You are on page 1of 33

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAKARTA

LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETIK PADA PASIEN
DIABETES MELITUS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Dwi Edi Wahono, Sp. PD
Disusun Oleh :
Dessy Krissyena

1320221128

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Periode 11 Agustus 18 Oktober 2014

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Laporan kasus dengan judul :

PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETIK PADA PASIEN


DIABETES MELITUS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Disusun Oleh:
Dessy Krissyena

1320221128

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Nama pembimbing

Tanda Tangan

dr. Dwi Edi Wahono, Sp. PD.

.......................

Tanggal

.............................

Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

dr. Dwi Edi Wahono, Sp. PD

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................
BAB II
STATUS PASIEN.........................................................................................................
A. IDENTITAS PASIEN.......................................................................................
B. ANAMNESIS....................................................................................................
C. PEMERIKSAAN FISIK...................................................................................
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................
E. RINGKASAN MASALAH.............................................................................
F. DAFTAR MASALAH.....................................................................................
G. PENGKAJIAN................................................................................................
H. FOLLOW UP..................................................................................................
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................
DEFINISI DIABETES MELITUS.......................................................................
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS...................................................................
ULKUS DIABETIK...............................................................................................
PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIK..............................................................
KLASIFIKASI KAKI DIABETIK.......................................................................
PENATALAKSANAAN KAKI DIABETIK........................................................
PERAWATAN LUKA KAKI DABETIK.............................................................
PILAR PENATALAKSANAAN DM...................................................................
PROGNOSIS..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik pada penyandang


Diabetes Melitus (DM). Seiring dengan meningkatnya jumlah penyandang DM,
maka prevalensi kaki diabetik diperkirakan akan meningkat juga.1
Banyak faktor yang berkaitan dengan kaki diabetik yaitu neuropati, infeksi
dan kelainan vaskular, sehingga pengelolaan yang diberikan disesuaikan dengan
mekanisme yang mendasari atau yang dominan. Pengelolaan kaki diabetes sudah
dimulai saat seseorang dinyatakan DM meski belum timbul luka, yang disebut
dengan penyaringan atau deteksi dini. Dengan deteksi dini yang optimal,
diharapkan penyandang DM dapat terhindar dari masalah kaki diabetes yang
kompleks karena mampu melakukan tindakan pencegahan dan perawatan kaki
diabetes dengan baik. Apabila telah terjadi kelainan baik kelainan struktural
ataupun luka pada kaki, maka diperlukan tindakan yang cepat, tepat dan efektif
untuk mencegah tindakan amputasi. Selain peran tenaga kesehatan dalam merawat
kelainan kaki, keberhasilan pengelolaan pada kasus kaki dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti beratnya infeksi, lamanya menderita ulkus sebelum berobat,
ketersediaan antibiotik, kendali glukosa darah, ada tidaknya dan beratnya penyakit
yang menyertai, ada tidaknya kelainan vaskular dan lamanya menderia DM.1
Menurut penelitian epidemiologi, baik yang dilakukan di negara
berkembang maupun sedang berkembang, jumlah penderita DM per tahun akan
menjalani perawatan karena menderita selulitis kaki, ulkus diabetik dan infeksi
jaringan dalam semakin banyak, yang menghabiskan dana yang besar. 15%
penderita DM cenderung mengalami komplikasi kaki diabetik, dan 6% mengalami
perawatan.2
Kasus ulkus dan gangren diabetik merupakan kasus DM yang paling banyak
dirawat di rumah sakit. Diperkirakan sekitar sepertiga dari pasien DM akan
mengalami masalah kaki. Dari beberapa penelitian di Indonesia, angka kematian
akibat ulkus atau gangrene berkisar 17-23% sedangkan angka amputasi berkisar
15-30%. Angka kematian satu tahun pasca amputasi berkisar 14.8% dan jumlah

ini meningkat pada tahun ketiga menjadi 37%. Rerata umur pasien hanya 23,8
bulan pasca amputasi. Lamanya perawatan, besarnya biaya dan tindakan amputasi
yang merupakan kegagalan pengelolaan merupakan faktor-faktor yang mendesak
perlu diperhatikannya kasus kaki diabetik ini dengan sebaik-baiknya.1,2
Penatalaksanaan pada kaki diabetik yang menyeluruh dan sistematik sangat
dibutuhkan oleh penderita DM. Pada laporan kasus ini, penulis akan menjabarkan
suatu kasus mengenai ulkus diabetikum yang merupakan satu dari berbagai
komplikasi kronik DM, serta penatalaksanaanya.

BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
TTL
Status
Agama
Suku Bangsa
Pekerjaan
Alamat

: Ny. RZ
: Perempuan
: 51tahun
: 16 April 1963
: Menikah
: Islam
: Gorontalo
: Ibu Rumah Tangga
:Polum Bulak Macan, Jl. Jaya Wijaya RT 09/12.

