Professional Documents
Culture Documents
NIM
: 030.08.269
I.
IDENTITAS
PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan
Tanda tangan:
: By. A
: 40 hari (22 Juli 2014)
: Laki-laki
: Kompleks TWP TNI AL, Chiangsana, Bogor
: Indonesia
: Islam
:-
ORANG TUA/WALI
AYAH
Nama
: Tn. D
Umur
: 43 Tahun
Suku Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Kompleks TWP TNI AL, Chiangsana, Bogor
Gaji
: 6.000.000/bulan
Agama
: Islam
Pendidikan
: D3
Pekerjaan
: TNI (Mayor)
IBU
Nama
: Ny. K
Umur
: 39 Tahun
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan orang tua: anak kandung
II.
ANAMNESIS
Alloanamnesis pada ibu pasien pada 1 September 2014, pukul 16.00 WIB.
1
KELUHAN UTAMA
Seluruh tubuh kuning sejak sebulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
KELUHAN TAMBAHAN
Panas naik turun sejak sehari SMRS, lemas.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
By. A, usia 40 hari dengan berat badan 3100 gram datang ke RSAL Dr.
Mintohardjo dengan keluhan seluruh tubuh kuning sejak sebulan SMRS. Kuning
dikatakan timbul secara perlahan-lahan. Pasien pernah dirawat selama dua hari (7
Agustus 2014 9 Agustus 2014) dengan keluhan yang sama dan sempat mendapat
perawatan fototerapi di Ruangan Pulau Subi RSAL. Pasien juga sempat demam
naik turun sejak sehari SMRS. Selain itu, pasien juga lemas dan sulit minum susu.
Ibu pasien juga mengatakan pasien sempat BAK seperti air teh sejak dirawat di
Pulau Subi. Namun saat ini, keluhan BAK seperti air teh sudah tidak ada. Ibu
pasien menyangkal adanya mual, muntah, batuk, pilek, kejang dan BAB cair.
BAB pasien seperti biasa, lembek dan berwarna kuning. Saat ini, pasien minum
ASI dan susu formula karena ASI tidak mencukupi. Ibu pasien menyangkal
mengkonsumsi jamu. Usia ibu pasien saat hamil adalah 38 tahun.
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Bidan
Cara Persalinan
Spontan pervaginam
Masa Gestasi
Cukup Bulan
Riwayat Kelahiran
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama: Psikomotor
Tengkurap
:Duduk
:Berdiri
:Berjalan
:Bicara
:Baca dan tulis
:Perkembangan pubertas : Gangguan perkembangan : Kesan perkembangan
:-
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN
DASAR (umur)
BCG
1 bulan
DPT/DT
Polio
0 bulan
Campak
Hepatitis B 0 bulan
MMR
TIPA
Kesan: Imunisasi diberikan sesuai usia.
ULANGAN (umur)
RIWAYAT MAKANAN
UMUR (bulan)
ASI/PASI
0-2
ASI + Susu
BUAH/BISKUI
BUBUR SUSU
NASI TIM
T
Formula
2-4
4-6
6-8
8-10
3
10-12
Kesan: Pasien tidak mendapat ASI eksklusif. (Alasan : ASI tidak mencukupi)
JENIS MAKANAN
FREKUENSI dan JUMLAHNYA
Nasi/pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk/takaran)
4 x 60 ml
Kesan: Kualitas asupan kurang dan kuantitas asupan baik.
UMUR
-
PENYAKIT
Morbili
Parotitis
Demam Berdarah
Demam Tifoid
Cacingan
Alergi
Kecelakaan
Operasi
Herpes di ketiak
KETERANGAN
-
RIWAYAT KELUARGA
Corak Produksi
Tanggal lahir
(umur)
16 tahun
12 tahun
40 hari
Jenis
Hidup
Lahir
Abortu
Mati
Keterangan
Kelamin
perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Mati
-
s
-
(sebab)
-
Sehat
Sehat
Pasien
DATA KELUARGA
AYAH/WALI
1
26 tahun
-
IBU/WALI
1
22 tahun
4
bila ada
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga lain/Orang Serumah
- Tidak ada anggota keluarga lain/orang serumah yang mengalami keluhan
serupa dengan pasien.
