Professional Documents
Culture Documents
I.
Konsep Medis
A. Pengertian
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer &
Suzanne, 2001)
asma didefinisikan suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversibel. (Price, 1994)
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itujuga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
3. Asma berhubungan dengan pekerjaan, bila berhubungan dengan alergen industri / tempat
kerja misalnya bahan fotokopi dan lain-lain.
E. Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispenea, dan mengi. Pada beberapa keaadaan
batuk merupakan satu-satunya gejala, serangan asma sering kali terjadi pada malam
hari. (Smeltzer & Suzanne, 2001)
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik: sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang
merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak,
antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan
pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi pada malam hari.
F. Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
c.
d.
e.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat
bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch
Block)
Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negatif.
Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (vietha, 2009)adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan
tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat
digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3.
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.
H. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnyasehingga
penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan danbekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
I.
Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengindentifikasi substansi
yang
mencetuskan terjadinya serangan. penyebab yang
mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan
tertentu, jamur dan serbuk sari. jika serangan berkaitan
dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi
dugaan kuat. upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)
II.
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas seharihari
Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi
Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah
Adanya peningkatan frekuensi jantung
Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
f. Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik
Susah bicara atau bicara terbata-bata
Adanya ketergantungan pada orang lain
Intervensi:
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stres.
Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan
kondisi individu.
R : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.
R : Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil.
R : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus
dan mengi.
Xantin misal : aminopillin, okstripillin dan teofilin.
R : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus
AMP.
Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik
R : Kelembaban menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Tujuan
: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam meningkatkan
kemampuan / situasi.
Intervensi :
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori.
R : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
R : Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun telinga).
Dorong mengeluarkan sputum.
R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.
R : dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.
Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
R : digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anoreksia,
mual / muntah.
Tujuan
: Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini.
R : pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus.
R : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
R : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi
Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
R : metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan masukan.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan
imunitas.
Tujuan
: Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.
Intervensi :
Mandiri
Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan.
Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
R : nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan
nafas kecil.
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
R : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek
samping merugikan.
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.
R : faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial dan menimbulkan
peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi
saluran nafas atas. (Doenges, 1999, p. 156)
C. Implementasi
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana
tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan,
perencanaan dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).
a. Fase Persiapan meliputi :
1. Review antisipasi tindakan keperawatan
2. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3. Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4. Persiapan alat (resources)
5. Persiapan lingkungan yang kondusif
6. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase Intervensi terdiri atas :
1. Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau
tim kesehatan lainnya.
2. Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya
(gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain).
3. Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilakukan.
c. Fase Dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial,
perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi,
konselor dan pencatat/ penghimpun data.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat
untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus
yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan
Asma Bronkial adalah:
1. Jalan nafas bersih.
2.
3.
4.
5.
Daftar Pustaka
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nettinna, S. M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price, S. A. (1994). Konsep Klinis Proses - proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.