Masuk RS
Keluar RS
No. CM

Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi Utara


: 6 Agustus 2014
: 21 Agustus 2014
: 400698

B. ANAMNESIS
Autoanamnesa dan aloanamnesa pada 14Agustus 2014, pukul 9.30 WIB.
Keluhan utama
: Luka pada kelingking kanan sejak 1 bulan SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
1 bulan SMRS pasien mengaku terdapat kulit kapalan yang keras di
kelingking kaki kanan, lalu pasien mengorek kulit tersebut hingga terkelupas
bolong 1cm. Beberapa hari kemudian timbul lenting pada kelingkingnya.
Lenting meluas ke jari tengah dan telunjuk kaki kanan hingga ke pergelangan kaki
atas, luka kemudian menjadi hitam, bernanah, dan berbau. Luka yang menghitam
dari jari tengah ke jari telunjuk kaki kanan dalam waktu kurang dari
seminggu.Terdapat lentingan baru yang berisi darah didekat telapak kaki kanan
sisi luar, yang berisi darah menggumpal, lentingan dicongkel oleh pasien dan
pecah. Lama kelamaan luka tersebut bergabung dengan luka lama yang berasal
dari kelingking kaki kanan pasien. Pasien mengaku berobat ke klinik dan diberi
obat gula. Pasien pernah melakukan perawatan luka yang menghitam ke klinik
kaki diabetik sebanyak dua kali, namun tidak membaik, lalu pasien dirujuk ke
rumah sakit.

Pasien mengaku mengalami demam sejak awal muncul lenting. Pasien


menyangkal adanya kesemutan atau baal pada kedua kaki. Tahun 2011 pernah
mengalami keluhan serupa pada jempol kaki kiri karena kapalan, dikatakan untuk
diamputasi namun pasien menolak. Luka sembuh dan kering sampai sekarang.
Pasien tidak nafsu makan sejak 1 minggu SMRS, dan hanya mau makan
beberapa sendok saja. Perut terasa kembung atau begah.
Pasien mengetahui sakit gula dari tahun 1998, karena mengeluhkan
pangkal kakinya terasa tegang, sering haus, sering buang air kecil terutama saat
malam hari, cepat lelah dan mengantuk.. Diberikan obat glikos dan fiban. Gula
darah pasien biasa diatas 300an. Pasien tidak rutin minum obat dan kontrol. Mata
kanan pasien mengalami gangguan penglihatan. Tidak ada riwayat sesak saat
berjalan, nyeri dada, pendengaran yang kurang, bengkak pada tangan dan kaki.
Tidak ada alergi obat.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit DM sejak tahun 1998. Pasien mulai mengkonsumsi
obat gula yaitu glikos dan fiban namun pasien tidak rutin minum obat dan
mengontrol gula darahnya. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat penyakit ginjal
disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Sepupu pasien mempunyai riwayat Diabetes Melitus. Anak-anak pasien
belum ada yang memeriksa gula, jadi belum tahu apakah sakit gula atau tidak.
Habitus :
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Keadaan gizi
TB/BB
IMT
Tanda vital
:

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: Baik
: 162cm/60 kg,
: 22.9 kg/m2(Normoweight)
Tekanan darah = 100/80 mmHg
Nadi = 104 x/menit, equal, isi cukup, reguler
Suhu = 37.20C
Laju Pernafasan (RR) = 20 x/menit, tipe normal, jenis

Kulit

thorakoabdominal
: putih, ikterik (-), lembab

Kepala

: Normocephal, rambut hitam dan sedikit rambut putih, distribusi

Wajah
Mata

merata, tidak mudah dicabut.


: Simetris, ekspresi baik.
: Pupil bulat isokor +/+, edema palpebra -/-, conjungtiva anemis +/+,
sklera ikterik -/-, gerakan bola mata kesegala arah, gangguan

Telinga

penglihatan +/: Normotia, normosepta, gangguan pendengaran (-/-) bentuk telinga

Hidung
Mulut
Leher

normal simetris kanan dan kiri, lubang lapang, serumen+/+


: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/- purulen -/: Bibir lembab, faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar (T1/T1).
: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi

Thoraks

trakea, tidak teraba pembesaran KGB.


: Paru =
I= Normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar
P= Fremitus taktil dan fremitus vokal sama kanan dan kiri
P=Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru hati pada linea

midclvavicula dextra ICS VI


A = Suara nafas utama vesikuler, Ronkhi -/- Whezzing -/Jantung :
I= Iktus cordis tidak tampak
P= Iktus cordis teraba, tidak kuat angkat
P=Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS V linea axila anterior sinistra
Batas kanan ICS IV linea parastemal dextra
A=BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen: I=Datar, sikatrik tidak ada
P=Dinding perut supel, turgor kulit baik
Hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri tekan epigastrium (+)
P=Timpani pada seluruh lapang abdomen.
A=Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai tidak ada, terdapat ulkus pada kaki kanan di
telapak kaki, jari kaki sampai ke punggung kaki serta pergelangan kaki bagian dalam,
pus (+/-), kemerahan (+/-), nyeri (+/-), gangren (+/-). Refleks fisiologi normal, refleks
patologis tidak ada. ABI kanan : tidak dapat diperiksa. ABI kiri : 0.69 (mild to
moderate PAD)
Status Lokalis:
Pedis dextra
Perfusion impairment grade