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: rumah sendiri
Keadaan rumah:
Berukuran 10x15 meter berlantai 1, terdiri dari 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1
dapur, 1 ruang tamu. Terdapat 6 jendela kaca yang selalu dibuka setiap pagi
sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah. Untuk mandi, mencuci dan
keperluan rumah tangga sehari-hari memakai air tanah. Jarak ke septic tank lebih
dari 10 meter. Untuk minum menggunakan air galon non isi ulang.
Keadaan lingkungan:
Jarak antar rumah berdekatan. Pembuangan sampah rutin dilakukan 2 hari sekali
oleh petugas kebersihan. Letak tempat sampah utama berada jauh dari tempat
tinggal.
Kesan:
Keadaan rumah dan lingkungan rumah baik.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 1 September 2014
Waktu
: 16.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum
: Tampak Sakit Berat
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital sign
:Tekanan Darah: Nadi: 140 x/menit,regular, volume cukup, equalitas sama
kanan dan kiri
Suhu: 36,8o C
RR : 32 x/menit
Data antropometri
Lingkar kepala
Lingkar dada
Lingkar lengan atas
Status Gizi
: BB: 3100 gr
: 34,5 cm
: 33 cm
: 9,5 cm
:BB/U: 3100/4400 x 100 = 70,5 %
TB/U: 50/55 x 100 = 90,9 %
TB: 50 cm
PARU
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: kedua lapang paru bergerak simetris saat bernapas, tak ada retraksi
: gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, vocal fremitus teraba
sama kuat di kedua lapang paru.
: sonor pada seluruh lapang paru.
Batas paru kanan-hepar: di linea midklavikularis kanan setinggi ICS
V.
Batas paru kiri-gaster: di linea aksilaris anterior kiri setinggi ICS VI
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/JANTUNG
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi
: ictus cordis teraba di linea midklavikularis kiri setinggi ICS V.
Perkusi : Batas kanan jantung : didapatkan sebuah garis yang terbentang dari
ICS III-V linea parasternal kanan
Batas kiri jantung : linea midklavikularis kiri setinggi ICS V
Batas atas jantung : linea sternalis kiri setinggi ICS II
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (+) pada katup aorta dan pulmonal,
gallop (-)
ABDOMEN
6
Inspeksi : datar, tidak tampak massa, tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Auskultasi : BU (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), turgor baik, hepar tidak teraba
Perkusi : timpani pada ke-4 kuadran abdomen
ANUS
Tidak ada kelainan
GENITAL
Tidak ada kelainan
ANGGOTA GERAK
Akral hangat dikeempat ekstremitas, tidak terdapat oedem maupun sianosis,
Simian crease (-), terdapat gap antara kedua ibu jari kaki dengan jari
kaki ke-2
KULIT
Warna kulit ikterik.
KELENJAR GETAH BENING
Tidak terdapat pembesaran KGB di oksipitalis, retroaurikuler, preaurikuler,
submandibula, submental, supraklavikula, infraklavikula, aksila, dan inguinal.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Reflex Fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, patella +/+, achilles +/+
Reflex Patologis : Babinsky (-)
Chaddock (-)
Reflex Primitif : Suckling (+)
Rooting (+)
Grasping (+)
IV.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah lengkap (1 September 2014)
Leukosit
: 5500 /mm3
Eritrosit
: 1,93 juta/mm3 ()
Hemoglobin : 6,7 gr/dl ()
Hematokrit : 19% ()
Trombosit : 170.000/mm3
Air Seni
Tinja
Morfologi Darah Tepi : Menyusul
Retikulosit
: Menyusul
Fungsi Hati
SGOT : 186 ()
SGPT : 110 ()
Fungsi Ginjal
Ur : 17
Cr : 0.8
V.
