You are on page 1of 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang Masalah


Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu

membutuhkan koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan


melibatkan cerebellum (untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan
(untuk memberi informasi tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan
gerakan), sistem motorik (sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor),
dan cerebellum (sebagai pengawas, pengatur dan pengarah informasi). Disini akan
dibahas tentang fungsi dan gangguan dari cerebellum yang dianggap sebagai pusat
koordinasi.
Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang
mempengaruhi vestibular pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula
spinalis atau nervus perifer.Gangguan keseimbangan dapat menimbulkan satu atau
keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo suatu ilusi tubuh atau pergerakan
lingkungan, atau ataxia inkoordinasi tungkai atau langkah.
Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang
membutuhkan diagnosis segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau
infark dapat mencegah kematian karena kompresi otak.
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh
dan bagian-bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan
tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius
(proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum.
Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral
atau pathway vestibular perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat
dalam proprioceptif.
Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo
atau ataksia.

BAB II
ANATOMI CEREBELLUM
1. Pendahuluan
Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu
membutuhkan koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan
melibatkan cerebellum (untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan
(untuk memberi informasi tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan
gerakan), sistem motorik (sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor),
dan cerebellum (sebagai pengawas, pengatur dan pengarah informasi). Disini akan
dibahas tentang fungsi dan gangguan dari cerebellum yang dianggap sebagai pusat
koordinasi.
Cerebellum dan batang otak terletak di fossa kranii posterior dengan atap
tentorium yang memisahkan cerebellum dengan cerebrum. Secara umum dapat
dikatakan fungsi cerebellum adalah untuk memelihara keseimbangan dan
koordinasi aksi otot pada gerakan stereotype dan non stereotype.
Cerebellum melakukan pengaturan kerja otot, sehingga terjadi kontraksi otot yang
tepat pada saat yang tepat. Hali ini terutama penting pada gerakan involunter
sehingga lesi cerebellum menyebabkan gangguan fungsi otot tanpa paralysis
volunter.

Gambar 1. Anatomi Cerebellum

Ukuran cerebellum pada manusia berkembang dibandingkan vertebrata


lain, dimana pada manusia hal ini perlu untuk pengaturan gerakan yang
membutuhkan ketelitian.
Letak : dibelakang pons dan medulla oblongata pada fossa cranii posterior dan
diatas tertutup oleh tentorium cerebelli. Dia terletak di bawah lobus occipitalis
cerebri. Cerebellum terpisah dengan cerebrum oleh sebuah alur melintang: Fissura
Transversa.
Bentuk : Oval dan mengkerut di bagian tengah. Cerebellum merupakan bagian
kedua terbesar dari otak dan beratnya 1/8 dari massa otak (sebesar tinju).
2. Penghubung Dengan Batang Otak
Ada tiga penghubung cerebellum dengan batang otak :
1

Peduncullus cerebelli inferior, dulu disebut sebagai corpus restiforme,


menghubungkannya dengan medulla oblongata

Serabut aferen yang jalan memasuki cerebellum melalui peduncullus cerebelli


inferior :
1

Tractus spinocerebellaris : datang dari medulla spinalis pergi ke


paleocerebellum (lobus anterior, pyramis, uvula)

Tractus cuneocerebellaris (fibra acruta posterior) : datang dari nuclei


cuneatum pergi ke vermis

Tractus olivocerebellaris : datang dari nuclearis olivarius inferior pergi ke


cortex neocerebellum (cerebro-cerebellum) tdd : lobus posterior
cerebellum

Tractus reticulocerebellaris : datang dari formation reticulare pergi ke


medulla vermis

Tractus vestibulocerebellaris : datang dari nuclei vestibularis dan n.


vestibulocochlearis pergi ke archicerebellum (lobus flocculonodularis =
vestibule cerebellum)

Serabut eferen keluar dari cerebellum untuk memasuki peduncullus cerebelli


inferior :
1

Fibra cerebellovestibularis pergi ke nuclei vestibularis

Fibra cerebelloreticularis pergi ke formation reticulare di pons dan medulla


oblongata
A. Peduncullus cerebelli media, dulu disebut sebagai brachium pontis,
menghubungkannya dengan pons.

Terbesar dari ketiga pedunculli cerebelli.


Pedunculus ini merupakan jalan utama dari hubungan corticopontocerebellaris.
Asal : Nuclei pontin dari bagian posterolateral pons, kemudian jalan menyilang
garis tengah.
Pergi ke : Peduncullus cerebelli media sisi yang lain untuk akhirnya pergi ke
cortex neo cerebellum (lobus posterior cerebellum) yang kontralateral.
B. Pedunculus cerebelli superior, dulu disebut sebagai : Brachium
conjunctivum menghubungkannya dengan mesencephalon
Isi utama : serabut eferen yang datang dari keempat nuclei cerebellum
Isi pelengkap : serabut aferen :
1

Tractus spinocerebellaris

Fibra rubrocerebellaris

Fibra tectocerebellaris

3.

Anatomi Permukaan

Cerebellum tersusun dari :


1

2 tipe input akson : climbing fibers, dan mossy fibers

5 tipe serabut neuron intrinsic : sel granula, sel stelate, sel basket, sel golgy
tipe 2, sel purkinje.

1 tipe output neuron : sel dari nucleus cerebellar. Sebagian sel purkinje
merupakan output neuron yang berproyeksi ke nucleus vestibularis lateralis.

Dua tipe serat aferen (input axons) menuju cortex yaitu :


1. Mossy fibers yang berakhir pada kontak sinaptik dengan sel granuler.
Mossy fibers sangat kasar dan bercabang-cabang dan berakhir di lapisan
granuler. Cabang ini berhubungan dengan cabang dendrit yang berbentuk
seperti cakar dari sel granuler. Mossy fiber menghantar impulsnya ke selsel granuler dan sel-sel ini merelaynya baik langsung ataupun tak langsung
melalui sel basket dan sel purkinje.
2. Climbing fingers yang masuk ke lapisan molekuler dan berada diantara
dendrit sel purkinje. Serat ini berakhir di nucleus central cerebelli, dengan
pengecualian beberapa serat dari cortex lobulus flocculonoduler keluar
dari cerebellum dann berakhir di nucleus di batang otak.
Kedua serabut aferen ini mempunyai asal yang berbeda. Mossy fiber adalah kedua
ujung saraf yang memasuki cerebellum dari luar yaitu : traktus spinocerebellaris,
dan prontoselebelaris. Sedangkan climbing fiber berasal dari nukleus dalam
cerebellum.
A. Intrinsik neuron :
1

Granule sel : mempunyai 4-5 lapisan dendrit pendek, menerima impuls dari
mossy fibers, axon menuju lapisan molekular bercabang 2 (T sahaped) paralel
terhadap sumbu longitudinal folium disebut paralel fiber yang bersinaps
dengan sel purkinje, stealt, basket dan golgi.

Sel stelat dan sel basket : dikenal sebagai interneuron. Menerima input dari
climbing dan paralel fibers, utput ke sel purkinje. Axon sel stelat berakhir
pada dendrit sel purkinje (sinap axodendritik) dan axon basket sel berakhir di
badan sel (sinap axosomatic).

Sel golgi : menerima input dari paralel, climbing, sel purkinje dan
mengeluarkan output pada glomeruli.

Sel purkinje : menerima input dari sel granule, sel stelat, basket da sel
purkinje yang lain. Azon utama bersinap dengan neuron di nucleus cerebelli
atau nucleus vestibullilateralis. Sedang axon cabangnya bersinap dengan sel
stelat, basket, golgi dan sel purkinje lain.

B. Output neuron :
Sel output terletak pada nucleus cerebelli. Menerima impuls dari climbing, mossy
fibers dan axon sel purkinje. Aksonnya menuju batang otak dan thalamus melalui
pedunculus cerebelli superior dan juxtarestiformis body.
Jalan ke cerebellum :
Ada 3 jalan yang dapat dialui untuk dapat keluar atau masuk dari cerebellum, di
dalam jalur ini terdapat serabut-serabut yang serebelopetal (aferen), disamping itu
ada pula serabut-serabut yang serebelofugal (eferen). Ketiga jalan itu adalah :
A. Korpus restiforme
a. Serabut-serabut aferen
- Tractus spinoserebelaris dorsalis (flechsig)
- Serabut-serabut kuneo-serebelaris
- Serabut-serabut Vestibulo-serebelaris
- Serabut-serabut olivo-serebelaris
- Serabut-serabut arkuato-serebelaris
- Serabut-serabut retikulo-serebelaris
b. Serabut-serabut eferen
- Serabut-serabut festigio-bulbaris
- Serabut-serabut kortiko-bulbaris (dari lobus flocculonodularis)
B. Brakhium Pontis
Serabut-serabut eferen : serabut-serabut ponto-serebelaris
C. Brakhium konjungtivum
1. Serabut-serabut aferen :
- Traktus spino-serebelaris ventralis (gowers)
- Tractus tecto-serebelaris
2. Serabut-serabut eferen :
- Tractus dentate-rubro-talamikus

Secara filogenetik cerebellum dapat dibagi atas :

Paleocerebellum s.spinocerebellum tdd : Lobus anterior, pyramis, uvula

Neocerebellum s.cerebro-cerebellum tdd : lobus posterior

Archicerebellum s.vestibullo-cerebellum tdd : lobus flocculonodularis

Walaupun secara morfologis tidak tepat, namun untuk praktisnya cerebellum


biasanya dibagi atas 3 bagian :

Bagian tengah yang tunggal : Vermis (dari permukaan, memang


memperlihatkan bentuk seperti cacing yang melingkar hamper sempurna)

Bagian samping sepasang : hemisphaerum cerebelli yang dibagi oleh


adanya sulci dan fissura, sehingga terbentuk lobi atau lobulli.
Lobi dan lobulli tersebut diberi nama sesuai dengan bentuk yang

ditampilkannya, namun nama-nama lobi dan lobulli tersebut kini sudah dianggap
kuno dan sebenarnya tak mencerminkan kesatuan fungsi apapun, hanya saja untuk
kebutuhan praktis nama-nama tersebut masih dipakai
Hemisphaerum cerebelli terbagi 2 oleh adanya fissure posterolateral menjadi :
A. Corpus cerebelli yang secara filogenetik tergolong paleocerebelli maupun non
cerebelli
Corpus cerebelli terbagi 2 pula oleh adanya fissure primaries menjadi :

Lobus anterior (tergolong paleocerebellum) s.spino cerebellum

Lobus posterior (tergolong noncerebellum) s.cerebro cerebellum

1.Lobus anterior
terletak di depan fissure primarius. Terdiri dari vermis anterior dan korteks
paravermian. Bagian ini dikenal juga sebagai spinocerebellum karena proyeksi
afferent utama berasal dari proprioseptif otot-otot dan tendon extremitas melalui
tractus spinocerebellaris. Fungsi utama bagian ini adalah untuk regulasi tonus otot
dan mempertahankan sikap badan. Seluruh lobus anterior bersama pyramis dan

uvula tergolong paleocerebelli. Lobus anterior ini menerima serabut aferen


proprioseptif dan exteroceptif dari kepala dan tubuh.
Bagian vermis yang sesuai dengan lobus anterior (dari depan ke belakang) ialah :

Lingula

Lobulus centralis culmen monticuli

Menerima input dari :

Muscle spindle (reseptor otot skelet)

Organon golgi (reseptor tendo)

Fungsi : menjaga tonus otot


2.Lobus posterior
Terletak antara fissure primarius dengan fissure posterolateralis. Terdiri dari
vermis dan bagian terbesar hemisfer cerebellum. Bagian ini menerima proyeksi
afferent dari korteks cerebri melalui nuklei pontis dan brachium pontis sehingga
disebut juga sebagai pontocerebellum. Fungsi utama bagian ini adalah koordinasi
berbagai gerakan lincah yang diawali dari korteks cerebri.
Seluruh lobus posterior kecuali pyramis dan uvula tergolong neocerebellum

Bagian paling depan dari lobus posterior disebut lobulus simplek (sering
juga disebut lobulus semilunaris posterior) yang dibelakang daibatasi oleh
fissura posterosuperior. Bagian vermis yang sesuai dengan lobulus simplek
disebut : Declive Vermis.

Dibelakang lobulus simplek terdapat lobulus semilunaris superior yang


dibelakang dibatasi oleh fissure horizontalis. Bagian vermis yang sesuai
dengan lobulus semilunaris superior adalah folium vermis.

Dibelakang lobulus semilunaris superior terdapat : lobulus semilunaris


inferior yang dibelakang dibatasi oleh fissure prepyramidalis. Bagian vermis
yang sesuai dengan lobulus tersebut ialah : tuber vermis.

