You are on page 1of 13

PALMOPLANTAR PUSTULOSIS

I.

PENDAHULUAN
Palmoplantar pustulosis (PPP) merupakan dermatosis pustular kronik yang

terlokalisir hanya pada daerah telapak tangan dan telapak kaki, sangat resisten
terhadap pengobatan. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh orang dewasa dan
sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa
perempuan memiliki kecenderungan lebih banyak dibandingkan dengan pria.(1)
Palmoplantar pustulosis (Pustular Psoriasis pada Ekstremitas) pada
dasarnya adalah sebuah dermatosis bilateral dan simetrikal. Lokasi favorit adalah
tenar atau tonjolan hipotenar atau bagian tengah telapak tangan dan telapak kaki.
Bercak

dimulai

sebagai

daerah

eritematosa

yang

membentuk

pustula

intraepidermal. Pada awalnya berukuran seperti kepala peniti kemudian dapat


membesar dan bergabung membentuk kumpulan nanah. Sebagai lesi yang
berbatas tegas, permukaan licin,

krusta atau hiperkeratosis dapat bertahan.

Palmoplantar pustulosis sangat terkait dengan gangguan tiroid dan riwayat


merokok. obat-obatan, seperti lithium, yang memperburuk psoriasis, juga telah
dilaporkan untuk menginduksi palmoplantar pustular psoriasis.(2)
Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam,
menetap di atas kulit yang eritematosa dan disertai gatal. Secara histologi,
palmoplantar pustulosis memiliki karakteristik yang khas yaitu vesikel yang
berada pada intraepidural berisi neutrofil.(3,4)
Seperti pengobatan untuk psoriasis pustulosis, tidak ada obat spesifik yang
dapat diberikan untuk meremisi penyakit ini dalam waktu lama. Pemberian steroid
yang

potensial

maupun

super

potensial

berguna

dalam

menghambat

pembentukkan pustula. PUVA diberikan pada palmoplantar pustulosis untuk


mencegah pecahnya pustula yang baru terbentuk dan dapat digunakan untuk
waktu yang lama. Keadaan penderita mengalami perbaikan selama obat terus
diberikan dan gejala akan muncul kembali bila obat dihentikan.(4)

II.

EPIDEMIOLOGI
Palmoplantar pustulosis memiliki distribusi yang cukup luas di dunia,

namun sulit untuk dipastikan seberapa banyak penderitanya mengingat penyakit


ini sangat jarang ditemukkan. Sekitar 2% populasi manusia di dunia menderita
psoriasis palmoplantar pustulosis dimana puncak insidensnya terjadi pada usia 2060 tahun dan perempuan cenderung ditemukan lebih banyak pada usia muda.
Perbandingan perempua dan laki-laki 3:1. Bentuk klinis seperti palmoplantar
pustulosis terjadi pada lebih 20% kasus psoriasis dan sering dihubungkan dengan
kelainan genetik dan pencetus dari luar seperti merokok, kegemukan dan
konsumsi alkohol.(4,5)
Sejumlah referensi mengatakan bahwa pengobatan psoriasis menggunakan
antagonis Tumor Necrosis Factor- (TNF-) dapat memicu munculnya
palmoplantar pustulosis, hal ini tegaskan dengan laporan meningkatnya kasus
palmoplantar putulosis yang terjadi di antara kasus psoriasis yang menggunakan
TNF- sebagai pengobatannya.(6)
III.

ETIOLOGI

A. Faktor Genetik
Faktor genetik memberikan peranan munculnya psoriasis. Bila orang tua
tidak menderita psoriasis, risiko mendapatkan psoriasis 12 %, sedangkan jika
salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.
Human leukocyte antigen (HLA) pada pasien Palmoplantar pustulosis (PPP) tidak
mengalami peningkatan bermakna pada beberapa psoriasis yang berkaitan dengan
alloantigen. Pada penelitian terhadap chronic plaque psiriasis, psoriasis gutata dan
PPP, terdapat 3 gen utama yaitu HLA-Cw6, HCR-WWCC, dan CDSN-5 pada
regio Psoriasis susceptibility 1 (PSORS1) yang menunjukkan hubungan kuat
ketiganya, tetapi tidak begitu bermakna untuk menjelaskan terjadinya PPP.(3,4)
B. Faktor Pencetus
Palmoplantar pustulosis (PPP) biasanya dimulai tanpa adanya pencetus
yang jelas. Fokus septik telah diketahui dapat mencetuskan PPP, tetapi
pengangkatan fokus septik tidak menyembuhkan erupsi yang terjadi. Pada survei
2

yang dilakukan di Jepang, insiden PPP berkorelasi positif dengan perokok berat
(lebih dari 20 batang rokok per hari), tonsilitis, dan faktor musim seperti
kelembapan dan suhu udara yang tinggi. 95% pasien PPP umumnya adalah
perokok.Penelitian imunologik menunjukkan bahwa terjadi respon abnormal
terhadap nikotin pada pasien PPP yang menghasilkan peradangan.(1,4)
IV.

