Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi endemi terkonsentrasi
untuk infeksi HIV. Sampai saat ini penderita HIV AIDS telah dilaporkan oleh 341
Kabupaten/Kota di 33 provinsi. Seiring dengan meningkatnya proporsi HIV pada
perempuan (28%), terjadi peningkatan jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah
tangga dari 172 orang pada tahun 2004 menjadi 3.368 orang sampai bulan Juni
2012. Begitu juga jumlah kumulatif anak dengan AIDS yang tertular HIV dari
ibunya meningkat dari 48 orang pada tahun 2004 menjadi 912 pada bulan Juli
2012.
Salah satu faktor risiko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus)
adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan,
persalinan maupun menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke anak
sudah mencapai 2,6% dari seluruh kasus HIV AIDS yang dilaporkan di Indonesia.
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah
terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV
dari ibu ke anak. Di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan
hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan
optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya
akses intervesi, risiko penuluran masih berkisar antara 20% sampai 50%.
Dalam upaya peningkatan cakupan dan pelayanan PPIA tersebut,
Kementrian Kesehatan telah melakukan pengembangan fasilitas kesehatan yang
dapat memberikan pelayanan PPIA, peningkatan kemampuan manajemen bagi
penglola program dan pengingkatan kemampuan klinis dan pelatihan bagi petugas
kesehatan. Upaya ini telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2004, khususnya
di daerah tingkat epidemi HIV tinggi.
Indonesia hingga bulan Juni 2012, menunjukkan baru ada 94 fasilitas
pelayanan kesehatan (85 Rumah Sakit dan 9 Puskesmas) yang menyelenggarakan
pelayanan PPIA, demikian pula untuk cakupan pelayanannya masih rendah, yakni
hanya mencakup 28.314 ibu hamil yang dilakukan konseling dan tes HIV dimana
812 diantaranya positif.
Puskesmas Dumai Kota merupakan salah satu dari dua Puskesmas di
wilayah Dumai yang memilki pelayanan PPIA dan sejak April hingga November
2014 telah melakukan pemeriksaan terhadap 248 ibu hamil di wilayah kota Dumai
serta tidak satupun ditemukan HIV positif namun terjaringnya 6 ibu dengan sifilis
positif .
Penyakit sifilis masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan perkiraan
12 juta orang terinfeksi setiap tahunnya pada orang yang menderita sifilis risiko
HIV meningkat 2-3 kali lipat dimana 35% ibu hamil akan berakhir dengan
kematian janin atau abortus spontan dan 25% dari bu yang melahirkan akan
mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau dengan infeksi berat. Kedua
hal tersebut terkait dengan kematian perinatal yang sebenarnya dapat dicegah.
Pencegahan penularan HIV, penyakit IMS dan sifilis dari ibu ke bayi
mempunyai kelompok sasaran dan penyedia layanan yang sama, yaitu perempuan
usia reproduksi, ibu hamil dan remaja, untuk itu upaya pencegahan penularan HIV
dan sifilis serta penyakit IMS lainnya dari ibu ke anak akan dilaksanakan secara
terintegrasi di layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi remaja secara terpadu di
pelayanan dasar dan rujukan menuju eliminasi penularan HIV dan sifilis dari ibu
ke anak di seluruh fasilitas pelayanan baik pemerintah maupun swasta.
Menurut data September 2014 Puskesmas Dumai Kota cakupan 1469 ibu
hamil yang merupakan sasaran program PPIA. Untuk mencapai target
pelakansaan program PPIA maka Puskesmas dalam tahap awal program ini harus
mencapat target pemeriksaan 35 % atau jumlah sekitar 515 jumah ibu hamil yang
diperiksa dalam setahun. Sementra hingga November 2014 atau tujuh bulan
program ini terlakasan target yang diperoleh Puskesmas Dumai Kota adalah
16.6%.
