You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Penderita dengan kelainan metabolic tulang biasanya menunjukkan gejala
dan tanda osteopenia yaitu menurunnya massa tulang (osteoporosis) dan
menurunnya mineralisasi tulang (osteomalasia). Kelainan metabolic pada tulang
dapat menyebabkan fraktur, nyeri dan deformitas pada tulang dan mungkin pula
terdapat gejala sistemik dari hiperkalsemia berupa anoreksia, nyeri abdomen,
depresi, batu ginjal atau kalsifikasi yang bersifat metastatic.
Osteoprosis merupakan kelainan metabolime tulang dimana terdapat
penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. World Health Organisation (WHO) dan
konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit

yang

ditandai

dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan


tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya
fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali
apabila telah terjadi fraktur.1
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang
mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi
kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus
mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami
pembongkaran,

perbaikan

dan

pergantian

sel.

Untuk

mempertahankan

kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan


pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh
tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan
mengalami kemunduran ketika usia semakin tua. Pembentukan tulang paling
cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar,
makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya
pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah
usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan
berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah

yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada


osteoporosis
Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Dari
seluruh penderita, satu diantara tiga wanita yang berumur diatas 60 tahun dan satu
diantara enam pria yang berumur diats 75 tahun akan mengalami patah tulang
akibat kelainan ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tulang
Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi oleh mineral dan
sel-sel tulang. Matriks tersusun sebagian besar oleh kolagen type I dan sebagian
kecil oleh protein non kolagen, seperti proteoglikan, osteonectin (bone spesific
protein), osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast dan
konsentrasinya dalam darah menjadi ukuran aktivitas osteoblast. Suatu matriks
yang tak bermineral disebut osteoid yang normalnya sebagai lapisan tipis pada
tempat pembentukan tulang baru. Mineral tulang terutama berupa kalsium dan
fosfat yang tersusun dalam bentuk hidroxyapatite. Demineralisasi terjadi hanya
dengan resorbsi seluruh matriks. 3,4

Sel tulang terdiri 3 macam :3,4


1. Osteoblast
Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline
phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks.
Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang
baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteocyte.

2. Osteocyte
Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di
bawah pengaruh parathyroid hormon (PTH) berperan pada resorbsi tulang
(osteocytic osteolysis) dan transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitif
terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan
regangan) ini kepada osteoblast.
3. Osteoclast
Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh
prekursor monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang
oleh stimulus kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan meninggalkan
cekungan di permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship.
Pada tulang mature proporsi kalsium dan fosfat adalah konstan dan
molekulnya diikat oleh kolagen. Tulang imature disebut woven bone, dimana
serabut kolagennya tidak beraturan arahnya, ditemukan pada stadium awal
penyembuhan tulang, bersifat sementara sebelum diganti oleh tulang mature yang
disebut lamellar bone , dimana serabut kolagen tersusun paralel membentuk
lamina dengan osteocyte diantaranya. Lamellar bone mempunyai 2 struktur yaitu
cortical bone yang tampak padat, dan cancellous bone yang tampak seperti
spoon atau porous.4
Proses Pembentukan Tulang (Osifikasi)
Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang
dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan (kartilago)
yang berkembang menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang bermula sejak umur
embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan tulang ini akan
lengkap pada bulan ketiga kehamilan. Pertumbuhan tulang bayi di dalam rahim
dipengaruhi oleh hormon plasenta dan kalsium. Setelah anak lahir, proses
pertumbuhan tulangnya diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium, dan aktivitas
sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang,
dimana keduanya bekerja secara bertolak belakang (osteoblas memicu

pertumbuhan tulang, sedangkan osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar


tercapai proses pembentukan tulang yang seimbang.
Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila
daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas,
bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk kondroblas. Pada
awalnya pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang
tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas.
Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium
berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam
tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel
tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi
basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi
semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan
ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan
pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan
masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epifise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan
demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting
dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang
disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terusmenerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di
daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan
tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah
rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar,
dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan
tulang baru di daerah permukaan.
Jadi pembentukan tulang keras berasal dari tulang rawan (kartilago yang
berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi oleh osteoblas

(sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap


satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf
membentuk sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang
menyebabkan tulang menjadi keras. Jenis osifikasi:
a. Osifikasi endokondral

: pembentukan tulang dari tulang rawan,

terjadi pada tulang panjang


b. Osifikasi intramembranosus : pembentukan tulang dari mesenkim, seperti
tulang pipih pada tengkorak
c. Osifikasi heterotopik
: pembentukan tulang di luar jaringan lunak

2.2 Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis merupakan kelainan
metabolik tulang dimana terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan
matrik tulang.3

2.3 Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya
pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara
konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda
sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui
cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi
dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan
aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini
berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah
atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.5,6
-

Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal

yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation


Resorption Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik
yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah
membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal.
Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses
remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang
mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.5,6
-2.4 Faktor Resiko Osteoporosis
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak
dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.

Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:


1. Jenis kelamin. Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis
lebih besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia. Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.
Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang
juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
3. Ras. Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan
Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam.
Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih
Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan
pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih
tinggi pada ras Afrika.
4. Riwayat keluarga. Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau
mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung
berisiko tinggi terkena osteoporosis.
5. Sosok tubuh. Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih
berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
6. Menopause. Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen
karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen
dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang.
Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan
semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang,
dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan
ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti
kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya
risiko terkena osteoporosis.

Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktorfaktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
1. Aktivitas fisik. Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, ototototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan
mempercepat

menurunnya

kekuatan

tulang.

Untuk

menghindarinya,

dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu


(lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).
2. Kurang kalsium. Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium
tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil
kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan
kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar
matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.
3. Merokok. Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding
bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar
estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat
dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok
berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan
kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol. Alkohol berlebihan dapat menyebabkan lukaluka kecil pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang
membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat
menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda. Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein
(caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari
tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin.
Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus
dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.
6. Stres. Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi
akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan


terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia. Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam
bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan
bermotor, dan

limbah

industri

seperti organoklorida yang

dibuang

sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk


tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan
tulang

-2.5 Jenis-jenis Osteoporosis3-7


a. Osteoporosis primer yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu
penyakit (proses alamiah). Osteoporosis primer berhubungan dengan
berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya produksi hormon
(khusus perempuan yaitu estrogen) disamping bertambahnya usia.
Osteoporosis primer terdiri dari:
Osteoporosis primer tipe I. sering disebut dengan istilah
osteoporosis pasca menopause yang terjadi pada wanita usia 5065

tahun,

fraktur

biasanya

pada

vertebra

(ruas

tulang

belakang), iga atau tulang radius.


Osteoporosis tipe II. Sering disebut dengan istilah osteoporosis
senile, yang terjadi pada usia

lanjut. Hal ini

kemungkinan

merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan


dengan

usia

dan

ketidakseimbangan

antara

kecepatan

hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru


(osteoblas) (Junaidi,2007). Pasien biasanya berusia 70 tahun,
pria

dan

wanita

mempunyai

kemungkinan

yang

sama

terserang, fraktur biasanya pada tulang paha. Selain fraktur


maka gejala yang pelu diwaspadai adalah kifosis dorsalis, makin
pendek dan nyeri tulang berkepanjangan.

10

b. Osteoporosis sekunder yaitu Osteoporosis sekunder disebabkan oleh


penyakit atau sebab lain di luar tulang. Penyebab
osteoporosis

sekunder

adalah

defisiensi vitamin

paling
D

umum

dan

terapi

glukokortikoid. Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan


absorpsi kalsium di usus, sehingga kalsium dalam darah akan turun,
sehingga untuk memenuhi kalsium darah akan diambil kalsium dari
tulang yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Steroid menyebabkan
aktivasi osteoklas dan meningkatkan pergantian tulang,

menekan

aktivitas osteoblast, dan menghambat mineralisasi tulang.


c. Osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria
yang masih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda

2.6 Patogenesis5-8
-

Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada

osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi


tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak
terjadi pada korteks.