PATOGENESIS
Gambaran

histopatologi pada palmoplantar pustulosis adalah infiltrasi

neutrofil polimorfonuklear intraepidermal yang membentuk pustula. Meskipun


mekanisme neutrofil kemotaksis terhadap epidermis tidak diketahui, akumulasi
selektif neutrofil seharusnya bisa disebabkan oleh kemo atraktan lokal neutrofil
spesifikyaitu (interleukin-8 (IL-8), C5a, platelet-activating factor, dan leukotriene
B4), lesi keratinosit mungkin memegang peran penting dalam memunculkan
mekanisme respon inflamasi neutrofil. IL-8 adalah kemo atraktan ampuh dan
aktivator untuk neutrofil, serta erbukti immunostained (antibodi yang mendeteksi
protein spesifik) dalam keratinosit dari lesi kulit PPP. Salah satu faktor lain yang
memungkinkan untuk neutrofil tarik-menarik adalah Growth Related Oncogen
(GRO- ).(7)
Selain itu, lebih atau kurangnya jumlah CD4 sel T positif yang
menginfiltrasi di bawah dan di sekitar bisul di kulit, diduga berperan penting
dengan melepaskan inflamasi sitokin. Sel T tonsil mengekspresikan Cutaneous
Lymphocyte Associated antigen (CLA) pada pasien dengan PPP yang mungkin
bermigrasi ke dalam kulit. CLA adalah reseptor homing dan CLA-positif Sel T
mengidentifikasi populasi sel T efektor memori. Infeksi bakteri mengaktifkan selsel T tonsil untuk meningkatkan ekspresi CLA dan produksi sitokin seperti IL-6,
TNF-alfa, dan interferon-g (IFN-g). Sel epitel cript tonsil dari PPP tonsil
mengeluarkan jumlah IL-6 yang banyak.(7)
Inducible co-stimulator (ICOS) diinduksi pada sel T dan dengan ligan B7
h diekspresikan dalam jaringan limfoid dan non-limfoid. Interaksi antara ICOS
dan B7 h seharusnya untuk memutar salah satu jalur penting dalam inflamasi dan
proses imun. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ekspresi ICOS lebih tinggi

dalam jaringan tonsil serta lesi kulit di PPP. Data ini menunjukkan bahwa sel T
tonsil diaktifkan oleh infeksi yang bermigrasi ke dalam kulit membentuk lesi kulit
melalui sejumlah sitokin inflamasi di PPP.(7)
Produk dari bakteri merangsang peningkatan produksi IL-23 yang memicu
sel-sel T untuk menghasilkan IL-17. IL-17 membantu migrasi netrofil melalui
pelepasan kemokin CXC. Jalur inflamasi IL-23/IL-17 baru-baru ini diduga
menjadi pusat untuk jenis inflamasi dan pustular psoriasis dan mungkin penting
juga pada PPP.(7)
Merokok dapat menyebabkan vasokonstriksi atau perubahan fungsional
dan morfologi dalam leukosit polimorfonuklear. Nikotin bertindak sebagai agonis
pada reseptor asetilkolin nikotin dan dapat mempengaruhi fungsi seluler. Reseptor
ekspresi asetilkolin dan nikotin disajikan dalam kelenjar ekrin, duktus dan
endotelium di kulit yang polanya diubah oleh merokok. Empat puluh dua persen
dari pasien dengan PPP memiliki antibodi terhadap reseptor asetilkolin nikotin
dalam serum tersebut.(7)
V.