Angka cakupan tempat persalinan sampai dengan September 2014 yaitu
sebanyak 60.6% dilakukan di bidan prektek swasta. Jumlah tersebut adalah
terbanyak yang disusul dengan RSUD. Dari jumlah tersebut maka untuk
mewujudkan target program PPIA diperlukan kerjasama dari pihak bidan praktik
swasta.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian ringkas tetntang latar belakang tersebut maka yang
Tujuan Penelitian
Mengetahui peran bidan praktik swasta dalam pelayanan program PPIA di
Manfaat Penelitian
1. Di bidang penelitian, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai
data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai peran serta bidan praktik
swasta dalam pelayan program PPIA
2. Sebagai masukan bagi Puskesmas mengenai kendala apa yang didapat
dilapangan sehubungan dengan peran bidan praktik swasta dalam program
PPIA
3. Diharapkan dapat memberikan masukan sebagai alternatif masalah yang di
dadapatkan di lapangan
4. Membantu menyampaikan informasi mengenai program PPIA kepada
bidan praktik swasta Puskesmas Dumai Kota
5. Memberikan edukasi tentang HIV AIDS dan sekilas tentang PPIA kepada
ibu hamil melalui penyuluhan di bidan praktik swasta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup
atau kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS
adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala
menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif
merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan
serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan
meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak
ada pelayanan dan terapi yang diberikan.
Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan
virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4
dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan
menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan
terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium
adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama
masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain,
meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif.
mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda
yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat
malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap
tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan
sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya
kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi
HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu
tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara
cepat dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif.
Progresivitas tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun
atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya, dan faktor genetik.
Infeksi, penyakit, dan keganasan dapat terjadi pada individu yang
terinfeksi HIV. Penyakit yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh
pada orang yang terinfeksi HIV, misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zoster
(HSV), oral hairy cell leukoplakia (OHL), oral candidiasis (OC), papular
5
2.1.2
cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril
atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke
janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA).
a. Hubungan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi
selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan lakilaki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau
oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal
yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral
langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori
risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus
yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka
sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigimulut
atau pada alat genital.
b. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji
saring) untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit
suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yang dapat menembus kulit.
Kejadian di atas dapat terjadi padasemua pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat penusuk/jarum,
juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ
dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas
pelayanan kesehatan.
c. Penularan dari ibu-ke-anak
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat
persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah
dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun
kedua.
2.1.3
besar.
Status gizi selama hamil
Berat bAdan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
2.
Faktor Bayi
Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya
besar.
Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan
ASI.
3.
Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke
anak selama persalinan adalah:
Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan
dari 4 jam.
Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi
2.1.4
oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari
infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada
plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari
ibu ke anak.
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak
mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko
penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan
risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui
(lihat Tabel 2).
Tabel 2.2 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
9
Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 2030% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV
jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25%
dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan
tetapi, dengan terapi antiretroviral (ArT) jangka panjang, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui
secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.
2.2
PROGRAM PPIA
Di Indonesia infeksi HIV merupakan salah satu penyakit menular yang
dikelompokkan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematian dari
ibu ke anak. Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah
terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV
dari ibu ke anak. Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa
tahun, masih perlu upaya peningkatan cakupan pelaksanaan program PPIA yang
terintegrasi di layanan KIA sejalan dengan perkiraan peningkatan beban.
Menurut buku pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan
HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013 2017 oleh Kemenkes sampai
dengan buku tersebut diterbitkan tahun 2013, layanan PPIA saat itu telah tersedia
di 31 provinsi dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan PPIA sebanyak 92
RS dan 13 Puskemas.
Puskesmas Dumai Kota menjadi salah satu dari dua Puskesmas terpilih
yang memiliki program pelayanan PPIA dan telah aktif sejak April 2014. Sampai
10
dengan November 2014 program tersebut telah menjaring 248 ibu hamil atau
sekitar 16.6 % dari target yang yang ingin dicapai dalam setahun.
pencegahan
ini
tentunya
harus
dilakukan
dengan
11
Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam
paket
terhadap HIVAIDS.
Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak
ibu hamil, sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan
AIDS.
Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan
Tes HIV; petugas wajib menawarkan tes hIV dan melakukan pemeriksaan
Ims, termasuk tes sifilis, kepada semua ibu hamil mulai kunjungan
antenatal pertama bersama dengan pemeriksaan laboratorium lain untuk
konseling
12
terjamin;
Menjalankan
konseling
dan
tes
HIV
di
klinik
KIA
berarti
Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya
tetap HIV negatif
layanan KIA;
Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan
mendorong dialog yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya
13
14
3.
secara
berkesinambungan.