Folium dan tuber vermis termasuk neocerebellum.


Kedua lobuli semilunaris superior dan inferior disebut lobus ansiformis

Dibelakang lobulus semilunaris inferior terdapat lobulus lobulus gracilis


yang dibelakang dibatasi oleh fissure prepyramidalis

Bagian vermis yang sesuai dengan lobulus tersebut adalah tuber vermis juga.

Dibelakang lobulus gracilis terdapat lobulus biventralis yang dibelakang


dibatasi oleh fissure post pyramidalis

Bagian vermis yang sesuai dengan lobulus tersebut ialah : pyramis

Bagian paling belakang dari lobus posterior adalah tonsil dengan ujung
membentuk sayap disebut Paraflocculus yang ke belakang dibatasi oleh
fissure posterolateralis.

Bagian vermis yang sesuai dengan tonsil ialah uvula, pyramis dan uvula vermis
termasuk Paleocerebellum
Menerima input dari : neocortex via tractus cortico prontocerebellaris
Fungsi : mengatur koordinasi aktivitas otot skelet dan mempertahankan sikap
tubuh
1

Lobus Flocculonodularis (termasuk archicerebellum)

Secara filogenetis merupakan bagian yang tertua, maka disebut juga


archicerebellum, karena proyeksi afferent utama berasal dari nuklei vestibularis.
Fungsi utama bagian ini adalah mempertahankan keseimbangan.
Bagian tengahnya merupakan bagian dari vermis disebut : nodulus, sedang bagian
hemisphaerumnya disebut : Flocculus
Lobus flocculonodularis tergolong Archicerebelum (vestibulo cerebellum),
menerima input dari : Kompleks vestibuler
Fungsi : menjaga postur dan mempertahankan keseimbangan.

4.

Vaskularisais Cerebellum

Gambar 2. Vaskularisasi Cerebellum


4.1. Arteri :
Arteri berasal dari cabang arteri vertebralis dan arteri basilaris.
1

Arteri Serebelaris Superior

Arteri ini berasal dari A. Basilaris. A. Serebelaris superior memberi cabang yang
kecil ke tektum dan bagian bawah mesencephalon. Cabang yang lebih besar
menuju ke pedunculus cerebelaris superior, terutama ke nukleus dentatus. Juga
memberi darah ke bagian ventral vermis dan daerah paravermis kedua sisi,
kemudian bercabang lagi untuk memberi suplai bagian rostral dan rostroventral
kedua hemisfer dan bagian rostral vermis.
2

Arteri Serebelaris Anterior Inferior

10

Arteri ini berasal dari A. Basilaris. Daerah yang mendapat suplai arteri ini paling
sedikit, yaitu bagian cortex dan substansia alba dari flokulus. Cabang arteri ini
adalah A. Auditori Interna, tetapi kadang-kadang arteri ini merupakan cabang
langsung dari A. Basilaris.
3

Arteri Serebelaris Posterior Inferior

Berasal dari A. Vertebralis. Arteri ini mensuplai bagian kaudal dari nukleus pada
serebelum dan korteks vermis inferior. Di daerah ini arteri tersebut bercabangcabang mensuplai korteks dan substansia alba dari setengah kaudal cerebellum.
4.2. Vena :
Setiap hemisfer cerebelli mempunyai empat kelompok besar vena yaitu :
1

Kelompok pertama adalah vena rostromedial cerebelli yang


mengumpulkan darah-darah dari bagian rostral vermis dan sekitarnya dan

nukleus dentatus. Berakhir pada vena basalis atau vena Galleni.


Kelompok kedua adalah vena rostrolateral cerebelli yang menerima darah
dari bagian rostro lateral korteks dan substansia alba infratentorial ke

sinius transversus.
Kelompok ketiga adalah vena kaudal cerebelli yang menerima darah dari
bagian bawah hemisfere dan berakhir di sinus sigmoideus atau sinus

petrosus superior.
Kelompok keempat menerima darah dari bagian ventral cerebellum,
bersatu dan membentuk vena flokularis yang menghubungkan sinus
petrosus.

5.

Bangunan Yang Terdapat Dalam Cerebellum

Sebagaimana halnya cerebrum, cerebellum juga menampilkan struktur yang sama


yaitu :
1

Cortex cerebelli (paling luar) : Substantia grisea


Hanya terdiri dari 3 lapis sel :
-

Lapisan paling luar (lapis moleculare) terdiri dari sel stellatum dan sel

keranjang diantara kedua jenis sel tersebut terdapat sel neuralgia.

11

Lapisan tengah (lapis sel purkinje) terdiri dari sel purkinje. Sel ini

merupakan sel golgi tipe I yang berbentuk seperti botol. Pada penampang
melintang setinggi folium, dendrit sel purkinje jalan memasuki lapisan
moleculare. Dari bagian dasar sel purkinje keluar axon jalan memasuki lapisan
granulare. Waktu memasuki substansia alba, axonnya akan terbungkus oleh
selubung myelin dan akan bersinapsis dengan sel neuron dalam substansia alba.
Cabang kolateral dari akson sel purkinje akan bersinaps dengan sel stellatum dan
sel keranjang di lapis moleculare.
-

Lapisan paling dalam (lapis granulare) terdiri dari sel-sel kecil (sel

granulare). Setiap sel mengeluarkan 4-5 dendrit yang akan bersinaps dengan
serabut dari nuclei cerebellum lainnya. Sedang axonnya akan memasuki lapis
moleculare dan bersinapsis dengan sel purkinje.
2

Medulla cerebelli (bagian dalam) : substansia alba, dimana di dalamnya terdapat 4


pulau-pulau substansia grisea

Nucleus Dentatus :

Paling besar, bentuk seperti karung kempes yang keriput dan melengkung, dengan
cekungannya membuka ke arah medial. Di daerah cekuntg tersebut terdapat
serabut eferen yang meninggalkan nucleus dentatus dan kemudian membentuk :
Pedunculus cerebelli posterior.

Nucleus Emboliformis :

Bentuk oval dan terletak postero-medial dari nucleus dentatus

Nucleus Globosus :

Nucleus emboliformis dan nucleus globossus bisa digabung menjadi NUCLEUS


INTERPOSITUS. Oleh karena itu cerebellum hanya punya 3 nuclei, terdiri dari
beberapa kelompok sel bundar yang terletak medialis dari nucleus emboliformis.

Nucleus Fastigialis :

Letak kiri-kanan linea mediana dari vermis dan sangat dekat dengan atap
ventriculus quartus (velum medulla posterior).

12

Substansia alba sendiri dalam vermis vermis sangat sedikit dan memperlihatkan
gambaran seperti pohon kayu (=Arbor Vitae)

Substansia alba terdiri dari 3 jenis serabut saraf :


1

Serabut Intrinsik :
Tidak pernah meninggalkan cerebellum dan berfungsi menghubungkan berbagai
bagian cerebellum. Ada yang bersifat intra hemisphaerum, sedang yang lain
menghubungkan hemisphaerum kanan dan kiri.

Serabut Aferen :
Merupakan bagian utama cerebellum dan semuanya menuju korteks cerebellum.
Jalan masuk ke cerebellum adalah : Pedunculus cerebelli superior.
-

Serabut dari alat vestibuler (dari labyrinth) berjalan dalam peduculus

cerebelli inferior menuju korteks vermis.


-

Serabut proprioseptif dari otot (tendon, sendi) berjalan dalam saraf spinal

dan N. Trigeminus, kemudian dalan traktus spinocerebellaris posterior dan


anterior menuju ke korteks cerebelli
-

Serabut-serabut dari korteks cerebri berjalan dalam pedunculus medialis

(melalui pons) menuju lobus media cerebellum


-

Serabut dari nucleus olivaria berjalan dalam pedunculus inferior menuju ke

korteks cerebelli (kontra lateral).


3

Serabut Eferen :
Berasal dari axon sel purkinje yang sebgian besar akan bersinapsis pada keempat
nuclei cerebellum. Sebagian kecil, khususnya yang berasal dari lobus
flocculonodularis tidak bersinapsis dan langsung keluar cerebellum.
-

Serabut-serabut dari nucleus dentatus emboliformis globosus berjalan

dalam pedunculus cerebelli superior media dan inferior menuju ke nukleus ruber
di mesencephalon, dari sini akan keluar serabut-serabut yang menuju ke basal
ganglia, korteks cerebri, atau ke medulla spinalis melalui traktus rubrospinal.

13

Serabut-serabut efferent menuju ke formatio reticularis melalui ketiga

pedunculus cerebri.
Serabut eferen dari keempat nuclei cerebelli keluar dari cerebellum melalui
Pedunculus cerebelli superior.
6.

Fisiologi Cerebellum

Secara filogenetis, cerebellum adalah nukleus vestibularis yang mempunyai


spesialisasi tinggi. Tampaknya cerebellum dan pusat vestibuler secara bersamasama mempunyai fungsi :
-

Mempertahankan keseimbangan tubuh

Orientasi dalam ruangan

Mengatur tonus otot

Mengatur postur tubuh

Pada manusia selain untuk keseimbangan juga mempunyai beberapa fungsi lain.
Cerebelum menerima impuls proprioseptif dari seluruh tubuh, baik impuls
motorik ataupun sensorik dari cerebrum. Impuls yang diterima akan
dikoordinasikan dan diteruskan, dihambat atau diperkuat.
Secara histologis dari cotex cerebelli menunjukkan bahwa impuls yang masuk
akan diperkuat dengan cara Avalanche Conduction. Pada umumnya fungsi utama
cerebellum adalah mengintegrasikan dan mengkoordinasikan reaksi somatik.
Impulsa motorik akan diperkuat dan disintesis kembali sehingga menimbulkan
kontraksi otot yang harmonis dan gerakan volunter yang halus dan sinkron.
Cerebellum adalah bagian otak dimana korteks cerebri menerima impuls darinya
untuk melakukan koordinasi yang mengatur gerakan volunter, sehingga
memegang peranan penting pada setiap fungsi motorik.
Pada cerebellum juga terdapat daerah-daerah untuk taktil, pendengaran
dan penglihatan. Pusat-pusat motorik, taktil, pendengaran dan penglihatan baik
kortikal maupun subkortikal di cerebrum, diproyeksikan pada daerah yang sama
di cerebellum, yang kemudian memproyeksikannya kembali ke daerah yang sama
di cerebrum.

14

Corteks cerebellum mendapat signal dari berbagai sumber. Mula-mula


perintah dari cortex cerebri dan sistem piramidal diterima melalui ketiga sistem
cerebrocerebellar. Yang terpenting adalah jaras cerebropontocerebellar yaitu jaras
yang menyilang menghubungkan hemisfer cerebri pada sisi yang berlawanan
melalui tractus cortico pontine dan pedunculus cerebelli media. Jaras lain berasal
dari area motor cerebri yaitu cerebroolivocerebellar, cerebroreticulocerebellar,
juga dari tractus spinocerebellar.
Semua modalitas sensoris (taktile, auditori, visual) memberi impuls pada
cerebellum, mekanismenya masih belum jelas. Secara umum vermis menerima
input aferen dari medula spinalis, floculonoduler dari sistem vestibuler dan
hemisfer cerebellum dari cortex cerebri. Setelah menerima signal aferen,
cerebellum mengoreksi kesalahan atau kekurang akuratan dari gerak otot.
Ada beberapa rute impuls mencapai sistem motor dan mengatur gerak
otot-otot yaitu :
1. Dentatorubrospinal : secara tidak langsung ke lower motor neuron dari medulla
spinalis, jaras dari nucleus dentata bersinaps dengan sel nucleus rubra yang
beraxon ke tractus rubrospinal. Jaras-jaras tersebut mengalami dua kali
penyilangan yaitu :
1.

Di decusatio pedunculus cerebellum superior

2.

Dekat asal traktus rubrospinal. Hal ini menyebabkan awal dan


akhir jaras terdapat pada sisi yang sama.

2. Eferen dentato thalamo cortical menyilang pada pedunculus cerebellum superior


lewat nucleus rubra naik ke nucleus ventrolateral thalamus, lewat thalamo cortical
menuju area motoris di lobus frontal.
Cerebellum mempengaruhi traktus piramidalis lewat jalur ini.
Sirkuit Feed back cerebellum :
1. Regio vermal :
Menerima input dari medulla spinalis menuju nucleus fastigial melalui tractus
reticulospinal (formatio reticularis) dan nucleus vestibularis menuju medulla
spinalis.