MANIFESTASI KLINIS
Palmoplantar pustulosis (PPP)

merupakan penyakit yang banyak

ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak. PPP biasanya dimulai
pada dekade ke 4 atau ke 5 kehidupan, meskipun kadang mulai lebih cepat.
Penyakit ini muncul dalam bentuk satu atau beberapa papul yang terlihat jelas
berdiameter 2-4 mm. Pustul tersebut biasa cepat bertambah jumlahnya dalam
beberapa jam pada telapak kaki ataupun telapak tangan.(1,4)

Gambar 1.A dan B. Kumpulan pustul yang muncul pada kulit eritematosa di telapak kaki dan
telapak tangan. Keduanya tersebar secara simetris.4

PPP memiliki satu atau lebih lesi yang berbatas tegas. Pada tangan, lesi
pustul lebih banyak muncul pada daerah tenar dibandingkan bagian tengah telapak
tangan dan jari. Pada kaki, lesi banyak muncul pada daerah medial atau lateral
serta tumit. Lesi pada jari kaki jarang ditemukan. Lesi biasanya bersifat simetris di
kedua tangan atau kaki tetapi terkadang terbentuk lesi soliter yang bertahan
selama bermiggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lesi yang lain muncul.(1)
Penyebaran papul simetris dikedua tangan tetapi unilateral. Lesi tunggal
dikelilingi oleh kulit yang eritematosa berbentuk cincin.Terbentuknya pustul yang
baru tergantung pada daerah lesi pertama terbentuk dan dalam waktu yang
bervariasi.(4)
Pustul yang baru terbentuk berwarna kuning dan semakin lama akan
berubah menjadi warna coklat tua dan kering. Perubahan warna tersebut
menandakan perawatan PPP yang tidak baik. Pustul yang telah mengering akan
menghilang dalam 8-10 hari. Rasa gatal tidak dialami oleh semua pasien PPP,
kebanyakan dari mereka mengeluhkan rasa seperti terbakar dan tidak nyaman
pada daerah lesi.(4)

Gambar 2. C dan D : Lesi dapat menyebar didaerah sekitar tempat predileksi yaitu sekitar
persendian. Dalam beberapa hari setelah terbentuk pustul, lesi kering dan menjadi rata dengan
warna kecoklatan. Biasanya diikuti dengan terbentuknya eksematosa. 4

Gambar 3. Palmoplantar pustulosis. Pustul pada berbagai tahap perkembangan. 1

Tidak ditemukan gejala lain pada pasien selain gatal dan sensasi terbakar
pada lesi. Meskipun demikian, pada erupsi yang berat, muncul rasa nyeri sehingga
tidak mampu berdiri, berjalan atau bekerja seperti biasa sehingga menurunkan
kualitas hidup. Saat remisi terjadi, lebih banyak lagi pustul yang terbentuk, tetapi
kulit tetap eritematosa dan hiperkeratotik, serta eksema. Remisi berlangsung
dalam hitungan hari, minggu, atau bulan hingga pustul muncul kembali.(4)

VI.

DIAGNOSIS
6

Palmoplantar pustulosis mempunyai gambaran yang berbeda. Untuk


mendiagnosis PPP perlu didapatkan informasi mengenai perjalanan penyakit,
karakteristik morfologi dari kelainan kulit dan tempat predileksi. Penyakit ini
harus dapat dibedakan dengan dermatitis eksematosa dimana pustul yang timbul
merupakan akibat dari infeksi sekunder. Pada kondisi tersebut, onset berlangsung
akut, tetapi vesikel jernih dengan berbagai ukuran sudah tersebar pada daerah
telapak tangan, telapak kaki dan sela-sela jari.(4)
Variasi pustul dari tinea ataupun scabies yang terjadi pada daerah telapak
tangan dan telapak kaki dapat memberi gambaran yang mirip dengan PPP. Oleh
karena itu perlu dilakukan kultur bakteri dari pustul, pemeriksaan hifa ataupun
kutu agar dapat membedakannya dari PPP.(4)
Pada pemeriksaan histologi, dapat ditemukan kavitas di intraepidermal
yang dikelilingi leukosit polymorphonuclear (PMN). Ditemukan juga infiltrasi
eosinofil dan sel mast yang meningkat pada biopsi lesi kulit PPP.(4)

Gambar 4 : Gambaran histologi PPP, terdapat pustul berbentuk spons infiltrat leukosit yang
moderat.4

