Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.
Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja
sehingga mempengaruhi sistem respirasi. Berbagai kelainan saluran napas dan
paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas ataupun asap yang
timbul dari proses industri.1
Silikosis merupakan penyakit fibrotik paru yang fatal, ireversibel, dimana
debu silika dapat terus-menerus terhirup oleh saluran pernafasan.2 Silikosis
termasuk salah satu contoh dari penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang artificial atau man mad disease.1-3
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara
lain:
1.
Golongan fisik, seperti: suara (bising), radiasi, suhu (panas atau dingin),
tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2.
3.
4.
5.
Khusus
Indonesia,
penyakit-penyakit
infeksi
paru
masih
bahwa
hampir
sepertiga
(28,4%)
kematian
di
Indonesia
disebabkan oleh penyakit paru. Pada survei berikutnya di tahun 1986 angka ini
ternyata meningkat menjadi 30,5%, sehingga berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga nasional terbaru ini menyatakan bahwa satu di antara tiga
kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit paru.
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi
yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut
International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 1,1 juta kematian yang
disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.
Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan
pekerjaan paling banyak disebabkan oleh kanker 34%. Sisanya terdapat
kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran pernapasaan 21%, dan penyakit
kardiovaskuler 15%. Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa penyakit
saluran pernapasaan menempati peringkat ketiga.
Sebagai tenaga kesehatan, harus melakukan pengkajian terhadap
pasien dan apakah ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan
pekerjaan mereka. Sehingga dapat ditentukan perencanaan serta intervensi
yang tepat untuk pasien agar hasil yang diperoleh dapat maksimal dan benarbenar bermanfaat untuk pasien.
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Silikosis dikenal juga dengan istilah miner's phthisis, grinder's asthma,
potter's rot, merupakan bentuk penyakit paru akibat pekerjaan yang disebabkan
karena menghirup debu silika secara kronik dan ditandai dengan adanya
inflamasi dan pembentukan jaringan parut dari lesi nodular pada lobus paru
bagian atas. Silikosis merupakan salah satu jenis dari pneumokoniosis.1-4
Hipokrates menguraikan kondisi breathlessness pada buruh tambang,
dan pada tahun 1690, Lohneiss menyebutkan tentang the dust and stones fall
upon the lungs, the men have lung disease, breathe with difficulty. Bernardo
Ramazzini mengistilahkan dengan miners phthisis. Penyakit paru akibat debu
ini telah dikenali dengan berbagai nama, seperti miners phthisis, dust
consumption, masons disease, grinders asthma, potters rot, dan
stonecutters disease. Secara keseluruhan diistilahkan dengan silikosis.2
Peacock dan Greenhow melaporkan tentang adanya debu silika pada
paru buruh tambang pada tahun 1860, dan 10 tahun kemudian, Visconti
menggunakan istilah silikosis untuk menjelaskan penyakit yang disebabkan
oleh pemaparan inhalasi terhadap silex. Pengenalan masalah pernafasan akibat
debu terjadi pada orang Yunani dan Romawi kuno. Agricola, pada pertengahan
abad ke-16, menuliskan tentang masalah paru dari inhalasi debu pada buruh
tambang. Pada tahun 1713, Bernardino Ramazzini menyebutkan tentang gejalagejala asmatik dan adanya substansi seperti pasar pada paru dari pekerja stone
cutters. Seiring dengan era industrialisasi, terjadi peningkatan produksi debu.
Pneumatic
hammer
drill
diperkenalkan
pada
tahun
1897
sandblasting
2.2
Komponen Kimiawi
Silikon dioksida (silika, SiO2) merupakan senyawa yang umum ditemui
dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri
elektronik. Silikon dioksida kristalin dapat ditemukan dalam berbagai bentuk yaitu
sebagai quartz, tridymite, dan cristobalit.2 Sejak tahun 2000, debu quartz
silica. Bentuk lain dari amorphous silica dijelaskan pada Tabel 2.3. Debu yang
mengandung amorphous silica, dengan pengecualian fiberglass, biasanya tidak
membahayakan manusia. Quartz, cristobalite, dan beberapa bentuk tridymite
bersifat piezoelectric. Piezoelectricity merupakan komponen yang menghasilkan
aliran elektrik yang berkebalikan dari struktur fisik ketika diberikan tekanan
secara langsung pada kristal. Fenomena tersebut terjadi pada crystalline silica
karena struktur kimianya tidak memiliki pusat, yang menggambarkan inversion
symmetry. Sebagai tambahan, sisi yang berlawanan dari kristal ini memiliki
permukaan yang tidak sama dan menghasilkan aliran elektrik yang berlawanan.
Hal ini yang menjadi teori bahwa karakteristik piezoelectric memegang peranan
penting pada patofisiologi penyakit yang berhubungan dengan silika akibat
pembentukan radikal bebas oksigen yang dihasilkan dari permukaan molekul
silika dan menyebabkan kerusakan makrofag alveolar akibat silika.2
Kelompok Silanol (SiOH) pada permukaan partikel silika dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan kelompok oksigen dan nitrogen yang
ditemukan pada membran sel biologis, yang dapat menyebabkan hilangnya
struktur membran, kebocoran lisosomal, dan kerusakan jaringan. Proses ini
berperan
pada
pembentukan
jaringan
parut
paru.