15

2. Lobulus posteriors :
Menerima input dari sistem vestibuler menuju fastigio bulbar dan fastigio reticulo
vestibuler.

3. Hemisphere :
Menerima informasi dari cortex cerebri dan mengirim kembali informasi tersebut
melalui jalur dentato thalamo cortical untuk memberikan pengaruh pada cerebrum
dan melalui nucleus rubra untuk mempengaruhi medulla spinalis (rubrospinal
tract).
7.

FUNGSI UTAMA CEREBELLUM :

Cerebellum danggap sebagai Head Ganglion dari system proprioseptif, karenanya


dia berfungsi :
1

Mengatur tonus otot skelet

Mengontrol aktivitas otot sadar

Mengatur postur dan keseimbangan tubuh

Untuk memudahkan mengingat struktur dan fungsi cerebellum, maka rujuklah


angka 3 (cerebellar triads) :
a) Punya 3 bagian : 2 hemispherum dan 1 vermis
b) Punya 3 lobus : Anterior, posterior, dan flocculonodularis
c) Punya 3 bagian fungsional/filogenetik :
-

Archicerebellum (vestibulocerebellum) : lobus flocculonodularis

Paleocerebellum (spinicerebellum) : lobus anterior, pyramis, uvula

Neocerebellum (cerebrocerebellum) : Lobus posterior


d) Punya 3 pasang nuclei :

Nucleus dentatus

Nucleus fastigialis

Nucleus interpositus (nucleus emboliforus dan nucleus globosus)


e) Punya 3 pasang penghubung :

Pedunculus cerebellaris inferior

Peduncullus cerebellaris media


16

Peduncullus cerebellaris superior


f) Punya 3 akhir dari setiap axon purkinje :

Pada nuclei cerebellum

Pada nuclei vestibullaris

Pada neuron purkinje kontralateral

8.

Aspek Klinis :

Dapat dibedakan atas :


1

Lesi di neocerebellum

Lesi di paleocerebellum

Lesi di archicerebellum

A. Lesi di neocerebellum dapat memberikan gejala-gejala sebagai berikut :


a) Hipotonia :
Otot kehilangan kemampuan untuk melawan jika otot dimanipulasi secara pasif.
Pasien akan berjalan sempoyongan. Disebabkan oleh karena hilangnya pengaruh
fasilitas cerebellum terhadap stretch reflex.
b) Disequilibrium :
Kehilangan keseimbangan oleh karena tak ada kordinasi kontraksi otot skelet.
c) Dissynergia :
Kehilangan koordinasi kontraksi otot, meliputi :
-

Disarthria

bicara cadel
-

Distaxia

tak bisa mengkoordinasikan kontraksi otot skelet


-

Dismetria

Salah menafsir jarak, disebabkan karena kontraksi otot tidak di rem oleh otot-otot
antagonis. Tak mampu menghentikan gerakan pada titik yang diinginkan.
-

Disdiadokokinesis

tak mampu mengubah gerakan dengan cepat, disebabkan karena adanya kontraksi
dan relaksasi yang lambat atau berlebihan.(ex: dari fleksi ke extensi)

17

Intentio Tremor

Tremor di tangan bila hendak melakukan sesuatu gerakan bertujuan. Tremor ini
terjadi karena ada gangguan dalam koordinasi gerakan, penderita sadar dan
berusaha untuk mengoreksinya. Tremor ini lebih tepat disebut sebagai tremor
ataksik.
-

Titubasi

Tremor yang ritmis pada kepala dengan kecepatan 3-4 kali per menit dapat
menyertai lesi cerebellum bagian tengah.
-

Nystagmus

Bola mata distaxia kiri dan kanan, karena suatu iritasi vestibuler fiber atau oleh
karena penekanan nucleus vestibuler.
-

Gangguan pada mata :

Bisa berupa skew deviation dimana terjadi deviasi ke atas dan keluar dari bola
mata pada sisi yang berlawanan dengan lesi dan deviasi ke bawah dan ke dalam
dari bola mata pada sisi lesi.
-

Gerakan Rebound

Ketidakmampuan mengontrol gerakan. Contoh: kalau lengan bawah difleksikan


dengan pasif, kalau dilepas lengan tersebut akan memukul dada.
9.

Sindrom Pada Cerebellum


1. Sindroma Hemisphaerum cerebellaris :

Rusak satu hemisphaerum cerebelli


Gejala

: Distaxia dan hipotonia anggota badan ipsilateral

Etiologi

: Neoplasma dan infark

2. Sindroma vermis rostralis :


Rusak lobus anterior
Gejala

: Distaxia kaki dan truncus

Etiologi

: Keracunan alkohol, terjadinya degenerasi bagian anterior vermis

3. Sindroma vermis caudalis :


Rusak lobus posterior dan flocculonodularis

18

Gejala

: Distaxia truncus sehingga tak mampu berdiri tegak dan

nystagmus
Etiologi

: Tumor

4. Sindroma pancerebellaris
Rusak pada kedua hemisphaerum cerebellaris
Gejala

Bilateral distaxia

Degenerasi

Disarthria
Nystagmus
Hipotonia
Etiologi

Multiple sclerosis
Keracunan alcohol
B. Lesi di paleocerebellum dapat memberikan gejala-gejala gangguan sikap tubuh
dan tonus otot.
1.

Lesi di archicerebellum dapat memberikan gejala-gejala berupa ataksia


trunkal, yaitu dimana penderita bila disuruh duduk tampak badannya
bergoyang. Disamping itu dapat juga memberikan gejala berupa vertigo
dimana penderita merasa sekitarnya atau badannya bergoyang.

19

BAB III
GANGGUAN KESEIMBANGAN
1. Pendahuluan
Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang mempengaruhi
vestibular pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula spinalis atau
nervus perifer.Gangguan keseimbangan dapat menimbulkan satu atau keduanya
dari dua tanda kardinal: vertigo suatu ilusi tubuh atau pergerakan lingkungan,
atau ataxia inkoordinasi tungkai atau langkah.
Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang
membutuhkan diagnosis segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau
infark dapat mencegah kematian karena kompresi otak.
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan
bagian-bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan
tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius
(proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum.
Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral
atau pathway vestibular perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat
dalam proprioceptif.
Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo
atau ataksia.
A. Vertigo
Vertigo adalah ilusi dari pergerakan tubuh atau lingkungan. Vertigo dapat
dihubungkan dengan gejala-gejala lain seperti impulsi (suatu sensasi yang
menyebabkan tubuh menjadi seperti terlempar atau tertarik terhadap ruang),
oscillopsia (ilusi visual dari pergerakan kedepan dan kebelakang), nausea,

20

vomiting atau gait ataksia.

1.

Perbedaan antara vertigo dan gejala-gejala lain

Vertigo harus dapat dibedakan dari nonvertiginous dizziness, dimana termasuk


sensasi flight-headedness, pusing atau gamang tanpa dihubungkan dengan ilusi
pergerakan. Kebalikannya dari vertigo, sensasi ini dihasilkan oleh kondisi yang
mengganggu suplai otak dari darah, oksigen atau glukosa, - misalnya stimulasi
vagal yang hipotensi orthostatik, aritmia kardiak, iskemia miokardial, hipoksia
atau hipoglikemia. dan dapat memuncak sampai kehilangan kesadaran.
2.

Differential diagnosis

A. Asal anatomik
Langkah pertama mendiferensial diagnosis vertigo adalah dengan melokalisasi
proses patologik pada perifer atau sentral vestibular pathway (gambar 3-1)
Lesi vestibular perifer mempengaruhi labirint telinga tengah atau divisi
vestibular dari nervus acustik (VIII). Lesi sentral mempengaruhi nuklei vestibular
batang otak atau pada hubungannya. Yang jarang, vertigo yang berasal dari
kortikal, terjadi sebagai gejala yang dihubungkan dengan kompleks serangan
parsial.
B. Gejala-gejala
Karakteristik pasti vertigo, termasuk adanya beberapa abnormalitas yang
berhubungan, dapat membantu membedakan penyebab perifer dan sentral.
1. Vertigo perifer cenderung intermitten, berakhir dalam periode singkat dan lebih
menghasilkan distress dari pada vertigo yang asalnya sentral. Nistagmus (osilasi
ritmik dari bola mata) selalu dihubungkan dengan vertigo perifer; biasanya
unidirectional dan tidak pernah vertikal (lihat dibawah). Lesi perifer biasanya
menghasilkan gejala-gejala tambahan dari telinga tengah atau disfungsi nervus
akustik, yaitu hearing loss dan tinitus.
21

2. Vertigo sentral dapat terjadi dengan atau tanpa nistagmus; jika ada nistagmus,
lesi dapat vertikal, unidirectional, atau multidirectional dan dapat berbeda pada
karakter kedua mata. (nistagmus vertikal adalah osilasi permukaan vertikal; yang
dihasikkan oleh pandangan keatas atau kebawah yang tidak penting pada tingkat
vertikal). Lesi sentral dapat menghasilkan tanda batang otak atau serebelar
intrinsik, seperti defisit motorik atau sensorik, hiperrefleksia, respon plantar
extensor, dysarthria, atau ataxia tungkai atau lengan.
B. Ataksia
Ataksia adalah inkoordinasi atau clumsiness dari pegerakan yang tidak dihasilkan
oleh kelemahan muskular. Ataksia disebabkan oleh gangguan vestibular, serebelar
atau sensorius (proprioceptif). Ataksia dapat mempengaruhi pergerakan bola mata,
kemampuan berbicara (menghasilkan dysarthria), tungkai sebagian, trunkus, cara
berdiri atau melangkah.
a. Ataksia vestibular
Ataksia vestibular dapat dihasilkan oleh lesi yang sama pada sentral dan perifer
yang menyebabkan vertigo. Nystagmus seringkali muncul dan secara khas
unilateral dan paling nyata pada pandangan menjauhi sisi vestibular yang terlibat.
Disarthria tidak terjadi.
Ataksia vestibular tergantung gravitas: inkoordinasi tungkai yang terlibat tidak
terlihat saat pasien diperiksa pada posisi berbaring tengkurap tapi akan terlihat
saat pasien mencoba untuk berdiri atau berjalan.
b. Ataksia serebelar
Ataksia serebelar dihasilkan oleh lesi serebelum atau pada hubungan afferent atau
efferent dalam pedunkula serebelar, nukleus merah, pons atau medula spinalis.
Oleh karena hubungan persilangan antara korteks serebelar frontal dan serebelum,
penyakit frontal kadang-kadang juga mirip dengan gangguan hemisfer serebelar
kontralateral. Manifestasi klinik ataksia serebelar tediri dari iregularitas

22

kecepatan, ritmik, amplitudo dan kekuatan pergerakan volunter.


A. Hipotonia
Ataksia serebelar biasanya dihubungkan dengan hipotonia, yang mengakibatkan
penderita kurang baik mempertahankan postur. Tungkai atau lengan biasanya
mudah dirubah oleh kekuatan yang relatif kecil dan saat berjabat tangan dengan
pemeriksa, memperlihatkan peningkatan jarak penyimpangan. Jarak ayunan
lengan selama berjalan peningkatannya sama. Refleks tendon terletak pada
kualitas pendular, sehingga beberapa osilasi lengan atau tungkai dapat terjadi
sesudah refleks didapatkan, walaupun tidak ada peningkatan laju refleks. Saat
otot berkontraksi melawan tahanan yang kemudian dilepaskan, otot antagonis
gagal untuk menyesuaikan pergerakan dan kompensasi relaksasi otot yang tidak
terjadi pada waktunya. Ini menghasilkan rebound movement dari tungkai atau
lengan.
B. Inkoordinasi
Sebagai tambahan untuk hipotonia, ataksia serebelar dihubungkan dengan
inkoordinasi pergerakan volunter. Pergerakan sederhana onsetnya terlambat, dan
laju akselerasi dan deselerasinya menurun. Laju ritme, amplitudo dan kekuatan
pergerakan mengalami fluktuasi, mengasilkan sentakan-sentakan. Oleh karena
iregularitas ini paling menonjol selama awal dan akhir pergerakan, menghasilkan
manifestasi klinik yang paling nyata termasuk dysmetria terminal, atau
melampaui, saat tungkai atau lengan mengarah langsung pada target, dan
intention tremor saat tungkai atau lengan mencapai target. Kompleks pergerakan
lebih cenderung asinergia. Pergerakan yang melibatkan perubahan cepat dalam
arah atau kompleksitas fisiologis yang lebih besar, seperti berjalan, paling berat
dipengaruhi.
C. Hubungan dengan abnormalitas ocular
Oleh karena serebelum memiliki peran yang menonjol pada kontrol pergerakan
mata, abnormalitas okular sering merupakan akibat dari penyakit serebelar. Ini