: ABI : tidak dapat diperiksa

Extent

: : 19cm x 6cm= 144 cm2 (14.400


mm2)

Depth

: dasar tendon skor 2

Infection

: swelling, eritema, nyeri, perabaan


hangat,

pus

(+),

leukositosis,

hypotension skor 4
: ada skor 2

Sensation impairment
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM DARAH
Jenis

11/08/2014

13/08/2014

14/08/2014

Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

6.25

6.25

7.41

MCV
MCH
MCHC
Koagulasi
PT

Kontrol
pasien

Nilai Rujukan

8.7*
26*
3.4*
17.000*
499.000*

10.5*
31*
3.9*
14.500*
414.000*

12 16g/dL
37 47%
4.3 6.0juta/uL
4.800 10.800/uL
150.000

79
26
34

81
27
34

10.8

10.8

11.1

Detik

11.3

11.3

12.8*

9.3-11.8

32.2

32.2

32.5

Detik

29.8*
7290*

29.8*
7290*

41.4

31-47
< 550 ng/mL

400.000/uL
80 96 fL
27 32 pg
32 36 g/dL

APTT

Kontrol
pasien

D-Dimer
Imunoserologi
Procalcitonin

0.31ng/ml

< 0.5 ng/mL :


normal/atau
kemungkinan infeksi
local
0.5 - <2 ng/mL :
kemungkinan sepsis,
harus diinterpretasikan
dengan riwayat pasien.
Disarankan periksa ulang

(6-24jam)
>2 ng/mL : resiko tinggi
sepsis (Infeksi sistemik)
(Metode ELFA)

Kimia Klinik
Albumin
2.8*
GDS
45**
Natrium
130*
Cl
100
PEMERIKSAAN KULTUR

2.8*

3.5-5.0 g/dL
< 140 mg/dL
135-147 mmol/L
95-105 mmol/L

A. Kultur Pus dan Resistensi (07/08/2014)


Didapatkan infeksi Batang Gram Negatif
Pseudomonas aeruginosa
Antibiotik Sensitif : Amikasin, Ciprofloxacin,
Cefpirom,

Cefepim,

Doxycycline,

Gentamycin,

Cefotaxim,
Imipenem,

Kanamycin, Ceftazidim, Meropenem, Piperacilin/Tazobactam,


Aztreonam,

Netilmicyn,

Tobramycin,

Ceftizoximedan

Lefofloxacin.
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PEDIS DEXTRA PROYEKSI AP DAN
OBLIK
Hasil sebagai berikut :
-

Kedudukan tulang-tulang
Tak tampak destruksi, subluksasi
Tak tampak fraktur, lesi litik atau blastik
Tampak emfisema subkutis
Tak tampak adanya reaksi periosteal

Kesan :

Emfisema subkutis pada region pedis dextra


Tak tampak tanda osteomielitis

FOTO ULKUS DAN GANGREN PEDIS DEXTRA

Gambar 1. Luka pertama berupa lenting di kelingking kaki kanan

Gambar 2. Ulkus diobati dengan obat herbal

Gambar 3. Ulkus dan gangren

10

Gambar 4. Ulkus dan gangrenpada telapak kaki medial

Gambar 5. Ulkus dan gangrene digiti 2,3,5 pada punggung kaki kanan

Gambar 6. Ulkus dan gangren pada telapak kaki kanan

Gambar 7. Luka saat dibersihkan pada telapak kaki kanan


E. RINGKASAN MASALAH
Luka pada kelingking kanan sejak 1 bulan SMRS. Beberapa hari kemudian
timbul lenting pada kelingkingnya. Lenting meluas ke jari tengah dan telunjuk
kaki kanan hingga ke pergelangan kaki atas, luka kemudian menjadi hitam,
bernanah, dan berbau. Pasien mengaku berobat ke klinik dan diberi obat gula.
Pasien pernah melakukan perawatan luka ke klinik kaki diabetic sebanyak dua
kali, namun tidak membaik, lalu pasien dirujuk ke rumah sakit. Pasien demam

11

sejak awal muncul lenting. Pasien tidak nafsu makan sejak 1 minggu SMRS, perut
terasa kembung. Pasien mengetahui sakit gula dari tahun 1998, karena
mengeluhkan pangkal kakinya terasa tegang. Diberikan obat glikos dan fiban.
Pasien tidak rutin minum obat dan kontrol. Mata kanan pasien mengalami
gangguan penglihatan. Tidak ada riwayat sesak saat berjalan, nyeri dada,
pendengaran yang kurang, bengkak pada tangan dan kaki. Tidak ada alergi obat.
Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, keadaan umum sakit sedang,
Tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 104x/menit, laju pernafasan 20x/menit, suhu
37.2 C, penglihatan mata sebelah kanan terganggu paru dan jantung dalam batas
normal, ulkus gangrene pedis dextra. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
radiografi pedis dextra dengan hasil emfisema subkutis pada region pedis dextra
dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda osteomielitis.
F. DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Ulkus DM pedis dextra, Gangrene DM digiti 2,3,5 pedis dextra


