak boleh dibuang kecuali
daratan
1. clean ballast atau dari SBT
Diluar area khusus lebih dari 50 mil Tidak boleh dibuang kecuali :
dari pantai
a. Clean atau SBT atau
b. Apabila
Tanker berlayar
Minyak yang terbuang tidak
lebih dari 30 liter permil dan
Total minyak yang terbuang
tidak lebih dari 1/30.000 dari
jumlah muatan yang diangkut
sebelumnya
Tanker mengoperasikan ODM
dan control system serta skop
tank
Di dalam area Khusus
Tidak boleh ada buangan kecuali clean
ballast atau dari SBT
Clean Ballast: Air Ballast yang bersih dan tidak terlihat cerminan minyak diatas
Permukaan Pengumpulan sisa Minyak
Dalam melakukan usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut maka
sesuai MARPOL 73/78 sisa-sisa dari campuran minyak diatas kapal terutama
dikamar mesin agar tidak mungkin untuk diatasi seperti halnya hasil purifikasi
minyak pelumas dan bocoran dari sistim bahan bakar minyak. Dikumpulkan dalam
tangki penampungan seperti slop tangks yang daya tampungnya mencukupi,
kemudian dibuang ke tangki darat peraturan ini berlaku untuk kapal ukuran 400 GRT
atau lebih
2. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
3. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut

Kontrol Pembuangan Minyak dari ruangan mesin semua kapal


Lokasi di Laut

Tipe Kapal

Lebih dari 12 mil dari Kapal 400 GRT atau lebih


Pantai
Delivery sebelum 6 Juli
1993 dilengkapi dengan
filter
equipment
hanya
sampai 6 Juli 1998
Diluar area khusus
Tanker semua ukuran dari
kapal lain 400 GRT

Kapal lebih dari 400 GRT


Didalam area khusus

Antartic

Kriteria Pembuangan
Tidak ada buangan kecuali
1. Kapal berlayar
2. Kandungan minyak tidak
lebih dari 100 PPM
3. Gunakan OWS
1. Tidak
ada
buaangan
kecuali kapal berlayar
2. Kandungan minyak tidak
lebih 15 PPM
3. Menggunakan
ODM
control system OWS atau
filtering equipment
4. Untuk tanker bukan air
bilge kamar pompa atau
campuran residu muatan

Sedapat mungkin dilengkapi


alat pencegahan pencemaran
Tanker semua ukuran dan Tidak ada buangan kecuali :
kapal lain 400 GRT atau 1. Kapal berlayar
lebih
2. Kandungan minyak tidak
lebih dari 15 PPM
3. Menggunakan
filtering
equipment otomatis stop
pada batas 15 PPM
4. Tanker, bilge water bukan
dari kamar pompa atau
campuran muatan
Kapal lebih dari 400 GRT
Tidak ada buangan kecuali
kandungan minyak tidak
lebih dari 15 PPM
Semua kapal
Tidak boleh dibuang

Area Khusus

Laut Mediteranian, Laut baltic, Laut Hitam, Laut Merah,


Teluk Aden, Daerah Teluk dan Antartic
Oil Record Book :
Buku catatan ditemukan diatas kapal, tanker ukuran 150
grosston: atau Lebih dan selain kapal tanker ukuran 40 gross
ton atau lebih untuk mencatat semua kegiatan dalam
menangani pembuangan sisa minyak serta campuran minyak
dan air di kamar mesin semua jenis kapal dan untuk kegiatan
bongkar muat dan penanganan air ballast kapal tanker yang
terdiri dari :
Part I
: Adalah untuk kegiatan di kamar mesin untuk semua kapal
ukuran 400 GRT atau lebih dengan daftar jenis kegiatan
yang harus dicatat dalam oil record book seperti dimuat
dalam Appendix HI to Annex I MARPOL 73/78
Part II
: Adalah untuk kegiatan bongkar muat minyak dan air ballast
kapal tanker ukuran 150 GRT atau lebih (cargo dan ballast
operation) dengan daftar jenis kegiatan yang harus dicatat
oil record book, seperti dimuat dalam Appendix III Annex I
MARPOL 73/78
Slop Tank
: Adalah tanki khusus untuk menampung sisa-sisa minyak
atau emulsi minyak hasil kegiatan bongkar muat dan
pembersihan tanki pemuatan pipa muatan ataupun air yang
bercampur minyak dari pompa
Sistim pipa slop tank dihubungkan dengan tanki muatan sehingga
memungkinkan sisa minyak dari tangki muatan tersebut, dimasukkan dalam slop
tank, isi slop tank diendapkan, kemudian air yang sudah mengendap dibuang kelaut
melalui ODM dengan kandungan minyak tidak lebih dari 15 PPM.
Sisa minyak dalam slop tank dibongkar ke slop tank darat dan dimasukkan ke
dalam tanki kembali dicampur dengan muatan yang disebut Loadon Top Prosudure
PENERAPAN KONVENSI MARPOL 73/78 DI INDONESIA
Konvensi MARPOL 73/78 telah berlaku secara Internasional sejak tanggal 2
Oktober 1983, sejak saat itu kapal-kapal Indonesia yang melakukan pelayaran keluar
negeri telah diupayakan dilengkapi dengan sertifikat penyesuaian dengan konvensi
Internasional agar kapal-kapal tersebut tidak dapat kesulitan sehubungan dengan
belum diratifikasinya konvensi oleh pemerintah Indonesia.

Setelah pemerintah Indonesia merafikasi konvensi MARPOL 73/78 dengan


Keputusan Presiden No. 46 tahun 1986 tanggal 9 September 1986, namun baru
Annex I dan Annex II yang diratifikasi, kapal-kapal yang berbendera Indonesia yang
berlayar keluar negeri terhitung sejak tanggal 27 Oktober 1986 sudah harus
dilengkapi dengan sertifikat Internasional pencegahan.

ISPS CODE (International Ship and Port Facility Security Code)


Adalah suatu ketentuan atau peraturan yang berisi tentang tindakan khusus
untuk meningkatkan keamanan kapal, perusahaan dan fasilitas pelabuhan, tujuannya
adalah :
1. Untuk menetapkan suatu kerangka kerjasama antara negara-negara anggota,
Badan Pemerintah, Administrasi Local, Industri Pelayaran dan pelabuhan
untuk mendeteksi ancaman keamanan dan cara mengatasinya
2. Untuk menetapkan tanggung jawab dan peran masing-masing pihak yang
terkait (sesuai butir 1) untuk meningkatkan keamanan maritim
3. Untuk menciptakan suatu metodologi penilaian keamanan supaya terdapat
rancangan dan prosedur mengambil langkah-langkah perubahan tingkat
keamanan
4. Untuk memastikan pengumpulan dan pertukaran informasi yang terkait
dengan keamanan lebih awal
5. Untuk memastikan kepercayaan bahwa ketentuan keamanan maritime cukup
dan profesional dalam tempatnya.
STCW 78-95 (Standard on Training Certification and Watckeping Seafarer)
Adalah standar minimum untuk pelatihan Certificate serta yang melaksanakan
jaga laut untuk pelaut. Pertama kali diterbitkan 7 Juli 1978 dan mulai berlaku 28
April 1984.
Amandemen 1991
: Berhubungan dengan GMDSS dan beberapa hal-hal yang
telah ditetapkan dalam resolusi MSC 21 (59)
Amandemen 1991
:
Tentang persyaratan Training khusus untuk orang yang
bekerja di atas kapal tentang yang ditetapkan dengan
resolusi MSC.33 (63) dan mulai berlaku 01 Januari 1996
Amandemen 199
: Menetapkan resolusi THE SEAFARES TRAINING
CERTIFICATION WATCH KEEPING (STCW)