23

termasuk nistagmus dan hubungan osilasi okular, parese tatapan, dan saccadic
yang kurang baik dan gerakan-gerakan mencari.
D. Tanda-tanda klinik pada distribusi basis anatomi
Berbagai daerah anatomi serebelum, secara fungsional berbeda, dihubungkan
dengan organisasi somatotropik motorik, sensorik visual dan koneksi
auditoriusnya.
Lesi midline zona tengah serebelum vermis dan lobus flocculonodular dan
hubungan nuklei subkortikalnya (fastigial) terlibat dalam kontrol dan fungsi
aksial, termasuk pergerakan mata, postur kepala dan trunkus, cara berdiri, dan
melangkah. Penyakit midline serebral menghasilkan sindrom klinik yang
dikarakteristik oleh nistagmus dan gangguan lain dari motilitas okular, osilasi
kepala dan trunkus (titubasi), instabilitas sikap berdiri, dan gait ataksia.
Keterlibatan selektif dari vermis serebelar superior, seperti yang biasa terjadi pada
degenerasi serebral alkoholik menghasilkan semata-mata atau ataksi primer gait,
seperti yang dapat diprediksi melalui peta somatotropik dari serebelum.
Lesi-lesi hemisfer zona-zona lateral dari serebelum (hemisfer serebelum)
membantu untuk pergerakan koordinasi dan mempertahankan irama pada lengan
atau tungkai ipsilateral. Hemisfer juga memiliki peranan dalam regulasi tatapan
ipsilateral. Gangguan yang mempengaruhi hemisfer serebelar yang menyebabkan
hemiataksia ipsilateral dan hipotonia dari tungkai atau lengan, seperti juga
nistagmus dan transient ipsilateral gaze (tatapan) paresis (suatu ketidak mampuan
untuk melihat secara volunter kearah sisi yang dipengaruhi). Dysarthria dapat juga
terjadi dengan lesi-lesi paramedian pada hemisfer serebelar kiri.
Penyakit diffus beberapa gangguan serebelar toksik khas, metabolik, dan
kondisi degeneratif mempengaruhi serebelum secara difus. Gambaran klinik
seperti pada keadaan kombinasi gambaran penyakit hemisfer midline dan
bilateral.

24

c. Ataksia sensorius
Ataksia sensorius dihasilkan dari gangguan yang mempengaruhi proprioceptif
pathway dalam nevus sensorius perifer, sensory root, kolumna posterior medula
spinalis, atau lemnisci medial. Lesi talamus dan lobus parietal merupakan
penyebab jarang dari hemiataksia sensorius kontralateral. Sensasi posisi sendi dan
pergerakan (kinesthesis) mula-mula pada korpuskulae pacinin dan nevus
unencapsulat berakhir pada sendi kapsul, ligamen-ligamen, otot dan periosteum.
Sensasi ditransmisikan lewat serat mielin yang tebal, suatu serat yang primernya
merupakan neuron afferent, yang masuk dorsal horn medula spinalis dan naik
tanpa melewati kolumna posterior. Informasi proprioceptif dari tungkai
disampaikan secara medial pada fasikulus gracilis, dan informasi dari lengan
disampaikan secara lateral yang terletak fasikulus kutaneus. Traktus ini bersinap
pada neuron sensorius urutan kedua dalam nukleus gracilis dan nukleus kutaneus
pada medula bawah. Second-order neuron berdekusasi sebagai serat arkuata
internal dan ascenden pada lemnikus medial kontralateral. Mereka berakhir pada
nukleus ventral posterior dari thalamus, dari sini, neuron sensorius third-order
berlanjut ke korteks parietal.
Ataksia sensorius polineuropathy atau lesi-lesi kolumna posterior secara khas
mempengaruhi langkah dan tungkai secara simetrik; lengan terlibat sedikit luas
atau meluas secara menyeluruh. Pemeriksaan menunjukkan gangguan sensasi
posisi sendi dan pergerakan yang dipengaruhi oleh tungkai atau lengan, dan rasa
vibrasi biasa juga terganggu. Vertigo nistagmus, dan disarthria yang khas tidak
ada.
2.

Riwayat Gejala dan Tanda

A. Vertigo
Vertigo sebenarnya harus dapat dibedakan dari light-headed atau sensasi
presyncopal. Vertigo secara khas dideskripsikan sebagai rasa berputar, rotasi atau

25

pergerakan, tapi saat dideskripsikan menjadi samar, pasien harus ditanyai secara
spesifik jika gejala yang ada berhubungan dengan rasa pergerakan. Keadaan
seputar gejala-gejala yang terjadi dapat membantu secara diagnosis. Vertigo sering
timbul dengan perubahan posisi kepala. Gejala-gejala yang terjadi sering timbul
sesudah prolonge recumbency adalah gambaran yang sering terjadi pada hipotensi
ortostatik, dan dizzines nonvertigo dihubungkan dengan vertigo sebenarnya. Jika
masalah sudah diidentifikasi sebagai vertigo, gejala-gejala yang berhubungan
dapat membantu melokalisasi sisi yang terlibat. Keluhan hearing loss atau tinitus
kuat, diduga adanya gangguan dari aparatus vestibular perifer (labirin atau nervus
akustik). Disartria, disphagia, diplopia atau kelemahan fokal atau sensory loss
yang mempengaruhi wajah atau tungkai menunjukkan kemungkinan lesi sentral
(batang otak).
B. Ataksia
Ataksia dihubungkan dengan vertigo diduga terjadi kerusakan pada vestibular,
apakah ada numbness atau tingling pada tungkai, sering terjadi pada pasien
dengan ataksia sensorius. Oleh karena defisit proprioceptif dapat mengalami
perluasan, dikompensasi melalui isyarat sensorius, pasien dengan ataksia
sensorius dapat mengeluhkan bahwa keseimbangan mereka terganggu saat mereka
melihat kaki mereka saat berjalan atau saat menggunakan tongkat. Mereka juga
menemukan bahwa mereka tidak stabil dalam keadaan gelap dan dapat mengalami
kesulitan khusus dalam menaiki tangga.
a). Onset dan rangkaian waktu
Menentukan waktu terjadinya gangguan dapat menduga penyebabnya. Onset tibatiba ketidak seimbangan terjadi pada infark dan hemoragik batang otak atau
serebelum (misalnya, sindrome medulari lateral, hemoragik atau infark serebelar).
Episodik disequilibrium dari onset akut diduga transient ischemik attack pada
distribusi arteri basiler, benigna positional vertigo, atau Menieress disesae.
Ketidak seimbangan dari transient ischemik attack yang biasanya bersamaan
dengan defisit nervus kranial, tanda neurologik pada tungkai, atau keduanya.

26

Meniere disease biasanya dihubungkan dengan progresive hearing loss dan tinitus
demikian juga vertigo.
Kronik, ketidak seimbangan progresif dalam jangka waktu beberapa minggu
atau bulan paling sering diduga oleh karena toksik atau gangguan nutrisi
(misalnya, defisiensi vitamin B12 atau vitamin E, paparan nitrik oksida).
Perkembangan yang melebihi beberapa bulan-tahun dikarakteristik oleh
degenerasi spinocerebelar yang diturunkan.
b). Riwayat medis
Riwayat medis harus diteliti untuk menemukan fakta penyakit yang
mempengaruhi sensory pathway (defisiensi vitamin B12, syphilis) atau serebelum
(hypothyroidisme, syndrome paraneoplastik, tumor) dan obat yang menghasilkan
ketidak seimbangan dengan merusak vestibular atau fungsi serebelar (ethanol,
obat sedatif, phenytoin, antibiotik aminoglikosida, quinin, salisilat).
c). Riwayat keluarga
Gangguan herediter degeneratif dapat menyebabkan ataksia serebelar progresif.
Sebagai gangguan yang melibatkan degenerasi spinocerebelar, Friedreichs
ataksia, ataksia-telangiektasi, dan Wilsons disease.

3.

Pemeriksaan Fisik Umum

Berbagai gambaran dari pemeriksaan fisik umum dapat menyediakan petunjuk


apa yang mendasari penyakit ini. Hipotensi ortostatik dihubungkan dengan
gangguan sensorius khusus yang menghasilkan ataksia yaitu, tabes dorsalis,
polyneuropathy dan dengan beberapa kasus degenerasi spinoserebelar. Kulit
dapat memperlihatkan telangiektasi okulokutaneus (ataksia-telangiektasi), atau
kulit dapat terlihat kering, dengan rambut yang rapuh (hypothyroidisme) atau
terlihat berwarna kuning seperti lemon (defisiensi vitamin B). Pigmentasi kornea
(Kayser-Fleischer) ring terlihat pada Wilsons disease.
Abnormalitas skeletal dapat muncul. Kyphoscoliosis adalah tanda khas pada

27

ataksia Friedreichs disease; sendi hipertrofi atau hiperekstensibel biasanya pada


tabes dorsalis dan pes cavus merupakan gambaran nyata neuropathi herediter.
Abnormalitas pada junction craniocervical dapat dihubungkan dengan malformasi
Arnold-Chiari atau abnormalitas kongenital lain yang melibatkan fossa posterior.
4.

Pemeriksaan Neurologik

4.1. Pemeriksaan status mental


Suatu keadan konfusional akut dengan ataksia merupakan ciri khas intoksikasi
etanol atau obat sedatif danWernickes encephalopathy.
Demensia dengan ataksia serebelar terlihat pada penyakit Wilson, CreutsfelJacobs disease, hipotiroidisme, sindrome paraneoplastik dan beberapa degenerasi
spinocerebelar. Demensia dengan ataksia sensorius diduga disebabkan oleh
taboparesis syphilistik atau defisiensi vitamin B12.
Korsakiffs disease syndrome dan ataksia serebelar dihubungkan dengan
alkoholisme kronik.
4.2. Berdiri dan melangkah
Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara
serebelar, vestibular dan ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri
dan melangkah dengan dasar melebar dan tidak stabil, sering dihubungkan dengan
pergerakan terhuyung-huyung atau tiba-tiba.
4.2.1. Berdiri
Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat
memperlihatkan keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan
desakan persisten, pasien secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling
medekat tapi akan meninggalkan ruang antar keduanya. Pasien dengan ataksia
sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular, meskipun pada akhirnya
mampu untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap kehilangan satu
sumber input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang mekanisme
lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata,

28

mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan


tidak stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg).
Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan
ataksi serebelar tidak mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan
menggunakan input visual dan ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah
pada saat mata tertutup ataupun terbuka.
4.2.2. Melangkah
Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan
keadaan terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan
trunkus (titubasi) dapat juga ada. Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang
bertanggung jawab, maka kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi
lesi saat pasien mencoba untuk berjalan pada garis lurus atau lingkaran atau
berbaris pada tempat dengan mata tertutup. Langkah tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem
rendah. Sebagai tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat
kaki tinggi dari tanah dan membanting kebawah dengan kuat (steppage gait)
karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas dapat diperbaiki secara dramatikal
dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan
tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat berjalan dalam
gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan
konversi dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya
sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan
oleh penyakit yang mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang
sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat
menyebabkan ketidak stabilan pada pasien dengan langkah terhuyung-huyung,
dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka tanpa jatuh. Perbaikan
keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi keseimbangan

29

yang sempurna.
Nervus Oculomotor (III), Trochlearis (IV), Abducent (VI), & Acustic (VIII)
Abnormalitas fungsi saraf okular dan vestibular secara khas muncul pada penyakit
vestibular dan sering bersamaan dengan lesi serebelum. (Pemeriksaan nervus
kranial III, IV dan VI akan didiskusikan lebih detail pada bab 5).
4.3.