Acute Limb Ischemic pedis dextra
DM Tipe II, normoweight, riwayat hipoglikemi
Dispepsi intake sulit
Hipoalbumin

G. PENGKAJIAN
1. Ulkus DM pedis dextra, Gangrene DM digiti 2,3,5 pedis dextra

Anamnesis
Luka di kaki kanan yang menjadi hitam, bernanah, dan berbau.
Riwayat penyakit DM sejak tahun 1998.
Pemeriksaan fisik
terdapat ulkus pada kaki kanan di telapak kaki, jari kaki sampai ke
punggung kaki serta pergelangan kaki bagian dalam, pus (+/-), kemerahan
(+/-), nyeri (+/-), gangren (+/-).

Status Lokalis:
Pedis dextra
Perfusion impairment grade

: ABI : tidak dapat diperiksa

12

: : 19cm x 6cm= 144 cm2 (14.400

Extent

mm2)
Depth

: dasar tendon skor 2

Infection

: swelling, eritema, nyeri, perabaan


hangat,

pus

(+),

leukositosis,

hypotension skor 4
Sensation impairment

: ada skor 2

Rencana Terapi
Cefepime 2x1gram
Metronidazole 3x500 mg
Debridement
Konsultasi dengan spesialis bedah dan rehab medik

2.

Acute Limb Ischemic pedis dextra

Anamnesis
Luka yang menghitam dari jari tengah ke jari telunjuk kaki kanan
dalam waktu kurang dari seminggu.
Pemeriksaan fisik
Gangren digiti 2,3,5 pedis dextra
Rencana Diagnosis
USG Dopller
Rencana Terapi
Konsultasi dengan spesialis bedah untuk amputasi

3.

DM Tipe II, normoweight, riwayat hipoglikemi

Anamnesis

Riwayat Diabetes Melitus sejak tahun 1998 tidak rutin minum obat dan
periksa gula darah, BB 60 TB 162 (IMT: 22.9) normoweight.. Gejala
klasik DM seperti sering haus, sering buang air kecil terutama saat malam
hari, cepat lelah dan mengantuk. Riwayat keluarga pasien yang juga
menderita Diabetes Melitus yaitu sepupu pasien.

Pemeriksaan fisik

Konjungtiva terlihat anemis

Pemeriksaan labolatorium
-

GDS 275 mg/dl

Rencana diagnosis: DPL, HbA1c, profil lipid, asam urat, cek kurva
gula darah harian

13

Terapi:
Novorapid 3x10 IU
Lantus 1x10 IU
Diet 1500 kkal (Berat Badan Ideal : 55.8 kg)

4. Dispepsi intake sulit

Anamnesis
Pasien tidak nafsu makan, dan hanya mau makan beberapa sendok
saja, perut terasa kembung.
Pemeriksaan fisik
Nyeri tekan epigastrium (+)
Rencana Terapi
OMZ 1x40 g
Ondansentron 3x4mg

5. Hipoalbumin

Pemeriksaan laboratorium :
Albumin : 2.8
Rencana Diagnosis :
Pemeriksaan kimia klinik
Terapi :
Tranfusi albumin 20% 100cc

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia
Quo ad sanastionam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam

14

I. FOLLOW UP
15/08/2014

18/08/2014

S: kaki kanan masih sakit, kurang nafsu S: pasien mengeluh badan masih
makan, perut agak kembung, hanya lemas
O: CM
mau makan sayur saja, BAB kurang.
TD 130/80mmHg, HR 88 x/m, RR 20
O: CM
TD 120/70mmHg, HR 100 x/m, RR 22 x/m, S 36oC
Mata: CA -/-, SI -/x/m, S 36,5oC
Thorax: BJ I/II regular, murmur (-)
Mata: CA -/-, SI -/Thorax: BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-,
gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-.
Abd: Datar, supel, BU dbn, nyeri
wheezing -/-.
Abd: Datar, supel, BU dbn, nyeri epigastrium tidak ada
Ext: akral hangat, terdapat luka postepigastrium tidak ada
Ext: Ulkus dan gangrene pada pedis amputasi di pedis dextra
GDS: 114, 140, 94, 167
dextra
A:
GDS: Jam 6.30 = 435, 7.30 = 315, 8.30
1.
Acute Limb Ischemic
= 313, 9.30 = 299, 10.30 = 260 , 11.30
pedis dextra post amputasi
= 219 , 12.30 = 165
2.
DM
Tipe
II,
A:
normoweight,
riwayat
1. Ulkus DM pedis dextra, gangren
hipoglikemi
DM digiti 2,3,5 pedis dextra
3.
Dispepsi intake sulit
2. Acute Limb Ischemic pedis dextra
4.
Hipoalbumin perbaikan
3. DM Tipe II, normoweight, riwayat
P: PCT, laktat, DPL, diff.count,
hipoglikemi
ureum/creatinin,
SGOT/SGPT,
4. Dispepsi intake sulit
5. Hipoalbumin
PT/APTT, DPL + diff.count, hasil
P: DPL, diff.count, ureum/creatinin,
USG doppler
SGOT/SGPT, PT/APTT, procalcitonin. Th/
Th/
IVFD NaCl 0.9% 500cc/8jam
IVFD Dextrose 5% 500cc/8jam
Diet DM lunak 1500 kkal/hari, protein
Puasa
1 g/kgBB
Cefepime 2x1gram
Cefepime 2x1gram
Metronidazole 3x500 mg
Metronidazole 3x500 mg
OMZ 1x40 g
OMZ 1x40 mg
Ondansentron 3x4mg
Ondansentron 3x4mg
Tranfusi albumin 20% 100cc
Tranfusi albumin 20% 100cc
Novorapid 3x10 IU
Novorapid 3x10 IU
Lantus 1x10

