Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Sandrya Deprisicka S
1102009259
Pembimbing :
dr. Ani Ariani, SpA
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
: An. SA
: Bekasi, 6 Juni 2006
: 7 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Kp.Cibuntu No.148 RT/RW 001/007 Dusun 2 Ds.Cibuntu
Suku Bangsa
Tanggal Masuk
No. RM
Ibu
Nama
Tn. S
Ny. T
Umur
43 tahun
32 tahun
Agama
Islam
Islam
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Wiraswasta
: Sesak nafas
adanya batuk-batuk. Keluhan mual dan muntah juga tidak dirasakan oleh pasien. Keluhan adanya
gangguan buang air besar dan buang air kecil disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak 3 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Orang tua pasien mengaku nenek dari pasien mempunyai penyakit yang sama. Riwayat penyakit
jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Perawatan Antenatal
Morbiditas Kehamilan
KEHAMILAN
(hanya
obat
untuk
penambah
darah)
Tidak merokok
Tidak mengkonsumsi minuman
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
keras
Praktek Klinik 24 jam
Bidan
Spontan
Cukup bulan (9 bulan)
o Berat lahir
: 3100 gr
o Panjang badan
: 51 cm
o Langsung menangis : Ya
o Kelainan bawaan
: Tidak ada
Riwayat Makanan :
Pada saat lahir sampai usia 6 bulan anak mendapatkan ASI. Setelah itu dilanjutkan
dengan tambahan susu formula pada usia 6 bulan-2 tahun. Ibu memberikan bubur halus
sejak anak berusia 2 tahun. Ibu memberikan nasi tim saat anak berusia 3 tahun. Anak sudah
mengikuti menu makanan keluarga saat berusia 5 tahun.
Lahir
2 bulan
2 bulan
2 bulan
-
Dasar (umur)
1 bulan 6 bulan
4 bulan 6 bulan
4 bulan 6 bulan
: Sakit Sedang
: Compos Mentis
: Frekuensi Nadi
Frekuensi Pernafasan
Suhu
: 140 x/menit
: 32 x/menit
: 36,5oC
Status gizi
Gizi
BB = 22 kg
TB = 120 cm
Status Generalis
Kepala
: Normocephal
Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut (rontok), tumbuh teratur
Mata
Hidung
Sklera
: Ikterik -/-
Pupil
: bulat, isokor 2 mm
: Bentuk normal
Tidak ada deviasi septum nasi
Mulut
Leher
Thorax
Pulmo
Perkusi
: Hemitorak kanan
Hemitorak kiri
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab. Tanggal 24 Februari 2015
Laboratorium darah
Hemoglobin
: 13,5 g/dl
Hematokrit
: 38,1 %
Leukosit
: 24.900 /mm3
Trombosit
: 439.000 /mm3
Eritrosit
: 4,6 juta/mm3
LED
: 9 mm/jam
Resume
Pasien datang dengan diantar kedua orang tuanya ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan semakin
lama semakin memberat. Keluhan sesak nafas sebenarnya sudah dirasakan hilang timbul
sebanyak 3 kali selama 1 minggu ini. Keluhan sesak hilang ketika pasien diberikan nebulisasi
ventolin. Saat ketiga kali pasien kembali merasakan sesak nafas dan kembali diberikan nebulisasi
keluhan dirasakan tidak kunjung membaik hingga akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit.
Keluhan sesak nafas sering dirasakan pasien terutama bila cuaca dingin dan apabila banyak debu.
Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak 3 tahun yang lalu. Orang tua pasien juga
mengaku nenek dari pasien mempunyai sakit yang sama.
Diagnosis Kerja
Asma Eksaserbasi Akut
Rencana Penatalaksanaan
O2 2 l/menit
Nebulisasi Ventolin 2 amp + Pulmicort 1 amp
IVFD Asering 16 tpm
Aminofilin 2x100mg
Cefrtiaxon 1 x 2g dalam NaCl 100cc
Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam
: Dubia ad Bonam
Ad Sanactionam
: Dubia ad Bonam
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan
Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan
udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat
menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk
1978).
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey
1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan
faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang
dewasa (Dess 1974).
8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma
oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha
pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak
juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak
sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga
karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan
rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya. 2
Faktor risiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat
ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.beberapa faktor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1. Jenis kelamin, menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara lakilaki dan perempuan pada usia 30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia
muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi
terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit binatang
piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan
kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak
janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan
menyebakan meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik.
Patofisiologi
Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik
oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan
satu-satunya gejala asma yang ditemukan. Penyempitan saluran respiratorik pada asma
dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah
kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari
saraf eferen postganglionic. Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh
penebalan dinding saluran napas akibat edema akut, inflamasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori
serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran
respiratorik juga bertambah akibat produksi secret yang banyak, kental, dan lengket oleh
sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular
bronkus dan debris selular.
respiratorik
terutama
daerah
peribronkial
dapat
memperberat
Klasifikasi
Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari Konsensus
Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga),
yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak
umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas.
Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya
dapat berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2. Asma episodik sering (Asma sedang)
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini
serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu
tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan
eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan
pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya
serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi
serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas
mencapai puncaknya pada umur 814 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan
fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong
(barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering
tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga
yang mengalami gangguan psikososial.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat
asma
Intermitten
Gejala
Gejala
malam
2x/bulan
Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Faal paru
APE 80%
VEP1 80% nilai
Serangan singkat
nilai terbaik
Variabilitas
APE
<
20%
Persisten
ringan
Mingguan
> 2x/bulan
VEP1
1x/hari
sedang
Harian
>
80%
Persisten
mengganggu
1x/minggu
Variabilitas APE
20-30%
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80%
nilai terbaik
Persisten
berat
membutuhkan bronkodilator
Variabilitas
setiap hari
Kontinua
30%
APE 60%
Sering
APE
>
Sering kambuh
terbaik
Variabilitas
APE
>
30%
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal
paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas,
asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersamasama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan lendir atu
mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Pada serangan asma ringan:
Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.
Kesadaran: kebingungan.
Retraksi dangkal/hilang.
Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang
baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang
tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga
ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi
dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas.
Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya
dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat
menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma
yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan,
karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.
Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran
faal paru digunakan untuk menilai :
1.
2.
3.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih
lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC
berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan,
walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya
terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas
residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal
kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan.
Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat
dilakukan dengan :
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1
turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan
tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15%
yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
IgE
spesifik
dapat
memperkuat
diagnosis
dan
menentukan
penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat
dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji
kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi/atopi.
Penatalaksanaan
Pengobatan asma menurut GINA ( Global initiative for Asma). Program penatalaksanaan
asma diantaranya melalui 6 komponen dalam dibawah ini :
1. Edukasi pada anak / keluarganya
Dengan bantuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, anak dan keluarganya akan secara
aktif turut serta dalam penatalaksanaan penyakit asmanya untuk mencegah timbulnya
masalah dan dapat hidup secara produktif. Sehingga dapat menjauhi faktor resiko,
berobat dengan benar, mengetahui perbedaan obat controller dan reliever, monitoring,
mengenali gejala serangan asma dan mencari pertolongan medis secara apropriate.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
penilaian dan monitor berat asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal
paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan. Seperti
telah dikemukakan sebelumnya, banyak penderita asma yang tanpa gejala, ternyata pada
pemeriksaan faal parunya menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas.
3. Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus
Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus yang dapat menimbulkan proses
inflamasi saluran nafas merupakan tahap pertama pada penatalaksaan penyakit asma.
Menghindari factor pencetus dapat mengurangi gejala dan dalam jangka panjang dapat
menekan proses inflamasi maupun hiperreaktivitas saluran nafas. Yang termasuk induced
trigger antara lain allergen, bahan-bahan kimia yang iritatif, obat-obatan, infeksi virus.
Sedang inciter trigger antara lain exercise, udara dingin, dan emosi, dll.
4. Program penatalaksanaan asma jangka panjang
Program ini meliputi 3 hal yang harus dipertimbangkan yaitu obat-obatan asma,
pengobatan secara farmakologis berdasarkan system anak tangga, pengobatan
berdasarkan sistem zona atau wilayah bagi penderita.
5. Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi atau kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat
yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan
dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut
menunjukan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan
faktor pencetus.
6. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada umumnya
memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan. Kunjungan yang teratur
diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari factor
pencetus serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan
ini akan semakin jarang.
Penatalaksanaan Serangan Asma
Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang gawat
darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah, setidaknya dapat dikurangi
dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk :
mengurangi hipoksemia
Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik
Serangan ringan:
(nebulisasi 1x, respon baik)
Observasi 1 jam
Efek bertahan, boleh
pulang
Gejala timbul lagi,
perlakukan
sebagai
serangan sedang
Serangan sedang:
(nebulisasi
2x,
respon
parsial)
Berikan oksigen
Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan
serangan
sedang, observasi di
Ruang Rawat Sehari
Steroid oral
Serangan berat:
(nebulisasi
3x,
respon
buruk)
Sejak awal berikan O2
saat/di luar nebulisasi
Pasang jalur parenteral
Steriod intravena
Nilai ulang klinisnya,
jika
sesuai
dengan
serangan berat, rawat di
Boleh pulang:
Bekali obat-obat bagonis (hirupan/oral)
Jika sudah ada obat
pengendali, teruskan
Jika
infeksi
virus
sebagai pencetus, beri
steroid oral (3-5 hari)
Dalam
24-48
jam
kontrol ke klinik R.
Jalan, untuk reevaluasi
Catatan:
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali,
maksimal 0,3 ml/kali
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi
bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar Laboratorium
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta, 1995.
5. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Cetakan
Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FUI : Jakarta,
2004.