RINGKASAN
By. A, laki-laki, 40 hari, BB 3100 kg dengan keluhan kuning timbul perlahanlahan pada seluruh tubuh sejak sebulan SMRS. Pasien sempat demam sehari
SMRS, lemas dan sulit minum susu. Pasien pernah dirawat di RSAL dengan
keluhan yang sama dan ada riwayat BAK seperti teh setelah pulang dari
perawatan. Usia ibu pasien saat hamil adalah 38 tahun.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos
mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal, status gizi kurang menurut kurva
NCHS, pada kepala didapatkan mongoloic face, mata konjungtiva anemis +/+,
sclera ikterik +/+, epicanthal fold +/+, telinga letak rendah, liang telinga atresia +/
+, lidah macroglossia, auskultasi jantung murmur (+) pada katup aorta dan
pulmonal, terdapat gap antara kedua ibu jari kaki dan jari kaki kedua, kulit ikterik
seluruh tubuh.
Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan eritrosit : 1,93 juta/mm3,
hemoglobin : 6,7 gr/dl, hematokrit : 19 %, neutrofil segmen : 36, limfosit : 55,
SGOT : 186, SGPT : 110.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Down dengan ikterus dan anemia
Suspek Paten Ductus Arteriosus (PDA)
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Breast Milk Jaundice
Breastfeeding Jaundice
2. Pemeriksaan Karyotyping
3. Pemeriksaan Echocardiografi
IX.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanationam: Dubia ad malam
X.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- IVFD KAEN 4B 20 tetes mikro/menit
- Inj. Ceftriaksone 500mg/hari
- PCT 3 x 0,4cc
- Urdafalk 3x70mg
- Prolacta 1x1
XI.
FOLLOW UP
Tanggal
02-09-2014
03-09-2014
04-09-2014
perawatan
S
Demam (-), BAB 1x Kuning berkurang, agak Kuning (-), minum susu
lembek warna kuning, segar setelah transfusi kuat,
BAK
biasa
banyak, darah,
aktivitas
baik,
KU/kes: TSS/CM
N:108x,
KU/kes: TSS/CM
RR:44x, N:122,
KU/kes: TSR/CM
RR:32x, N:120x,
RR:38x,
S:36,4oC
S:36,8oC
S:36,5 oC
Kulit : ikterik
Kulit : ikterik
Abdomen : BU (+)
meningkat
ikterus
Arteriosus (PDA)
Inj.
tetes mikro/menit
Ceftriaksone -
Inj.
-PCT 3x0,4ml
500mg/hari
500mg/hari
- PCT 3 x 0,4cc
- PCT 3 x 0,4cc
-Elsazyme 3x1/4
-Pulang
- Prolacta 1x1
- Prolacta 1x1
- Lasix 1x5mg
- Lasix 1x5mg
ANALISA KASUS
Pasien didiagnosis Sindrom Down dengan ikterus dan anemia berdasarkan :
a) Anamnesis
- Kuning seluruh tubuh sejak sebulan SMRS
- Pernah dirawat karena keluhan kuning
- Ada riwayat BAK seperti teh
- BAB dan BAK saat ini normal
- Lemas
- Usia ibu pasien saat hamil adalah 38 tahun (>35 tahun)
10
b) Pemeriksaan fisik
- Tampak sakit berat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Kepala : mongoloic face
- Mata : CA +/+, SI +/+, epicanthal fold +/+
- Telinga : Letak rendah, atresia liang telinga +/+
- Lidah : Macroglossia
- Cor
: Murmur (+) pada katup aorta dan pulmonal
- Ekstremitas : terdapat gap antara kedua ibu jari kaki dan jari kaki kedua,
- Kulit : Ikterik seluruh tubuh.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena
individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka
mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan
kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan
karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh.1
Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan
fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Sindrom Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid. Yaitu berupa kelainan pada
kromosom nomor 15 dan 21, yang biasanya kedua kromosom ini berdekatan. Karena salah
satu penyebab yang tidak seharusnya, terjadilah pemecahan yang disebut dispuntum. Karena
suatu penyebab, dapat juga keadaan ini disebut translokasi yang sifatnya sama karena
jumlahnya, tetapi pada pembentukan gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat
kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan
sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21, yang
seharusnya dua menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom mencapai 47
buah, sehingga disebut trisomi 21. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung
23 pasangan kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi gangguan sistem metabolisme di
dalam sel. Kelainan kromosom itu bukan merupakan faktor keturunan.2
Anak dengan sindroma Down akan mengalami keterbatasan kemampuan mental dan
intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang lambat.