11

Patogenesis Osteoporosis primer


Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang vertebrae sebesar
42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi
tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini
akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang
dan peningkatan resiko fraktur.
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur
vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel
mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis
akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma,
meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.

12

Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan


menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang
besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar
testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding
Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan
pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Osteoporosis tipe 2 yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita
Usi
a
lan
jut
Me
Me
nur
nur
unn
Gangg unn
yauan ya
osteo
sekr
fungsi akti
poros
esi
fra
oesteofitas
is
GHblas fisi
ktu
dan
kr
IGF
-1

Defisien
abso
si vit D
rpsi
Me
Ca
nur
di
unn
Me
Hiper
usus
ya
nur
paratir

reab
unn
oidsm
Menin
sorp
ya
sekun
gkatny
sekr
der
asi Meningk
Ca
esi
turnov
atnya
esro
erdi
resiko
ginj
gen
tulang
terjatuh
al
( menuru
nnya
kekuatan
otot,
medikasi
gangguan
keseimba
ngan,
gangguan
penglihat
an, dan

13

Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis akibat glukokortikoid merupakan penyebab terbanyak
osteoporosis sekunder dan nomor tiga setelah postmenopause dan usia lanjut
Keadaan ini berhubungan dengan pemakaian GK meluas sebagai obat
antiinflamasi dan sebagai obat imunosupresi. Risiko pemberian GK jangka lama
sangat tergantung dengan dosis perhari, lamanya pemberian, jenis kortikosteroid
dan dosis kumulatif total. Pada pasien yang mendapat GK jangka lama 50%
mengalami fraktur traumatik selama periode 1 tahun pertama pemberian GK.
Bone loss lebih cepat timbul pada bulan pertama setelah pemberian GK.
Pemberian prednison 6 mg perhari meningkatkan risiko bone loss dan fraktur,
terutama dalam 6 bulan pertama. Berbagai mekanisme yang menyebabkan
osteoporosis akibat pemberian GK jangka lama adalah :
1. Supresi fungsi osteoblas yang secara potensial meningkat kan apoptosis
osteoblas.
2. Peningkatan resorpsi osteoklas akibat stimulasi resorpsi tulang
3. Gangguan absorpsi kalsium di usus.
4. Peningkatan ekskresi kalsium di urine dan induksi

oleh

hiperparatiroidisme sekunder
5. Induksi miopati yang menyebabkan risiko mudah jatuh
Kelebihan Glucokorticoid

menyebabkan kehilangan massa tulang

yang difuse terutama pada tulang yang bersifat trabekular dibanding dengan
tulang kortikal. Kehilangan massa tulang disebabkan

oleh supresi fungsi

osteoblast,

yang

inhibisis

hyperparatiroidism

absorpsi calsium

sekunder

dan

oleh

usus

menyebabkan

peningkatan fungsi resorspsi tulang oleh

osteoclas. Kehilangan massa tulang juga dipromosikan oleh stimulasi langsung


oleh glukokortikoid. Hypogonadism, mungkin meningkatkan efek supresi
glukokortikoid

pada aksis hypofisis-hipothalamus. Dalam

keadaan normal

terdapat keseimbangan antara pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi


tulang oleh osteoklas. Mekanisme bone loss pada pengobatan GK jangka lama
adalah akibat penurunan pembentukan tulang dan meningkatnya resorpsi

