You are on page 1of 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah penyakit kronik
disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo
endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Menurut Depkes RI (1996) penyakit kusta adalah
penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)
yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI (2006)
penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, dan psikologis.1
Sejak tahun 2000, program pengendalian penyakit kusta Nasional melaporkan 17,000 18,000 kasus baru setiap tahun dan belum ada kecenderungan menurun. Proporsi kasus baru
kusta MB (Multi Basiler/kuman banyak), kasus baru kusta dengan kecacatan tingkat 2, dan kasus
baru kusta pada anak masih tetap tinggi. Indonesia masih merupakan negara ketiga di dunia dan
kedua di Asia Tenggara sebagai negara dengan kasus baru kusta paling banyak.
Program pengendalian kusta telah berhasil mengobati dan menyembuhkan 375.119
penderita dengan Multi-Drug Therapy (MDT) sejak 1990 dan telah menurunkan 80% jumlah
penderita dari 107.271 pada tahun 1990 menjadi 21,026 penderita pada tahun 2009. Namun
beban akibat kecacatan masih tinggi, yaitu sekitar 1.500 kasus cacat tingkat 2 ditemukan tiap
tahunnya di Indonesia. Secara kumulatif sejak tahun 1990 - 2009, terdapat sekitar 30.000 kasus
cacat tingkat 2 (mata tidak bisa menutup karena syarafnya terganggu, jari tangan atau kaki
bengkok (kiting), luka pada telapak tangan dan kaki akibat mati rasa).
Meskipun Indonesia telah mencapai eliminasi pada tingkat nasional, karena angka
prevalensi < 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000, namun sampai saat ini masih ada 14
provinsi dengan jumlah kasus kusta tinggi. Empat provinsi diantaranya yakni Jawa Timur, Jawa
Barat, dan Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan melaporkan lebih dari 1.000 kasus per tahunnya.

Melihat besarnya beban akibat kecacatan kusta, WHO mencanangkan target Global
Strategy for Further Reducing the Disease Burden Due to Leprosy 2011-2015 yakni menurunkan
35% angka cacat tingkat 2 pada tahun 2015 dari data tahun 2010.2
Kabupaten Jepara termasuk daerah yang memiliki jumlah kejadian kusta yang cukup
tinggi. Berdasarkan rekapitulasi data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, dari Januari
sampai Desember 2013 tercatat 87 jumlah kasus baru.3
Di Kecamatan Pakis Aji sendiri yang wilayah kerjanya mencakup 8 desa, dari Januari
sampai Desember 2013 terdapat 1 kasus baru. Desa Bulungan, salah satu desa yang merupakan
wilayah kerja Puskesmas Pakis Aji dengan jumlah penduduk sebanyak 11.287 jiwa yang
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai Petani. Menurut data sampai Maret tahun 2014
tidak didapatkan kasus penderita kusta di Bulungan , namun didapatkan 1 penderita kusta selesai
berobat/ RFT (release from therapy). 4
Setiap diketahui adanya penderita kusta, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) sehingga kemungkinan penyebarluasan kusta dapat dibatasi.
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting untuk mendapat
gambaran dan informasi kegiatan di semua tingkat pelaksana program pemberantasan
penanggulangan penyakit kusta. Untuk itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baku,
berkualitas, akurat dan tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan dan perencanaan
program P2 Kusta. (Dit Jen PPPL Dep Kes R.I. 2005). Epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari faktor-faktor yang menentukan frekwensi ,distribusi dan diterminal penyakit pada
masyarakat berdasarkan orang, waktu dan tempat (Suryadi Gunawan). Penyelidikan
epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mendukung pengendalian
dan penanggulangan penyakit menular, tidak terkecuali pada pengendalian dan penanggulangan
penyakit kusta.5
Berdasarkan uraian di atas, maka penyelidikan epidemiologi ini dimaksudkan untuk
mengetahui penyebaran penyakit kusta lebih lanjut yang berada di desa Bulungan. Sehingga,
dapat mengetahui apakah ada penderita tambahan insidensi kejadian kasus kusta.