Sistem motorik

Pemeriksaan fungsi motorik pada pasien dengan ganguan keseimbangan akan


membedakan pola dan berat ringannya ataksia dan menyingkapkan keterlibatan
piramidal, extrapiramidal atau nervus perifer yang dapat diduga sebagai penyebab.
Gambaran klinik membantu membedakan penyakit serebelar dari penyakit yang
melibatkan sistem motorik yang lain.
4.3.1. Ataksia dan gangguan tonus otot
Stabilitas trunkus dinilai pada pasien dengan posisi duduk, dan masing-masing
tungkai diperiksa.
Pergerakan lengan pasien diobservasi dengan meletakkan jari pasien didepan
hidung atau dagu dan menggerakkan kedepan dan kebelakang dan jari pemeriksa.
Pada serebelar ataksia ringan, intensional tremor secara khas terlihat pada
permulaan dan akhir setiap gerakan, dan pasien dapat melampaui target.
Saat pasien diminta untuk menaikkan lengan dengan cepat agar lebih tinggi, - atau
saat lengan memanjang dan menjulur di depan pasien, dan dipindahkan dengan
kekuatan tiba-tiba akan terjadi overshoot (melampaui target) atau rebound.
Gangguan pada kemampuan untuk mengecek kekuatan kontraksi muskular dapat
juga diperlihatkan melalui pasien dengan tiba-tiba melenturkan lengan pada siku
melawan tahanan dan kemudian kekuatan yang diberikan pada lengan
dihentikan tiba-tiba. Jika pada tungkai ataksia, akan melanjutkan kontraksi tanpa
tahanan, dan dapat menyebabkan tangan menampar bahu atau wajah pasien.
Ataksia pada tungkai dapat diuji pada posisi supine dengan menaikkan dan
menurunkan tumit kaki secara halus.

30

Ataksia dari beberapa tungkai memberikan refleksi iregularitas pada laju, ritme,
amplitudo dan kekuatan.
Hipotonia dikarakteristik oleh gangguan serebelar; dengan lesi hemisfer serebelar
unilateral, tungkai ipsilateral hipotonik.
Hipertonia ekstrapiramidal (rigiditas) terjadi pada ataksia serebelar penyakit
Wilson, degenerasi hepatocerebelar didapat, Creutzfeldt-Jacob disease, dan tipetipe tertentu dari degenerasi olivopontocerebellar.
Ataksia degnan spastisitas dapat terlihat pada multiple sclerosis, tumor fossa
posterior atau anomali kongenital, iskemia atau infark vertebrobasiler, degenerasi
olivopontocerebellar, Friedreichs dan ataksia herediter lain, neurosyphilis,
Creutzfeldt-Jacob disease dan devisiensi vitamin B12.
4.3.2. Kelemahan
Pola beberapa kelemahan dapat diperiksa. Kelemahan neuropatik distal dapat
disebabkan oleh gangguan yang menghasilkan ataksia sensorius, seperti
polyneuropathy dan ataksia Friedreich. Paraparesis dapat terjadi bersamaan pada
ataksia dengan defisiensi vitamin B12, multiple sclerosis, lesi foramen magnum,
atau tumor medula spinalis. Ataksia quadriparesis, hemiataxia dengan hemiparesis
kontralateral, atau hemiparesis ataksik diduga karena adanya lesi pada batang
otak.
4.3.3. Abnormalitas pergerakan involunter
Asterixis dapat terjadi pada ensephalophaty hepatik, degenerasi hepatoserebelar
didapat, atau ensephalopathy metabolik lain. Myoclonus dapat terjadi pada
kondisi yang sama dengan asterixis dan merupakan manifestasi yang menonjol
dari penyakit Creutzfeldt-Jacob. Chorea dapat dihubungkan dengan tanda
serebelar Wilsons disease, degenerasi hepatoserebral didapat, atau ataksia
telangiektasia.

31

4.4.

Sistem sensorius

4.4.1. Rasa posisi sendi


Pada pasien dengan ataksia sensorius, posisi rasa sendi selalu terganggu pada
tungkai dan dapat kerusakannya juga sama pada lengan. Test diselesaikan dengan
meminta pasien untuk menemukan pergerakan pasif dari sendi, mulai secara distal
dan bergerak ke proksimal, untuk menetapkan defisit level atas tiap tungkai.
Abnormalitas rasa posisi dapat juga diperlihatkan dengan menempatkan satu
tungkai dan mata pasien ditutup, tempatkan tungkai yang satunya pada posisi
yang sama.
4.4.2. Rasa vibrasi
Persepsi sensasi rasa vibrasi sering terganggu pada pasien dengan ataksia
sensorius. Pasien diminta untuk mendeteksi vibrasi garpu tala dengan frekuensi
128 Hz pada penonjolan tulang. Sekali lagi, secara berurutan sisi yang lebih
proksimal dites untuk menentukan level defisit atas masing-masing tungkai atau
daripada trunkus. Ambang pasien untuk mengapresiasikan vibrasi dibandingkan
dengan kemampuan pemeriksa sendiri untuk mendeteksi getaran pada tangan
dengan garpu tala.
4.5.

Refleks-refleks

Refleks tendon secara khasnya hipoaktif, dengan kualitas pendular, pada


gangguan serebellar; lesi serebelar unilateral menghasilkan hiporefleksia
ipsilateral. Hiporefleksia tungkai adalah manifestasi yang menonjol pada
friedreichs ataksia, tabes dorsalis, dan polyneuropathy yang menyebabkan ataksia
sensorius. Refleks hiperaktif dan respon plantar ekstensor dapat bersamaan
dengan ataksia disebabkan oleh multiple sclerosis, defisiensi vitamin B12, lesi
batang otak fokal, dan degenerasi olivopontocerebellar atau spinocerebellar
khusus.

32

5. Studi Penelitian
5.1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dapat menyingkapkan abnormalitas hematologik yang
dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12, penurunan level hormon tiroid pada
hipotiroidisme, peningkatan enzim hepatik dan rendahnya ceruloplasmin dan
konsentrasi copper pada Wilsons disease, defisiensi immunoglobulin dan elevasi
-fetoprotein pada ataksia telangiektasi, antibodi terhadap antigen sel Purkinje
pada degenerasi serebelar paraneoplatik, atau abnormalitas genetik dihubungkan
dengan degenerasi spinoserebelar herediter.
5.2. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSF) memperlihatkan elevasi protein pada sudut tumor
cerebellopontine (misalnya, neuroma akustik), tumor batang otak atau medula
spinalis, hipotiroidisme, dan beberapa polineuropathy. Peningkatan protein
dengan pleocytosis biasanya ditemukan dengan infeksi atau ensefalitis
parainfeksious, degenerasi paraneoplastik serebelar, dan neurosyphilis. Walaupun
tekanan elevasi dan darah CSF sebagai ciri cerebral hemoragik, punksi lumbal
adalah kontraindikasi jika diduga terdapat perdarahan serebelar. CSF VDRL
reaktif pada tabes dorsalis, dan oligoclonal imunoglobulin G (IgG) band dapat
terlihat pada multiple sclerosis atau gangguan inflamasi lain.
5.3. Imaging
CT scan berguna untuk memperlihatkan tumor fossa posterior atau malformasi,
infark atau perdarahan serebelar, dan atrofi serebelar yang dihubungkan dengan
gangguan degeneratif. MRI menyediakan visualisasi yang lebih baik dari lesi
fossa posterior, termasuk serebelopontine angle tumor, dan superior CT scan
untuk mendeteksi lesi dari multiple sklerosis.
5.4. Tes bangkitan potensial
Tes bangkitan potensial, khususnya optik pathway (potensial bangkitan visual),
dapat membantu mengevaluasi pasien dengan dugaan multiple sclerosis.

33

Bangkitan auditorius batang otak dapat abnormal pada pasien dengan


cerebellopontine angle tumor walaupun dengan CT scan tidak memperlihatkan
adanya abnormalitas.
5.5. X-ray dada dan echocardiografi
X-ray dada atau echocardiogram dapat memperlihatkan adanya cardiomiopathy
dihubungkan dengan ataksia Friedreich. X-ray dada dapat juga memperlihatkan
adanya tumor paru pada degenerasi cerebelar paraneoplastik.
6. Gangguan Cerebelar dan Vestibular Central
Beberapa kerusakan dapat menyebabkan disfungsi serebelar akut atau kronik.
Beberapa dari kondisi ini dapat juga dihubungkan dengan gangguan vestibular
sentral, khususnya encephalopathy Wernickes, vertebrobasilar ischemia atau
infark, multiple sclerosis, dan tumor fossa posterior.
7.

Kerusakan Akut

7.1. Intoksikasi obat


Disfungsi pancerebellar dimanifestasikan oleh nystagmus, dysarthria, dan
tungkai dan gait ataksia, merupakan gambaran menonjol dari beberapa syndrome
intoksikasi obat. Agent yang dapat menghasilkan sindrome termasuk ethanol,
hypnotic sedative (yaitu barbiturat, benzodiazepin, meprobamate, ethchlorvynol,
methaqualone), anticonvulsan (seperti phenytoin), dan hallucinogenic (khususnya
phenycylidine). Beratnya gejala berhubungan dengan dosis; saat dosis terapeutik
dari sedatif atau anticonvulsan biasanya menghasilkan nystagmus, tanda serebellar
lain menunjukkan adanya toksisitas.
Obat yang menginduksi ataksia serebelar sering dihubungkan dengan
confusional state, walaupun fungsi cognitif cenderung tahan terhadap intoksikasi
phenytoin. Confusional state yang diakibatkan oleh ethanol atau obat-obat sedativ
dikarakteristik oleh somnolen, sedangkan halusinogenik lebih sering dihubungkan
dengan agitasi delirium. Pada banyak kasus, penanganan umum cukup secara
suportif. Gambaran khusus intoksikasi masing-masing kelompok obat ini akan

34

didiskusikan lebih mendetail pada bab 1.


7.2. Wernickes Encephalopathy
Wernickes encephalopathy (lihat juga bab 1) adalah kerusakan akut dengan
trias klinis; ataksia, ophthalmoplegia, dan confusion. Wernickes encephalopathy
disebabkan oleh defisiensi thiamin (Vitamin B1) dan paling sering pada alkoholik
kronik, walaupun pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh malnutrisi. Bagian
utama yang terlibat dalam proses patologik adalah nuklei thalamik medial,
mammillary bodies, periaquaductal dan nuklei periventrikuler batang otak
(khususnya nervus oculomotorius, abducen, dan akustik), dan vermis cerebelar
superior. Keterlibatan cerebelar dan vestibular memberikan kontribusi terjadinya
ataksia.
Efek ataksia terhadap gait secara primer atau eksklusif; tungkai sendiri hanya
pada kira-kira 1 dari 5 pasien, dan lengan 1 dari 10 pasien. Jarang Dysarthria.
Temuan klasik lain termasuk gejala amnestic atau keadaan confusional global,
nystagmus horizontal atau kombinasi horizontal-vertikal, palsy bilateral rektus
lateral, tidak adanya ankle jerk. Tes kalori menunjukkan disfungsi vestibular
bilateral atau unilateral. Conjugate gaze palsy, abnormalitas pupilarry, dan
hipotermia dapat juga terjadi.
Diagnosis ditegakkan melalui respon terhadap pemberian thiamin, yang bisanya
diberikan pada initial dosis 100 mg intravena. Palsy ocular cenderung mengalami
defisit lebih awal sampai pulih dan secara khas mulai diantara beberapa jam.
Ataksia, nystagmus, dan confusion akut mulai sampai pulih diantara beberapa
hari. Pemulihan dari palsy okular selalu sempurna, tapi nystagmus horizontal
dapat menetap.
Ataksia reversibel sempurna hanya pada kira-kira 40 % pasien; dimana gait
akan kembali normal dengan total, perbaikan secara khas membutuhkan beberapa
minggu-bulan.

