You are on page 1of 8

I.

Definisi
Hernia insisional merupakan hernia yang terjadi pada daerah yang
mengalami kelemahan yang disebabkan oleh luka operasi yang belum
sembuh secara sempurna. Dengan kata lain, telah terjadi gap abdominal baik
dengan atau tanpa adanya penonjolan pada area postoperatif yang dapat
dipersepsikan atau dipalpasi dengan pemeriksaan klinis maupun pencitraan.
Karena insisi median pada abdomen sering dilakuakan dalam operasi
eksplorasi abdomen, hernia insisional ventral disebut hernia ventral.

II.

Etiologi
1.

Faktor umum, pada orang tua, penyembuhan lukaoperasi

lambat

dan kadang-kadang tidak sempurna


2.

Keadaan umum jelek, karena cirrhosis hepatis,


karsinoma dan penyakit-penyakit kronis, akan

memperlambat

atau

menganggu penyembuhan luka


3.

Kegemukan atau obesitas menyebabkan tekanan intra abdominal


yang berat, ditambah bahwa orang gemuk memiliki banyak lemak pada
area abdomen (bekas luka insisi operasi). Hal ini sering menyebabkan
seroma dan hematom pada luka.

4.

Infeksi, terutama pada luka operasi

5.

Jenis insisi yang digunakan

6.

Komplikasi paru-paru, terutama batuk-batuk lebih sering

7.

Pemilihan benang jahitan yang salah

8.

Nutrisi pra dan pasca bedah yang jelek

9.

Katabolisme karena sepsis berlarut sehingga penyembuhan luka


terganggu

III.

Manifestasi Klinis
Secara klinis, hernia insisional tampak sebagai tonjolan atau
protrusi di dekat area sayatan bedah. Hampir semua operasi abdomen
memungkinkan terjadinya hernia insisional di daerah bekas luka (akibat
penyembuhan tidak memadai karena infeksi), mulai dari prosedur operasi

abdomen besar (pembedahan usus, bedah vaskular), hingga prosedur insisi


kecil

(pengambilan

appendiks

atau

operasi

eksplorasi

abdomen). Sebenarnya hernia ini dapat terjadi pada setiap sayatan, namun
cenderung lebih sering terjadi pada sepanjang garis lurus dari prosesus
xiphoid lurus hingga ke pubis. Hernia di daerah ini memiliki tingkat
rekurensi yang tinggi jika diperbaiki dengan teknik jahit simple suture
dalam keadaan ketegangan. Untuk alasan ini, terutama dianjurkan bahwa
agar kasus ini diperbaiki melalui metode perbaikan bebas tegangan dengan
menggunakan mesh (jenis bahan sintetis). Tanda pertama yang biasanya
muncul dan menjadi perhatian pasien adalah munculnya benjolan
asimtomatik di area sayatan operasi. Seiring berjalannya waktu, hernia ini
membesar dan menjadi nyeri dengan gerakan atau batuk. Gejala yang tidak
biasanya muncul adalah muntah, obstipasi, atau nyeri yang hebat, namun
jika gejala ini muncul hal ini berarti berkaitan dengan inkarserasi atau
strangulasi yang merupakan suatu kegawatan.
Meninjau ulang gejala dan riwayat medis pasien merupakan
tahapan pertama dalam mendiagnosis hernia insisional. Semua operasi yang
pernah dialami pasien perlu didiskusikan. Perlu ditanyakan seberapa sering
pasien mengeluhkan nyeri, kapan nyeri pertama kali dirasakan, dan
bagaimana progresifitasnya. Perlu dilakukan palpasi untuk mengetahui
penonjolan abnormal atau massa, dan pasien dapat diminta untuk batuk atau
melakukan perasat valsava untuk melihat dan merasakan hernia dengan
lebih mudah. Untuk mengkonfirmasi keberasaan hernia, pemeriksaan
ultrasonografi atau pemeriksaaan scan lainnya seperti CT scan dapat
dilakukan. Scaning akan memberikan visualisasi hernia dan untuk
memmastikan tonjolan bukan merupakan jenis masa abdominal lainnya
seperti tumor atau pembesaran kelenjar limfe. Selain itu, dapat ditentukan
ukuran dari defek dan apakan tindakan operatif diperlukan untuk
mengatasinya.

IV.

Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin congenital karena kelemahan jaringan
atau ruang luas pada ligament inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma.
Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari
kehamilan atau kegemukan. Mengangkat beban berat dan mengejan juga
dapat menyebabkan peningkSatan tekanan intra abdominal.
Bila factor factor ini ada bersama kelemahan otot, individu akan
mengalami hernia. Bila tekanan dari cincin hernia memotong suplai darah
ke segmenhernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah
kedaruratan bedah, usus ini cepat menjadi gangrene kerena kekurangan
suplai darah.

V.