1.2 BATASAN JUDUL

Laporan dengan judul : Penyelidikan Epidemiologi dan Monitoring RFT Kasus Kusta
RT 06 RW 03 Desa Bulungan Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara Periode Bulan Maret
2014 mempunyai batasan-batasan sebagai berikut :
1. Penyelidikan Epidemiologi Kusta adalah kegiatan mencari penderita baru yang mungkin
sudah lama ada dan belum ditemukan dan diobati ; mencari penderita baru yang mungkin
ada diantara penderita kusta yang sudah RFT. Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota
keluarga yang tinggal serumah dengan penderita dan tetangga di sekitarnya sekitarnya ;
yang kontak langsung dalam waktu lama dan kontak terus-menerus. 6
2. Monitoring RFT Kasus Kusta adalah kegiatan pengamatan apakah ada kecacatan yang dialami
penderita kusta yang selesai berobat.

3. Kusta adalah penyakit yang ditandai dengan :


Penemuan tanda-tanda utama (Cardinal sign) yaitu:
(1.) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit dapat berbentuk bercak keputihputihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous). Mati rasa dapat bersifat
kurang rasa (hipesthesi) atau tidak merasa sama sekali (anaesthesi).
(2.) Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini
merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi
saraf ini bisa berupa: a.Gangguan fungsi sensoris : mati rasa, b.Gangguan fungsi motoris :
kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan (Paralise), c. Gangguan fungsi otonom : kulit
kering dan retak-retak.
(3.) Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif).6
4. Desa Bulungan RT 06 RW 03 Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara merupakan sasaran
Penyelidikan Epidemiologi dan termasuk salah satu wilayah kerja Puskesmas Pakis Aji.
5. Bulan Maret 2014 merupakan batasan waktu kasus kusta yang terjadi di Desa Bulungan
Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara yang akan dilakukan penyelidikan epidemiologi.
1.3 BATASAN OPERASIONAL
1.3.1 Karakteristik Orang :
1. Kasus kusta adalah penderita kusta dan tersangka kusta.
2. Penderita kusta : Penderita dengan 1 dari tanda-tanda utama seperti di atas.
3. Tersangka kusta :

(1.) Tanda-tanda pada Kulit : a. Bercak/ kelainan kulit yang merah atau putih di
bagian tubuh; b. Kulit mengkilap; c. Bercak yang tidak gatal; d. Adanya bagianbagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut; e. Lepuh tidak nyeri.
(2.) Tanda-tanda pada Saraf : a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada
anggota badan atau muka; b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka; c.
Adanya cacat (deformitas); d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.6
1.3.2 Karakteristik Tempat :
1.

Pemeriksaan dilakukan pada tetangga di sekeliling rumah penderita kusta


yaitu 5 rumah di depan, 5 di samping kanan, 5 di samping kiri dan 5 di belakang.

2.. Rumah : bangunan untuk tempat tinggal termasuk bangunan yang digunakan
untuk usaha kecil seperti warung, toko, industri rumah.
3. Tempat Umum : Bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, mushola,
rumah makan, pasar, dll.
1.3.3 Karakteristik Waktu :
Mencari penderita dan tersangka kusta yang sakit dalam bulan Maret ini.
1.4 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Lingkup Lokasi : Desa Bulungan, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara
b. Lingkup Waktu : Tanggal 11-12 Maret 2014
c. Lingkup Sasaran : Warga Desa Bulungan yang selesai berobat/ menderita / tersangka
kusta.
d.Lingkup materi

: Penyelidikan Epidemiologi dan monitoring RFT kusta

e. Lingkup Metode : Wawancara, pengamatan langsung, pencatatan.


1.5 TUJUAN
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui sumber penularan dan penyebaran kusta di Desa Bulungan yang
merupakan wilayah kerja Puskesmas Pakis Aji Kecamatan Pakis Aji Kabupaten
Jepara.

