Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Anemia adalah suatu keadaan di mana terjdi penurunan volume/jumlah sel darah merah
(eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai
yang berlaku untuk orang sehat, sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk
menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan
pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesis, pemeriksaan
fisis yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Sekitar 32,8 % siswa Sekolah
Dasar (SD) di Jakarta masih menderita anemia pada tahun 2003. Meski menurun dibandingkan
tahun 2002, yang mencapai angka 49,5 %, ada kecenderungan penderita anemia kambuh lagi jika
tidak ada bimbingan dan penyuluhan soal gizi kepada masyarakat.
Manifestasi klinis yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur
individu, mekanisme kompensasi tubuh seperti : peningkatan curah jantung dan pernapasan,
meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi
aliran darah ke organ-organ vital. Tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasari, dan
parahnya anemia tersebut.
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian berdasarkan etiologinya:
1. Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti
defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
2. Anemia aplastic
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
3. Anemia hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun.
4. Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat
intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis
kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria,
inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.
Sedangkan berdasarkan morfologi dikenal tiga klasifikasi besar :
1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau
normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah
kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang.
2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih
besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV
meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis
asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah; MCHC rendah). Hal
ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis
globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital).
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau
syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti
jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Eritrosit
Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut oksigen. Banyaknya oksigen
yang diterima oleh jaringan bergantung kepada kadar fungsi Hb yang tersedia, pola aliran darah
yang efektif, dan keadaan jaringan serta cairan yang menerima oksigen itu. Tiga variable utama
yang berikatan dengan hal ini adalah kadar hemoglobin dalam darah (dalam gram/dL),
hematocrit (Ht) atau persen eritrosit dalam seluruh volume darah, dan jumlah absolut eritrosit
dalam darah (dalam juta per mm 3 darah). Dalam pemeriksaan laboratorium eritrosit dikenal tiga
indeks eritrosit rata-rata, terdiri dari Volume Eritrosit Rata-rata (Mean Corpuscular
Volume/MCV), Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (Mean Corpuscular Hemoglobin/MCH), dan
Konsentrasi
hemoglobin
Eritrosit
Rata-rata
(Mean
Corpuscular
Hemoglobin
Hemoglobin
Bagian-bagian molekul Hb mempunyai jalur pembentukan yang berbeda. Setiap molekul
Hb tersusun atas 4 kandungan hem yang identic dan terikat pada 4 rantai globin yang terdiri dari
2 rantai alfa dan 2 rantai lagi berlainan sesuai dengan jenis Hb yaitu : rantai beta untuk HbA,
rantai delta untuk HbA2, dan rantai gama untuk HbF. Pembentukan hem terjadi bertahap.
Dimulai dengan pembentukan kerangka porfirin, di mana porfirin tersusun atas 4 cincin pirol
yang tersusu simetris. Sintesis porfirin dimulai dengan penyususnan rantai karbon (C) yang
lurus, kemudian membentuk cincin. Setelah beberapa perubahan dan pertukaran komponennya,
keempat cincin pirol berikatan membentuk protoporfirin yang tidak mengandung besi. Setelah
kerangka porfirin terbentuk, protoporfitin berikatan dengan besi menghasilkan hem.
I.
Anemia Defisiensi
Anemia defisiensi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12,
protein, piridoksin dan sebagainya. Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi
dan etiologi menjadi 3 golongan :
a. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran normal (MCV<80 fL).
Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCHC
kurang). Hal ini umumnya menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik atau gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia. Dari semua itu
defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebebkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan penyakit yang sering pada bayi
dan anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan besinya
lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr sedang pada
bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 510 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari
pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan 8 mg/hari
sampai 10 mg/hari.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan bantuan
asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dioksidasi menjadi bentuk feri, sebagian
disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah berikatan dengan
1 globulin membentuk transferin yang berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya
didistribusikan ke dalam jairngan hati, limpa, dan sumsum tulang serta jaringan lain untuk
disimpan sebagai cadangan besi tubuh.