35

7.3. Vertebrobasilar ischemia dan infark


Transient ischemic attack dan stroke pada sistem vertebrobasilar sering
dihubungkan dengan ataksia atau vertigo.
Infark medulary lateral
Infark medulary lateral menghasilkan Wallenbegs syndrome dan paling sering
disebabkan oleh oklusi arteri vertebral proksimal. Manifestasi klinik bermacammacam, tergantung pada luasnya infark. Manifestasi klinik terdiri dari vertigo,
nausea, vomiting, dysphagia, suara serak dan nystagmus, sebagai tambahan untuk
gejala syndrome Horner ipsilateral, ataksia tungkai, kerusakan semua organ
sensorius seluruh wajah, dan hilangnya light touch dan rasa posisi pada tungkai.
Juga terdapat kerusakan pada rasa tusuk dan temperatur, terlihat pada tungkai
kontralateral. Vertigo terjadi karena keterlibatan nuklei vestibular dan hemiataksia
karena keterlibatan pedunkula cerebelar inferior.
Infark serebelar
Serebelum disuplay oleh 3 arteri besar: serebellar superior, serebellar anterior
inferior, dan cerebellar posterior inferior. Daerah-daerah yang disuplay oleh
masing-masing pembuluh darah ini sangat variabel, dari satu individu ke individu
yang lain dan antara kedua sisi serebelum seperti yang ditunjukkan oleh pasien.
cerebellar pedunkula superior, medial dan inferior berturut-turut disuplai oleh
arteri cerebellar superior, anterior inferior dan posterior inferior.
Infark serebellar terjadi akibat oklusi arteri cerebellar; sindroma klinik yang
dihasilkan dapat dibedakan hanya melalui hubungannya dengan temuan batang
otak. Pada tiap-tiap kasus, tanda cerebellar termasuk ataksia tungkai ipsilateral
dan hypotonia. Gejala dan tanda lain seperti sakit kepala, nausea, vomiting,
vertigo, nystagmus, dysarthria, palsy okular atau pandangan, kelemahan facial
atau sensory loss, dan hemiparesis kontralateral atau defisit hemisensory bisa ada.
Infark batang otak atau penekanan oleh edema cerebellar dapat mengakibatkan
koma dan kematian.
Diagnosis infark cerebellar dibuat berdasarkan pemeriksan CT scan, MRI, yang

36

juga dapat membedakan antara infark dan hemoragik; ini dapat diperoleh dengan
cepat. Jika terjadi kompresi batang otak, operasi dekompresi dan reseksi jaringan
infark dapat menyelamatkan hidup.
Infark midbrain paramedian
Infark midbrain paramedian disebabkan oleh oklusi cabang penetrasi paramedian
arteri basiler mempengaruhi ketiga serat saraf dan nukleus merah. Infark ini
menghasilan gambaran klinik (Benedicts syndrome) yang terdiri dari palsy rektus
medial ipsilateral dengan dilatasi pupil terfixasi dan ataksia lengan kontralateral
(khas, mempengaruhi hanya lengan). Tanda cerebellar terjadi karena keterlibatan
red nukleus, dimana menerima projeksi dari cerebellum pada lengan ascenden dari
pedunkula cerebellar superior.
7.4. Perdarahan cerebellar
Banyak perdarahan cerebellar diakibatkan oleh penyakit hipertensi vaskuler;
jarang disebabkan antikoagulasi, malformasi arteri-vena, dyscrasia darah, tumor
dan trauma. Hemoragik cerebellar hipertensi biasanya berlaksi pada white matter
dalam cerebellum dan bisanya meluas kedalam ventrikel keempat.
Gambaran klinik klasik hypertensive cerebellar hemorrhage terdiri dari
serangan sakit kepala tiba-tiba, yang dapat bersama-sama dengan nausea,
vomiting, dan vertigo, diikuti oleh gait ataxia dan gangguan kesadaran, biasanya
berlangsung dalam periode beberapa jam. Saat anamnesa pasien dapat sadar
penuh, kebingungan, atau comatose. Pada pasien yang sadar, nausea dan vomiting
biasanya menonjol. Tekanan darah meningkat dan rigiditas nuchal bisa muncul.
Pupil sering mengecil dan lembab reaktif. Palsy pandangan ipsilateral (dengan
pandangan selalu menjauhi sisi hemoragik) dan palsy facial perifer ipsilateral
sering terjadi. Pandangan satu arah tidak dapat berubah oleh tes kalori. Nystagmus
dan depresi ipsilateral dari refleks kornea dapat terjadi. Pasien, jika sadar,
memperlihatkan ataksia saat berdiri dan berjalan; ataxia tungkai jarang terjadi.
Pada stadium akhir penekanan batang otak, kedua kaki spastik dan respon plantar
ekstensor dapat terlihat.

37

CSF kadang-kadang bercampur darah, tapi punksi lumbal harus dihindari jika
diduga terjadi perdarahan cerebellar, karena dapat menyebabkan sindroma
herniasi.
7.5. Gangguan inflamasi
Gangguan inflamasi akut pada cerebellum dimediasi oleh infeksi atau
mekanisme imun yang penting dan sering reversibel menyebabkan ataksia.
Ataksia cerebellar disebabkan oleh infeksi virus adalah satu manifestasi prinsipil
dari ensefalitis St. Louis. AIDS dementia complex dan meningoenchepalitis
dihubungkan dengan varicella, mumps, poliomyelitis, infeksi mononukleosis, dan
choriomeningitis dapat juga menghasilkan gejala cerebellar. Infeksi bakteri adalah
penyebab yang jarang menyebabkan ataxia cerebellar; 10-20 % abses otak yang
berlokasi dalam cerebellum, ataksia dapat menjadi gambaran meningitis
haemophilus influenzae pada anak. Syndrome cerebellar telah dideskripsikan
dalam Legionnaire disease, biasanya tanpa fakta klinis meningitis.
Berbagai kondisi yang dapat terjadi mengikuti penyakit febril akut atau
vaksinasi yang menyebabkan ataksia cerebellar yang diasumsikan sebagai asal
autoimmun.
8.

Ataksia Cerebellar Akut Pada Anak-anak


Ataksia cerebellar akut pada anak adalah syndrome yang dikarakteristik oleh

gait ataksia berat yang biasanya pulih sempurna dalam beberapa bulan. Penyakit
ini secara umum didahului oleh infeksi virus akut atau inokulasi. Untuk
mendiskusikan dengan penuh ataksia cerebellar pada anak diluar lingkup bab ini.
Acute disseminated encephalopathy
Ini merupakan gangguan immune-mediated yang menyebabkan perubahan
demielinisasi dan inflamasi pada cerebellar white matter, menghasilkan ataksia
yang sering dihubungkan dengan gangguan kesadaran, seizure, tanda neurologik
fokal, atau myelopathy.

38

Fisher Variant pada Guillain-Barr Syndrome


Ataksia cerebelar, ophtalmoplegia eksternal, dan arefleksia terdapat pada
variant Guillain-Barr Syndrom. Gejala terbentuk dalam beberapa hari. Ataksia
primer mempengaruhi gait dan trunkus, dengan sedikit keterlibatan individual
tungkai; dysarthria jarang. Protein CSF dapat mengalami elevasi. Insufisiensi
respiratory terjadi tapi jarang, dan biasa terangkai gradual dan sering pulih penuh
sesudah beberapa minggu atau bulan. Ataksia yang muncul mirip pada penyakit
cerebellar, tapi belum dapat diketahui apakah muncul secara sentral atau perifer.

9.

Gangguan Kronik

9.1. Multiple sclerosis


Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cerebellar,
vestibular, atau sensorius. Tanda cerebellar dihubungkan dengan demyelinisasi
(plag) area dalam white matter cerebellum, pedunckula cerebelar, atau batang
otak. Gejala yang disebabkan multiple sclerosis dapat mengalami remisi dan
relaps.
Keterlibatan vestibular pathway pada batang otak menghasilkan vertigo, yang
dapat menyebabkan onset akut dan kadang-kadang positional. Vertigo, jarang dan
menjadi gejala pertama multiple sclerosis, jarang muncul selama perjalanan
penyakit.
Gait ataksia dari keterlibatan cerebellar merupakan keluhan utama pada 10-15
% pasien. Tanda cerebellar terlihat pada kira-kira 1 dari 3 pasien pada
pemeriksaan awal.
Nystagmus adalah satu dari banyak temuan fisik; nystagmus terjadi dengan atau
tanpa fakta disfungsi cerebelar lain. Dysarthria juga sering terjadi. Bila gait
ataksia terjadi, asalnya paling sering cerebellar daripada sensory. Ataksia tungkai
sering terjadi; biasanya bilateral dan cenderung mempengaruhi apakah kedua kaki
atau keseluruhan keempat tungkai.
Fakta bahwa gangguan/kerusakan cerebellar sebagai akibat dari multiple
sclerosis dapat ditemukan pada riwayat remisi atau relapsing fungsi neurologik

39

yang mempengaruhi berbagai sisi dalam sistem saraf pusat; dari abnormalitas
sebagai neuritis optik, opthalmoplegia internuklear, atau tanda pyramidal; atau
dari pemeriksaan laboratorium. Analisis CSF dapat menunjukkan oligoclonal
band, elevasi IgG, peningkatan protein, atau pleocystosis limfositik ringan.
Respon visual, auditorius atau somatosensorik dapat ditimbulkan dan direkam
sisi-sisi subklinik yang terlibat. CT scan atau MRI dapat memperlihatkan area
demyelinisasi. Pemeriksaan CT scan dan MRI harus dilakukan, tidak ada temuan
laboratorium sendiri yang dapat menegakkan suatu diagnosis multiple sclerosis
dan riwayat dan pemeriksaan neurologik harus dipercaya sampai tiba pada
diagnosis.
9.2. Degenerasi cerebellar alkoholik
Karakteristik syndrom cerebellar dapat terbentuk pada alkoholik kronik,
kemungkinan sebagai akibat dari defisiensi nutrisi. Pasien yang dipengaruhi
memberikan gambaran khas, mereka telah mengkonsumsi alkohol setiap hari atau
sudah lebih dari 10 tahun juga dihubungkan dengan ketidak cukupan diet. Banyak
dari mereka mengalami komplikasi medis alkoholik lain: penyakit liver, tremens
delirium, Wernicke encephalopathy, atau polyneuropathy. Degenerasi alkoholik
serebelar paling sering terjadi pada pria dan onset biasnya pada umur 40 dan 60
tahun.
Perubahan degeneratif pada cerebellum sebagian besar terkonsentrasi pada
vermis superior; karena ini juga ditemukan pada Wernicke encephalopathy juga
pada sisi cerebellar, kedua gangguan ini dapat bergabung dengan spektrum klinik
yang sama.
Degenerasi cerebellar alkoholik biasanya tersembunyi onsetnya; secara
berangsur-angsur progresif, pada akhirnya mencapai level defisit stabil.
Progresifitas memakan waktu beberapa minggu sampai bulan bahkan
perkembangannya bisa mencapai beberapa tahun; pada kasus jarang, ataksia
muncul tiba-tiba atau bisa ringan dan stabil dari serangan.
Gait ataksia adalah gambaran universal dan hampir selalu menjadi masalah
yang membutuhkan perhatian medis. Tungkai juga mengalami ataksia dengan

40

heel-knee-shin testing pada kira-kira 80 % pasien. sering ditemukan defisit


sensorius distal pada kaki dan tidak adanya refleks pergelangan kaki dari
polyneuropathy dan tanda-tanda malnutrisi seperti hilangnya jaringan
subkutaneus, atrofi otot secara umum, atau glossitis. Yang jarang manifestasimanifestasi berupa ataksia pada lengan, nystagmus, dysarthria, hipotonia, dan
ketidak stabilan trunkus.
CT scan atau MRI dapat memperlihatkan adanya atrophy cerebellar, tapi
temuan yang tidak spesifik yang dapat mempertentangkan dengan gangguan
degeneratif yang mempengaruhi cerebellum.
Ataksia cerebellar kronik yang mulai pada masa dewasa dan secara primer
mempengaruhi gait dapat juga terjadi pada hipotiroidisme, syndroma
paraneoplastik, degenerasi cerebellar idiopatik dan abnormalitas pada junction
craniocervical seperti pada Arnold-Chiari malformation. Kemungkinan terjadi
hypotiroidisme atau kanker sistemik, yang dapat ditangani, harus diteliti dengan
tes fungsi tiroid, x-ray dada, dan pada wanita pemeriksaan pelvis dan payudara.
Penangangan yang tidak spesifik tersedia bagi degenerasi cerebellar alkoholik.
Meski demikian, semua pasien dengan diagnosis ini harus menerima thiamin
karena peranannya jelas terlihat dari patogenesis defisiensi thiamin pada
encephalopathy Wernicke. Pantang dari alkohol, ditambah dengan nutrisi yang
cukup, akan memicu stabilitas pada banyak kasus.
9.3. Phenytoin menginduksi degenerasi cerebellar
Terapi kronik dengan phenytoin, sering menggunakan range dosis toksik, dapat
menyebabkan degenerasi serebral yang mempengaruhi hemipharesis cerebellar
dan inferior dan posterior vermis relatif lebih tahan. Gambaran klinik termasuk
nystagmus, dysarthria, dan ataksia yang mempengaruhi tungkai, trunkus dan gait.
Polyneuropathy dapat terlihat. Gejala secara khas irreversibel, tapi cenderung
stabil saat obat dihentikan.