1.5.2

Tujuan Khusus

1. Mendapatkan data tambahan atau tersangka penderita kusta di Desa Bulungan,


Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara periode bulan Maret 2014.
2. Mendapatkan data penularan di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah
sekitarnya yang kontak langsung dalam waktu lama dan kontak terus-menerus.
3. Mengidentifikasi dan melakukan pemecahan masalah yang diperoleh dengan
memperhatikan dana, waktu, tenaga dan kemungkinan dilaksanakannya kegiatan.
1.6 TINJAUAN PUSTAKA
1.6.1 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
a. Definisi
Penyelidikan Epidemiologi Kusta adalah kegiatan mencari penderita baru
yang mungkin sudah lama ada dan belum ditemukan dan diobati ; mencari
penderita baru yang mungkin ada diantara penderita kusta yang sudah RFT.
Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah
dengan penderita dan tetangga di sekitarnya ; yang kontak langsung dalam waktu
lama dan kontak terus-menerus. 6
b. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan untuk mengetahui potensi penularan
dan penyebaran lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu
dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
2. Tujuan Khusus

Mengetahui adanya penderita dan tersangka kusta lainnya.

Menentukan jenis tindakan atau penanggulangan yang akan


dilakukan.

c. Komponen
Di

dalam

penyelidikan

epidemiologi

kusta

terdapat

komponen

pengamatan penyakit kusta yang merupakan kegiatan pencatatan jumlah kasus kusta
dan kasus tersangka kusta menurut waktu dan tempat kejadian.

1.6.2 II. GAMBARAN UMUM PENYAKIT KUSTA


1. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun
1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
2. Sejarah
Pendapat kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan
penyakit keturunan atau kutukan Tuhan.
3. Penyebaran Penyakit Kusta
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian
menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang,
penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan
kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat
di Leprosaria secara isolasi ketat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya
dan berdagang.
4. Penyebab Penyakit Kusta
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai micobakterium,
dimana micobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk
batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi
oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil tahan asam.
Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya
Mycobacterium tubercolose, mycobacterium leprae) yang menyebabkan penyakit
menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.
5. Epidemiologi Penyakit Kusta

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.
Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput
lendir hidung (droplet). Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15
tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis dan
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor
yang penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat diterangkan mengenai penularan ini sesuai
dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit terinfeksi lainnya. Menurut
Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit
dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan
perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan
Mycobacterium Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang
berperan dalam penularan ini adalah :
- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.
- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti.
- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti.
- Kesadaran sosial :Umumnya negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat
sosial ekonomi rendah.
- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.
6. Tanda-tanda Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe
dari penyakit tersebut, yaitu:
-

Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia


Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, auricularis


magnus serta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi

tipis dan mengkilat.


Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok.
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa).

Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :


-

Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.


Anoreksia.
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
Cephalgia.
Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatosplenomegali.
Neuritis.

7. Diagnosa Penyakit Kusta


Menyatakan

(mendiagnosa

seseorang

menderita

penyakit

kusta

menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat


disekitarnya). Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita
harus berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang
mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan
kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Hispatologis
Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan anamnesa dan
pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan bakteriologis.
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau
dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai
dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan
gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis
sering menghasilkan positif palsu pada lepra.
8. Bentuk-bentuk Penyakit Kusta

Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk leproma


mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Untuk ini menular
karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber koloid mempunyai
kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada. tubuh. Bentuk ini tidak
menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman. Diantara bentuk leproma
dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat tidak stabil dan mudah berubah-ubah.
9. Pengobatan Penyakit Kusta
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di
Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan mono
terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini disebabkan oleh karena:
-

Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra

reaksi.
Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita
makan obat tidak teratur.

Selain

penggunaan

Dapson

(DDS),

pengobatan

penderita

kusta

dapat

menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk
menyehatkan kulit yang bersisik).
Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka
ia akan menyatakan RFT (Release From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi makan
obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas
kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara
teliti.
* Semua bercak masih nampak.
* Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
* Semua syaraf yang masih tebal.
* Semua cacat yang masih ada.
2. Mengambil skin smear (sesudah skin smear diambil maka penderita langsung
dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin smear).