IMDG CODE (International Maritime Dangerous Goods )


Secara ringkas 1MDG Code dapat disesuaikan sebagai berikut :
1. Pengangkutan barang berbahaya melalui laut terus berkembang sejak perang
dunia II sejalan dengan kebutuhan pemakaian bahan atau zat tersebut.
Peraturan tentang pengangkutan barang berbahaya diperlukan guna mencegah
kecelakaan terhadap manusia atau kerusakan terhadap kapal
2. Internasional Conference on SOLAS 1929 menyadari kebutuhan peraturan
yang dapat berpengaruh secara internasional
SOLAS Conference 1948 mengadopsi klasifikasi barang berbahaya
U.N Economic and social council (ECOSOC)menerbitkan resolusi
pembentukan U.N Committee of experts on the transport of dangerous
goods
SOLAS Conference 1960 membuat kerangka ketentuan CHAPTER VII
SOLAS
IIMDG CODE merupakan salah satu instrumen yang sangat penting di bidang
keselamatan maritime yang dibuat oleh IMO pada 1965 dan telah mengalami
perubahan-perubahan serta perubahan-perubahan sesuai perkembangan angkutan
barang berbahaya dan jenis-jenisnya IMDG Code pertama terdiri dari 5 volume
ditambah suplement. Didalam konvensi Internasional SOLAS 1974 BAB VII dan
amandemennya :
Diatur tentang Carriage of Den ours goods yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
Bagian A
: Carriage of Den ours goods in Packed from or in Solid from in Bulk
Bagian B
: Construction and Equipment of Ship Caring Dangerous Liquid
Chemical In Bulk
Bagian C
: Construction and equipment of Ship Caring Liquefied Gases and
Bulk
Bagian D
: Special Equipment for the Carriage Mediated Nuclear Fuer,
Plutonium and Haig-level Radio active Wastes an Board Ship
Materi bagian B menjadi acuan dalam International Bulk Chemical (IBC)
Code Sedang bagian C menjadi acuan Gas Cariange (IGC) Code dan bagian D.
Klasifikasi dan Pengepakan:
Barang berbahaya dibagi beberapa klas yaitu :
Class I
: EXPIONSIVES
Zat-zat yang memiliki sifat mudah meledak
Devisi I
: Zat-zat dan barang-barang yang memiliki bahaya eksplosi

Devisi II
Devisi III

: Zat-zat dan barang-barang yang memiliki sifat khusus tetapi baik


: Zat-zat dan barang-barang yang memiliki bahaya kebakaran dan
letusan kecil
Devisi IV : Zat-zat dan barang-barang yang tidak menimbulkan bahaya besar
Devisi V
: Zat-zat yang tidak dianggap memiliki bahaya eksplosi
Devisi VI : Barang-barang yang sama sekali tidak memiliki bahaya eksplosi
Class 2-GASES COMPRESSED LIQUEFIED OR DISSOLVED UNDER
PRESSURE:
GAS-gas yang bertekanan dicairkan dibawah tekanan
Class 3: Flammable liquid : zat-zat yang mudah menyala
Class 4-1
: Flammable solid : zat-zat padat yang mudah menyala
Class 4-2
: Zat-zat yang mempunyai kemungkinan besar dapat terbakar
secara spontan
Class 4-3
: Zat-zat yang jika kontak dengan air dapat memancarkan gas-gas yang
mudah menyala
Class 5-1
: Zat-zat yang dapat beroksidasi
Class 5-2
: Organic proxides: Organic periksida
Class 6-1
: Toxi Subtances : zat-zat yang beracun
Class 6-2
: Zat-zat menular
Class 7
: Bahan-bahan Radiom Aktif
Class 8
: Corrosive : Bahankorosif yang merusak
Class 9
: Bermacam-macam zat berbahaya yaitu zat-zat lain yang menurut
pengalaman telah memperlihatkan sifat sedemikian rupa sehingga
ketentuan-ketentuan tentang barang berbahaya hams diterapkan
ORM (Other regulated materials)
GMDSS (Global Maritime Distress and safety System)
Sistim komunikasi marabahaya dan keselamatan maritime global Kelebihan GMDSS:
- Panggilan marabahaya dapat dilakukan lebih cepat dan lebih muda
- Operasi Sar lebih efektif
- Adanya pencegahan kesalahan dan pancaran marabahaya
- Panggilan marabahaya langsung ke RCC
- Peralatan di kapal sesuai dengan wilayah dimana kapal berlayar
Ada 9 fungsi kominikasi dalam GMDSS
1. Mengirim berita marabahaya dengan menggunakan sedikitnya 2 Alat yang
berbeda dan waktu bersamaan

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengirim dan menerima berita marabahaya dari kapal ke kapal


Mengirim panggilan berita marabahaya dari stasiun Radio Pantai
Mengirim dan menerima komunikasi SAR
Mengirim dan menerima komunikasi ditempat musibah
Mengirim dan menerima tanda penentu posisi
Mengirim berita maritime keselamatan
Mengirim dan menerima komunikasi umum dari origan komunikasi di darat
Mengirim dan menerima komunikasi bridge to bridge
Ketentuan mengenai GM, DSS mulai dikenakan pertama kali melalui SOLAS
1974 Amandemen tahun 1992 mulai diberlakukan pada bulan Februari 1992 sistim
yang baru ini mempunyai perubahan-perubahan:

Alerting dapat dilakukan secara segera (Immediate Alerting System)


Penyusunan dan pengiriman Alerting diproses secara cepat
Penyampaian Distress alert cepat dan efektif
Komunikasi sar dapat berjalan secara efektif dan efesien
Untuk menghindari adanya pancaran berita-berita marabahaya yang salah
peralatan- peralatan pada GMDSS diharuskan memenuhi criteria khusus
Agar berita bahaya terjamin dapat dilaksanakan dengan baik, GMDSS
juga mensyaratkan adanya duplikasi alat untuk wilayah pelayaran tertentu
Kapal-kapal dalam keadaan darurat harus mampu mengirimkan berita
bahaya pada stasiun radio pantai dan pusat koordinasi SAR (Rescue
Coordinating Center-rec) stasiun-stasiun ini kemudian menyampaikan
berita bahaya diterima pada kapal-kapal yang ada disekitar tempat
kejadian musibah
Persyaratan minimal alat-alat yang harus dibawah oleh kapal-kapal
tergantung dari dimana kapal tersebut akan berlayar / beroperasi.

Pembagian Wilayah perairan (sea area) dalam GMDSS


Sea Area Al
: Yaitu wilayah pantai yang dapat dijangkau oleh stasiun radio
pantai yang dilengkapi dengan sedikitnya satu set VHP
Transceiver + DSC
Alerting secara terus menerus
Sea Area A2
: Yaitu daerah pelayaran tidak termasuk sea area Al yang dapat
dijangkau oleh station radio pantai dengan pesawat radio MF
yang dilengkapi DSC yang mampu menyediakan Alerting secara
terus menerus

Sea Area A3

Sea Area A4

: Yaitu wilayah pelayaran tidak termasuk sea area A 1,A2 yang


masuk dalam jangkauan komunikasi Inmarsat dan mampu
menyediakan
Alerting secara terus menerus
: Yaitu semua wilayah pelayaran selain sea area A1,A@, dan A3
(termasuk daerah-daerah pelayaran dekat kutub)