11
Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan
tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, Alzheimer, leukemia, dan berbagai
masalah kesehatan lain.3
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Kejadian sindroma Down diperkirakan satu per 800 sampai satu per 1000
kelahiran. Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperkirakan
tingkat kejadiannya sebagai satu per 733 kelahiran hidup di Amerika Serikat (5429 kasus
baru per tahun). Sekitar 95% dari kasus ini adalah trisomi 21. Sindroma Down terjadi pada
semua kelompok etnis dan di antara semua golongan tingkat ekonomi. Kebanyakan anak
dengan Sindrom Down dilahirkan oleh wanita yang berusia di atas 35 tahun. Sindrom Down
dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi
dari orang hitam. Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran,
terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan
oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.4
ETIOLOGI
Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan kromosom dan pecahnya
hilang/melekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali
yang dilakukan sel dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat juga menjadi tidak
seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total materi genetik didalam sel dengan
kromosom menjadi normal. Pengaturan semacam ini biasanya tidak akan menimbulkan
sindrom klinis. Apabila terjadi ketidakseimbangan maka terjadi kelebihan atau kekurangan
materi genetik dalam barisan sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan
perubahan dalam fenotif klinis.
12
Dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki 46 kromosom. Individu ini
ialah penderita Sindrom Down translokasi 46.t (14q21q). Setelah kromosom dari orang
tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45
kromosom, termasuk satu autosom 21, 1 autosom 14 dan 1 autosom translokasi 14q21q.
Jelaslah bahwa bahwa ibu merupakan carrier yang walaupun memiliki 45 kromosom
45.XX.t (14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya, laki-laki carrier Sindrom Down translokasi
tidak dikenal dan apa sebabnya , sampai sekarang belum diketahui.1
KLASIFIKASI
Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.
Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga
kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe
ini.
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi
dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom
yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini
merupakan 4% dari total kasus.
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang
mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan
biasanya kondisi si penderita lebih ringan.
PATOFISIOLOGI
Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir diseluruh bagian dalam
nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat lolos sebagai struktur
tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang diwarnai dengan jelas.
Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai mengatur dirinya untuk membentuk
untaian kromosom. Kromosom ini mengandung banyak molekul DNA yang tersusun dalam
urutan tertentu.
13
Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh pada wanita usia tua
Kandungan antibody tiroid yang tinggi
Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi. Oleh karena itu
para ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun) biasanya mempunyai risiko yang
lebih besar untuk mendapat anak sindrom Down Trisomi 21.
adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita sindrom Down jenis ini mempunyai 47
kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21).
15
normal. Jumlah kromosom tetap 46, tetapi karena terdapat bagian tambahan dari kromosom
ke-21, anak akan memiliki fitur Down syndrome.6
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan
menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi
yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom
Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan
postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik,
maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang
tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan
penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3
pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada
penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi
pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi
penyebab utama retardasi mental dan defek jantung.7
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme tiroid dan
malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun
yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi autoimun, termasuk hipothiroidism
dan juga penyakit Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita
hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap
pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan sindrom
Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer
proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya
resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada
penderita Sindrom Down.
Anak anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti
Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir
keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat
mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak
dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi
ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti.
16
MANIFESTASI KLINIS
Anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat badan lahir yang kurang
dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gram atau kurang.7
Secara fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi dengan sindroma Down yaitu: 1,8,9
Sutura sagitalis yang terpisah
Fisura palpebralis yang oblique
Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II
plantar crease jari kaki I dan II
Hiperfleksibilitas
Peningkatan jaringan sekitar leher
Bentuk palatum yang abnormal
Tulang Hidung hipoplasia
Kelemahan otot
Hipotonia
Bercak Brushfield pada mata
Mulut terbuka
Lidah terjulur
Lekukan epikantus
single palmar crease pada tangan kiri
single palmar crease pada tangan kanan
Brachyclinodactily tangan kiri
Brachyclinodactily tangan kanan
Jarak pupil yang lebar
Tangan yang pendek dan lebar
Oksiput yang datar
Ukuran telinga yang abnormal
Kaki yang pendek dan lebar
Bentuk atau struktur telinga abnormal
Letak telinga yang abnormal (lebih rendah)
17
18
Cacat jantung bawaan, cacat jantung kongenital yang umum (40-50%) jantung
bawaan yang paling sering endocardial cushion defect (43%), ventricular septal
defect (32%), secundum atrial septal defect (10%), tetralogy Fallot cacat septum
atrium (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%), lesions pada patent ductus
arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial
kepala.