41

9.4. Hipothyroidisme
Diantara gangguan neurologik yang dihubungkan dengan hypothyroidisme
adalah syndroma cerebellar progresif subakut atau kronik. Kondisi ini dapat
memberi komplikasi hipotiroidisme (pada berbagai penyebab) dan biasanya
terjadi pada umur pertengahan atau wanita lebih tua. Gejala berkembang sampai
periode beberapa bulan sampai tahun. Gejala sistemik dari mixedema biasanya
didahului oleh gangguan cerebellar, tapi pasien kadang-kadang terlihat pertama
dengan ataksia.
Gait ataksia adalah temuan yang paling menonjol dan ditemukan pada semua
pasien; ataksia tungkai juga terjadi, asimetrik. Dysarthria dan nystagmus jarang
terjadi. Pasien dapat memperlihatkan gangguan neorologik lain yang berhubungan
dengan hipotiroidisme, termasuk sensory neural hearing loss, carpal tunnel
syndrome, neuropathy, atau myopathy.
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan penurunan level hormon tiroid
dalam darah, elevasi thyroid-stimulating hormon (TSH) dan sering peningkatan
protein CSF.
Replacement terapy dengan levothyroxine, 25-50 g, ditingkatkan secara
berangsur-angsur sampai 100-200 g/d oral; biasanya menghasilkan perbaikan
secara nyata tapi tidak penuh.
9.5. Degenerasi paraneoplatik cerebellar
Degenerasi cerebellar dapat juga terjadi sebagai efek yang dipicu oleh kanker
sistemik. Kanker paru (khususnya small cell), kanker ovarium, Hodgkin disease,
dan kanker payudara adalah neoplasma yang sering dihubungkan dengan
degenerasi ini.
Degenerasi paraneoplatik mempengaruhi vermis cerebellar dan hemisfer secara
difusi. Mekanisme patogenetik pada beberapa kasus terlihat melibatkan antibodi
terhadap antigen sel tumor yang mengadakan reaksi silang dengan Purkinje Cell
cerebellar. Gejala cerebellar dapat muncul sebelum atau sesudah diagnosis kanker
sistemik perkembangan khas sampai beberapa bulan. Walaupun gangguan
biasanya berlanjut terus menerus, ini dapat stabil; remisi telah dideskripsikan

42

dengan penanganan dari neoplasma yang mendasari.


Gait dan tungkai ataksia secara karakteristik menonjol, dan dysarthria terjadi
pada beberapa kasus. Tungkai dapat dipengaruhi secara asimetrik. Nystagmus
jarang. Paraneoplastik melibatkan daerah-daerah lain dari sistem saraf yang dapat
menghasilkan dysphagia, dementia, gangguan memory, tanda pyramidal atau
neuropathy antibodi sel anti-Purkinje cell, seperti anti-Yo (ovarian dan kanker
payudara), atau antinuclear antibody, seperti anti-Hu (small cerebellar lung
cancer) dan anti Ri (kanker payudara), kadang-kadang dapat dideteksi pada darah
(tabel 3-10). CSF dapat memperlihatkan pleocytosis lymphocitic ringan atau
elevasi protein.
Diagnosis paraneoplastik cerebellar degeneration sangat sulit saat gejala
neurologik mendahului penemuan kanker yang menyertai. Frekuensi kejadian
dysarthria dan dysphagia membantu untuk membedakan kondisi ini dari
sindroma cerebellar yang terlihat pada alkoholik kronik atau hypotiroidisme.
Ataxia lengan juga diduga bahwa alkohol bukan penyebab utama. Wernicke
encephalopathy harus selalu dipertimbangkan karena kerentanan pasien kanker
terhadap malnutrisi.
9.6. Autosomal dominan ataksia spinocerebellar
Degenerasi spinocerebellar herediter adalah kelompok gangguan yang
dikarakteristik oleh lambatnya progresifitas cerebellar yang mempengaruhi gait
pada awal dan pada akhirnya membuat pasien tetap di tempat tidur. Gangguan ini
secara klinis sangat bervariasi, harus diteliti riwayat keluarga. Banyak bentuk
autosomal dominan, dalam arti ataksia spinocerebellar atau SCAs, mulai pada saat
dewasa dan memperlihatkan antisipasi, pada umur ini onset menurun, dan berat
penyakit meningkat, atau kedua-duanya pada generasi selanjutnya.
Autosomal dominan ataksia spinocerebellar adalah secara genetik
heterogenous. Karakteristik terbaik dari defek gen dikembangkan CAG
trinukleotida pengkodean ulang untuk alur polyglutamine pada protein tanpa
mengetahui fungsi (ataxin), dan pada subunit 1A dari tipe canel calsium P/Q,
dimana ditemukan pada nervus terminal. Tipe mutasi lain termasuk ekspansi CTG

43

trinukleotida (SCA 8) dan ATTCT pentanukleotida (SCA 10) ulangan. Pada


beberapa kasus, ukuran ekspansi ini berhubungan dengan beratnya penyakit dan
sebaliknya dengan umur saat onset.
Tambahan dari fungsi mutasi terlihat pada SCA kelihatan merubah protein yang
bermutasi, yang tidak dapat diproses secara normal. Proses fragmen-fragmen yang
abnormal dihubungkan dengan ubiquitin, suatu protein yang terlibat dalam
degradasi nonlysosomal protein defektif, yang kemudian ditranspor ke nukleus
dalam kompleks yang disebut proteasome. Hubungan yang tepat dari akumulasi
neurotoksisitas yang menghasilkan mutasi ini belum jelas, tapi agregat protein
intranuklear dapat mengganggu fungsi nuklear.
Atrophy cerebellum dan kadang-kadang juga pada batang otak dapat terlihat
pada CT scan atau MRI. Walau demikian, diagnosis definitif melalui petunjuk
defek gen yang disebut SCA dengan tes genetik. Tidak ada penanganan spesifik
untuk ataksia spinocerebellar, tapi terapi occupational dan fisik dan alat bantu
jalan dapat membantu, dan konseling genetik dapat dilakukan.
9.7. Friedreichs Ataksia
Diantara gangguan degeneratif idiophatik yang menghasilkan ataksia cerebellar,
Friedreich ataksia menjadi pertimbangan terpisah karena gambaran klinik yang
unik dan juga gambaran patologik. Friedreich ataksia dimulai saat anak-anak.
Gangguan ini diturunkan secara resesif autosomal diturunkan dan bertanggung
jawab terhadap perkembangan GAA trinukleotida berulang pada daerah
noncoding gen frataxin kromosom 9. Ataksia ini disebabkan oleh hilangnya fungsi
mutasi. Paling banyak dipengaruhi adalah pasien homosigot untuk ekspansi
ulangan trinukleotida pada gen ataksia Friedreich ataksia, tapi beberapa
heterosigote, dengan pengaruh berulang satu allele dan point mutasi pada allele
lain.
Temuan patologik adalah terlokalisasi, untuk bagian yang paling dipengaruhi,
medula spinalis. Ini termasuk degenerasi dari traktus spinocerebellar, kolumna
posterior, dan dorsal root sebaik deplesi neuron pada kolumna Clarke yang selselnya berasal dari traktus spinocerebellar dorsal. Akson termielinisasi besar dari

44

nervus perifer dan sel bodies dari neuron sensory primer pada ganglia dorsal root
juga terlibat.
Temuan klinik
Evaluasi klinik secara mendetail dari sejumlah besar pasien diikuti dengan kriteria
diagnosis khusus untuk penentuan diagnosis. Manifestasi klinik hampir selalu
terlihat sesudah umur 4 tahun dan sebelum akhir pubertas.
Gejala utama adalah progressive gait ataksia, diikuti oleh ataksia seluruh
tungkai dalam 2 tahun. Selama periode awal yang sama, refleks tendon lutut dan
pergelangan kaki hilang dan muncul cerebellar dysarthria; refleks-refleks lengan
pada beberapa kasus, refleks lutut tetap terjaga. Posisi sendi dan rasa vibrasi
terganggu pada kaki, secara khas penambahan komponen sensorik pada gait
ataksia. Abnormalitas light touch, nyeri, dan sensasi temperatur terjadi jarang.
Kelemahan kaki dan jarang pada lengan adalah perkembangan lanjut dan dapat
bervariasi pada UMN atau LMN atau keduanya.
Respon ekstensor plantar biasanya terlihat selama 5 tahun pertama penyakit
simptomatik. Pes cavus (arkus tinggi pada kaki dengan clawing jari kaki
disebabkan oleh kelemahan dan wasting otot kaki intrinsik) tanda yang dikenal
secara luas, tapi kelainan ini adalah temuan terisolasi pada anggota keluarga yang
tidak dipengaruhi. Ini juga merupakan gambaran klasik gangguan neurologik lain,
khususnya hereditary peripheral neuropathyes yang pasti (misalnya, CharcotMarie Tooth disease). Kyposcoliosis progresif berat memberi kontribusi pada
ketidak mampuan fungsional dan dapat memicu penyakit restriktif paru kronik.
Sambil melakukan cardiomyopathy kadang-kadang terdeteksi hanya melalui
echocardiografi atau vectocardiografi, ini dapat menghasilkan congestive heart
failure dan menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian.
Abnormalitas lain termasuk gangguan visual (biasanya dari atrofi optik),
nystagmus, parestesis, tremor, hearing loss, vertigo, spastisitas, nyeri kaki dan
diabetes melitus.
Differential diagnosis

45

Friedreich ataksia biasanya di bedakan dari degenerasi cerebellar dan


spinocerebellar lain (lihat diatas) melalui onset awalnya dan adanya gangguan
sensorius menonjol, arefleksia, abnormalitas skeletal, dan cardiomyopathy.
Gangguan yang sedikit mirip akibat defisiensi vitamin E. Ataksia serebellar yang
dimulai pada masa anak-anak dapat juga disebabkan oleh ataksia-telangiektasi;
gambaran klinik yang membedakan Friedreich ataksia dari ataksia-telangiektasi,
yang selanjutnya akan didiskusikan.
Prognosis
Tidak ada penanganan yang tersedia, tapi prosedur ortophedik seperti tenotomy
dapat membantu untuk koreksi deformitas. Perbaikan dalam terapi antimikrobial
telah membawa perubahan pada perjalanan penyakit, sehingga cardiomiopathy
jarang menimbulkan kematian. Disfungsi neurologik secara khas menyebabkan
ketidak mampuan untuk berjalan tanpa bantuan diantara 5 tahun sesudah onset
gejala dan pada keadaan berbaring ditempat tidur diantara 10-20 tahun. Durasi
rata-rata simptomatik penyakit kira-kira 25 tahun, dengan kematian terjadi pada
umur mean kira-kira 3 tahun.
9.8. Ataksia- Telangiektasi
Ataksia-telangiektasi (juga dikenal sebagai Louis-Bar Syndrome) pada
gangguan autosomal yang diturunkan secara resesif dengan onset pada infancy.
Penyakit ini berasal dari mutasi gen ATM, yang telah terlokalisasi sebagai gen
11q22.3. Delesi, insersi, dan substitusi telah dideskripsikan dan dianggap
hilangnya fungsi mutai, konsisten dengan ataksia-telangiektasi yang diturunkan
secara autosomal resesif. Walaupun produk gen abnormal belum teridentifikasi,
defek pada perbaikan DNA terlibat dalam patogenesis ini. Ataksia-telangiektasi
dikarakteristik oleh progresife cerebelar ataksia, oculocutaneus telangiektasia dan
defisiensi imunologik. Semua pasien mengalami degenerasi pancerebellar
progresif dikarakteristik oleh nystagmus, dysarthria dan gait, tungkai dan
trunkus ataksia yang mulai pada infancy. Choreoathetosis dan ganguan
pergerakan involunter mata adalah temuan yang paling sering. Defisiensi mental

46

biasanya di observasi pada dekade kedua, okulocutaneus telangiektasi bisanya


muncul pada umur remaja. Conjungtiva bulbar khasnya dipengaruhi pertama kali,
diikuti oleh area kulit yang terpapar sinar matahari termasuk telinga, hidung,
wajah dan fossa antecubital dan fossa poplitea. Lesi vaskular, jarang
mengeluarkan darah.
Temuan klinik lain adalah perubahan progeric kulit dan rambut,
hypogonadisme,dan resistensi insulin. Abnormalitas khas laboratorium termasuk
hubungan defisiensi imunologik dan elevasi -fetoprotein dan level
carcinoembrioni antigen.
Oleh karena manifestasi vaskular dan imunologik ataksia-telangiektasi terjadi
berikutnya daripada gejala neurologik, kondisi dapat dibingungkan dengan
Friedreich ataksia, dimana juga bermanifestasi pada anak-anak. Ataksiatelangiektasi dapat dibedakan dari onset awalnya (sebelum umur 4 tahun),
dihubungkan dengan chreoathetosis, dan tidak adanya abnormalitas skeletal
seperti kyphoscoliosis.
Tidak ada penanganan spesifik untuk ataksia-telangiektasi, tapi antibiotik
berguna dalam penanganan infeksi dan x-ray harus dihindari karena sensitifitas
seluler abnormal dari radiasi ionisasi pada gangguan ini.
9.9. Wilsons disease
Gejala cerebellar dapat terjadi pada Wilsons disease, gangguan metabolisme
copper dikarakteristik oleh deposisi copper dalam berbagai jaringan. Wilsons
disease adalah gangguan yang diturunkan secara atosomal recessive sebagai
akibat mutasi dalam gen ATP7B pada kromosom 13q14.3-q21.1, dimana kode
untuk polipeptida dari copper transporting ATPase. Wilsons disease
didiskusikan lebih detail pada bab 7.
9.10. Creutzfeldt-Jacob disease
Creutzfeldt-Jacob disease dideskripsikan pada bab 1 sebagai suatu penyakit yang
menyebabkan demensia. Tanda cerebellar muncul pada kira-kira 60 % pasien, dan
pasien yang menunjukkan adanya ataksia kira-kira 10 % kasus cerebellar terlibat