Definisi-definisi
Alerting
: Pengiriman berita bahaya dari suatu kapal yang menerima
musibah di laut (keadaan darurat) kepada kapal-kapal lain atau
RCC kemudian mengkoordinasikan dan memimpin operasi
pertolongan (SAR)
Alerting dapat dilakukan dengan :
- VHP pada channel 70 (Freq 156,525 MHz)
- MF pada Freq 2187,5 KHz
- HF pada frequency-frequency tertentu misalnya 8414,5 KHz
Distress Communication :
Komunikasi marabahaya dengan radio antara kapal dengan keadaan darurat dengan
station-station radio lain yang terlibat dalam operasi SAR
Frequency-frequency yang digunakan untuk "DISTRESS COMMUNICATION"
antara lain
Kapal dengan kapal
MF = 2182 KHz
VHP = Channel 16 (freq. 156,8 MHz)
Kapal dengan pesawat
MF = 3023KHz
HF = 4125 KHz dan 5680 KHZ
Di Negara-negara tertentu dibolehkan mensyaratkan helicopter dan pesawat terbang
menggunakan VHP Ch, 16 dan MF 2182 KHz untuk komunikasi darurat ini
(misalnya Norwegia) Ship in Distress :
Kapal-kapal atau orang-orang dalam keadaan bahaya / darurat sehingga Safety
Massage to Ship :
Berita tentang keselamatan pelayaran yang disampaikan ke kapal-kapal
biasanya dilakukan oleh stasiun pantai (Coast Station) yang termasuk Safety Massage
ini adalah : Navigational warning, Meteorological Warning, Wheatear Forecast dan

berita umum lainnya yang dapat dianggap penting. Berita-berita maritime safety
information (MSI) di sampaikan melalui NAVTEX atau HF-TEIFX
Communication in General:
Atau komunikasi umum yaitu komunikasi antara kapal dengan station pantai
baik dengan menggunakan VHF, MF, HF maupun Inmarsat yang dilakukan melalui
Teleponi, Telex atau Transmisi Data Persyaratan minimum alat-alat di sea area Al
harus memiliki :
- Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1 HARUS MEMILIKI :
1. Vhf Transceiver
2. VHF DSC Controller receiver
3. Watch keeping recover Ch. (Freq. 156,825 MHZ) dan Freq.2182 KHZ
(hanya sampai 1 Januari 1999)
4. Pesawat penerima NAVFTEX (Freq.518 KHZ)
5. EPIRB Cospas sarsat atau Inmarsat
6. Portable VHF untuk kapal dengan GRT 500 m3 atau lebih = 3 buah untuk
kapal dengan GRT antara 300 m3 = 2 buah
7. Sart untuk kapal dengan GRT 500 m3 atau lebih = 2 buah untuk kapal
dengan GRT antara 300-500 m3 = 1 bulan
- Kapal-kapal yang berlayar di sea area Al dan A2 harus memiliki:
Semua peralatan yang dimiliki pada sea area Al ditambah dengan
1. MF Transceiver
2. DSC Controller receiver frequency 2187,5 KHZ
3. Watch keeping receiver frequency
-

Kapal-kapal yang berlayar di sea area Al, A2 dan A3 ditambah semua


peralatan yang dimiliki pada sea area Al, dan A2 ditambah
1. Station bumi kapal Inmarsat -A atau inmarsat-C
2. Pesawat penerima EGC (Enhance Group Call)
- Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1,A2,A3 dan A4 harus memiliki
semua peralatan yang ada pada sea area A1,A2 dan A3 ditambah
1. MF / HF Tranceiver
2. HF-DSC controller receiver pada frequency-frequency yang telah ditetapkan
sesuai radio regulation

EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)


Pada tahun 1980 terjadi suatu perjanjian COSPAS/SARSAT yang membahas tentang
kerjasama dalam hal sistim SAR dengan menggunakan alat bantu satelit yang
ditandatangani oleh Kanada, Prancis, USA, dan Rusia kemudian pada tahun
berikutnya diikuti oleh Inggris, Norwey, Swedia, Finlandia, Brazil dan Australia.
Pada awalnya program tersebut hanya menetapkan bahwa setiap kapal harus
dilengkapi dengan rambu radio posisi penentu dalam keadaan darurat (Emergency
Position Indicating radio Beacon=EPIRB) yang bekerja pada chenal 70 (VHP) tetapi
dengan system satelit khusus untuk SAR, digunakan Freq. 121,5 MHZ dan 406 MHZ
Tanggal 1 Agustus 1993 radio kapal harus dilengkapi dengan EPIRB yang secara
otomatis terapung beroperasi (memancar) pada saat kapal tenggelam baik
COSPAS/SARSAT EPIRB maupun INMARSAT L-DAND EPIRB (1,6 GHZ) jenisjenis EPIRB yang disetujui IMO :
1. Cospas Sarsat EPIRB 121,5/406 MHZ menggunakan satelit orbit kutub
2. Inmarsat-E epirb (1,6GHZ) menggunakan satelit Inmarsat
3. VHF EPIRB 121,5 mhz dimonitor oleh satelit orbit kutub dan pesawat terbang
4. VHF EPIRB Channel 70 menggunakan VHF-DSC chanel 70
Dari keempat EPIRB yang disetujui IMO dalam GMDSS adalah yang paling
disarankan karena memiliki banyak kelebihan dan kepastian.
SART (Search and Rescue) (Radar) Transponder radar yang digunakan untuk
melokalisasi tempat kejadian kecelakaan yang dapat dideteksi oleh radar yang bekerja
pada frekuensi tertentu (radar 3 cm)
Sesuai dengan peraturan apabila sart dalam kondisi "STAND BY" maka
battery harus tahan sedikitnya 96 jam sedangkan pada keadaan aktif battery harus
dapat bertahan paling sedikit 8 jam secara terus menerus untuk memenuhi apakah sart
telah ditangkap oleh sebuah radar dapat didengar adanya signal dan dapat dilihat
lampu hijau yang berkedip-kedip ini boleh jadi ada kapal yang mendekat dan akan
memberikan pertolongan
Ada 3 macam jenis Sart yaitu :
1. Sart yang dipasang tetap pada rakit penolong atau sekoci penolong
2. Portable Sart yaitu yang disimpan di Kapal dan dapat dibawah kerakit/sekoci
3. Sart yang dipasang pada EPIRB

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN


NOMOR : KM 70 TAHUN 1998
TENTANG
PENGAWAKAN KAPAL NIAGA
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang

Mengingat

: bahwa dengan diberlakukannya Amandemen International


Convention on Standard of training Certification and
Watchkeeping for Seafarers V (STCW) 1995 sebagai
penyempurnaan International Convention on Standard of
Training Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW)
1978, maka perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan
tentang Pengawakan Kapal Niaga;
: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3390);
2. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Organisasi Departemen;
3. Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1986 tentang
Pengesahan International Convention on Standards of
Training Certification and Watchkeeping for Seafarers
1978, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Amandemen 1995;
4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tentang
Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen;
5. Keputusan
Menteri
Perhubungan
Nomor
KM
91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM 59 Tahun 1998;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 18 Tahun
1997 tentang Pendidikan, Ujian Negara dan Sertifikasi
Kepelautan;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan

: KEPUTUSAN
MENTERI
PERHUBUNGAN
TENTANG PENGAWAKAN KAPAL NIAGA.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :


1. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan
yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat
apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
2. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas.
kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil;
3. Nakhoda (Master) adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi
pimpinan umum di atas kapal yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Perwira Kapal (officer/engineer) adalah para Mualim dan Masinis;
5. Rating adalah awak kapal selain Nakhoda dan perwira;
6. Mualim adalah perwira kapal bagian dek;
7. Masinis adalah perwira kapal bagian mesin;
8. Operator radio adalah perwira kapal yang bertanggung jawab atas tugas jaga
radio
9. Mualim I adalah perwira kapal bagian dek yang jabatannya setingkat lebih
rendah dari Nakhoda kapal dan yang akan menggantikan tugas Nakhoda kapal
bilamana Nakhoda kapal tidak cakap (incapacity) untuk melaksanakan
tugasnya;
10. Kepala Kamar Mesin (Masinis I) adalah perwira kapal bagian mesin yang
bertanggung jawab atas penggerak mekanis kapal serta operasi dan perawatan
instalasi mekanis dan listrik kapal;
11. Masinis II adalah perwira kapal bagian mesin yang jabatannya setingkat lebih
rendah dari Kcpala Kamar Mesin dan yang akan menggantikan tugas Kepala
Kamar Mesin bilamana Kepala Kamar Mesin tidak cakap (incapacity) untuk
melaksanakan tugasnya;
12. Serang adalah kepala kerja selUruh bintara dan tamtama bagian dek;
13. Juru mudi (Able Bodied Seaman) adalah tamtama bagian dek;

14. Kelasi (Ordinary Sailor) adalah tamtama bagian dek;


15. Koki (juru masak kepala) adalah yang mengurus perbekalan permakanan di
atas kapal selain kapal penumpang;
16. Mandor mesin adalah kepala kerja bintara dan tamtama bagian mesin;
17. Juru minyak (Oiler) adalah tamtama bagian mesin
18. Tenaga penggerak adalah jumlah tenaga maksimum yang dihasilkan dalam
kilowatt dari seluruh mesin penggerak utama kapal sebagaimana tertera dalam
sertifikat pendaftaran atau kebangsaan kapal atau dokumen resmi lainnya
19. Tugas jaga radio meliputi tugas jaga, perawatan dan perbaikan teknis yang
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Radio dan Konvensi SOLAS.
20. Kapal tangki minyak (oil tanker) adalah kapal yang dibangun dan digunakan
untuk mengangkut minyak atau produk minyak bumi secara curah
21. Kapal tangki bahan kimia (chemical carriers) adalah kapal yang dibangun atau
disesuaikan dan digunakan untuk mengangkut secara curah produk cair yang
tercantum dalam Bab 17 Koda Internasional Bahan Kimia Curah
22. Kapal tangki gas cair (gas carriers) adalah kapal yang dibangun atau
disesuaikan dan digunakan untuk mengangkut gas cair atau produk lainnya
yang tercantum dalam Bab 19 Kode Internasional Pengangkutan Gas Cair
23. Kapal Ro-ro penumpang (Ro-ro Passenger) adalah kapal dengan ruang
muatan Ro-ro atau ruang muatan khusus
24. Koda STCW adalah Koda Standard Pelatihan, Sertifikasi dan Tugas Jaga
Pelaut yang disahkan oleh Resolusi dan Konferansi 1995
25. Perusahaan adalah Badan Hukum Indonesia yang bertanggung jawab atas
pengoperasian kapal;
26. Pengalaman adalah pengalaman berlayar/dinas di atas kapal
27. Daerah pelayaran semua lautan adalah daerah pelayaran untuk semua laut di
dunia
28. Daerah pelayaran kawasan Indonesia (near coastal voyage) adalah daerah
pelayaran yang meliputi daerah yang dibatasi oleh garis-garis yang ditarik dari
titik lintang 10 Utara di Pantai Barat Malaysia, sepanjang Pantai Malaysia,
Singapura, Thailand, Kamboja, dan Vietnam Selatan di Tanjung Tiwan dan
garis-garis yang ditarik antara Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di
Philipina, sepanjang Pantai Selatan Philipina sampai Tanjung San Augustin ke
titik lintang 0 dan bujur 140 Timur, titik lintang 0 dan bujur 153 Timur,
titik lintang 12 Selatan dan bujur 153 Timur melalui sebagian Pantai Utara
Australia kecuali tcluk Carpentaria, titik lintang 12 Selatan dan bujur 153
Timur, ke titik lintang 9 30' Selatan dan bujur 105 Timur; titik lintang 2

Utara dan bujur 94 Timur, titik lintang 630' Utara dan bujur 94 Timur
sampai dengan titik lintang 10 Utara di Pantai Barat Malaysia;
29. Daerah pelayaran lokal adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan
radius 500 mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk dan tidak memasuki
wilayah perairan negara lain.

BAB II
SUSUNAN AWAK KAPAL NIAGA
Pasal 2
(1) Pada setiap kapal niaga yang berlayar, harus diawaki dengan susunan terdiri
dari:
a. seorang Nakhoda;
b. sejumlah perwira;
c. sejumlah rating;
(2) Susunan awak kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada:
a. daerah pelayaran
b. tonase kotor kapal (gross tonnage/GT)
c. ukuran tenaga penggerak kapal (kilowatt/KW)

BAB III
PERSYARATAN AWAK KAPAL NIAGA DAN
JENIS SERTIFIKAT KEPELAUTAN YANG HARUS DIMILIKI
OLEH AWAK KAPAL NIAGA
Pasal 3
Setiap awak kapal harus memiliki sertifikat keahlian pelaut (certificate of
competency/COC)
dan
sertifikat
keterampilan pelaut
(certificate of
proficiency/COP).
Pasal 4
Jenis-jenis sertifikat keahlian pelaut (certificate of competency/COC) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari:

a. sertifikat keahlian pelaut nautika;


b. sertifikat keahlian pelaut tehnik permesinan;
c. sertifikat keahlian pelaut radio elektronika.

Pasal 5
(1) Sertifikat keahlian pelaut nautika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf
a, terdiri dari:
a. sertifikat ahli nautika tingkat I (ANT.I);
b. sertifikat ahli nautika tingkat II (ANT. II);
c. sertifikat ahli nautika tingkat III (ANT.III);
d. sertifikat ahli nautika tingkat IV (ANT.IV);
e. sertifikat ahli nautika tingkat V (ANT.V);
f. sertifikat ahli nautika tingkat dasar.
(2) Sertifikat keahlian pelaut tehnik permesinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf b, terdiri dari:
a. sertifikat ahli tehnika tingkat I (ATT.I);
b. sertifikat ahli tehnika tingkat II (ATT.II);
c. sertifikat ahli tehnika tingkat III (ATT.III);
d. sertifikat ahli tehnika tingkat IV (ATT.IV);
e. sertifikat ahli tehnika tingkat V (ATT.V);
f. sertifikat ahli tehnika tingkat dasar.
(3) Sertifikat keahlian pelaut radio elektronika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c, terdiri dari:
a. sertifikat radio elektronika I (REK.I);
b. sertifikat radio elektronika II (REK.II);
c. sertifikat operator radio umum (ORU);
d. sertifikat operator radio terbatas (ORT).
Pasal 6
Jenis-jenis sertifikat keterampilan pelaut (certificate
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdiri dari:
a. sertifikat keterampilan dasar pelaut;
b. sertifikat keterampilan khusus

of

proficiency/COP)