Psychiatric disorder, Prevalensi dari 17.6% gangguan kejiwaan di kalangan anak-anak
dan di antara orang dewasa adalah 27,1%. Anak-anak dan remaja berada pada risiko
tinggi untuk autisme, attention deficit hyperactivity disorder dan conduct disorder.
Obsessive-compulsive disorder, Tourette syndrome, gangguan depresi, dan dapat
19
20
Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah,
ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang
nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anakanak sindrom
Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit
yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang
pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipotiroidisme yang disebabkan faktor usia yang
meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam
melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita
sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orangorang lanjut usia.
Penderita sindrom Down sering menderita microcephaly, dahi yang rata, occipital
yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat,
sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus
maksilaris.
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena
fissure palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titiktitik Brushfield,
kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%),
conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma
nutans dan keratoconus.
Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang
hidung dan jembatan hidung yang rata.
Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan
mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang
merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna,
pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi
serta kerusakan periodontal yang jelas.
Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis
media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak
penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu telinga.
21
Hematologi
Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia,
termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi
yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari
progenitor myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang
terlokalisir pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient
Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient Abnormal
Myelopoiesis (TAM).
Penyakit Jantung Kongenital
Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan
prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang
dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua
tahun pertama kehidupan.
Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects
(AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal
Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan
Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent
Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari endocardial
cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang
dirawat, kira kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.
ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara
lain takipneu dan penurunan berat badan.
AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan ada salah satu, atau kedua
dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian
superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi
intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan
terjadi letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta.
Perfusi jaringan endokardial yang tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur
pada leaflet katup mitral.
Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita
mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada
septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi defek pada septum
ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi volume overloading pada
ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia.
Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti
dengan gagal jantung kongestif.
Ventricular Septal defect (VSD)
Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana
adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali
primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan
seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects, transposition
of great arteries, dan corrected transpositions.
Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang
menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui
septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous
akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran
darah ini juga disebut sebagai shunt. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih
berbahaya.
23
dan Amerika didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down
adalah sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifik pada human
leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan
yang kuat antara hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek.
Sistem Endokrin
Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah gangguan pada
sistem endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal sekolah,
sekitar 8 hingga 10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat.
Prevelensi mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid primer,
autoimun tiroiditis, dan compensated hypothyroidism atau hyperthyrotropenemia adalah
sekitar 3-54% pada penderita sindrom Down, dengan persentase yang semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya umur.
Gangguan Psikologis
Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan psikiatri atau
prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko mendapat gangguan psikis.
Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD), Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik dan
gangguan spektrum Autisme.
Trisomi 21 mosaik
Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejalagejala sindrom Down yang
sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer.
Fenotip individu yang mendapat trisomi 21 mosaik menggambarkan persentase selsel
trisomik yang terdapat dalam jaringan yang berbeda di dalam tubuh.
25
FAKTOR RISIKO
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan
bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35
tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko
mendapat bayi dengan sindrom Down.
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah lebih
tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya
anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau
bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapanya normal.