Berikut bagan metabolisme besi :
makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung klorofil, terkadang
untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam susu buatan atau tepung untuk
makanan bayi ditambahkan kandungan besi namun terkadang dapat menimbulkan
terjadinya hemokromatosis.
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas
dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Sedangkan besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool
dan digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin.
Bayi
0,3 0,4 mg.hari
Anak 4-12 tahun
0,4 1 mg/hari
Laki-laki dewasa
1 1,5 mg/hari
Wanita dewasa 1 2,5 mg/hari
Wanita hamil
2,7 mg/hari
Etiologi
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
o Pertumbuhan
Pad bayi premature dan pada usia pertumbuhan cepat (pada satu tahun pertama
dan masa remaja).
Menstruasi
2. Kurangnya besi yang diserap
o Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Pda satu tahun pertama kehidupan, bayi membutuhkan makanan yang banyak
o
mengandung besi. Pada bayi cukup bulan kebutuhan besi yang diserap kurang
lebih 200 mg pada satu tahun pertama (0,5 mg/hari). Pada bayi yang mendapatkan
ASI eksklusif lebih jarang ditemukan kekurangan besi pada enam bulan pertama,
hal ini disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih mudah diserap (40%)
o
Tahap 1
(normal)
Tahap 2
(sedikit
< 100
Normal
360-390
20-30
< 20
40-60
> 30
normal
menurun)
0
< 60
> 390
< 15
< 12
< 10
> 100
normal
Tahap 3
(mikrositik/
hipokromik)
0
< 40
> 410
< 10
< 12
< 10
>200
menurun
Gejala klinis
Manifestasi klinis dari ADB terjadi perlahan, biasanya tidak diperhatikan baik oleh
penderita ataupun keluarganya. Pada diagnosis ringan, ADB ditegakkan hanya dari temua
laboratorium saja. Pda umumnya gejala yang disadari adalah pucat. Pada penderita dengan kadar
Hb 6-10 mg/dL terjadi mekanisme kompensasi efektif sehingga gejala anemia hanya bersifat
ringan. Sedangkan pada saat kadar Hb turun < 5 g/dL terlihat gejala iritabel dan anoreksia yang
lebih jelas. Apabila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung, dan murmur
sistolik. Namun kadang-kadang dengan kadar Hb < 3-4 g/dL pasien tidak mengeluh karena
sudah terjadi mekanisme kompensasi, sehingga beratnya gejala klinis sering tidak sesuai dengan
kadar Hb.
Beberapa gejala non-hematologik yang dapat terlihat antara lain :
Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan kelainan seperti koilonikia (bentuk kuku
konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papil lidah, postcricoid oesophageal webs dan
Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun diakibatkan fungsi leukosit yang tidak
normal. Pada penderita ADB kemmapuan neutrophil memiliki kemampuan fagositosis
tetapi kemampuan untuk membunuh E. coli dan S. aureus menurun.
Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
o
o
o
o
dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB
didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya. Kadar FEP ditentukan muntuk
mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang, karena pada pembentukan
eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila
penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadi penumpukan porfirin dalam sel. Nilai FEP >
100mg/dL eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi ADB lebih
dini. Apabila terjadi peningkatan FEP dan penurunan ST, merupakan tanda ADB yang progresif.
Kadar ferritin serum dihitung untuk menunjukkan jumlah cadangan besi tubuh. Bila ferritin
kurang dari 10-12 ug/dL menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.