10

3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin smear di buku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi
penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
- Pengobatan telah selesai.
- Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar jangan luka.
- Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan ulang.
10. Pencegahan Penularan Penyakit Kusta
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan
menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor
pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan
dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita
untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan
kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai
penularan.
Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang
berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia
tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini
pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempattempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta.
Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat
mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk
diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan
kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi
penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :
a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta.
b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta.
c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain.
d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
secara teratur.
e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik.

11

MASALAH-MASALAH YANG DITIMBULKAN AKIBAT PENYAKIT KUSTA


Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami
trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara lain sebagai
berikut :
a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.
b.Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau
keluarganya menderita penyakit kusta.
c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk
keluarganya.
d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh
terhadap penyakitnya.
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain:
1. Masalah terhadap diri penderita kusta.
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut
terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan
masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat
karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi
orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).
2. Masalah Terhadap Keluarga.
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan
pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat
disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui
masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut
ketularan.
3. Masalah Terhadap Masyarakat.
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan
dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat
menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi
tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-terigah

12

masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan


menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya
diasingkan.
PENANGGULANGAN PENYAKIT KUSTA
Penanggulangan penyakit kusta telah banyak didengar dimana-mana dengan
maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri,
produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode
pemberantasan dan pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis,
rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan
akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada
kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.6
INPUT
BAB II
1. Man
:
Narasumber

METODOLOGI

Pembimbing
2.1 KERANGKA
ACUAN (dr. Nurkukuh dan dr. Bambang Hariyana)
Kepala Puskesmas
Pakisini
Ajidisusun
(dr. Murtono)
Penyelidikan
epidemiologi
berdasarkan pendekatan sistem, yang terdiri
Koordinator
P2M proses,
kusta Puskesmas
Pakis Aji(output).
(Bpk. Nur
Asro)
dari data
masukan (input),
dan data keluaran
Data
yang diperoleh terdiri
dari data
primer P2PL
dan data
sekunder,
sedangkan
pengumpulan
data
meliputi wawancara,
Petugas
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jepara (Bpk.
Bambang)
pengamatan
langsung
danEni)
pencatatan.
Bidan
Desa (Bu

Petinggi Desa Bulungan (Bpk.Nur Baidi,S.Ag)

Pelaksana : Mahasiswa
Sasaran

: Warga Desa Bulungan

2. Money

: Swadana mahasiswa

3. Material

Data kasus kusta tanggal 1 Januari 2013 - Maret 2014 di Desa Bulungan,
Kecamatan Pakis Aji , Kabupaten Jepara dari P2M Puskesmas Pakis Aji

Formulir Penyelidikan Epidemiologi

4. Machine

Alat tulis dan laptop

Alat transportasi (motor)

13

PROSES
1. Perencanaan (P1)
5. Method
:
Pertemuan
dengan kepala Puskesmas Pakis Aji untuk meminta ijin
kegiatan
di wilayah kerja
Puskesmas
Aji dan
meminta
data
melakukan
Wawancara
dan pengamatan
langsung
denganPakis
penderita
kasus
kusta dan
penderita
kusta
di wilayah
kerjanya, serta
meminta
suratkontak
pengantar
untuk
penduduk
yang
ada di sekitarnya
sekitarnya
; yang
langsung
diserahkan
kepada
Petinggi
Desa terus-menerus.
Bulungan.
dalam waktu
lama
dan kontak

Pertemuan dengan Koordinator P2M kusta Puskesmas Pakis Aji untuk


wawancara tentang waktu pelaksanaan PE, mekanisme pelaksanaan PE, alatalat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan PE, mendapatkan buku referensi PE
dan kusta.

Permintaan ijin kepada Petinggi Desa Bulungan untuk melakukan kegiatan di


wilayah Desa Bulungan.

Penentuan jadwal kegiatan penyelidikan epidemiologi di Desa Bulungan

2. Penggerakan dan Pelaksanaan (P2)


Penggerakan :

Meminta ijin kepada Petinggi Desa Bulungan melakukan kegiatan PE

Kerjasama dengan bidan desa

Melakukan orientasi wilayah Desa Bulungan

Pelaksanaan :

Meminta data pasien kasus kusta bulan Maret warga desa Bulungan kepada
koordinator P2M Puskesmas Pakis Aji (Bpk.Nur Asro).