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu
yang hamil:
- 20 tahun: 1 per 1,500
- 25 tahun: 1 per 1,300
- 30 tahun: 1 per 900
26
DIAGNOSIS
Tidak ada kritera diagnosis khusus untuk sindroma Down. Namun, retardasi mental
merupakan gambaran yang menumpang tindih dengan sindroma Down. Sebagian besar orang
dengan sindroma ini mengalami retardasi mental sedang atau berat, hanya sebagian kecil
yang memiliki IQ diatas 50. Perkembangan mental tampak normal dari lahir hingga usia 6
bulan dan nilai IQ secara bertahap menurun dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga
sekitar 30 pada usia yang lebih tua. Penurunan intelegensi dapat nyata atau jelas: uji infantil
mungkin tidak mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin tertungkap ketika
uji yang lebih canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal.1 Derajat atau tingkat
retardasi mental diekspresikan dalam berbagai istilah. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan empat tipe
retardasi mental, yang mencerminkan tingkat gangguan intelektual antara lain: retardasi
mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Adapun kriteria diagnostik untuk retardasi
mental menurut DSM-IV antara lain : 13
a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau
kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya
fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata)
b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang (yaitu,
efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya
dalam kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang keterampilan berikut:
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
masyarakat, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan,
kesehatan, dan keamanan.
c. Onset sebelum usia 18 tahun
27
28
Pemeriksaan Penunjang7
a. Pemeriksaan Skrining
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down.
Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua
adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita
sindrom Down atau tidak.
Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT
test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah
cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepuluh bayi dengan sindrom
Down dapat dikenal pasti dengan tehnik.
Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang
disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon
human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa
mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung.
b. Amniocentesis
Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya
diuji untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis merupakan pemeriksaan yang
berguna untuk diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi terutama sindroma Down, di
mana dengan mengambil sejumlah kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara
transabdominal antara usia kehamilan 14-16 minggu. Amniosentesis dianjurkan untuk semua
wanita hamil di atas usia 35 tahun. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.
c. Chorionic villus sampling (CVS)
CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan
diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu
kesembilan hingga empat belas. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.
d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)
PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat
kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan
sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah
lebih tinggi.
29
e. Pemeriksaan sitogenik
Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika. Karyotyping sangat
penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam translokasi sindrom Down,
karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya diperlukan untuk konseling genetik yang
tepat. 10
Gambar (7). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan isochromosome arm
21q tipe [46,XY,i(21)(q10)]10
f. Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)
FISH dapat digunakan untuk diagnosis cepat. Hal ini dapat berhasil di kedua
diagnosis prenatal dan diagnosis pada periode neonatal. Mosaicism yang tersembunyi untuk
trisomi 21 sebagian dapat menerangkan hubungan yang telah dijelaskan antara sejarah
keluarga sindroma Down dan risiko penyakit Alzheimer. Skrining untuk mosaicism dengan
FISH diindikasikan pada pasien tertentu dengan gangguan perkembangan ringan dan mereka
dengan Alzheimer onset dini.
30
g. Echokardiografi
Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk
mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada pemeriksaan fisik. 10
h. Skeletal Radiografi
Kelainan kraniofasial termasuk brachycephalic microcephaly, hypoplastic facial bones dan
sinuses. Tes ini diperlukan untuk mengukur jarak atlantodens dan untuk menyingkirkan
atlantoaxial instabilitas pada umur 3 tahun. Radiografi juga digunakan sebelum anesthesia
diberikan jika terdapat tanda-tanda spinal cord compression. Penurunan sudut iliac dan
acetabular juga dapat ditemukan pada bayi baru lahir.10
Penyakit
Trisomi
Angka
Kelainan
Kejadian
21 1 dari 700 bayi Kelebihan
Keterangan
Prognosis
Perkembangan
Biasanya bertahan
(Sindroma
baru
kromosom
Down)
Lahir
21
terganggu,
tahun
ditemukan
berbagai
Trisomi 18
1 dari
Kelebihan
kelainan fisik
Kepala kecil,
Jarang bertahan
(Sindroma
3.000 bayi
kromosom
telinga terletak
Edwards)
baru lahir
18
lebih rendah,
beberapa bulan;
celah bibir/celah
keterbelakangan
langit-langit,
mental yg terjadi
tidak memiliki
sangat berat
1 dari
Kelebihan
kemihkelamin
Kelainan otak &
(Sindroma
5.000 bayi
kromosom
mata yg berat,
hidup
Patau)
baru lahir
13
celah bibir/celah
langit-langit,
kelainan jantung,
20%;
kelainan saluran
keterbelakangan
kemih-kelamin
mental yg terjadi
& kelainan
sangat berat
Yang
bertahan
bentuk telinga
PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Sindrom Down juga dapat
mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya. Dengan demikian penderita harus
mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan
sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik
maupun mentalnya.