Kombinasi
kegiatan
tersebut
16
Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV antara
lain:
bayinya.
Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya
Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
Kunjungan ke rumah (home visit)
Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan
HIV
Adanya pendamping saat sedang dirawat
Dukungan dari pasangan
Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
penularan
HIV melalui
upaya
pencegahan
penularan dari Ibu ke Anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak
yang terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian
akibat HIV.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus PPIA adalah sesuai MDGS yaitu:
2.2.2
LANDASAN HUKUM
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007
Tentang Organisasi
Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintahan Propinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014
Peraturan Menteri kesehatan RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008
Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012
KebijakanDasar Puskesmas.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 782/MENKES/SK/IV/2011
tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS
(ODHA)
2.2.3
JEJARING PPIA
Upaya pengendalikan HIV-AIDS dan IMS sangat memerlukan penguatan
sistem kesehatan. Beberapa aspek penting yang perlu dilakukan, antara lain
penguatan layanan IMS/kesehatan reproduksi dan pengintegrasian program HIVAIDS dan IMS ke layanan kesehatan yang sudah tersedia, termasuk layanan
18
lini
Peran aktif komunitas termasuk ODHA dan keluarga
Layanan terintegrasi dan terdesentralisasi sesuai kondisi setempat
Akses layanan terjamin
Sistem rujukan dan jejaring kerja
Paket layanan HIV komprehensif yang berkesinambungan
19
Komponen LKB mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti
kegiatan KIE untuk pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom,
pengendalian/pengenalan faktor risiko; tes HIV dan konseling; perawatan,
dukungan, dan pengobatan (PDP); pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA);
pengurangan dampak buruk napza; layanan diagnosis dan pengobatan IMS;
pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya; kegiatan
perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta surveilans epidemiologi di puskesmas
rujukan dan non-rujukan termasuk fasilitas kesehatan lainnya, dan rumah sakit
rujukan ODHA di kabupaten/kota; dan keterlibatan aktif dari sektor masyarakat,
termasuk keluarga.
Pelaksanaan PPIA diintegrasikan ke dalam kegiatan pelayanan kesehatan
ibu dan anak dan keluarga berencana (KIA/KB), dan kesehatan remaja (PKPR) di
setiap jenjang pelayanan kesehatan. Paket layanan PPIA terdiri atas:
1. Penawaran tes HIV kepada semua ibu hamil pada saat kunjungan
perawatanantenatal (ANC)
2. Di dalam LKB harus dipastikan bahwa layanan PPIA terintegrasi pada
layananrutin KIA terutama pemeriksaan ibu hamil untuk memaksimalkan
cakupan.
3. Perlu dikembangkan jejaring layanan tes dan konseling HIV serta dan
dukungan perawatan ODHA dengan klinik KIA/KB, kespro dan
kesehatanremaja, serta rujukan bagi ibu HIV positif dan anak yang
dilahirkannya ke layanankomunitas untuk dukungan dalam hal pemberian
makanan bayi dengan benar,terapi profilaksis ARV dan kotrimoksasol bagi
bayi, kepatuhan minum obat ARVbagi ibu dan bayinya, dan dukungan
lanjutan bagi ibu HIV serta dukungan dalam mengakses pemeriksaan
diagnosis HIV dini bagi bayinya, dan dukungan lanjutanbagi anak yang
HIV positif.
Penerapan LKB dalam pelaksanaan PPIA adalah sebagai berikut:
Kerja sama antara sarana kesehatan dan organisasi masyarakat penting
dalam melaksanakan kegiatan PPIA komprehensif. Kerja sama tersebut akan
mengatasi kendala medis (seperti: tes HIV, ARV, CD4, viral load, persalinan
20
21
yang dilaksanakan untuk menilai pencapaian program terhadap target atau tujuan
22
yang telah ditetapkan, dengan melalui pengumpulan data input, proses dan luaran
secara reguler dan terus-menerus.