Pasal 7
(1) Sertifikat keterampilan dasar pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a, adalah sertifikat keterampilan dasar keselamatan (basic safety
training/BST).
(2) Sertifikat keterampilan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,
terdiri dari:
a. Sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki yang terdiri dari:
1) familiarisasi kapal tangki (tanker familiarization);
2) program pelatihan tingkat lanjut tentang pengoperasian kapal tangki
minyak (advance training program on oil tanker operation)
3) program
pelatihan
tingkat
lanjut
tentang pengoperasian,
kapal tangki bahan kimia (advance training program on chemical
tanker operation)
4) program pelatihan tingkat lanjut tentang pengoperasian kapal tangki
gas cair (advance training program on liquefied gas tanker operation).
b. sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro, (Ro-ro
passenger), yang terdiri dari :
1) pelatihan manajemen pengendalian massa (crowd management
training);
2) pelatihan familiarisasi kapal penumpang Ro-ro (familiarization
training)
3) pelatihan keselamatan untuk personil yang memberikan pelayanan
langsung kepada penumpang pada ruang-ruang penumpang (safety
training for personnel providing direct service to passengers in
passengers spaces);
4) pelatihan keselamatan penumpang, muatan dan kekedapan lambung
(passenger safety, cargo safety and hull integrity , training);
5) pelatihan pengendalian krisis dan perilaku manusia (crisis
management and human behavior training).
c. sertifikat keterampilan penggunaan pesawat luput maut dan sekoci
penyelamat (survival craft and rescue boats);
d. sertifikat keterampilan sekoci penyelamat cepat (fast rescue boats);
e. sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting);
f. sertifikat keterampilan pertolongan pertama (medical first aid);
g. sertifikat keterampilan perawatan medis di atas kapal (medical care on
board);

h. sertifikat keterampilan pengoperasian radar simulator dan alat .bantu


plotting radar otomatis (radar observation dan automatic radar plotting aid
simulator/ARPA simulator);
Pasal 8
Awak kapal yang mengawaki kapal niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;
a. bagi Nakhoda, Muslim atau Masinis harus memiliki sertifikat keahlian pelaut
yang jenis dan tingkat sertifikatnya sesuai dengan daerah pelayaran, tonase
kotor dan ukuran tenaga penggerak kapal dan memiliki sertifikat keterampilan
pelaut;
b. bagi operator radio harus memiliki sertifikat keahlian pelaui, bidang radio
yang jenis dan tingkat sertifikatnya sesuai dengan peralatan radio yang ada di
kapal dan memiliki sertifikat keterampilan pelaut;
c. bagi rating harus memiliki sertifikat keahlian pelaut dan sertifikat
keterampilan pelaut yang jenis sertifikatnya sesuai dengan jenis tugas, ukuran
dan jenis kapal serta tata susunan kapal.

STAND AR KEAHLIAN DAN KETERAMPILAN PELAUT


Pasal 9
Standar keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki oleh pelaut bagian dek yang
mengawaki kapal niaga adalah sebagai berikut:
a. Nakhoda dan Mualim I pada kapal ukuran GT 3000 atau lebih wajib
memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Nakhoda dan Mualim I untuk kapal ukuran GT
3000 atau lebih;
2) sertifikat keahlian pelaut radio elektronika, sekurang-kurangnya sertifikat
operator radio umum (ORU);
3) sertifikat keterampilan pengoperasian radar simulator dan alat bantu
plotting radar otomatis (radar observation and automatic radar ploting
aid/AREA), untuk yang bekerja di kapal yang dilengkapi dengan ARPA;
4) sertifikat keterampilan perawatan medis di atas kapal (medical care on
board);
5) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja
di kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;

6) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang


bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
7) sertifikat
keterampilan
pemadaman
kebakaran tingkat
lanjut
(advance fire fighting);
8) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
b. Nakhoda dan Mualim I pada kapal ukuran GT 500 s.d kurang dan GT 3000
wajib memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Nakhoda dan Mualim I untuk kapal ukuran GT
500 s.d kurang dari GT 3000;
2) sertifikat keahlian pelaut radio elektronika, sekurang-kurangnya sertifikat
operator radio umum (ORU);
3) sertifikat keterampilan pengoperasian pengamalan radar simulator dan alat
bantu plotting radar otomatis (radar observation and automatic radar
ploting aid /ARPA), untuk yang bekerja di kapal yang dilengkapi dengan
ARPA;
4) sertifikat keterampilan pcrawatan medis di alas kapal (medical care on
board);
5) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
6) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro; /
7) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting);
8) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
c. Nakhoda pada kapal ukuran kurang dari GT 500 wajib memiliki:
1) Untuk kapal yang beroperasi di daerah pelayaran kawasan Indonesia wajib
memiliki:
a. sertifikat keahlian sebagai Nakhoda pada kapal ukuran GT. 500 s.d
kurang dari GT. 3000;
b. sertifikat keahlian pelaut radio elektronika sekurang-kurangnya
sertifikat operator radio umum (ORU);
c. sertifikat keterampilan pengoperasian pengamatan radar, simulator dan
alat bantu plotting radar otomatis (radar observation and automatic
radar ploting aid /ARPA), untuk yang bekerja di kapal yang dilengkapi
dengan ARPA;

d. sertifikat keterampilan perawatan medis di atas kapal (medical


care on board);
e. sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
f. sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
g. sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance
fire fighting);
h. sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
2) Untuk kapal yang beroperasi di daerah pelayaran lokal wajib memiliki:
a) sertifikat keahlian sebagai Nakhoda pada kapal ukuran kurang dari
GT. 500;
b) sertifikat keahlian pelaut radio elektronika, sekurang-kurangnya
sertifikat operator radio umum (ORU);
c) sertifikat keterampilan pengoperasian pengamatan radar simulator dan
alat bantu plotting radar otomatis (radar observation and automatic
radar plotting aid /AREA), untuk yang bekerja di kapal, yang
dilengkapi dengan ARPA;
d) sertifikat keterampilan perawatan medis di atas kapal (medical care on
board);
e) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
f) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
g) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance
fire fighting);
h) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
d. Mualim yang melaksanakan tugas jaga pada kapal ukuran GT 500 atau lebih
wajib memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Mualim untuk kapal ukuran GT 500 atau lebih
2) sertifikat keahlian pelaut radio elektronika, sekurang-kurangnya sertifikat
operator radio umum (ORU);
3) sertifikat keterampilan pengoperasian simulator dan alat bantu plotting
radar otomatis (radar observation and automatic radar ploting aid/ARPA),
bagi yang bekerja di kapal yang dilengkapi dengan ARPA;

4) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di


kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
5) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
6) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting) bagi yang ditunjuk bertanggung jawab dalam pengendalian
pemadaman kebakaran;
7) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
e. Mualim yang melaksanakan tugas jaga pada kapal ukuran kurang dari GT.
500 wajib memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Mualim untuk kapal ukuran kurang dari GT. 50
2) sertifikat keahlian pelaut radio elektronika, sekurang-kurangnya sertifikat
operator radio umum (ORU);
3) sertifikat keterampilan pengoperasian radar simulator dan alat bantu
plotting radar otomatis (radar observation and automatic radar plotting
aid/ ARPA), untuk yang bekerja di kapal yang dilengkapi dengan ARPA;
4) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja
pada kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
5) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
6) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting) bagi yang ditunjuk bertanggung jawab dalam pengendalian
pemadaman kebakaran;
7) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
f. Rating bagian dek yang melaksanakan tugas jaga wajib memiliki
1) sertifikat keahlian sebagai rating bagian dek;
2) sertifikat keterampilan dasar keselamatan (basic safet training);
3) sertifikat keterampilan penggunaan pesawat Input maut dan ;v sekoci
penyelamat (survival craft and resque boats) bagi yang ditunjuk sebagai
koordinator untuk penggunaan pesawat luput maut dan sekoci penyelamat;
4) salah satu sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki yaitu tanker
familiarization bagi yang bekerja pada kapal oil tanker/chemical
carriers/gas carriers;
5) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi ":
yang bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;

6) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire


fighting) bagi yang ditunjuk bertanggung jawab dalam pengendalian
pemadaman kebakaran;
7) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
g. bagian dek lainnya wajib memiliki :
1) sertifikat keterampilan dasar keselamatan (basic safety training);
2) Keterampilan khusus sesuai dengan jenis kapal; sertifikat kesehatan yang
masih berlaku.
Pasal 10
Standar uraian dan keterampilan yang harus dimiliki oleh pelaut bagian mesin yang
mengawaki kapal niaga adalah sebagai berikut:
a. . Kamar Mesin (Chief Engineer) dan Masinis II (Second jiziser) pada kapal
dengan tenaga penggerak 3000 KW atau ............ wajib memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Kepala Kamar Mesin dan Masinis II untuk
kapal dengan tenaga penggerak 3000 KW atau lebih;,
2) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
3) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
4) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting);
5) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
b. .Kamar Mesin (Chief Engineer) dan Masinis II (Second Lizeer) pada
kapal dengan tenaga penggerak 750 KW s.d ......... dari 3.000 KW wajib
memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Kepala Kamar Mesin dan Masinis II untuk
kapal dengan tenaga penggerak 750 KW s.d kurang dari 3.000KW;
2) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
3) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi ;- yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
4) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting);

5) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.


c. Masinis yang melaksanakan tugas jaga wajib memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai Masinis
2) sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki bagi yang bekerja di
kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
3) Sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro
4) Sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance fire
fighting) bagi yang ditunjuk bertanggung jawab dalam pengendalian
pemadaman kebakaran
5) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
d. Rating
bagian
mesin
yang
melaksanakan
tugas jaga
wajib
memiliki:
1) sertifikat keahlian sebagai rating bagian mesin;
2) sertifikat keterampilan dasar keselamatan (basic safety training);
3) salah satu sertifikat keterampilan keselamatan kapal tangki yaitu tanker
familiarization bagi yang ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam
penanganan muatan pada kapal oil tanker/chemical carriers/gas carriers;
4) sertifikat keterampilan keselamatan kapal penumpang Ro-ro bagi yang
bekerja pada kapal penumpang Ro-ro;
5) sertifikat keterampilan pemadaman kebakaran tingkat lanjut (advance
fire fighting) bagi yang ditunjuk bertanggung jawab dalam pengendalian
pemadaman kebakaran;
6) Sertifikat kesehatan yang masih berlaku.
e. Rating bagian mesin lainnya wajib memiliki :
1) sertifikat keterampilan dasar keselamatan (basic safety training);
2) sertifikat keterampilan khusus sesuai dengan jenis kapal
3) sertifikat kesehatan yang masih berlaku.

BAB V
PERSYARATAN JUMLAH JABATAN, SERTIFIKAT KEPELAUTAN
DAN JUMLAH AWAK KAPAL
Pasal 11
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal
bagian dek dan pelayanan di kapal niaga untuk daerah pelayaran semua lautan
ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk kapal tonase kotor GT 10.000 atau lebih, jumlah awak kapal 12 (dua
belas) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) qrang Nakhoda (Master) yang memiliki sertifikat ahli nautika
tingkat I (ANT. I), dan telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda
dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2 s/d
8);
2) 1 (satu) orang Mualim I (Chief Mate) yang memiliki sertifikat ahli nautika
tingkat I (ANT. I), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a.2 s/d 8);
3) 2 (dua) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT. Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d. 2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim
yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU atau 2 (dua) orang
yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
ORU;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 2 (dua) orang kelasi yang memiliki sertifikat scbagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;

b. Untuk kapal tonase kotor GT 3.000 s.d kurang dari GT 10.000, jumlah awak
kapal 12 (dua belas) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai
berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda (Master) yang memiliki sertifikat ahli nautika
tingkat I (ANT.I), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda
dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2)
s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I (Chief Mate) yang memiliki sertifikat ahli
nautika tingkat I (ANT. I), dan memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d 8);
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim
yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU atau 2 (dua) orang
yang dirangka'p oleh Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya
sertifikat ORU;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana;
dimaksud dalam Pasal 9 huruf f;
7) 2 (dua) orang kelasi yang memiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat keterampilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf g;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
c. Untuk kapal tonase kotor GT 1.500 s.d kurang dari GT 3.000, jumlah awak
kapal 10 (sepuluh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat alili nautika tingkat II
(ANT. II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 9 huruf b.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I (Chief Mate) yang memiliki sertifikat ahli nautika
tingkat II (ANT.II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b.2) s/d 8);

3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim
yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU atau 2 (dua) orang
yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
ORU;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
d. Untuk kapal tonase kotor GT 500 s.d kurang dari GT 1.500, jumlah awak
kapal 7 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1)
1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d
8);
2)
1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b.2) s/d 8);
3)
1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4)
1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurang-kurangnya
sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Nakhoda
dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki
sekurang-kurangnya sertifikat ORU;

5)
6)
7)

1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal-9 huruf f;
2 (dua) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.

Pasal 12
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak
kapal bagian mesin di kapal niaga untuk daerah pelayaran semua lautan ditentukan
sebagai berikut:
a. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 7.500 KW atau lebih, jumlah awak
kapal 9 (sembilan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat I (ATT.I), dan memiliki sertifikat '? sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf a. 2) s/d 5);
2) 1 (satu)-orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat II
(ATT. II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a.2) s/d 5);
3) 2 (dua) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat II
(ATT.II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (Oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
6) 1 (satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e.
b. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 3.000 KW s.d kurang dari 7.500 KW,
jumlah awak kapal 8 (delapan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat
sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin (Chief Engineer) yang memiliki
sertifikat ahli tehnika tingkat I (ATT.I), dan memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a. 2) s/d 5);

2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat II


(ATT. II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a.2) s/d 5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT. Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf .d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
6) 1 (satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e.
c. Untuk kapal dengan tenaga penggerak kurang dari 3.000 KW, jumlah awak
kapal 8 (delapan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat, ahli tehnika
tingkat II (ATT.II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf b. 2) s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli , r
;
tehnika tingkat III (ATT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan
sebagai Masinis II dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf b. 2) s/d 5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang inandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
6) 1 (satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e.

Pasal 13
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal
bagian dek dan pelayanan di kapal niaga untuk daerah pelayaran kawasan Indonesia
ditentukan sebagai berikut:

a. Untuk kapal tonase kotor GT 10.000 atau lebih, jumlah awak kapal 12 (dua
belas) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat I
(ANT.I), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat 1
(ANT.I) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a.2) s/d 8);
3) 2 (dua) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang
memiliki
sekurang-kurangnya
sertifikat radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi
dengan stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan
pelayaran dalam negeri, ntau 1 (satu) orang operator radio yang
memiliki sekurang-kurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang
dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim yang rncmiliki sekurang-kurangnya
sertifikat ORU atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang
memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi
dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
b. Untuk kapal tonase kotor GT 3.000 s.d kurang dari GT 10.000, jumlah awak
kapal 12 (dua belas) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai
berikut:

1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat I


(ANT.I), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2 s/d
8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat I
(ANT.I), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a.2) s/d 8);
3) 2 (dua) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun, radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan
stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana, dimaksud
datum Pasal 9 huruf g;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
c. Untuk kapal tonase kotor GT 1.500 s.d kurang dari GT 3.000, jumlah awak
kapal 11 (sebelas) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), yang telah memperoleh pengukuhan, sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d
8);

2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II


(ANT.II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b. 2) s/d 8);
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika ;;:,, tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang
memiliki
sekurang-kurangnya
sertifikat radio elektronika Idas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi
dengan stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan
pelayaran dalam negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang
memiliki sekurang-kurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang
dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya
sertifikat ORU atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang
memiliki
sekurang-kurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang
dilengkapi dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
d. Untuk kapal tonase kotor GT 500 s.d kurang dari GT. 1.500 jumlah awak
kapal 9 (sembilan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b. 2) s/d 8);

3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.III) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan
stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c;
9) 1 (satu) orang pelayan yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g.
e. Untuk kapal tonase kotor GT 500 s.d kurang dari GT. 1.500 jumlah awak
kapal 9 (sembilan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b.2) s/d 8);
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony

atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat


radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan
stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.