Diagnosis
Beberapa kriteria diagnosis untuk menentukan anemia defisiensi besi :
1. WHO
yang menurun
Red cell distributuion width > 17%
FEP meningkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%
Respon tubuh terhadap pemberian preparat besi
o Retikulosit mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
o Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0.4 g/dL/hari atau Ht
meningkat 1%/hari
Sumsum tulang
ADB
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun
Talasemia minor
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tatalaksana
1. Pemberian preparat besi
Per oral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang murah. Untuk penyerapan sama
baik ferrous glukonat, fumarat, maupun suksinat. Untuk bayi tersedia preparat besi
tetes (drop). Untuk mendapatkan respons pengobatan diberikan 4-6 mg besi
elemental/kg/hari. DOsis obat dihitung berdasarkan besi elemental yang ada dalam
garam ferrous. Pada ferrous sulfat mengandung 20% besi elemental. Dosis yang
terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada pencernaan dan tidak
memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi terbaik adalah saat
lambung kosong, diantara dua waktu makan, tetapidapat memberikan efek pada
saluran cerna. Untuk mengatasinya pemberian besi dapat diberikan saat makan atau
segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat
diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi harus diberikan selama 2 bulan terusmenerus setelah anemia teratasi.
Parenteral
Pemberian preparat secara intramuscular (IM) menimbulkan rasa sakit dan biayanya
mahal. Dapat juga menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.
Kemampuan untuk meningkatkan Hb tidak lebih baik disbanding per oral. Preparat
Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan resiko
makanan padat)
Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan
Pemakaian PASI yang mengandung besi.
Secara umum, untuk mencegah kekurangan besi dapat dilakukan hal berikut :
A.
Menambah masukan besi ke dalam makanan sehari-hari.
Suplementasi besi.
etiologi
gangguan absorpsi
infeksi parasit
gejala klinis
pucat
berdebar-debar
laboratorium
Hipersegmentasi neutrofil
Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)
Terapi
hipokrom makrositik
mikrositik normokrom
SI menurun sedikit
Gejala klinis
Laboratorium
Retikulosit menurun
Leukopenia
Trombositopenia
Kromosom patah
SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan penyokong
Terapi
Makanan lunak
Istirahat
Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte globulin (ATG) untuk
pasien tua.
Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis menjadi
rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat. Penyebab
hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala
anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat
menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan
kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun),
roboransia.
Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak seberat
sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.
A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
Defisisnsi vitamin E
Defisiensi G6PD
akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam
keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama
obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada
laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti
malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis yang timbul
berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat
kausal.
Defisiensi glutation
Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas
dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi,
untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.
Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah tepi
tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih berat.
Defisiensi heksokinase
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan
biokimia.
2. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan HbF
tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1
tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
Hemoglobin ini yaitu :
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia
b. Gangguan Ektrakorpuskular
Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya merupakan faktor
yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :
1. obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisisn)
streptokokkus, virus, malaria.
2. hipesplenisme
3. anemia
akibat
penghancuran
eritrosit
karena
reaksi
antigen-antibodi.
Seperti
inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, bisa
juga karena reaksi autoimun.
Pengobatan
Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan prednison atau
hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini.
IV. Anemia Post Hemoragik
Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan darah karena
kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid.
a. Kehilangan darah mendadak
1. Pengaruh yang timbul segera
kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular sehingga terjadi
kontraksi arteriola, penurunan aliran darah keorgan yang kurang vital (anggota gerak,
ginjal dan sebagainya) dan peningkaata aliran darah keorgan vital (otak dan jantung).
2. Pengaruh lambat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar
perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti
serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat
atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut
dan konjungtiva).
1. Anemia defisiensi
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemoragik
4. Anemia hemolitik
1. mikrositik hipokrom : defisiensi besi
2. makrositik normokrom : defisiensi asam folat dsn vitamin B12
3. anemia dimorfik
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2. EGC.
Jakarta. 1995
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika. Jakarta. 2002
4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta. 2000
5. Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of Chicago Medical
Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
6. Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of The George
Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New Britain. Review provided by
VeriMed Healthcare Network.
7. Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The University of
Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided by VeriMed Healthcare
Network.
8. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
9. S, Estwick D, Peddi R. G6PD deficiency: its role in the high prevalence of hypertension
and diabetes mellitus. Ethn Dis 2001;11:749-54..
10. Mehta
A,
Mason
PJ,
Vulliamy
TJ. Glucose-6-phosphate
dehydrogenase