Merujuk pada tujuan dari pengembangan Layanan Komprehensif HIV &
IMS Berkesinambungan, maka monitoring dan evaluasi diarahkan pada kinerja
pencapaian dari tujuan tersebut. Sehingga indikator kegiatan PPIA juga merujuk
pada indikator nasional yang telah dikembangkan seperti yang tercantum dalam
target MDGs, Rencana Strategis serta pedoman operasionalnya, seperti Pedoman
Nasional Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, 2010.
Dalam monitoring dan evaluasi tim menggunakan perangkat monev
standar sejalan dengan kegiatan monev nasional dengan menggunakan formulir
pencatatan dan pelaporan yang berlaku. Pelaporan rutin yang berasal dari
fasyankes melalui sistim berjenjang mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas kesehatan propinsi dan Kementerian Kesehatan.
Hasil kegiatan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak tiap
bulan dilaporkan secara berjenjang oleh Puskesmas, Layanan Swasta dan RSU ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian
Kesehatan menggunakan format pelaporan dalam buku Pedoman Nasional
Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, Kementerian
Kesehatan, 2010.
Laporan di setiap layanan atau Puskesmas atau RS dibuat mulai tanggal 26
bulan sebelumnya sampai tanggal 25 bulan sekarang. Kemudian dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan
merekapitulasi laporan semua layanan di wilayahnya, kemudian melaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi dengan melampirkan laporan dari layanan. Seterusnya,
Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan ke Kementerian Kesehatan. Di Pusat, data
akan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan dan indikator yang telah ditentukan.
2.2.5
yang menjalani test HIV, sebanyak 1.329 (3,01%) ibu hamil dinyatakan positif
HIV. Hasil pemodelan matematika epidemi HIV tahun 2012 menunjukkan
23
prevalensi HIV pada ibu hamil diperkirakan akan meningkat dari 0,38% (2012)
menjadi 0,49% (2016) sehingga kebutuhan terhadap layanan PPIA meningkat dari
12.189 (2012) menjadi 16.191 (2016).
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu penyakit menular yang
dikelompokkan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak.
Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa tahun, masih perlu
upaya peningkatan cakupan pelaksanaan program PPIA yang terintegrasi di
layanan KIA sejalan dengan perkiraan peningkatan beban
Pemodelan matematika yang dilakukan pada tahun 2012 memberikan
gambaran kebutuhan pelayanan PPIA selama 5 tahun kedepan sebagaimana tabel
tersebut dibawah ini
Tabel 2.3
Estimasi dan projeksi kebutuhan layanan PPIA di Indonesia
tahun 2012-2016
Indicator
2012
2013
2014
2015
2016
15.517
13.189
16.735
14.225
17.807
15.136
18.872
15.965
19.636
16.691
membutuhkan PPIA
Jumlah Ibu yang
1.048
menerima PPIA
Angka Prevalensi HIV
0.38%
0.41%
0.44%
0.47%
0.49%
Tabel 2.4
Cakupan Pelayanan PPIA
Pelayanan PPIA
Jumlah bumil di Tes HIV
Cakupan
43.624
24
1.329 (3.04%)
1.070 (80.5%)
1.145 (86.2%)
86 (7.5%)
(pemeriksaan PCR)
Sumber data Laporan Dit kes Ibu dan Dit P2ML Kementrian Kesehatan
2.2.6
25
HIV
Terbatasnya Ketersediaan layanan PPIA
Belum optimalnya jejaring pelayanan dan peran swasta dan LSM
Pengelolaan dan Pembiayaan Program
2.2.7
pada
layanan
Kesehatan
Ibu
dan
Anak
(KIA),
merupakan
bagian
dari
Program
26
indikasi
obstetrik
ibu
dan
per
abdominan
bayinya
serta
PPIA
Perlu adanya jejaring pelayanan PPIA sebagai bagian dari Layanan
27
28
PPIA
melalui
peningkatan
kapasitas
terkonsentrasi dan
ikut secara aktif dalam suatu kegiatan. Menurut Peraturan Kesehatan Republik
Indonesia bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
telah terigastrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan yaitu memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) serta Surat Izin Praktik (SIP) yang sah. Bidan praktik
swasta adalah bidan yang memiliki klinik dan berpraktik secara mandiri serta
memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) yang sah.