Penatalaksanaan
Tradisional "terbuka" perbaikan insisional hernia dapat cukup sulit dan
rumit operasi. Jaringan lemah dinding perut re-incised dan perbaikan yang
diperkuat menggunakan mesh palsu. Komplikasi sering terjadi karena
ukuran besar sayatan yang diperlukan untuk melakukan operasi ini. Ini
adalah terutama luka komplikasi seperti infeksi sayatan. Sayangnya, infeksi
mesh setelah memperbaiki hernia jenis ini paling sering memerlukan
penghapusan lengkap yang mesh dan akhirnya mengakibatkan kegagalan
bedah. Selain itu, insisi besar diperlukan untuk perbaikan terbuka sering
dikaitkan dengan rasa sakit pasca-operasi yang signifikan.
Laparoskopi insisional hernia perbaikan adalah cara baru operasi untuk
kondisi ini. Operasi dilakukan dengan menggunakan teleskop bedah dan
instrumen khusus. Mesh bedah ditempatkan ke dalam perut di bawah otototot perut melalui beberapa insisi kecil ke sisi dari hernia.Dengan cara ini,
jaringan lemah hernia asli tidak pernah re-incised untuk melakukan
perbaikan dan satu dapat meminimalkan potensi untuk luka komplikasi
seperti infeksi. Selain itu, kinerja operasi melalui potongan kecil dapat
membuat operasi yang kurang menyakitkan dan pemulihan lebih
cepat. Laparoskopi perbaikan telah ditunjukkan untuk menjadi aman dan
perbaikan lebih tahan daripada terbuka insisional hernia perbaikan.

VI.

Rencana Asuhan Keperawatan


1. Mobilitas fisik berhubungan dengan paralise.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan mobilitas pasien membaik atau sembuh.
Kriteria hasil :
K : Pasien dapat melakukan aktifitas dengan baik.
A : Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin.
P : Mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor resiko dan
aturan pengobatan individual.

P : Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit


dan kompensasi, klien bisa
bisa melakukan perawatan

melakukan aktifitas tanpa bantuan,


5

diri, kekuatan otot:

Intervensi :
1. Catat respon-respon emosi/perilaku pada imobilisasi.
2. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang
3.

spesifik.
Berikan/bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif

4.
5.
6.

dan aktif.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/lutut.
Berikan obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit

sebelum memindahkan/melakukan ambulasi pasien.


Rasional :
1.
Imobilisasi yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan,
2.

peka rangsang.
Tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur,
aktivitas yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakan

3.

spinal.
Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang,

4.

memperbaiki mekanika tubuh.


Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi

5.

biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.


Stimulasi sirkulasi vena/arus balik vena menurunkan keadaan
vena yang statis dan kemungkinan terbentuknya trombus.
Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot.
Obat dapat merelaksasikan pasien, meningkatkan rasa nyaman
dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual


muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan lengkap.
2. Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat
badan sesuai tujuan.
3. Menyatakan kondisi tubuh membaik.
4. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium
dalam rentang normal, berat badan meningkat, albumin (n:11.00016.000gr/dl), turgor kulit (n:<2 detik).
Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan


mengatasi sekresi.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi.
3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien.
4. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering
dengan teratur.
5. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk
sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa
makanan yang disukai pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi terhadap
pasien.
Rasional :
1. Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien harus terlindung dari aspirasi.
2. Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
3. Menurunkan resiko regurgitasi dan terjadinya aspirasi.
4. Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap
nutisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien
saat makan.
5. Meskipun proses pemulihan pasien memerlukan bantuan makan
dan menggunakan alat bantu, sosialisasi waktu makan dengan
orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
6. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang.
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya intergitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1. Dapat mengetahui tentang penyebab nyeri.
2. Berpartisipasi dalam aktivitas/perilaku mengurangi nyeri.
3. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol.
4. Nyeri berkurang skala 1-2, menunjukkan dengan menurunnya
ketegangan dan rileks, TTV (n:160/80 mmHg),
Intervensi :
1. Identifikasi karakteristik, lokasi, lama nyeri (dengan skala 0-10).
2. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.

3. Atur posisi pasien senyaman mungkin.


4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam.
5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional :
1. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
penting untuk memilih intervensi yang efektif.
2. Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
3. Posisi yang tepat mengurangi penekanan

dan

mencegah

ketegangan otot serta mengurangi nyeri.


4. Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih
nyaman.
5. Analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien
menjadi lebih nyaman.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Bingener, J; Buck, L; Richards, M; Michalek, J; Schwesinger, W; Sirinek,


K (2007). "Long term Outcomes in Laparoscopic vs Open Ventral Hernia
Repair". Arch Surg 142 (6): 5627.

2.

LeBlanc,

KA.

(2005).

"Incisional

hernia

repair:

Laparoscopic

techniques". World Journal of Surgery 29 (8): 10739


3.

Nguyen, SQ; Divino, CM; Buch, KE; Schnur, J; Weber, KJ; Katz, LB;
Reiner, MA; Aldoroty, RA et al. (2008). "Postoperative pain after
laparoscopic ventral hernia repair: a prospective comparison of sutures versus
tacks". Journal of Society of Laparoendoscopic Surgery 12 (2): 1136.

You might also like