14

tulang. Pembentukan tulang menurun akibat penekanan fungsi osteoblas dan


kadang-kadang

menyebabkan

hormon-mediated

activity

osteoclast

yang

ditandai dengan penekanan langsung pada fungsi osteoblas. Supresi osteoblas


menyebabkan penurunan sintesis matriks tulang sehingga pembentukan tulang
menurun. Kadar serum osteocalcin menurun bersama-sama dengan fungsi
osteoblas dalam 1 minggu pengobatan. Glukokortikoid menekan proliferasi
osteoblas untuk melekat pada matriks tulang; sintesis kolagen dan non
kolagen juga dihambat. Sebaliknya meningkatnya resorpsi tulang pada pasien
yang mendapat GK jangka lama diakibatkan oleh hiperpartatiroidisme sekunder.
Manifestasi kenaikan kadar hormon paratiroid adalah menurunnya kadar
kalsitonin yang dikeluarkan oleh kelenjar paratiroid sehingga efek penekanan
osteoklas menurun, resorpsi tulang meningkat. Di samping itu pemberian GK
akan menyebabkan absorbsi kalsium di usus menurun.

2.7 Gejala Klinis


Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga
tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk
tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan
atau gejala sebagai berikut:
1. Nyeri tulang
2. Tinggi badan berkurang
3. Deformitas tulang
Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga terjadi
paraparesis.

-2.8 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


15

2.8.1 Pemeriksaan Fisik


Tinggi badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian
juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal dan penurunan
tinggi badan.
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologis9
Gambaran radiologi yang khas adalah penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebrae
yang memberikan gambaran picture foramen vertebrae.

Gambaran radiologis osteoporosis


b. Densitas Massa tulang (Densitometri)9
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur. Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki
maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA (Dual
Energy X-ray Absorptiometry),

yang

digunakan

untuk

pemeriksaan

vertebra,collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh. Tujuan dari


pengukuran massa tulang: menentukan diagnosis, memprediksi terjadinya

16

patah tulang dan menilai perubahan densitas tulang setelah pengobatan atau
senam badan.
Kategori WHO untuk diagnosis

massa

tulang (densitas tulang)

berdasarkan T score:

Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas


massa tulang orang dewasa muda (T-score)

Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari Tscore.

Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

17

2.9 Penatalaksanaan1-8
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita dengan osteoporosis
meliputi:
a. Kalsium. Pemberian kalsium saja tidak akan melindungi wanita dari defisiensi
estrogen. Pemberian kalsium tidak boleh melebihi 500 mg per kali pemberian.
Sumber makanan yang mengandung kalsium antara lain produk susu dan
derivatnya.
b. Vitamin D. Sangat penting untuk penyerapan kalsium. Pemberian vitamin D
dan kalsium menurunkan fraktur femur proksimal sebesar 25 %. Gallagher &
Riggs menunjukkan penurunan bermakna insiden fraktur vertebra pada
pemberian vitamin D dibanding placebo. National Institute of Health
merekomendasikan pemberian 400 800 unit vitamin D perhari khususnya
pada orang dengan resiko osteoporosis .
c. Estrogen. Estrogen penting dalam pencegahan dan penanganan osteoporosis.
Estrogen

menurunkan

aktivitas

osteoklas,

menghambat

PTH

secara

periferal, meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di


usus, dan menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal. Obat antiestrogen
seperti tamoxifen yang lazim digunakan dalam terapi kanker payudara
mempunyai efek mempertahankan dan meningkatkan bone mass sekitar 70 %
dan meningkatkan cardiac lipid profile. Namun dapat meningkatkan resiko
kanker kandungan dan efek withdrawlnya meningkatkan bone loss dan
memperberat gejala menopause.Sehingga tamoxifen tidak digunakan sebagai
terapi osteoporosis.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu
golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor
Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen- sehingga
tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme
kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
d. Kalsitonin . Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan
mengakibatkan kerja sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoklas.
Kalsitonin juga membantu mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada

keadaan

patah

tulang. Karena bersifat hypocalcemic agent maka

18

pemberiannya harus disertai kalsium . Mempunyai efek penurunan fraktur


vertebrae sebesar 75 %, sementara efek pada fraktur femur masih
diperdebatkan. Sehingga kalsitonin diindikasikan untuk osteoporosis dengan
nyeri. Kalsitonin dapat diberikan dalam bentuk suntikan setiap dua hari
sekali selama dua atau tiga minggu. Kalsitonin diberikan sebagai terapi
alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon terhadap
estrogen.
e. Bhisphosphonate. Merupakan analog pyrophosphonate. Mekanisme kerjanya
ialah menghambat maturasi, migrasi, penempelan pada tulang, dan aktivitas
osteoclast. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bisfosfonat

akan

tetap

berada

di dalam tulang selama berbulan-bulan

bahkan bertahun tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolisme di dalam tubuh dan
akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal. Terapi bifosfonat
diperlukan bila:
- Hasil pemeriksaan BMD ditemukan T-score kurang dari -2,5
- Mengalami patah tulang
- Ada resiko terjadi osteoporosis, misalnya sangat kurus atau minum
-

obat kortikosteroid
Wanita sudah menopause

Ada 3 generasi bisphosphonate, yaitu:


-

Generasi I ialah etidronate banyak digunakan pada paget disease dan


efikasi yang tinggi pada osteoporosis. Dosis 400 mg per hari selama 2
minggu

dengan

interval

istirahat

11

minggu.

FDA

tidak

merekomendasikan penggunaannya untuk osteoporosis.


Generasi II dan III masih dalam uji klinis. Alendronate menghambat
resorbsi 1000 kali lebih besar dibanding pembentukan tulang sendiri.
Telah terbukti menurunkan fraktur 50 %. Dosis yang direkomendasi
FDA 10 mg/hari untuk BMD 2 SD dibawah rata-rata. Dan 5 mg/hari
untuk minimal bone loss. Pemberiannya peroral saat perut kosong.
Half life alendronate 10 tahun. Penghentian alendronate tak
mempercepat bone loss seperti estrogen.

19

f. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi


nyeri punggung.
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu:2
1. Asupan kalsium cukup. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas
susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada
wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium.
Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg
per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang
kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacangkacangan.
2. Paparan sinar matahari. Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan
massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,
3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan
sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban. Selain olahraga menggunakan alat beban,
berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat
meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik,
berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya
pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga
beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah
melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk
penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai
berikut:
20

Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan
pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang
punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik
dan joging.

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn


dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat
mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan
sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki


kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko
patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :

Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama
50

menit,

lima

kali

dalam

seminggu.

Ini

diperlukan

untuk

mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan


bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat dumbble


kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan


dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat
menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,
mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah

latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai
risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera
sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan
sesudah senam.
Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit
dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan
21

secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga
senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh
istirahat.
Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta
sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah
satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30
menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa,
disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan
untuk:

Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap

sehingg mencegah terjadinya cedera.


Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi

sedikit.
Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan
Menimbulkan rasa santai.
Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,

siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama
kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5
menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan
gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan
sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot
lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki.
Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat
ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang
bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang
sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang
panggul dan tulang pergelangan tangan. Kemudian lakukan juga latihan beban.
Dapat dibantu dengan bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam
dengan berat 300-1000 gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk
pemula, dan jangan melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan
tungkai sudah cukup memdai dengan beban dari tubuh itu sendiri.

22

Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan


peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau
ambil napas dan buang napas secara teratur. Jika masih memungkinkan. Lakukan
senam lantai kira-kira 10 menit. Latihan ini merupakan gabungan peregangan,
penguatan dan koordinasi. Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi
nyaman, rileks dan napas yang teratur
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol. Menghentikan kebiasaan merokok
merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya
osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis. Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit
yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting
dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini
untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum,
sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya. Beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang
adalah sebagai berikut:
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan
jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang
mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X
yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk
mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat
dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih
mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.
b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil
modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan
seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang
yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika
kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka

23

pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah


dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan
hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA.
c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang
dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang
sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika
hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka
dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan
gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya
pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui
udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya
cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu
kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral
tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan
Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CTscan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model
dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur
kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada
umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat
mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat
dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA

BAB III
KESIMPULAN

24

Osteoprosis merupakan kelainan metabolime tulang dimana terdapat


penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pembentukan tulang paling cepat terjadi
pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin
panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia
sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30
tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung
terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang
mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada
osteoporosis.
Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas
(osteoblast), sedangkan osteoklas (osteoclast) bertanggung jawab untuk
penyerapan tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turn
over, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih
banyak dari pada proses pembentukan tulang (bone formation). Jadi yang
berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan
aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang, yang dipengaruhi oleh
mediator-mediator. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh
karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas
sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan
massa tulang.
Faktor resiko seseorang dapat terkena osteoporosis adalah jenis kelamin
perempuan, usia yang tua, ras kulit putih, riwayat keluarga dengan osteoporosis,
sosok tubuh yang mungil, menopause, aktivitas fisik yang kurang, kalsium yang
kurang, perokok, minuman bersoda, stress dan bahan kimia.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah tinggi badan berkurang,
bungkuk, patah tulang dan nyeri tulang. Pengobatannya dapat dilakukan dengan
pemberian kalsium, vitamin D, estrogen, kalsitonin, bhiphosphonate, dan
pemasangan penyangga tulang untuk mengurangi nyeri punggung. Pencegahan

25

yang dapat dilakukan adalah dengan asupan kalsium yang cukup, paparan sinar
matahari, melakukan olahraga dengan beban, hindari rokok dan minuman
beralkohol serta deteksi dini osteoporosis dengan mengukur kepadatan mineral
tulang.

BAB 1V
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Wanita dan Pria Memiliki Kecenderungan

26

2. Menderita Osteoporosis; 2005. Diunduh dari URL: http://www.depkes.go.id


3. Terapi dan Pengobatan Osteoporosis; 2011. Diunduh dari URL :
http://www.medicastore.com/osteoporosis/artikel_utama/19/Terapi_dan_Peng
obatan_Osteoporosis.html.
4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
5. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2003.
6. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System
Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.
7. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
8. News Medical. Osteoporosis Symptoms. 2010;

Diunduh

dari URL:

http://www.news-medical.net/health/Osteoporosis-Symptoms-(Indonesian).
9. Broto, R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa
Media No. 2 Vol 17: 47; 2004.
10. Greenspan A. Orthopedic Radiology A Practical Approach. New York: Gower
Medical Publishing.

ILUSTRASI KASUS
Ny. R 60 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang sejak 2 bulan yang lalu.
Awalnya pasien hanya merasa pegal pegal pada daerah pinggang yang kemudian
lama kelamaan berubah menjadi rasa nyeri. Nyeri bersifat hilang timbul, nyeri
paling terasa pada waktu pasien melakukan pekerjaan seperti mencuci pakaian,
menyetrika, mengangkat barang barang yang berat atau ketika pasien berjalan
lama. Nyeri yang menjalar sampai ke daerah tungkai disangkal oleh pasien, tidak
ada keluhan pada BAK atau BAB, deman (-)
Riwayat penyakit dahulu

27

Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Asam urat (-) kencing
manis (-) , darah tinggi (+)
Riwayat penyakit keluarga
Hanya pasien sendiri yang mengalami penyakit seperti ini di dalam keluarga.
Riwayat kebiasaan dan pekerjaan
Merokok (-), minuman alcohol/soda (-)
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital:
- Tekanan Darah
- Nadi
- Pernafasan
- Suhu

: Tampak sakit ringan


: Composmentis
: 150/100 mmHg
: 100x/menit
: 16x/menit
: 36,5 C

Status lokalis
a. Look (inspeksi)
b. Feel (Palpasi)
c. Move (Gerak)

: Postur tubuh agak membungkuk, merasa nyeri saat


dimintai menegakkan badan
: Nyeri tekan dan spasme otot pada area vertebrae
lumbo-sakral
: Gerak aktif lumbo-sakral terbatas karena nyeri

28

You might also like