Pasal 14
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal
bagian mesin di kapal niaga untuk daerah pelayaran kawasan Indonesia ditentukan
sebagai berikut:
a. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 7.500 KW atau lebih, jumlah awak
kapal 9 (sembiian) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat I (ATT.I), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf a.2) s/d 5)
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat II
(ATT.II) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a.2) s/d 5);
3) 2 (dua) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT. Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang tnandor inesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;

6) 1 (satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang memiliki sertifikat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e.
b. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 3.000 KW s.d kurang dari 7.500 KW,
jumlah awak kapal 8 (delapan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat
sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat I (ATT.I), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf a.2) s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat II
(ATT. II), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a.2) s/d 5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT.III) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
6) 1
(satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang memiliki
sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e.
c. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 750 KW s.d kurang dari 3.000 KW,
jumlah awak kapal 7 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat
sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat II (ATT.II), atau memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT.Ill) yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Kepala Kamar
Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf b.2 s/d5)
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat III (ATT.Ill), yang telah memperoleh :
: pengukuhan
sebagai Masinis II dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf b.2) s/d 5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahJi tehnika tingkat III
(ATT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c. 2) s/d 5);

4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d.
d. Untuk kapal dengan tenaga penggerak kurang dari 750 KW, jumlah awak
kapal 7 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat IV (ATT. IV), dan memperoleh pengukuhan sebagai Kepala
Kamar Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf c.2) s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat IV
(ATT.IV), dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat V
(ATT.V) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d.

Pasal 15
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal
bagian dek dan pelayanan di kapal niaga untuk daerah pclayaran lokal ditentukan
sebagai berikut:
a. Untuk kapal tonase kotor GT 10.000 atau lebih, jumlah awak kapal 10
(sepuluh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat II
(ANT.II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Mualim I dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d 8);

3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT. Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan
stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juni mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
8) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.
b. Untuk kapal tonase kotor GT 3.000 s.d kurang dari GT 10.000, jumlah awak
kapal 10 (sepuluh)-orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill), yang telah memperoleh pengukuran sebagai Mualim I dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a.2) s/d
8);
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT.IV) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasjun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-Jcurangnya sertifikat

5)
6)
7)
8)

radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan


stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;
1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
1 (satu) orang kelasi yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf g;
1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.

c. Untuk kapal tonase kotor GT 1.500 s.d kurang dari GT 3.000, jumlah awak
kapal 9 (sembilan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat III
(ANT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d 8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT. IV), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Mualim I dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d 8)
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT IV) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau I (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi dengan
stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran dalam
negeri, atau 1 (satu) orang opera-tor radio yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh
Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat ORU
atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki sekurangkurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan GMDSS;

5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.
d. Untuk kapal tonase kotor GT 500 s.d kurang dari GT 1.500, jumlah awak
kapal 9 (sembilan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT.IV), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Nakhoda dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d
8);
2) 1 (satu) orang Mualim I yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT.IV), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Mualim I dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.2) s/d
8);
3) 1 (satu) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat V
(ANT.V) dan memiliki sertifikat sebagaimana ; dimaksud dalam Pasal 9
huruf d.2) s/d 7);
4) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat operator radio
umum (ORU) bagi kapal yang dilengkapi dengan stasiun radio telephony
atau 1 (satu) orang operator yang memiliki sekurang-kurangnya
sertifikat radio elektronika klas II (REK-II) bagi kapal yang dilengkapi
dengan stasiun radio telegraphy yang semata-mata melakukan pelayaran
dalam negeri, atau 1 (satu) orang operator radio yang memiliki
sekurang-kurangnya sertifikat REK II atau 2 (dua) orang yang dirangkap
oleh Nakhoda dan Mualim yang memiliki sekurang-kurangnya sertifikat
ORU atau 2 (dua) orang yang dirangkap oleh Mualim yang memiliki
sekurang-kurangnya sertifikat ORU bagi kapal yang dilengkapi dengan
GMDSS;
5) 1 (satu) orang serang yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf f;
6) 3 (tiga) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf f;
7) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.

e. Untuk kapal tonase kotor kurang dari GT 500, jumlah awak kapal 6 (enam)
orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Nakhoda yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat IV
(ANT.IV) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf
c.2) b) s/d h);
2) 2 (dua) orang Mualim yang memiliki sertifikat ahli nautika tingkat V
(ANT.V) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf
e. 2) s/d 7);
3) 1 (satu) orang operator radio yang memiliki sertifikat sekurang-kurangnya
ORU yang dapat dirangkap oleh Nakhoda dan Mualim;
4) 1 (satu) orang juru mudi yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf f;
5) 1 (satu) orang koki yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g.

Pasal 16
Persyaratan minimal jumlah jabatan, sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal
bagian mesin di kapal niaga untuk daerah pelayaran lokal ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 7.500 KW atau lebih, jumlah awak
kapal 8 (delapan) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Karnar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat II (ATT.II), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Kepala
Kamar Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf a. 2 s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT. Ill) yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Masinis II dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a. 2) s/d
5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT.Ill) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;

6) 1 (satu) orang pembantu di kamar mesin (wiper) yang dan memiliki


sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e
b. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 3.000.KW s.d 7.500 KW, jumlah awak
kapal 1 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat III (ATT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Kepala
Kamar Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf a. 2) s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat III
(ATT.Ill), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Masinis II dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a.2) s/d
5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat IV
(ATT.IV) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d.
c. Untuk kapal dengan tenaga penggerak 750 KW s.d kurang dari 3.000 KW,
jumlah awak kapal 7 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat
sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat IV (ATT.IV), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Kepala
Kamar Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf b.2) s/d5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat IV
(ATT.IV), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Masinis II dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.2) s/d
5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat IV
(ATT.IV) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;

5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 huruf d.
d. Untuk kapal dengan tenaga penggerak kurang dari 750 KW, jumlah awak
kapal 7 (tujuh) orang dengan jumlah jabatan dan sertifikat sebagai berikut:
1) 1 (satu) orang Kepala Kamar Mesin yang memiliki sertifikat ahli tehnika
tingkat V (ATT.V), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Kepala
Kamar Mesin dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf c.2) s/d 5);
2) 1 (satu) orang Masinis II yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat V
(ATT.V), yang telah memperoleh pengukuhan sebagai Masinis II dan
memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c.2) s/d
5);
3) 1 (satu) orang Masinis yang memiliki sertifikat ahli tehnika tingkat V
(ATT.V) dan memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf c.2) s/d 5);
4) 1 (satu) orang mandor mesin yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
5) 3 (tiga) orang juru minyak (oiler) yang memiliki sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d.

Pasal 17
Terhadap kapal-kapal yang telah memenuhi persyaratan minimal jumlah jabatan,
sertifikat kepelautan, dan jumlah awak kapal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal-11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 diberikan sertifikat
pengawakan (Safe Manning Certificate) oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut
atau pejabat yang ditunjuk.

BAB VI
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB - PIHAK-PIHAK YANG
BERKAITAN DENGAN PENGAWAKAN KAPAL
Pasal 18
Setiap perusahaan wajib
a. memiliki dokumentasi dan data mengenai para pelaut yang dipekerjakan di
kapal dan siap untuk digunakan yang meliputi dokumentasi dan data
mengenai pengalaman kerja, pelatihan, kesehatan dan kecakapan dalam
melaksanakan tugas.
b. menjamin setiap pelaut yang disijil di atas kapal memiliki sertifikat
kepelautan yang memenuhi ketentuan nasional maupun internasional.
c. menjamin setiap pelaut yang dipekerjakan di atas kapal memiliki dokumendokumen yang berkaitan dengan pengalaman kerja dan pengujian kesehatan.
d. menjamin setiap pelaut yang disijil di atas kapal telah diberikan familiarisasi
sehubungan dengan tata susunan kapal, instalasi kapal, perlengkapan dan
prosedur yang berkaitan dengan tugas-tugas serta prosedur keadaan darurat.
e. melengkapi secara rinci uraian tugas setiap awak kapal dalarn keadaan rutin
maupun darurat yang terkait dengan keselamatan, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran yang dilaksanakan secara terkoordinasi.