MEDIKAMENTOSA
32
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada
jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya
kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita
semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta
pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
NON MEDIKAMENTOSA
1
Fisio Terapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar
untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan.
Fisioterapi pada Sindrom Down adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya seperti duduk dan berjalan dengan cara/gerakan
yang tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan
Down Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah
yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.
Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome
menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang
dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.
Dapat dilakukan seminggu sekali
Terapi Bicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami
Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan
akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah
biasa.
33
halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
6
Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy). Mengajarkan anak DS yang sudah berusia
lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan
norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan
medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih
belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang
membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS.
Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :
Terapi Akupuntur. Dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh
tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang
anak.
Terapi Musik. Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat
senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka
dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan
mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik
Terapi Lumba-Lumba. Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang
sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DS. Sel-sel saraf otak
yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
Terapi Craniosacral. Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan
pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DS diperbaiki metabolisme tubuhnya
sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.
Terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun
dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,
kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarga, tetapi terdapat beberapa
keadaan di mana anak dengan sindroma Down memerlukan perhatian khusus antara lain: 8
a. Pemeriksaan mata dan telinga serta pendeteksian fungsi tiroid pada bayi baru lahir
dan rutin pada anak sindroma Down
b. Penyakit jantung bawaan, intervensi dini dengan pemeriksaan kardiologi pada bayi
baru lahir
34
c. Status Nutrisi, perlu perhatian meliputi kesulitan menyusu pada bayi sindroma Down
dan pencegahan obesitas pada usia anak dan remaja
d. Kelainan tulang
e. Pendidikan, sebagai intervensi dini terhadap kelainan perkembangan terutama
menyangkut kemampuan kognitif dan perkembangan social
f. Monitoring pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva spesial untuk sindroma
Down dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak sindroma Down
g. Perawatan mulut dan gigi
h. Atlanto-axial instability screening pada usia tiga tahun
i. Konseling genetik.
PROGNOSIS
Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 50 tahun. Selain
perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan fisik.
Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan kelainan
jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk prognosis. 15 Sebesar 44%
penderita sindroma Down hidup sampai 50 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun.
Meningkatnya risiko terkena leukemia pada sindroma Down adalah 15 kali dari populasi
normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44
tahun.14
Beberapa penderita sindroma Down mengalami hal-hal berikut:
a. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.
b. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.
c. Pada usia 30 tahun menderita dementia (berupa hilang ingatan, penurunan kecerdasan
dan kepribadian).
d. Gangguan tiroid.
Bisa terjadi kematian dini pada penderita sindroma Down meskipun banyak juga
penderita yang berumur panjang. Kematian biasanya disebabkan kelainan jantung bawaan.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan
80% kematian. Anak-anak dengan sindroma Down memiliki risiko tinggi untuk menderita
kelainan jantung dan leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut maka angka harapan
hidupnya berkurang dan jika kedua penyakit tersebut tidak ditemukan maka anak bisa
bertahan sampai dewasa.
Mortalitas/Morbiditas
35
Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan. Sekitar
85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga berusia lebih
dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang menentukan usia
penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa
fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan
meningkatkan mortalitas.
Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena
mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang membesar dan
adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi
pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media,
Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri
Pulmonal yang disertai dengan cor pulmonale dan gagal jantung.
Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak stabil
dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran,
visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak
anak dengan sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan
menghadapi masalah dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan
kemampuan interpersonal.
36
KOMPLIKASI
Anak-anak dengan sindrom Down bisa mempunyai berbagai komplikasi, ada yang
menjadi lebih menonjol sesuai dengan umur yang semakin meningkat, antara komplikasi
yang timbul termasuk:
Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular
Walapupun lahir secara normal, asimptomatik dan tidak dijumpai murmur, anak
penderita sindrom Down tetap mempunyai risiko mendapat defek pada jantung. Apabila
resistensi pada vaskular pulmonari dapat dideteksi, kemungkinan terjadinya shunt dari kiri ke
kanan dapat dikurangi, sehingga dapat mencegah terjadinya gagal jantung awal. Apabila tidak
dapat dideteksi, keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang persisten dengan
perubahan pada vaskular yang ireversibel.