Secara garis besar Peran bidan yaitu sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti. Dengan kata lain, Peran bidan praktik swasta dalam
program pelayanan PPIA adalah suatu bentuk partisipasi atau
keiikutsertaan
secara aktif oleh bidan praktik swasta /.mandiri dalam mendukung kegiatan
pemerintah yaitu Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) dimana hal
tersebut sejalan dengan peran dan fungsi bidan sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti.
29
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Lingkungan : Fisik, Kependudukan, Sosial, Budaya,
Ekonomi dan Kebijakan
PROSE
S
INPUT
Output
P1 P2 P3
Outcom
e
Man
Money
Method
Material
Machine
3.2
DEFINISI OPERASIONAL
1. Peran bidan praktik swasta adalah bentuk partisipasi atau keikutsertaan
secara aktif oleh bidan praktik mandiri wilayah Puskesmas Dumai Kota
2. Program PPIA adalah program pemerintah dalam upaya pencegahan HIV
AIDS dengan kegiatan penjaringan ibu hamil terhadap HIV dan sifilis di
wilayah Puskesmas Dumai Kota
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
30
4.3
4.3.1
Populasi Penelitian
Pupulasi penelitian ini adalah seluruh bidan praktik swasta yang berjumlah
Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dengan cara total sampling yaitu seluruh bidan
Pengumpulan Data
4.4.1
Data Primer
Data yang dikumpul dengan observasi peneliti dan wawancara terhadap
responden sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat.
44.2
Data Sekunder
Data yang didapat dari Puskesmas Dumai Kota
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
5.1.1
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Program PPIA Puskesmas Dumai Kota
31
JUMLAH
PERSEN
33
3,4%
32
Puskesmas
0%
RSUD
350
34%
589
60,6%
Total
972
100%
1000
800
600
350
400
200
33
0
Jumlah
33
Analisis Masalah
Man. Sumber daya manusia dalam meningkatkan program PPIA
pada penelitian ini adalah petugas Puskesmas pemegang program dan
bidan praktik swasta. Menurut observasi dan wawancara yang dilakukan
masalah yang timbul disini adalah kurangnya pengetahuan bidan praktik
swasta tentang program PPIA. Baik itu mengenai pandangan umum
tentang PPIA hingga adanya program PPIA di Puskesmas Dumai Kota.
Kurangnya pengetahuan ini menjadi dasar kendala utama dalam
memajukan pencapaian target PPIA. Dengan kata lain, kurangnya
informasi bidan tentang program PPIA maka kurangnya juga pasien bidan
praktik swasta yang dikirim untuk diperiksakan di Puskesmas
Selain kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta, permasalah
sumber daya manusia berikutnya adalah kurangnya kooperatif salah satu
bidan akan program Puskesmas. Menurut observasi yang dilakukan, bidan
tersebut merupakan salah satu bidan praktik swasta yang memiliki jumlah
34
35
5.2
Pembahasan
5.2.1
Input
Tabel 5.1 Input
INPUT
Man
KELEBIHAN
Adanya petugas Puskesmas
KEKURANGAN
Kurangnya pengetahuan
program PPIA
Kurangnya sosialisai
36
bidan, laboran)
Adanya petugas Puskesmas
pemerintah
Money
usia
Tidak ada
pemerintah sehingga
pemeiksaan ini dilakukan
gratis sehingga tidak
diperlukan pengeluaran
tertentu oleh Puskesmas
Method
PPIA
Sebagian kecil bidan praktik
hamil, sehingga
37
Puskesmas
Kurangnya sosialisasi yang
pemeriksaan
Beberapa bidan praktik
di gedung Puskesmas
Dumai Kota
Machin
5.2.2
Proses
Tabel 5.2 Proses
PROSES
P1
(Perencanaan)
KELEBIHAN
Adanya komunikasi
KEKURANGAN
Kunjungan hanya
memberikan respon
untuk penjadwalan
alternatif untuk
kunjungan sosialisasi
program PPIA
kurang kooperatif
38
P2
Adanya kunjungan
(Pelaksanaan,
sosialisasi program
penggereakan
kepada masing-masing
diperiksa di Puskesmas
secara langsung
Sebagian kecil bidan
Dumai Kota
Tidak meratanya jumlah
memudahkan petugas
mengumpulkan dan
P3
(Pengawasan,
Penilaian
&
untuk mengendalikan
Pengendalian)
pencapaian hingga
mendekati target
5.2.3
Lingkungan
Tabel 5.3 Lingkungan
LINGKUNGA
KELEBIHAN
KEKURANGAN
Kurangnya pengetahuan
39
5.2.4
penyuluhan sangat
program PPIA
Outcome
Sampai dengan November 2014 jumlah ibu hamil yang diperiksa
adalah 248 atau 16.6% dari sasaran 1469 ibu hamil. Dengan kata lain
program PPIA sampai dengan November 2014 belum mencapai target
yaitu sebesar 35% dari jumlah sasaran.