15

Konsul Rehab Medik

19/08/2014

20/08/2014

S: mual, makan hanya sedikit, tidak S: tidak demam, mual


O: CM
demam, belum bisa BAB
TD 130/80mmHg, HR 100 x/m, RR
O: CM
TD 140/80mmHg, HR 100 x/m, RR 20 18 x/m, S 36.5oC
Mata: CA -/-, SI -/x/m, S 37oC
Lehet : JVP 5 -2 mmH2O
Mata: CA -/-, SI -/Thorax: BJ I/II regular, murmur (-)
Thorax: BJ I/II regular, murmur (-)
gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-,
gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-,
wheezing -/-.
wheezing -/-.
Abd: Datar, supel, BU dbn, nyeri
Abd: Datar, supel, BU dbn, nyeri
epigastrium tidak ada
epigastrium tidak ada
Ext: akral hangat, terdapat luka postExt: akral hangat, terdapat luka postamputasi di pedis dextra dalam
amputasi di pedis dextra
GDS: 130, 192, 202
keadaan baik
A:
GDS: 102
1.
Acute Limb Ischemic A:
1.
DM
Tipe
II,
pedis dextra post amputasi
2.
DM
Tipe
II,
normoweight,
riwayat
normoweight, riwayat hipoglikemi
3.
Dispepsi intake sulit
4.
Hipoalbumin perbaikan
5.
Konstipasi
P: PCT, laktat, DPL, diff.count,
ureum/creatinin,

hipoglikemi
2.

Acute Limb Ischemic

pedis dextra post amputasi


3.
Dispepsi intake sulit
4.
Hipoalbumin

SGOT/SGPT,

perbaikan (2.9)
PT/APTT, DPL + diff.count, hasil USG 5.
Konstipasi
P:
Hasil
USG
doppler

Doppler,

16

Th/
ureum/creatinin,
elektrolit,
IVFD NaCl 0.9% 500cc/8jam
SGOT/SGPT, PT/APTT, DPL +
Diet DM lunak 1500 kkal/hari, protein
diff.count.
1 g/kgBB
Th/
Cefepime 2x1gram
IVFD NaCl 0.9% 500cc/8jam
Metronidazole 3x500 mg
Diet DM lunak 1500 kkal/hari, protein
OMZ 1x40 mg
Ondansentron 3x4mg
1 g/kgBB
Laxadin 3 x IC
Ceftriaxone 1x2 gram
Novorapid 3x10 IU
OMZ 2x20 mg PO
Lantus 1x10 IU
Domperidone 3x10 mg PO
Miring kanan dan kiri, mobilisasi
Ondansentron 3x8mg
Konsul Rehab Medik
Laxadin 3 x IC
Novorapid 3x10 IU
Lantus 1x10 IU
Miring kanan dan kiri, mobilisasi
Konsul Rehab Medik
21/08/2014
S: tidak ada keluhan
O: CM
TD 130/85mmHg, HR 100 x/m, RR 18
x/m, S 36.6oC
Mata: CA -/-, SI -/Thorax: BJ I/II regular, murmur (-)
gallop (-), SN vesikuler, rhonchi -/-,
wheezing -/-.
Abd: Datar, supel, BU dbn, nyeri
epigastrium tidak ada
Ext: akral hangat, terdapat luka postamputasi di pedis dextra
GDS: 135
A:
1. DM Tipe II, normoweight
2.
Acute Limb Ischemic
pedis dextra post amputasi
3.
Dispepsi perbaikan
P:Rencana rawat jalan
Th/
Cefepime 2x1gram
Domperidone 3x10 mg PO
Novorapid 3x10 IU

17

Lantus 1x10
Edukasi insulin, kaki
Kontrol penyakit dalam dan orthopedi

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemi yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.4

18

B. Klasfikasi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010 diabetes melitus
dibagi menjadi 4 berdasarkan etiologinya yakni; diabetes melitus tipe 1 (DMT1)
karena defisiensi insulin absolut, diabetes melitus tipe 2 (DMT2) karena resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampaiyang dominan defek sekresi insulin
dan/atau resistensi insulin, diabetes melitus gestasional pada saat kehamilan dan
diabetes melitus tipe lain yang disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati,
penggunaan obat atau zat kimia, infeksi maupun kelainan imunologi.3

C. Diagnosis Diabetes Melitus


Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti dibawah ini :
-

Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemas dan berat

badan yang menurun.


Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal,
mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada
pasien wanita.

19

Gambar 3.1 Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.


D. Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka atau luka yang paling sering terjadi
pada bagian bawah kaki, terjadi pada sekitar 15% pasien dengan diabetes.5
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita
diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari
keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari
yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi. Dari beberapa penelitian
di Indonesia, angka kematian akibat ulkus atau gangren berkisar 17-23%
sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%.1,6
1. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,

20

yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan


pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.4

Gambar 3.2 Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik


2. Klasifikasi
Penggunaan

klasifikasi

kaki

ini

bertujuan

mempermudah

pengelolaan kaki yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sebagai


contoh, klasifikasi Frykberg dapat digunakan untuk penapisan pada
penyandang DM di pelayanan rawatalan. Sedangkan pada rawat inap,
klasifikasi Wagner dan dilengkapi dengan klasifikasi PEDIS sangat
membantu selain untuk rencana pengelolaan, juga untuk pemantauan
perkembangan dalam perawatan.

Klasifikasi PEDIS
Tabel 2.1. Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot
2003.4

21

Impaired Perfusion

1 = None
2 = PAD + but no critical
3 = Critical limb ischemia
1 = Superficial full thickness, not deeper than
dermis
2 = Deep ulcer, below dermis, involving

Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth

subcutaneous structures, fascia, muscle or


tendon
3 = All subsequent layer of the foot involved
including bone and or joint
1 = No symptoms or signs of infection
2 = Infection of skin and subcutaneous tissue
only
3 = Erytheme > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s). No systemic sign(s)

Infection

of inflammatory response
4 = Infection with systemic manifestation: fever,
leukocytosis,
Impaired Sensation

shift

to

the

left,

metabolic

instability, hypotension, azotemia


1 = Absent
2 = Present

Sumber: Waspadji S. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009 Hal.1966

Klasifikasi Wagner
Tabel 2.2. Klasifikasi Wagner (Klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai).4

0 = Kulit intak atau utuh


1 = Tukak superfisial
2 = Tukak dalam (sampai tendon, tulang)
3 = Tukak dalam dengan infeksi
4 = Tukak dengan gangrene pada 1-2 jari kaki
5 = Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki
Sumber: Waspadji S. Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009 . Hal1966
Tabel 2.3. Klasifikasi Texas4

Stadiu
m
A

Tingkat
0
Tanpa

1
tukak Luka

Luka sampai Luka sampai

22

atau
tukak,

pasca superfisial,
kulit tidak

intak/utuh

sampai tendon atau tulang

tendon

atau kapsul sendi

atau

kapsul sendi

tulang
kapsul sendi
B
Dengan infeksi
C
Dengan iskemia
D
Dengan infeksi dan iskemia
Sumber: Waspadji S. Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009 . Hal1966

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua


pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil
penelitian dari berbagai tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS
akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular, infeksi
atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih
baik. Misalnya suatu ulkus gangrene dengan critical limb ischemia (P3)
tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki
keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol
(I4), tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor
mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi untuk
mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.7
3. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus
penutupan luka. Penatalaksanaan

ulkus

diabetes

diabetikum
secara

garis

adalah
besar

ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi.


Dasar dari perawatan ulkus diabetikum meliputi 3 hal yaitu debridement,
offloading dan kontrol infeksi.6

Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3

23

mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran


faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp),
autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik
dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif),
sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup
(debridement non selektif).6

Surgical

debridement

merupakan

standar

baku

pada

ulkus

diabetikum dan metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang
banyak terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi
telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi
diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka
selanjutnya.
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak
jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase,
fibrinolisin-Dnase, papain-urea, streptokinase, streptodornase dan tripsin.
Agen

topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus

dengan

balutan

tertutup.

Penggunaan

agen

topikal

tersebut tidak

memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan terapi standar.


Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan untuk
memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri
terbatas.

24

Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik


pada dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada
aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah
dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik
menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika
kasa dilepaskan.
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area
telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara
yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang
paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk
menyebarkan beban pasien keluar dari area

ulkus.

Metode

ini

memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat


untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka.
Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu
ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain
membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka
baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan
Cam Walker, removable

cast

walker,

sehingga

memungkinkan

untuk

inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
Penanganan Infeksi
Ulkus diabetikum memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus
diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap.
Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema,
nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.