Umumnya tatalaksana operatif untuk memperbaiki defek pada jantung dilakukan
setelah anak cukup besar dan kemampuan bertahan terhadap operasi yang dilakukan lebih
baik. Biasanya tindakan operasi dilakukan apabila anak sudah berusia 6-9 bulan. Saat ini,
hasil operasi sudah lebih baik dan anak yang dioperasi mampu hidup lebih lama.
Bagi penderita sindrom Down yang menderita defek septal atrioventrikuler, symptom
biasanya timbul sewaktu usia kecil, ditandai dengan shunting sistemik-pulmonari, aliran
darah pulmonari yang tinggi, disertai dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi arteri
pulmonal. Resistensi pulmonal yang meningkat dapat memicu terjadinya kebalikan dari
shunting sistemik-pulmonal yang diikuti dengan sianosis.
Penderita sindrom Down mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita
hipertensi arteri pulmonal dibandingkan dengan orang normal. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah alveolus, dinding arteriol pulmonal yang lebih tipis dan fungsi
endotelial yang terganggu.
Tindakan operatif perbaikan jantung pada usia awal dapat mencegah terjadinya
kerusakan vaskuler pulmonal yang permanen pada paru-paru. Apalagi dengan pengobatan
yang terkini (prostacyclin, endothelin, antagonis reseptor dan phosphodiesterase-5-inhibitor)
didapatkan mampu memperbaiki status klinis dan jangka hidup bagi penderita hipertensi
arteri pulmonal.
37
pada penderita
sindrom Down. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan patologi dimana didapatkan
rendahnya kemungkinan terjadi aterosklerosis pada penderita sindrom Down.
Leukemia. Anak-anak dengan sindrom Down lebih cenderung menderita leukemia.
Hal ini berdasarkan pengamatan bahawa leukemia tertentu dapat berhubungan dengan
defek pada kromosom 21.
Penyakit menular. Disebabkan sistem imun yang terganggu, penderita sindrom Down
lebih mudah terkena serangan penyakit menular seperti radang paru-paru.
Demensia. Resiko untuk terkena demensia di waktu tua, tanda dan gejala demensia
sering muncul sebelum berumur 40 tahun. Mereka yang menderita demensia juga
mempunyai kecenderungan yang tinggi menderita kejang.
Apnea tidur. Disebabkan oleh perubahan pada sel jaringan dan tulang yang
menyebabkan penyempitan pada jalan pernafasan, risiko untuk terjadinya sleep apneu
tinggi.
Obesitas. Penderita sindrom Down mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk
menjadi obes daripada penduduk umum.
Lain-lain. Sindrom Down juga bisa dikaitkan dengan keadaan kesehatan yang lain,
termasuk masalah gastrointestinal, masalah tiroid, menopause awal, kehilangan
pendengaran, penuaan dini, masalah tulang dan masalah penglihatan.
Sekitar 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan
10-16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami
keguguran sebelum usia kehamilan 6-8 minggu.
PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi
ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom Down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki resiko melahirkan anak dengan sindrom Down lebih tinggi. sindrom Down tidak
bisa dicegah, karena sindrom Down merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan
jumlah kromosom. Deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu
(2,5 bulan) sampai 14minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan
38
memutuskan
segala
hal
terhadap janinnya.
Jika
memang
kehamilan
ingin
39
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
227.
Chen H. genetics of Down syndrome. eMedicine. Feb 4, 2011. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview#a0104. Accessed on
14th 2014.
Down syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Available at
http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome. Accessed on September 14th
2014.
10 Care C. masalah sindrom Down. 2009. Available at http://www.childcarecenter.com/masalah/sindrom-down.html. Accessed on September 14th 2014.
11 Saharso D. Sindroma Down. 2006. Available at http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214irky208.htm. Accessed on September 14th 2014.
12 Lyle R. Down syndrome. 2004. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510164. Accessed on September 14th 2014.
13 Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563.
14 Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. et al. 2009.
41
42