Lesi pada PPP steril, sehingga mungkin ditemukan peningkatan jumlah sel
darah putih pada pemeriksaan darah rutin, tetapi pemeriksaan laboratorium
lainnya biasa normal. Pada pasien dengan pemicu infeksi, maka parameter
laboratorium yang berasosiasi dengan infeksi seperti protein C- reaktif dapat
meningkat. Peningkatan kadar anti-gliadin antibodi dapat juga ditemukan.(4)
VII.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini bisa dibedakan dari tinea manum, dermatitis kontak, dan
pompholix. (8)
1. Tinea Manum
Tinea manum adalah dermatopitosis yang kronik pada tangan.
Biasanya terjadi secara unilateral, kebanyakan pada tangan yang
dominan (tangan yang sering digunakan). (9)
Lesi kulit pada tinea manum yaitu berupa plak skuama yang
berbatas tegas, hyperkeratosis, dan skuama yang terbatas pada lipatan
tangan dan celah tangan. Lesi dapat meluas ke punggung tangan
dengan papul folikular, nodul, pustule dengan polikulitis dermatopik.
(9)

Gambar 5. Tinea Manum. Eritema dan skuama pada tangan kanan (9)

2. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)


Dermatitis kontak alergi adalah

penyakit

didefinisikan sebagai inflamasi T cell-mediated.

sistemik

yang

Sebuah dermatitis

dengan lesi berupa papula, vesikel, pruritus. (10)


Gambaran lesi kulit pada DKA bergantung pada tingkat keparahan,
lokasi dan durasi. Pada tipe akut, terdapat eritema dan edema yang
berbatas tegas, vesikel non-umbilicated, dan/ atau papula. Pada tipe
subakut, terdapat plak eritema subakut yang menunjukkan plak kecil,
skuama kering, kadang-kadang dikaitkan dengan plak kecil, merah,
atau bulat, papula yang tegas. Pada tipe kronik, terdapat plak

likenifikasi (penebalan pada epidermis), skuama dengan bentuk satelit,


kecil, tegas, bulat atau papula datar di atasnya, ekskoriasi, eritema, dan
pigmentasi. (10)

Gambar 6. Dermatitis kontak alergi pada tangan : Papul, vesikel, erosi dan krusta
pada punggung tangan kiri pada pekerja konstruksi yang alergi terhadap kromat (10)

3. Pompholix (Dyshidrotic Eczematous Dermatitis)


Pompholix adalah bentuk dermatitis pada telapak tangan dan
telapak kaki di mana cairan edema terakumulasi dan

membentuk

vesikel atau bula. Ketika pompholix terjadi di telapak tangan, hal itu
dapat disebut cheiropompholyx, dan ketika terjadi pada telapak kaki
disebut podopompholyx. (11)
Pompholix adalah sebuah dermatitis akut, kronik, atau yang
berulang pada jari-jari, telapak tangan dan telapak kaki, onsetnya tibatiba dengan pruritus dan vesikel yang bersih seperti tapioka, lesi
kulit berupa bulla yang besar dan dapat terjadi infeksi bakteri, skuama
dan likenifikasi. (10)

Gambar 7. Dyshidrotic Eczematous Dermatitis. vesikel tapioca-like dan krusta (ekskoriasi)


erosi pada punggung jari. (10)

VIII.

PENATALAKSANAAN
Palmoplantar pustulosis sangat sulit diobati dan semua pengobatan yang

dilaporkan mempunyai tingkat kekambuhan yang tinggi. Penatalaksanaan PPP


yang digunakaan saat ini adalah:(4)

Lini pertama : Topikal = Calcipotriol poten dan superpoten


: Fisik = Bath-psoralen dan sinar UV selama 4 minggu
: Sistemik = Acitretin 0,5 mg/kgBB/hari
Lini Kedua : Topikal = Anthralin sekali sehari, Tazarotene
: Sistemik = Methotrexate 10-25 mg/minggu
Siklosporin 3-5 mg/KgBB/dosis
Asam fumarat ester , maksimal 720 mg/hari
Lini ketiga
: Sistemik = Efalizumab 1 mg/kgBB/minggu

Fototerapi
Fototerapi merupakan terapi konvensional tanpa steroid untuk mengobati
Palmplantar pustulosis. Pada kasus psoriasis yang terjadi di daerah telapak tangan
dan kaki, biasa digunakan terapi sinar Psoralen and Ultraviolet A (PUVA) topikal.
Fototerapi dengan PUVA menggunakan meladinin lotion 0,3% dan diberi radiasi
UVA selama satu jam.(12)