Grafik 5.2 Sasaran, Cakupan, dan Target PPIA Puskesmas Dumai Kota
Sampai dengan November 2014
40
PROSES
P3
P2
Tidak adanya peraturan pemerintah yang tegas untuk mengendalikan bidan praktik swasta yang tidak kooperatif dalam
Tidak meratanya jumlah ibu yang melahirkan pada bidan praktik swasta wilayah Puskesmas Dumai K
Adanya bidan praktik swasta yang tidak memberikan umpan balik terhadap undangan dan kunjunga
Belum adanya data ibu hamil kiriman bidan praktik swasta yang diperiksa di Puskesmas Dumai Kota
2000
1500
1469
1000
Column1
Column2
Target 514Linear (Target)
anya dilakukan pada
bidan
yang
memberikan
respon positif, tetapi tidak adanya alternatif untuk menghimpun bidan yang kurang kooperatif
500
248
0
Jumlah
yang mengikat bidan praktik swasta agar wajib berperan dalam mendukung program Puskesmas
a sehingga tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil untuk memudahkan pemeriksaan
Matherial
Man bidan praktik swasta tidak memiliki tempat yang memadai untuk mengumpulkan ibu
Beberapa
Kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program PPIA
Masih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif terhadap program PPIA
Lingkungan
Beberapa bidan praktik swasta senior sudah kurang aktif
Kurangnya pengetah
Money
Machine
41
INPUT
5.3
No
1
MASALAH
Kurangnya pengetahuan
PEMECAHAN MASALAH
Meningkatkan sosialisasi
program PPIA
Masih adanya bidan praktik
kooperatif terhadap
program PPIA
Kurangnya kegiatan
mendukung program
Mengirim pasien dengan
sifilis
untuk memudahkan
pemeriksaan
Setelah
menemukan
alternatif
pemecahan
masalah,
maka
42
1. Efektifitas program,
yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab masalah
yang
ditemukan.
makin
efektif cara
penyelesaian tersebut.
2. Efisiensi program,
yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya. Bila cara penyelesaian
dengan biaya (cost) yang kecil, maka cara tersebut disebut efisien.
Pencatatan prioritas alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
dengan menggunakan metode Matriks :
m.i.v
c
Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat beberapa
pedoman, yaitu:
1. Berdasarkan besarnya penyebab masalah/ Magnitude
Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat
diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin
banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin besar
nilainya (semakin mendekati 5).
2. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy.
Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah
maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin penting cara
penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati
5.
3. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah/ Vulnerability
Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif. Kriteria
ini bernilai 1-5, semakin sensitif cara penyelesaian dalam mengatasi
masalah maka nilainya semakin mendekati 5.
Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mendekati 1 bila biaya (sumber daya) yang
digunakan makin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber
daya) makin besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, matriks prioritas penyelesaian
masalah untuk meningkatkan target pencapaian program PPIA di wilayah
kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5 Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Peningkatan Target Program
PPIA Di Bidan Praktik Swasta Wilayah Puskesmas Dumai Kota
No
.
1.
2.
3.
4.
Prioritas Pemecahan
Masalah
Sosialisasi tentang program
PPIA kepada bidan praktik
swasta
Membuat kebijakan tegas
kepada bidan praktik swasta
yang tidak mendukung
program Puskesmas
Membuat kegiatan
rutin senam hamil di
Puskesmas untuk
mengumpulkan ibu
hamil
Bidan praktik swssta
menganjurka pasien ANC
datang sendiri dengan surat
pengantar dari bidan ke
Puskesmas untuk diperiksa
Setelah
Nilai Kriteria
M I C V
5 4 2 5
Hasil Akhir
(MxIxV)/C
50
Priorit
as
I
20
II
15
III
10
IV
hamil
di
Puskesmas
untuk
44
No
1
.