25

Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The


Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori,
yaitu:

Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm

Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm

Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Pasien dalam laporan kasus kali ini sudah terjadi infeksi sistemik, sehingga
masuk dalam kategori infeksi berat. Infeksi akibat kaki diabetik yang dialami
pasien sampai mengakibatkan pasien dalam keadaan sepsis.
Patogen penyebab infeksi kaki diabetik adalah polimikrobial. Patogen
tersebut antara lain bakteri Gram negatif, bakteri Gram positif, maupun jamur.
Tabel 2.4. Patogen penyebab infeksi kaki diabetik8,9
No.

Fungi

Bakteri Gram negatif

Bakteri Gram

Candida spp

Pseudomonas

positif
Staphylococcus

Tricosporon spp

aeruginosa
Escherichia coli

aureus
-hemolytic
streptococci
MRSA
Enterococcus

3
4

Trichophyton spp
Aspergillus spp

Klebsillea pneumoniae
Proteus mirabilis

5
6
7

Fusarium spp
Penicillium spp
Basidiobolus

Enterobacter spp

faecalis

ranarum
Pasien dalam laporan kasus ini telah di kultur. Kultur diambil dari pus pada
tanggal 7 Agustus 2014, 1 hari setelah pasien masuk RSPAD. Hasil kultur
didapatkan infeksi Batang Gram Negatif yaitu Pseudomonas aeruginosa. Hasil ini
sesuai dengan tabel di atas, yaitu penyebab tersering infeksi kaki diabetik pada
bakteri Gram negatif adalah Pseudomonas aeruginosa.
Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kultur bakteri dan
kemampuan toksistas antibiotika tersebut.6 Antibiotik untuk mengobati kaki
diabetik sebelum ada hasil kultur, adalah pemberian antibiotik Triple Blind
Therapy :

Untuk bakteri Gram negatif : golongan quinolon ciprofloxacin

26

Untuk bakteri Gram positif : golongan cephalosporin


Untuk bakteri Anaerob : Metronidazole

Tabel 2.5. Pedoman memilih rejimen antibiotik untuk terapi empirik infeksi kaki
diabetik1
Kuman patogen yang
Karakteristik infeksi

1. Akut, belum

paling mungkin atau


dominan sebagai
penyebab
Kokus Gram positif, aerob

Jenis Antibiotik

Dicloxacilin, oxacilin,

mendapat AB,

ampicilin/sulbactam,

prevalensi MRSA

cephalexin, atau

rendah
2. infeksi rumah sakit,

clindamycin
CA-MRSA: Clindamicyn

MRSA *)

pernah dirawat di RS

, cotrimoxazol,

atau fasilitas kesehatan,

doxycycline; HA-MRSA:

prevalensi MRSA

teicoplanin, vancomycin,

tinggi
3.Kronik, riwayat

Kokus Gram positif dan

atau linezolid
Moxifloxacin,

terapi AB sebelumnya

batang Gram negatif,

ticarcilin/clavulanate atau

dengan atau tanpa kuman

piperacillin/tazobactam;

anaerob

clindamycin plus
ciprofloxacin;
cephalosporin III atau IV
plus metronidazole;

4. Nekrosis, luka dalam

Kokus Gram positif dan

meropenem; fosfomycin
Clindamycin plus

dengan gejala/tanda

batang Gram negatif

ciprofloxacine atau

kaki iskemik dan tanda

dengan kuman anaerob

ceftazidime **);

sistemik/sepsis

clindamycin plus
cephalosporin III atau IV;
cefepime plus
metronidazole plus
linezolid #);
piperacilin/tazobactam

27

plus gentamicin atau


amikasin; meropenem.
Pasien telah diuji kultur dan antibiotik yang sensitif. Didapatkan bakteri
Pseudomonas

aeruginosa

dengan

antibiotik

yang

sensitif

Amikasin,

Ciprofloxacin, Cefotaxim, Cefpirom, Cefepim, Doxycycline, Gentamycin,


Imipenem,

Kanamycin,

Ceftazidim,

Meropenem,

Piperacilin/Tazobactam,

Aztreonam, Netilmicyn, Tobramycin, Ceftizoximedan Lefofloxacin. Penyebab


infeksi kaki diabetik adalah polimikrobial. Sehingga pada pasien ini selain
diberikan terapi definitif sesuai hasil sensitifitas antibiotik, yaitu Cefepim, juga
diberikan untuk bakteri anaerob, yaitu Metronidazole.
4. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai
lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel
target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat
meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan. Beberapa jenis balutan
telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk mencegah
infeksi

pada

ulkus

(antibiotika),

membantu

debridement

(enzim),

dan

mempercepat penyembuhan luka.16 Balutan basah-kering dengan normal salin


menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived
Growth Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF
telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil,
fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.6
Perawatan ulkus diabetik juga dapat dilakukan dengan penggunaan
Hyperbaric Oxygen Therapy (HBO). Terapi ini dapat memperlancar aliran darah
terutama didaerah mikrosirkulasi sehingga mencegah komplikasi pada organ
tubuh vital, selain itu juga dapat mengurangi edema dan mendekatkan tepi luka
sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi ini juga sudah diteliti dapat
menurunkan angka amputasi pada pasien ulkus diabetik. 6,10
5. Pilar Penatalaksanaan DM
Terdapat 4 pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus, yaitu :