10

Data dari beberapa literatur yang menambahkan calcipotriol topikal pada


PUVA meningkatkan efektivitas dari fototerapi. Kortikosteroid topikal yang
dikombinaskan dengan PUVA dapat menurunkan dosis radiasi UV yang
digunakan meskipun eksaserbasi setelah terapi masih biasa ditemukan.(12)
Terapi dengan Alitretionin
Alitretionin telah dilaporkan mempunyai efek menekan respon inflamasi
yang kuat terhadap berbagai jenis sel, termasuk keratinosit, fibroblast, sel mast,
sel dendritik dan sel T. Pada sebuah literatur ditemukan penelitian tentang
pengobatan pasien PPP dengan menggunakan alitretionin 30mg/hari selama 12
minggu, dimana pasien pasien tidak menggunakan lagi terapi topikal seperti
analog vitamin D dan steroid dalam 8 minggu.(13)
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan terjadi perbaikan klinis 60-90%
pada pasien tersebut. Perbaikan keadaan klinis tersebut berkorelasi dengan
penurunan sel mediator inflamasi yang signifikan seperti neutrofil, makrofag dan
sel dendritik pada lesi kulit yang diamati secara histopatologi.(13)

Gambar 8 : Perubahan keadaan klinis pada pasien PP yang diterapi dengan Alitretionin.13

IX.

PROGNOSIS

11

Penyakit ini cenderung kronis dengan remisi sampai beberapa bulan.


Kasus yang paling sering menunjukkan remisi berlangsung selama 5 sampai 10
tahun. Kebanyakan pasien (75%) dengan palmoplantar pustulosis terus memiliki
lesi pustular 5 tahun pertama. Berbagai macam pengobatan, termasuk PUVA,
etretinate, methotrexat, dan cyclosporine, telah digunakan untuk penyakit ini,
meskipun efek samping dari obat-obat membatasi penggunaannya dan sering
menyebabkan penyakit ini relaps lebih cepat.(14)

DAFTAR PUSTAKA
1. Griffiths CEM, Barker JNWN. Psoriasis. In : Burns T, Stephen B, Neil C,
Christopher G,

editor. Rooks Textbook of Dermatology. 8th ed. London.

Blackwell Scientific; 2010. p. 20.44-6


2. James WD, Berger TG, Elston DM. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis,
Recalcitrant Palmoplantar Eruptions. In: James WD, Berger TG, Elston DM,
editors. Andrews diseases of the skin clinical dermatology. Tenth ed. USA:
Elsevier; 2006. p. 204.
3. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. p. 189-95.
4. Mrowietz, Ulrich. Pustular Eruptions of Palms and Soles. In : Wolff KG,LA.
Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine. 8thed: McGraw Hill; 2012. p. 380-6.
12

5. Peter CM, Joost S. Papulosquamous and Eczematous dermatoses. In :


Bolognia JL, et al. Dermatology 2nded: Elsevier Science Health Science
Division; 2008.p. 125-50.
6. Smith CH, et al. British Association of Dermatologists guidelines for
biologic intervention for psoriasis 2009. Br.J. Dermatol. 2009; 161.987-1097
7. Yamamoto T. Extra-Palmoplantar Lesions Associated With Palmoplantar
Pustulosis. JEADV. 2009:1227-32.
8. Shimizu H. Pustular Diseases. Shimizu's Textbook of Dermatology. Jepang:
Hokkaido University Press; 2007. p. 225- 6.
9. Wolff K, Johnson AR. Fungal Infections of the Skin and Hair. Fitzpatricks
Color Atlas and Synopsis of Clinial Dermatology 6 th ed. New York: McGrawHill Inc; 2009. p.701-3
10. Wolff K, Johnson AR. Eczema/Dermatitis. Fitzpatricks Color Atlas and
Synopsis of Clinial Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2009.
p.26-9, 45
11. Holden CA, Berth J. Eczema, Lichenification, Prurigo, Erythroderma. In :
Burns T, Stephen B, Neil C, Christopher G,

editor. Rooks Textbook of

Dermatology. 8th ed. London. Blackwell Scientific; 2010. p. 17.22-4


12. Tsankov N, Meymandi S, Grozdev I, Shafiei H. Palmoplantar Psoriasis:
Treatment with Calcipotriol and Local UVA Radiation Compared with Local.
J Laser Med Sci. 2011; 2(1):1-5.
13. Irla N, Navarini A, Yawalkar N. Alitretionin abrogates innate inflammation in
palmoplantar pustular psoriasis. Br. J. Dermatol; 2012. 1-5.
14. Wong SS, Tan KC, Goh CL. Long-Term Colchicine for Recalcitrant
PalmoplantarPustulosis: Treatment Outcome in 3 Patients. Singapore
National Skin Centre. 2001:216-8.

13

You might also like