Kegiatan
Sosialisasi
penyuluhan dan
pembuatan
media promosi
tentang
Tujuan
Meningkatkan
pengetahuan
bidan tentang
program PPIA
di Puskesmas
Sasaran
Seluruh BPS
wilayah kerja
PKM Dumai
Kota
Waktu
Bulan
Desember
sampai
April
Dana
Dana
PKM
Lokasi
PKM
45
Pelak
Dokte
Peraw
Bidan
Dokte
intern
2
.
program PPIA
Dumai Kota
Kegiatan ibu
hamil, seperti
senam,
penyuluhan,
atau pembagian
makanan
tambahan ibu
hamil
Sebagai
kesempatan
penyuluhan
tentang HIV
AIDS, sifilis
dan program
PPIA serta
menganjurkan
pemeriksaan
seluruh ibu
hamil wilyah
kejra
Puskesmas
Dumai Kota
Bulan
Desember
Sampai
April
Dana
PKM
PKM
Tabel 5.6
Rencana Kegiatan Peningkatan Cakupan Program PPIA Wilayah Kerja
Puskesmas Dumai Kota
46
Dokte
Peraw
Bidan
Petug
VCT
Dokte
intern
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Belum tercapainya target program PPIA (35%) yang telah berjalan
delapan bulan dengan capaian yang sudah diperoleh masih 16,6% dari
sasaran. Analisis dari permasalahan tersebut adalah :
1. Kurangnya pengetahuan bidan praktik swasta tentang program
PPIA
2. Masih adanya bidan praktik swasta yang tidak kooperatif
terhadap
3. Kurangnya kegiatan beberapa bidan praktik swasta sehingga
tidak adanya kesempatan untuk mengumpulkan ibu hamil
untuk memudahkan pemeriksaan
Adapun alternative dari pemecahan masalah tersebut adalah :
1. Meningkatkan sosialisasi kepada seluruh bidan praktik swasta
secara merata
2. Dibuatnya kebijakan tegas baik dari Kepala Puskesmas ataupun
Dinas Kesehatan Kota tentang partisipasi bidan praktik swasta
dalam mendukung program
3. Mengirim pasien dengan surat rujukan dengan surat rujukan ke
KIA Puskesmas untuk pemeriksaan HIV sifilis
Prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah pencapaian
target program PPIA di Puskesmas Dumai Kota dengan alternatif
pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan
sebagai berikut:
1. Sosialisasi tentang program PPIA kepada bidan praktik swasta
2. Membuat kebijakan tegas kepada bidan praktik swasta yang
tidak mendukung program Puskesmas
3. Membuat kegiatan rutin senam hamil di Puskesmas untuk
mengumpulkan ibu hamil
4. Bidan praktik swssta menganjurkan pasien
datang sendiri
47
diperiksa
6.2
Saran
1. Mengoptimalkan sosialisasi tentang program PPIA tidak hanya pada
bidan praktik swasta yang tertera di papan nama, tetapi sampai kepada
bidan yang ikut membantu, begitu juga pada kader-kader posyandu,
bidan desa, serta pada ibu-ibu kunjungan KB rutin ke Puskesmas.
2. Perlunya sosialisasi tentang PPIA melalui media seperti brosur dan
poster yang di sebarkan di bidan praktik swasta.
3. Membuat kegiatan sekali dalam sebulan kegiatan khusus pemeriksaan
HIV dan sifilis gratis dengan promosi yang matang, sehingga dapat
mengundang ibu hamil untuk diperiksakan.
4. Pada kegiatan selanjutnya pemeriksaan dapat mencakup ibu hamil
yang berobat ke RSUD mengingat jumlah persalinan di RSUD
sebesar 34% dari persalinan yang terjadi di Dumai sampai September
2014
DAFTAR PUSTAKA
48
http://maydwiyurisantoso.wordpress.com/peran-perawat-dalam-
49