You are on page 1of 6

EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS

Darto Saharso
Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya
BATASAN
Kejang berulang tanpa provokasi yang berasal dari medial atau lateral lobus temporalis, biasanya
berupa kejang parsial sederhana tanpa gangguan kesadaran, dengan atau tanpa aura, dan dapat
berupa kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran. (ILAE-1985)
PATOFISIOLOGI
Lima puluh persen epilepsi merupakan tipe parsial dan epilepsi parsial merupakan epilepsi lobus
temporalis (ELT).
Pada epilepsi lobus temporalis sering didapatkan sklerosis pada daerah hipokampus. Sklerosis ini akan
menyebabkan kematian sel daerah hipokampus pada regio CA1, CA3 dan hilus dentatus
Penyebab yang sering menimbulkan epilepsi lobus temporalis ini adalah:
Post infeksi SSP (ensefalitis herpes simpleks dan meningitis bakteri)
Trauma kepala yang menimbulkan ensefalomalasia dan sikatrik korteks
Glioma
AVM
Hamartomas
Genetik
Kejang demam komplikata
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Anamnesis:
Aura dijumpai pada 80% penderita ELT. Aura yang timbul dapat berupa gejala penciuman, ilusi,
halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran.
Kadang ditemukan adanya distorsi menilai ukuran benda dan jarak penderita dengan obyek.
Pnenomena psikis yang dapat timbul adalah dejavu, depersonalisasi dan derealisasi.
Juga dapat disertai dengan perasaan cemas dan takut.

Pemeriksaan fisik:
o Penderita menjadi diam
o Mata melebar, pupil dilatasi
o Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah atau menelan berulang
o Postur distonik unilateral tungkai

Pemeriksaan radiologi:
MRI: dijumpai atropi hipokampus pada 87% penderita

Pemeriksaan EEG:
Gelombang paku dan gelombang tajam yang diikuti dengan gelombang lambat pada regio
temporal anterior (F7/F8 dan T3,T4) atau regio temporal basal (F9/F10 dan T9/T10)

DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi lobus frontalis
Narkolepsi
PENATALAKSANAAN
1.

2.

Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan
15-20 mg/KgBB/hari PO, atau
Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-7
mg/KgBB/hari PO
Bila tidak ada respon dapat dilakukan stimulai N. Vagus atau lobektomi temporal anterior

PROGNOSIS
Penderita ELT memiliki kecenderungan mengalami kematian mendadak 50x lebih tinggi daripada
populasi normal.
Jika setelah 2 tahun tidak mengalami kejang kembali dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik.

Penderita dapat mengalami gangguan bicara dan defisit fungsi memori.


KEJANG DEMAM
Darto Saharso
Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya
BATASAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
PATOFISIOLOGI
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik
GEJALA KLINIS
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1.

Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2.

Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Anamnesis:
Biasanya didapatkan riwayat kejang deman pada anggota keluarga lainnya (ayah, ibu atau
saudara kandung).

Pemeriksaan neurologis:
Tidak didapatkan kelainan
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah)

Pemeriksaan radiologi:
X-ray kepala, CT Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS):
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
Bayi < 12 bulan: diharuskan
2.
Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
3.
Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG):
Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal)

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis

Ensefalitis

Abses otak
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang.
1.

Penanganan Pada Saat Kejang

Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahanlahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum
teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam:
o
Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari
o
Kompres: suhu > 390C: air hangat; suhu >380C: air biasa

Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya

Penanganan suportif lainnya meliputi:


o
Bebaskan jalan nafas
o
Pemberian oksigen
o
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
o
Pertahankan keseimbangan tekanan darah

2.

Pencegahan Kejang

Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana


dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita
penyakit yang disertai demam

Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis

PROGNOSIS
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:

Kejang demam berulang

Epilepsi

Kelainan motorik

Gangguan mental dan belajar

STATUS EPILEPTIKUS (SE)


Darto Saharso
Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

BATASAN
Bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara terus menerus atau
berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang.

PATOFISIOLOGI
Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang. Kegagalan ini
terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat,
aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme
hambatan intrinsik tidak efektif.
Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
Pelepasan adrenalin dan noradrenalin
Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme
Hipertensi, hiperpireksia
Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat
2. Fase (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak
Depresi pernafasan
Disritmia jantung, hipotensi
Hipoglikemia, hiponatremia
Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC
Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia, trauma, epilepsi,
panas, dan tidak diketahui (30%)

GEJALA KLINIS
Tergantung fase kejang (fase I dan II)

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Anamnesis:
o Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
o Tingkat kesadaran diantara kejang
o Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga
o Panas, trauma kepala
o Riwayat persalinan, tumbuh kembang
o Penyakit yang sedang diderita dan RPD.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan neurologi lengkap meliputi:
o
Tingkat kesadaran
o
Pupil
o
Refleks fisiologis dan patologi

o
o
o

Ubun-ubun besar
Tanda-tanda perdarahan
Lateralisasi.

DIAGNOSIS BANDING

Reaksi konversi
Sinkop

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan penderita dengan status epileptikus adalah sebagai berikut:
1. Tindakan suportif.
Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10
menit pertama), yaitu ABC:

Airway: Bebaskan jalan nafas

Breathing: Pemberian pernafasan buatan/bantuan nafas

Circulation: Pertahankan/ perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian infus atau transfusi
jika terjadi renjatan

2. Hentikan kejang secepatnya*.


Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut (harus tercapai
dalam 30 menit pertama):

3.
4.
5.
6.
7.

1.

Pilihan I: Golongan Benzodiazepin (Lorazepam, Diazepam)

2.

Pilihan II: Phenytoin

3.

Pilihan III: Phenobarbital

Pemberian obat anti kejang lanjutan*


Cari penyebab status epileptikus
Penatalaksanaan penyakit dasar
Mengatasi penyulit
Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi dengan*:

Midazolam, atau

Barbiturat (thiopental, phenobarbital, pentobarbital) atau

Inhalasi dengan bahan isoflurane

* Jenis dan dosis obat-obatan yang diberikan dapat dilihat pada Bagan Penatalaksanaan
Status Epileptikus Darto Saharto 2006..

KOMPLIKASI

Asidosis
Hipoglikemia
Hiperkarbia
Hipertensi pulmonal
Edema paru
Hipertermia
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Gagal ginjal akut
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Edema otak

PROGNOSIS
Tergantung pada:

Penyakit dasar
Kecepatan penanganan kejang
Komplikasi

You might also like