28

1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.3
Edukasi perawatan kaki diabetik juga penting. Pemeriksaan kaki
setiap hari mutlak dilakukan untuk deteksi dini luka. Membersihkan kaki
dengan air bersih dan keringkan sela-sela jari kaki. Berikan pelembab pada
kulit yang kering dan gunting kuku dengan teknik yang benar. Periksa kaki
rutin ke dokter terutama bila ada luka.1
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi Nutrisi Medis (TNM)

merupakan

bagian

dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Setiap penyandang diabetes


sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan,
ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glu kosa darah
atau insulin.
Nutrisi yang baik membantu proses penyembuhan luka, menunjang
fase penyembuhan luka yang meliputi inflamasi, granulasi dan epitelisasi
(remodelling). Rekomendasi untuk pasien dengan luka adalah makan
makanan yang sehat dan seimbang dengan cukup energi dan protein.
Untuk mendapatkan perhitungan kebutuhan kalori basal, pada lakilaki, Berat Badan Ideal dikalikan dengan 30kkal sedangkan pada wanita
dikalikan 25kkal. Faktor koreksi yang dipertimbangkan adalah usia,
aktivitas, beratnya stres atau infeksi dan berat badan. Selain jumlah kkal,
perlu perhitungan khusus mengenai kebutuhan protein mengingat

29

defisiensi protein sangat berperan pada terganggunya proses penyembuhan


luka.
Untuk proses penyembuhan luka diperlukan sekitar 1.5-2g
protein/kgBB per hari. Karbohidrat, dianjurkan sebanyak 45-65% dari
kebutuhan kalori. Anjuran konsumsi lemak untuk diabetes adalah 20-25%
dari kebutuhan energi dan tidak boleh melebihi 30%. Mikronutrien seperti
vitamin C, vitamin E, selenium, copper, zinc dan beta karoten dapan
meningkatkan respons kekebalan dengan jalan mengurangi beban radaikal
bebas.Vitamin B kompleks terlibat dalam penyembuhan luka, terutama
pada penglepasan energi dari karbohidrat. Vitamin C (1-6g/hari tergantung
BB) berperan dalam sintess kolagen, pembentukan jaringan parut,
membantu penyerapan zat besi dan sebagai antioksidan. Vitamin E (400800 IU) dapat berasal dari biji bunga matahari, almond dan yogurt.
Vitamin K (1600-2000 RE) dalam penyembuhan luka berperan dalam
metabolisme kalsium dan faktor-faktor koagulasi darah. Vitamin A (5000
IU) membantu sintesis kolagen dan regenerasi sel epitel. Zinc 30-200mg
dan besi 20-30mg.1
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (34
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani pada pasien kaki diabetik
dapat berupa olahraga yang non weight bearing seperti berenang (kalau
ada luka tidak dilakukan) dan juga senam kaki. Senam kaki bertujuan
untuk memperkuat otot-otot di sekitar kaki maupun tungkai bawah serta
melenturkan sendi dan ligamen di sekitar kaki, disamping membantu
melancarkan aliran darah ke kedua kaki. Dengan makin kuat dan lenturnya
kaki, penyandang diabetes tidak mudah jatuh sehingga kemungkinan
terjadinya cedera maupun luka pada kaki dapat dihindari. Bila terjadi luka
penyembuhan akan terjadi lebih cepat sebab aliran darah kedua kaki cukup
baik.1,3
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.

30

6. Prognosis
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita
ulkus pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi
setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama
amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi
kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun
ke depan.6
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan
resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit
mikrovaskuler

dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita

diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik,


angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.6

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI, 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta, PB


PERKENI.
2. PERKENI, 2007. Naskah Lengkap Kursus Manajemen Holistik Kaki
Diabetik. Jakarta, PB PERKENI
3. PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, PB PERKENI.
4. Waspadji S. 2009. Kaki Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
Edisi ke V. Jakarta, Interna Publishing; 2009. Hal 1961-66.
5. California

Podiatric

Medical

Association

Diabetic

Wound

Care

www.podiatrists.org/visitors/foothealth/general/diabwound
6. Hariani L, Perdanakusuma D. Perawatan Ulkus Diabetes. Diakses dari :
journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabetes.pdf
Surabaya.
7. Soegono S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
2004. Hal 17-28

31

8. Lipsky, BA, et al,. 2004. Diagnosis and Treatment of Dabetic Foot Infections.
Diakses dari : cid.oxfordjournals.org/content/39/7/885.long US
9. Nair S, et al,. 2007. Incidence of Mycotic Infections in Diabetic Foot Tissue.
Journal of Culture Collections Vol.5, p 85-89.
10. Kalani M, et al,. 2002. Hyperbaric Oxygen (HBO) Therapy in Treatment of
Diabetic Foot Ulcers. Long Term Follow-up. Journal of Diabetes and Its
Complications 16, p.153-158.

32

You might also like