47

secara difuse, tapi vermis parah dipengaruhi. Sebaliknya, pada banyak gangguan
cerebellar lain, deplesi granula sel sering terbatas dibanding Purkinje cell loss.
Pasien dengan manifestasi cerebellar Creutzfeldt-Jacob disease biasanya
mengeluhkan gait ataksia yang pertama. Dementia biasanya menjadi fakta pada
saat ini, dan disfungsi cognitif selalu terbentuk pada akhirnya. Nystagmus,
disartria, ataksia trunkus, dan ataksia tungkai selalu ada pada awal, terdapat pada
pasien dengan ataksik bentuk Creutzfeldt-Jacob disease. Rangkaian perjalanan
penyakit dikarakteristik oleh demensia progresif, myoclonus, dan disfungsi
extrapiramidal dan piramidal. Kematian terjadi diantara 1 tahun sesudah onset.
9.11. Tumor fossa posterior
Tumor fossa posterior menyebabkan gejala cerebellar saat mereka tiba pada
cerebellum atau menekannya. Tumor cerebellar yang biasa pada anak adalah
astrocytoma dan meduloblastoma. Metastase dari sisi luar primer sistem saraf
predominan pada dewasa (tabel 3-12)
Pasien dengan tumor cerebellar mengalami sakit kepala oleh karena
peningkatan tekanan intrakranial atau ataksia, nausea, vomiting, vertigo, nervus
kranial palsy dan hydrosefalus sering terjadi. Temuan klinik bervariasi tergantung
pada lokasi dalam hemisfer serebellar, menyebabkan tanda cerebellar asimetrik.
Meduloblastoma dan ependymoma, dilain pihak cenderung timbul di midline,
dengan keterlibatan awal vermis dan hidrosefalus.
Seperti pada banyak kasus tumor otak, CT scan dan MRI khususnya digunakan
dalam mendiagnosa tapi biopsi dapat dipertimbangkan untuk karakteristik
histologi. Metode penanganan termasuk reseksi operasi dan iradiasi.
Kortikosteroid digunakan untuk mengontrol edema.
Metastase dari paru dan payudara dan jarang pada sisi lain adalah tumor yang
paling sering terjadi, khususnya pada dewasa. Pada sisi tumor primer dapat atau
tidak dapat menjadi nyata pada waktu pasien juga mengalami keterlibatan dari
SSP. Jika sisi yang tidak terlibat, pemeriksaan hati-hati untuk payudara dan kulit,
x-ray dada, urinalisis, dan tes untuk adanya occult darah pada feces dapat

48

menegakkan diagnosis.
Cerebellar astrocytoma bisanya terjadi antara umur 2 dan 20 tahun, tapi pada
pasien yang lebih tua, juga dipengaruhi. Tumor ini secara histologi jinak dan
terlihat cystik. Gejala peningkatan intrakranial, termasuk sakit kepala dan
vomiting, secara khas mendahului onset disfungsi cerebellar dalam beberapa
bulan.
Meduloblastoma biasanya pada anak-anak tapi jarang pada dewasa.
Meduloblastoma dipercaya berasal dari neuroektodermal daripada sel glial.
Sebaliknya astrocitoma, meduloblastoma cenderung sangat ganas.
Neuroma akustik telah didiskusikan sebelumnya sebagai penyebab disfungsi
nevus vestibular. Tumor ini secara histologi jinak dan sering direseksi penuh.
Neuroma akustik unilateral dapat terjadi pada neurofibromatosis 1 (von
Recklinghausens disease), sedangkan neuroma akustik bilateral dikarakteristik
oleh neurofibromatosis 2.
Hemangioblastoma merupakan tumor jinak yang jarang yang biasanya
mempengaruhi orang dewasa. Tumor ini dapat menyebabkan abnormalitas
terisolasi atau gambaran von Hippel-Lindau disease. Pasien secara khas
menunjukkan sakit kepala dan bisanya pada pemeriksaan ditemukan papil edema,
nystagmus dan ataksia. Penanganan operasi reseksi.
Meningioma fossa posterior, 9% dari selurh meningioma, tumor jinak, berasal
dari arachnoidal cap cell, dan melibatkan cerebellum secara tidak langsung
melalui kompresi.
Ependymoma paling sering muncul dari dinding pleksus chroid dari ventrikel
keempat. Seperti meduloblastoma, tumor ini ganas, tumbuh kedalam sistem
ventrikular dan bisanya terjadi pada anak-anak. Karena lokasinya tumor ini dapat
menyebabkan hidrosefalus; tanda serebral disebabkan oleh penekanan yang
merupakan manifestasi akhir.
9.12. Malformasi fossa posterior
Perkembangan anomali mempengaruhi cerebellum dan batang otak dapat
menimbulkan gejala vestibular atau vestibular pada dewasa. Ini terjadi paling

49

sering tipe 1 (dewasa) Arnold-Chiari malformation, yang terdiri dari dispacement


bawah dari tonsil cerebellar melalui foramen magnum. Manifestasi klinik
malformasi ini dihubungkan dengan keterlibatan cerebellar, hidrosefalus
obstruktif, kompresi batang otak dan syringomielia. Tipe II malformasi ArnoldChiari dihubungkan dengan meningomyelocel (penonjolan medula spinalis,
nervus root dan meninen melalui fusi defek pada kolumna vertebral) onsetnya
pada anak-anak.
10

Penatalaksanaan dan Prognosis

Tidak ada terapi sesifik untuk penderita SCA. Penatalaksanaan suportif ditujukan
untuk mengatasi gejala dan komplikasi serta mengoptimalkan kemampuan
penderita untuk menghadapi kondisi neurologi kronis progresif dengan
rehabilitasi (okupasional , latihan fisik, latihan bicara), psikoterapi dan konseling,
sehingga dapat memperbaiki aktivitas hidup sehari-hari dan kualitas hidupnya.
Seperti penyakit herediter lainnya, pada SCA belum diketahui obat-obat yang
dapat menghambat progresifitas perjalanan penyakit. Obat-obat yang diberikan
bersifat simtomatik saja, terutama untuk memperbaiki fungsi motorik dan ataksia.
Penggunaan obat-obat sesuai indikasi gejala yang timbul dapat dilihat pada tabel.
(Bird TD. Hereditary Ataxia Overview. Gene Reviews).
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan dalam mengatasi ataksia adalah dengan
L-5-OH tryptophan, Amantadine, Buspirone, Physostigmine. Dari open studies
dan placebo trial yang dilakukan, Amantadine dan Buspirone menunjukkan hasil
yang lebih baik. Buspirone (Buspar)adalah suatu 5-hydroxytryptamine
(serotonin) yang bekerja dengan menginhibisi pelepasan glutamate di serebelum.
Diketahui bahwa serebelum memiliki banyak reseptor 5-HTIA. Buspirone
diberikan dengan dosis awal 20 mg/hari dan dinaikkan bertahap sampai dosis
maksimal 60 mg/hari. Selain itu penelitian tetrahyrobiopterin (open trial)untuk
SCA 3 menunjukkan hasil yang menguntungkan. Pemberian acetazolamide untuk

50

ataksia episodik (EA) dan SCA 6, serta isoleucine untuk SCA 6 menunjukkan
hasil yang menguntungkan.
Awalnya penderita diberikan gabapentin 300 mg/hari. Setelah 2 minggu, terlihat
perbaikan gejala klinis, batuk-batuk, nistagmus, klonus dan ataksia berkurang.
Kemudian terapi diteruskan dengan Buspirone 20 mg/hari, yang kemudian
dinaikkan menjadi 30 mg/hr. Selain itu juga dilakukan fisioterapi dan psikoterapi
pada penderita serta informasi dan edukasi kepada keluarga.
Penderita dengan degenerasi spinoserebelar herediter rata-rata dapat bertahan
lebih dari 15 tahun setelah onset. Tetapi pada progresifitas yang cepat, kecacatan
yang berat dan kematian dapat terjadi setelah 5-8 tahun setelah onset. Hal ini
biasanya terkait dengan gejala bulbar (central and obstructive sleep apneas,
stridor, aspirasi), rigiditas yang tidak diobati, gangguan otonom. Pada kondisi ini
prognosis lebih buruk.
Kematian biasanya disebabkan oleh komplikasi yang terjadi, terutama untuk
penderita bed-bound. Depresi juga banyak dijumpai pada penyakit neurologis
degeneratif. Hal ini meningkatkan kecenderungan untuk bunuh diri. Belum ada
data yang pasti mengenai angka kematian penderita karena kasus sangat jarang
dan sangat variatif jenisnya. (Perlman SL. Diagnostic dillemas in spinocerebellar
degeneration)
Pasien ini mempunyai prognosis cukup baik, dilihat dari progresifitas penyakitnya
yang tidak cepat dan fungsi serebelar masih cukup baik (clinical rating scale
menunjukkan disfungsi ringan). Penderita ini juga tidak menderita depresi.
Walaupun demikian tetap diperlukan antisipasi dan konseling dalam mengatasi
dampak psikologis dan sosial di masa mendatang, terutama masalah pekerjaan dan
kehidupan sosialnya.

51

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1.

Gangguan serebelar yang didapat (acquired) dibagi menjadi akut (intoksikasi

obat, ensefalopati Wernicke, iskemik, vertebrobasiler, perdarahan, inflamasi) dan


kronik (multipel sklerosis, induksi alkohol, fenitoin, hipotiroid, sindroma
paraneoplastik, tumor primer atau metastasis), bisa juga disebabkan oleh kelainan
genetik
2.

Dampak dari Ataksia bagi penderita adalah gangguan pergerakan retina,

Berjalan tandem terganggu (cenderung ke kiri), gangguan bicara dan


ketidakseimbangan pada auditori. Gangguan pada fungsi eksekutif (kalkulasi) dan
fungsi luhur, Retardasi mental, gangguan psikomotor, progresifitas lambat,
dengan onset awal, tremor, gangguan kognitif ringan, kematian. dan sebagainya.
3.

Penatalaksanaan suportif ditujukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi

serta mengoptimalkan kemampuan penderita untuk menghadapi kondisi neurologi


kronis progresif dengan rehabilitasi (okupasional , latihan fisik, latihan bicara),
psikoterapi dan konseling, sehingga dapat memperbaiki aktivitas hidup sehari-hari
dan kualitas hidup penderita. Obat-obat yang diberikan bersifat simtomatik saja,
terutama untuk memperbaiki fungsi motorik dan ataksia.

52

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Uddin, Jurnalis, Prof. Dr. PAK. anatomi susunan saraf manusia.cetakan 1. jakarta.
2. Nurimaba, nurdjaman,dr.dkk. Diktat neurologi dasar. UPF Ilmu Penyakit Saraf FK
UNPAD. Bandung : 1993.
3. I.Gst.Ng.Gd.Ngoerah, Prof. Dr. Dasar-dasar ilmu penyakit saraf, FK UNAIR.
Surabaya : 1999.
4. Noback CR, Demarest RJ : The Human Nervous System, 2nd Ed, Mc Graw-Hill
Kogakusha, LTD, 1975. 289-303.
5. Barr ML : The Human Nervous System, an Anatomical Viewpoint, 2 Ed, Harper
& Row, Publisher, Hagerstown, Maryland, New York, Evaston, San Fransisco,
London, 1975. 151-166.
6. Clark RG : Essential of Clinical Neuroanatomy and Neurophysiology, 5th Ed, F. A.
Davis Company, Phyladelphia, 1975. 97-104.
7. Duus P : Topical Diagnosis in Neurology, 3rd Ed, Georg Thieme Verlag, Stuttgart
New York, 1983. 224-245.
8. Chusid JG, De Groot J : Correlative Neuroanatomy, 20th Ed, Prentice-Hall
International Inc, 1988, 129-137.

53

You might also like