Pasal 19
(1) Perusahaan, Nakhoda, Kepala Kamar Mesin dan semua petugas jaga wajib
memperhatikan persyaratan-persyaratan, prinsip-prinsip dan panduan yang
diatur dalam Bab VIII Standard of Training Certification and Watchkeeping
for Seafarers Code (Koda STCW) guna menjamin tugas jaga yang aman,
berkesinambungan selama jangka waktu pelayaran sesuai dengan situasi dan
kondisi pelayaran.
(2) Untuk menjamin agar tugas jaga dapat berjalan dengan aman dan
berkesinambungan selama jangka waktu pelayaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Nakhoda wajib memperhatikan cara pengaturan tugas sebagai
berikut:
a. para perwira yang melaksanakan tugas jaga navigasi bertanggung
jawab untuk melayarkan kapal secara aman, dan selama jangka waktu
tugas jaganya harus benar-benar berada di anjungan atau di ruangan lain

yang langsung berhubungan dengan anjungan, seperti ruang peta atau


ruang kontrol anjungan;
b. para operator radio bertanggung jawab atas kesinambungan tugas jaga
radio pada frekuensi yang ditentukan selama masa tugas jaganya;
c. para perwira yang melaksanakan tugas jaga mesin sesuai, dengan
ketentuan dalam Standard of Training Certification and Watchkeeping for
Seafarers Code (Koda STCW) dan atas perintah Kepala Kamar Mesin,
harus segera berada di ruang-ruang mesin selama masa tugas jaganya;
d. tugas jaga yang aman untuk keselamatan harus tetap dipertahankan
sepanjang waktu pada saat kapal berlabuh jangkar, dan apabila kapal
mengangkut muatan berbahaya, pengorganisasian tugas jaga harus
memperhatikan sifat, jumlah, kemasan dan penempatan muatan berbahaya
serta kondisi-kondisi khusus di kapal atau di darat.

(1)
(2)
(3)

(4)

Pasal 20
Setiap awak kapal yang ditugasi jaga harus diberikan waktu istirahat tidak
kurang dari 10 jam dalam jangka waktu 2.4 jam.
Waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibagi 2 yang
salah satu diantaranya tidak kurang dari 6 jam, kecuali dalam keadaan darurat.
Jumlah waktu istirahat dalam kondisi khusus dapat dikurangi menjadi 6 jam
setiap 24 jam, dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 hari secara berturutturut.
Jumlah waktu istirahat dalam 7 hari tidak boleh kurang dari 70 jam.

Pasal 21
(1) Setiap perusahaan yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal niaga
Indonesia, wajib menerima dan menampung serta menyediakan akomodasi
para Taruna/calon perwira paling sedikit untuk 2 (dua) orang bagian dek dan
atau mesin, yang akan melaksanakan praktek berlayar (proyek laut).
(2) Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin wajib memberikan pengalaman praktek
dan kehidupan di kapal kepada taruna/calon perwira dalam melengkapi
praktek berlayarnya.

Pasal 22
(1) Pemilik atau operator kapal yang mempekerjakan awak kapal tanpa disijil dan
tanpa memiliki kemampuan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun
1992 tentang Pelayaran.
(2) Nakhoda atau pemimpin kapal yang mempekerjakan awak kapal tanpa disijil
dan tanpa memiliki kemampuan sena dokumen pelaut yang dipersyaratkan
dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21
Tahun 1992 tentang Pelayaran.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23
(1) Ketentuan yang mengatur mengenai pengawakan kapal niaga dalam
Keputusan ini tidak berlaku untuk:
a. kapal layar motor;
b. kapal layar;
c. kapal motor dengan tonase kotor kurang dari GT 35;
d. kapal yang tergabung dalam kegiatan olahraga perairan;
e. kapal-kapal yang dioperasikan dalam batas-batas perairan pelabuhan atau
berlayar tidak melebihi 30 mil dari pantai;
f. kapal khusus;
g. kapal yang melakukan pelayaran tetap jarak pendek
h. kapal yang sedang dalam pelayaran percobaan.
(2) Ketentuan mengenai pengawakan kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diatur tersendiri.

Pasal 24
(1) Dalam keadaan luar biasa atau force majeure dan atas permohonan
perusahaan, Direktur Jenderal Perhubungan Laut dapat memberitakan
dispensasi pengawakan kapal.
(2) Permohonan dispensasi oleh perusahaan hams menyebutkan

a.
b.
c.
d.
e.
f.

nama kapal dan nomor registrasi yang diterbitkan IMO (IMO Number);
pelabuhan pendaftaran;
pelabuhan tolak;
rencana pelayaran selama jangka waktu dispensasi;
rencana muatan selama jangka waktu dispensasi;
nama Nakhoda kapal beserta nomor sertifikat yang dimilikinya.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilampiri dengan


penjelasan mengenai:
a. jabatan yang dimohonkan dispensasinya, beserta usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengisi jabatan tersebut dengan awak kapal yang
memenuhi syarat;
b. nama, tanggal lahir dan pengalaman selama 5 (lima) tahun sebelumnya
dari awak kapal yang akan mengisi jabatan dimaksud;
c. Sertifikat kepelautan yang dimiliki oleh awak kapal yang akan mengisi
jabatan dimaksud.
(4) Dispensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan setelah
dilakukan penelitian mengenai:
a. alasan permohonan dispensasi serta kelayakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengisi jabatan tersebut dengan awak kapal yang memenuhi syarat;
b. catatan dispensasi atas nama pelaut yang bersangkutan;
c. keabsahan sertifikat kepelautan yang dilaporkan dimiliki oleh pelaut yang
besangkutan;
d. kelayakan pelaut yang bersangkutan untuk mengisi jabatan tersebut untuk
sementara waktu sesuai pengalaman pelaut dimaksud dalam kaitannya dengan
jenis dan ukuran kapal, serta jenis pelayaran dan sifat muatannya.
(5) Pemberian dispensasi pengawakan kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya diizinkan :
a. bagi pemegang sertifikat kepelautan satu tingkat di bawah persyaratan
minimal dan;
b. hanya untuk 1 (satu) orang awak kapal.
(6) Dispensasi pengawakan kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan hanya 1 (satu) kali dan tidak dapat diperpanjang serta tidak boleh
melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan, dan hams diyakini tidak mengurangi

tingkat keselamatan dari kapal muatan, orang-orang di atas kapal dan


lingkungan.
(7) Dalam pemberian dispensasi pengawakan kapal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) harus dicantumkan:
a. nama kapal;
b. pelabuhan pendaftaran;
c. tempat mulainya dispensasi;
d. daerah pelayaran yang akan dilayari.
(8) Pemberian dispensasi pengawakan kapal harus dicatat dan dievaluasi.

Pasal 25
Dispensasi pengawakan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 tidak
dibenarkan untuk jabatan Nakhoda atau Kepala Kamar Mesin, kecuali dalam keadaan
darurat dan hanya untuk 1 (satu) kali pelayaran dan pelabuhan pemberangkatan ke
pelabuhan terdekat yang memungkinkan penggantian nakhoda atau kepala kamar
mesin.

Pasal 26
Direktur
Jenderal
Perhubungan Lain
pelaksanaan Keputusan ini.

melakukan

pengawasan terhadap

You might also like