Mendatangi rumah penderita kusta yang telah terdata dari


Puskesmas Pakis Aji bulan Maret Tn.Munzain RW 06 / RT 03 Desa

14

Mendatangi rumah-rumah sekitar penderita sekitarnya ; yang

kontak langsung dalam waktu lama dan kontak terus-menerus.


Mencatat hasil penyelidikan epidemiologi dalam form PE

penderita kusta yang meliputi identitas penderita, dirawat di Puskesmas/RS


atau tidak ,tanggal mulai sakit dan pengobatan MDT serta data penderita
tambahan sejak tanggal sakit penderita yang bertempat tinggal di radius 100
m dari rumah penderita.
3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian (P3) :

Melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan PE kusta, apakah sesuai

dengan tujuan, sasaran, waktu dan rencana yang ditetapkan


Melakukan pengendalian pelaksanaan kegiatan PE kusta apabila tidak

sesuai dengan rencana yang ditetapkan


Menilai keberhasilan pelaksanaan PE kusta

OUTPUT

Didapatkan data jumlah penderita/suspek kusta tambahan di Desa Bulungan

Didapatkan data penularan di rumah penderita dan sekitar rumah penderita


dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.

2.2 LANGKAH KERJA


Cara kerja yang dilakukan untuk menyusun laporan ini adalah menggunakan Pendekatan
Sistem metode Seven Jumps, sedangkan langkah-langkah yang dilakukan adalah
I.

MENCARI DAFTAR ISTILAH


1.

Penyelidikan Epidemiologi

2.

Kasus Kusta

3.

Desa Bulungan Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara

4.

Periode Bulan Maret 2014

15

II.

KLARIFIKASI ISTILAH
1. Penyelidikan Epidemiologi Kusta adalah kegiatan pencarian penderita kusta atau
tersangka kusta lainnya di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya,
termasuk tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.
2. Kasus kusta merupakan penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae
yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa
(mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang
dan testis.
3. Desa Bulungan Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara adalah sasaran Penyelidikan
Epidemiologi dan termasuk salah satu wilayah kerja Puskesmas Pakis Aji.
4. Periode bulan Maret adalah batasan waktu terjadinya kasus kusta di Desa Bulungan.

III.

DAFTAR MASALAH
1.

Apa tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi kusta?

2.

Kapan penyelidikan epidemiologi kusta dilaksanakan?

3.

Siapa yang melaksanakan penyelidikan epidemiologi kusta?

4.

Bagaimana caranya melaksanakan penyelidikan epidemiologi kusta?

5.

Apa yang menyebabkan penyakit kusta?

6.

Bagaimana penyakit kusta menyebar?

7.

Bagaimana caranya untuk mencegah penyakit kusta?

IV.

PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Pencatatan hasil diskusi dengan Kepala Puskesmas dan koordinator P2M Puskesmas
Pakis Aji, serta bidan desa tentang jumlah kasus kusta di Desa Bulungan.
2. Mencatat hasil rekapitulasi kasus kusta Kabupaten Jepara bulan Januari 2013 Maret
2014 yang diperoleh dari DKK Jepara.
3. Wawancara dan pengamatan langsung dengan penderita kasus kusta dan penduduk
yang ada di sekitar rumah penderita dalam radius sekurang-kurangnya 100 m/20 rumah.
4. Pencatatan hasil wawancara dan pengamatan langsung

16

V.

PENGOLAHAN DATA
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif.

VI.

PENENTUAN MASALAH
Masalah ditentukan dari ditemukannya kesenjangan antara harapan dan tujuan yang telah
ditetapkan dengan kenyataan yang ada yang menimbulkan rasa tidak puas sehingga timbul
keinginan untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
VII.PEMECAHAN MASALAH
Dari data yang ada kemudian dilakukan analisis penyebab masalah, kemudian dicari
alternatif pemecahan masalah dengan berdasarkan sumber daya, sarana dan dana yang ada.

You might also like