Data
eksperimental
2.3
Penyebab
Silikosis biasanya disebabkan oleh pemaparan partikel debu yang
manusia
dan
sering
menyebabkan
kematian
jika
tindakan
pencegahan tidak dilakukan. Pemaparan partikel silika dapat terjadi pada bidang
kerja penambangan, pengeboran, dan peledakan pasir, seperti yang dijelaskan
pada Tabel 2.3.2
Tabel 2.3 Bidang Pekerjaan yang Berhubungan dengan Pemaparan Silika2
Riwayat Penyakit
Sifat fisik
Sifat Kimia
Beberapa sifat kimia yang penting adalah sifat asam atau basa,
interaksi atau ikatan dengan substansi lain, sifat fibrogenisitas dan sifat
antigenisitas. Sifat asam atau basa suatu bahan berhubungan dengan efek
toksik pada silia, sel-sel dan enzim. Beberapa bahan mempunyai
kecenderungan berinteraksi dengan substansi dalam paru dan jaringan.
Karbonmonoksida dan asam sianida mempunyai efek sistemik sedangkan
komponen fluorin mungkin mempunyai efek lokal dan sistemik. Sifat
fibrogenisitas merupakan sifat suatu bahan menimbulkan fibrosis jaringan.
Debu fibrogenik adalah debu yang dapat menimbulkan reaksi jaringan paru
(fibrosis)
seperti batubara,
asbes.
Contoh debu
nonfibrogenik adalah debu besi, kapur, karbon dan timah. Sifat antigenisitas
merupakan sifat bahan untuk dapat merangsang antibodi, contohnya spora
jamur bila terinhalasi dapat merangsang respons imunologi.1
3.
paru
mempengaruhi
pola
pernapasan
yang
pada
akhirnya
Impaksi
Mekanisme impaksi adalah kecenderungan partikel tidak dapat
berubah arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak
partikel tertahan di mukosa hidung, faring ataupun percabangan saluran
napas besar. Sebagian besar partikel berukuran lebih besar dari 5 mm
tertahan di nasofaring. Mekanisme impaksi juga terjadi bila partikel tertahan
di percabangan bronkus karena tidak bisa berubah arah.1
2.
Sedimentasi
Sedimentasi adalah deposisi partikel secara bertahap sesuai
dengan berat partikel terutama berlaku untuk partikel berukuran sedang (1-5
mm). Umumnya partikel tertahan di saluran napas kecil seperti bronkiolus
terminal dan bronkiolus respiratorius. Debu ukuran 3-5 mikron akan
menempel pada mukosa bronkioli sedangkan ukuran 1-3 mikron (debu
respirabel) akan langsung ke permukaan alveoli paru. Mekanisme terjadi
karena kecepatan aliran udara sangat berkurang pada saluran napas
tengah. Sekitar 90% dari konsentrasi 1000 partikel per cc akan dikeluarkan
dari alveoli, 10% sisanya diretensi dan secara lambat dapat menyebabkan
silikosis.1
3.
Difusi
Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara.
Terjadi hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 0,1
mm sampai 0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehingga akan
tertimbun di dinding alveoli (gerak Brown).1
Garis pertahanan ke-2 yaitu cairan yang melapisi saluran napas dan alveoli
serta mekanisme bersihan silia (bersihan mukosiliar). Cairan tersebut
berfungsi sebagai pertahanan fisik dan kimia berisi bahan yang mempunyai
sifat bakterisidal dan detoksifikasi. Mekanisme bersihan mukosiliar (mukus
disekresi oleh sel goblet dan kelenjar submukosa) membuat partikel
dikeluarkan kembali ke laring dan akhirnya ditelan.2
Garis pertahanan ke-3 adalah pertahanan spesifik paru yang terbagi atas 2
sistem utama yaitu imunitas humoral (produksi antibodi) dan imunitas seluler
(limfosit
T).
Makrofag
merupakan
sistem
pertahanan
seluler
yang
Patogenesis
Faktor utama yang berperan pada patogenesis silikosis adalah partikel
debu dan respons tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu
tersebut. Komposisi kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajanan menentukan dapat
atau mudah tidaknya terjadi silikosis. Sitotoksisitas partikel debu terhadap
makrofag
alveolar
memegang
peranan
penting
dalam
patogenesis
Sitokin IL-1, TNF-, fibronektin, PDGF dan IGF-1 yang berperan dalam
fibrogenesis.
Sitokin telah terbukti berperan dalam patogenesis silikosis. Pappas
penting adalah interstisialisasi partikel debu tersebut. Bila partikel debu telah
difagositosis oleh makrofag dan ditransfer ke sistem mukosilier maka proses
pembersihan debu yang masuk dalam saluran napas dikategorikan berhasil.
Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag
alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial paru. Bila
partikel debu telah masuk dalam interstitial maka nasibnya ditentukan oleh
makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer ke kelenjar getah
bening mediastinum atau terjadi sekresi mediator inflamasi kronik pada
interstitial. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1
menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah pneumokoniosis.1
Sifat toksisitas debu menentukan reaksi jaringan yang terjadi pada
silikosis. Debu silika mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi parenkim
dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis. Gambaran fibrotik
campuran dan tidak beraturan terjadi pada pajanan debu campuran. Empat
gambaran respons patologi terlihat pada silikosis yaitu fibrosis interstisial, fibrosis
nodular, fibrosis nodular dan interstisial serta emfisema fokal dan pembentukan
makula.1
2.6
Jenis
Terdapat tiga jenis silikosis, yaitu2,4:
1.
Silikosis kronis
Silikosis kronis merupakan bentuk silikosis yang paling umum
terjadi. Silikosis kronis terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika
dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis
dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah
bening dada.2,4
2.
Silikosis akselerata
Silikosis akselerata terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika
yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (5-15 tahun).
Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih
cepat. Silikosis akselerata berhubungan dengan berbagai macam gangguan
autoimun.4
3.
Silikosis akut
Silikosis akut jarang terjadi tetapi bersifat sangat fatal yang terjadi
akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu
2.7
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada silikosis akut meliputi dispnea,
mudah lelah, penurunan berat badan, demam, dan nyeri pleuritik. Perubahan
patologik pada silikosis akut meliputi pengisian rongga alveolar dengan materi
eosinofilik-granular, seperti yang terjadi pada silikosis akselerata. Manifestasi
klinis yang terjadi berupa progresifitas gagal nafas yang cepat sebagai akibat
kehilangan fungsi paru yang normal dan gangguan pertukaran gas. 2 Gejala
tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut, antara lain4:
1.
Demam.
2.
Batuk.
3.
4.
melakukan aktivitas, tetapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat.
Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita
berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan
menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh
organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis), penderita
silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberculosis.2
Silikosis
kronik
biasanya
tidak
berhubungan
dengan
infeksi
2.8
Diagnosis
Diagnosis silikosis ditegakkan adanya riwayat pemaparan silika yang
disease,
blastomycosis,
scleroderma,
amyloidosis,
dan
Pemeriksaan
Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan,
pernapasan
dan
volume
paru-paru
yang
secara
jelas
2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemudian
berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk diffuse
ground glass appearance mirip edema paru.
Pemeriksaan Radiologis
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan
nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk
lanjut terthpat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angels
wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus
biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification.
2.
gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada
awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan
akhirya timbul gagal kardiorespirasi.
2.9.3 Silikosis Kronik
Pemeriksaan Silikosis Terakselerasi hampir sama dengan Silikosis
Kronik
2.10 Pengobatan
Silikosis merupakan penyakit yang tidak dapat diobati tetapi dapat
dicegah.
2,4
silikosis bila diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi
fibrosis masif meskipun paparan dihilangkan. Bila faal paru telah menunjukkan
kelainan obstruksi pada bronkitis industri, berarti kelainan telah menjadi
ireversibel. Pengobatan umumnya bersifat simptomatis, yaitu mengurangi gejala.
Obat
lain
yang
memburuknya
diberikan
penyakit,
bersifat
sangat
suportif.
penting
Untuk
untuk
mencegah
semakin
menghilangkan
sumber
pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan
oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah:
1.
2.
Berhenti merokok.
3.
sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. Silika
diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.
Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
2.11 Strategi Pengendalian Penyakit
Dalam strategi pengendalian penyakit, pengawasan terhadap di
lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. Jika debu tidak
dapat dikontrol (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus
memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara
rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap
2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen
menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
Jika seorang pekerja memiliki alergi terhadap debu, gunakanlah masker
agar terhindar dari kontak langsung dengan debu dan bawalah selalu obat alergi
debu, dan upayakan, kita selalu hidup bersih dan sehat.
2.12 Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada
penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan
pencegahan perlu dilakukan untuk
atau
mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu industri atau
tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru.
Kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan
memperbaiki teknik
pengolahan bahan,
untuk
mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja
diharuskan memakai alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja
dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.
Jika debu tidak dapat dikontrol (seperti halnya dalam industri
peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara
bersih atau sungkup. Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen
dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja
lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika
foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan
terhadap silika.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Silikosis merupakan penyakit fibrotik paru yang fatal, ireversibel, dimana
pengolahan bahan,
untuk
mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja
diharuskan memakai alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja
dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.
3.4 Saran
Agar kita terhindar dari penyakit silikosis ini, kita hendaknya selalu
menjaga kebersihan badan dan lingkungan disekitar kita, baik rumah maupun
tempat kerja. Untuk orang yang alergi terhadap debu sebaiknya selalu membawa
obat antiseptik dan menggunakan masker bila perlu.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.