You are on page 1of 10

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM

PERNAPASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan
melakukan dan menginterprestasikan berbagai prosedur pengkajian. Data yang dikumpulkan
selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana keperawatan klien.
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status penapasan klien, perawat
melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan
tanpa harus menambah disstres penapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien.
Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut,
sedang dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan
mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sistem pernapasan terutama
berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru dan
jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa. Setiap perubahan dalam sistem ini
akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan status
pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap
hipoksida. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut sperti pneumotoraks atau
pneumonia aspirasi, hipoksida terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk
beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui apa saja yang perlu di kaji pada pasien dengan gangguan respirasi
1.2.2 Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan
pemeriksaan fisik sistem pernapasan.
1.2.3 Untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperiksa pada organ pernapasan yang
menderita gangguan pernapasan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian Sistem Respirasi
2.1.1 Riwayat Kesehatan
Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan data riwayat
kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut sebelum mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan antara lain pasien payah, gelisah,
tidak dapat mengikuti percakapan dan pernafasan gaduh. Bila mendapat pasien seperti ini,
segera beri bantuan. Bila mungkin lakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui
masalah atau riwayat kesehatan sekarang dan waktu pasien sudah tenang, pengumpulan
riwayat kesehatan lengkap dapat dilakukan.
Pengumpulan data riwayat kesehatan di mulai dengan mengamati faktor-faktor umum yang
mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis kelamin, dan keadaan lingkungan tempat
tinggal pasien. Kemudian ajukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Data
riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan sekarang, kesehatan dulu,
kesehatan keluarga, sistem fisiologi, perkembangan, pola pemeliharaan kesehatan, serta pola
berhubungan peran (Morton, 1991).
Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain meliputi
pertanyaan tentang keadaan pernapasan (pernapasan pendek), nyeri dada, batuk, sputum.
Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan dulu meliputi jenis gangguan kesehatan yang
baru saja dialami, cidera dan pembedahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan keluarga
yang menderita empisema, asma dan tuberkulosa.
Karena sistem pernapasan berkaitan dengan sistem-sistem yang lain maka untuk pasien yang
menglami gangguan pernapasan perlu diberi pertanyaan mengenai keadaan sistem yang
lainnya yang mungkin menunjukkan gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya
demam, menggigil, lemah, keringat dingin malam hari merupakan gejala yang berkaitan dengan
tuberkulosa.
Status perkembangan juga merupakan faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam
mengumpulkan data riwayat kesehatan. Misalnya ibu yang melahirkan bayi premature perlu
ditanya apakah sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah usia kehamilan
cukup. Ini penting karena bayi premature dapat memiliki gangguan perkembangan sistem
pernafasan sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanyakan apakah ada perubahan pola nafas,
cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas sewaktu berbaring atau apakah bila flu
sembuhnya lama. Ini penting diajukan karen apasien usia lanjut mudah mengalami gangguan
pernafasan karena adanya keterbatasan dinding dada dan kelemahan otot pernafasan.
Perubahan sistem imunitas juga menyebabkan usia lanjut mudah mengalami flu dan infeksi.
Data pola pemeliharaan kesehatan di peroleh dengan memberi pertanyaan pada pasien tentang
pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur-istirahat dan stress.
Untuk mengetahui pola peranan kekerabatan maka pasien ditanya adakah pengaruh yang di
alami mempunyai pengaruh peran sebagai istri atau suami dalam hubungan seksual.
2.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum
penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan
nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk mendapatkan suatu
analisis gejala.
1. Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan bernapas, yang
mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis
dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak

dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada
pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang
meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system
pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain.
Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan
atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi diidentifikasi
dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm
Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi. Penting juga untuk
membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari
kondisi :
1. penyakit kardiovaskular
2. emboli pulmonal
3. penyakit paru interstisial atau alveolar
4. gangguan dinding atau otot dada
5. penyakit paru obstruktif, ansietas.
Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerangpercabangantrakheobronkhial,
parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise,
dan keletihan.
2. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial.
Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas
bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi
untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk
juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.
Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien
biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh
klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji
adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara
normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi.
Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum.
Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai
gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan
paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktifnonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi
batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan
juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika
terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik,
membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik
(jika diresepkan).
3. Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri
atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari
paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai
bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan
batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau,
kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan
kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas
sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah
sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan
meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat
menunjukkan bronkhitis kronis.

Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning
menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang,
yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting
untuk dicatat.
4. Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan
dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab
pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal,
fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker
paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif
yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.
Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan
tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis.
merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada
hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis
darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).
5. Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat
atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan
menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat
mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi
kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obatobatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat
disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat
kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran
udara.
6. Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu
sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada
nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang
mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada,
pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan tipe nyeri dada
yang berkaitan dengan kondisi pulmonal.
Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan
memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat menyebabkan
nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan
mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jems mi terjadi pada tempat inflamasi dan
biasanya terlokalisasi dengan baik nyeri memngkat dengan gerakan dinding dada seperti saat
batuk atau bersin dan napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola
pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan menekan pada bagian
yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya
erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago
toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan
rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam leher dan
lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa
yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
2.1.3 Analisis Gejala
Untuk mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali mengkaji
karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan memberikan analisis
gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala pernapasan tertentu, kaji setting,
waktu, persepsi klien, kualitas dan kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk
dan yang meredakan, serta manifestasi yang berkaitan.
Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu dan
tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien mengalami

keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh
distres pernapasan di tempat kerja.
Waktu. Waktu menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode
(berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat spesifik dimana
masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari atau sesak napas berkaitan dengan
berbaring telentang pada malam hari.
Persepsi klien. Persepsi klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik
tentang keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien mis. klien
melaporkan nyeri tajam pada dada posterior kiri ketika napas dalam.
Kualitas dan kuantitas masalah harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien untuk
melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama masalah yang
berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan jumlah sputum yang
dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok makan. Hindari istilah seperti
sedikit atau banyak karena istilah ini mempunyai arti tidak jelas. Gunakan skala nyeri 1
sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan 10 nyeri terasa paling hebat.
Saat mengkaji batuk gunakan istilah sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta klien untuk
menggambarkan ciri keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.
Lokasi. Lokasi yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien
mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita klien berasal
dari kelainan jantung atau pernapasan.
Faktor yang memperburuk dan meredakan. Tanyakan pada klien hal-hal apa yang dapat
menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya. Adakah keterkaitan aktivitas tertentu
dengan gejala yang dialami. Apakah gejala timbul setelah klien menggunakan obat-obat tertentu.
Manifestasi yang berkaitan. Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya dengan
keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam hari, anoreksia, penurunan
berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara serak. Anda dapat mengenali bahwa
menggigil dan demam umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi, sementara anoreksia
dan penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan yang mengarah pada
dispnea.
2.1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan
anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, misalnya batuk,
dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang
penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa kanak-kanak
dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma,
pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas
atas. Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran bayi
prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti penyakit pulmonal
obstruktif atau restriktif.
Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan,
tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau
terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani pemeriksaan
rontngen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini
penting untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang
cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga, atau
pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas atau yang
diresepkan.
Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma, fibrosis
kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan,
tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga, termasuk
ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota
keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
2.1.5 Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens
lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja danhobi.

Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal
serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti
tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, meningkatkan
pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol.
Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru.
Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk
menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau
berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang
mengakibatkan sesak napas.
Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis.
Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih
tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan kebutuhan
kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder akibat efek
medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien mengingat pola
masukan makanan seminggu terakhir.
2.2 Pengkajian Kemampuan Bernafas
2.2.1 Frekuensi Pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit (Brunner, 2000).
Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan intra kranial, cedera
otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak
pada pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan
fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
1. Usia baru lahir sekitar 35 50 x/menit
2. Usia < 2 tahun 25 35 x/menit
3. Usia 2-12 tahun 18 26 x/menit
4. Dewasa 16 20 x/menit.
5. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
6. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
7. Apnea : Bila tidak bernapas .
2.2.2 Volume Paru
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama beberapa berbagai
siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam bagian ang lebih kecil, karena ini
menunjukan unit dasar.
1. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar pada tiap
pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda normal.
2. Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana seseorang dapat dengan
sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.
3. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang dapat dengan
sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1.
100 MI.
4. Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume ini dapat diukur
hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.
2.2.3 Kapasitas Paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur sebagai kombinasi
volume sebelumnya.
a. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup) sengan kuat bila
mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih 3.500
ml.
b. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir ekspirasi normal. Ini
adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300 ml.
c. Kapasitas vital (KV)adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat diekspirasi setelah

inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600 ml pada
pria normal.
d. Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat diekspansi dengan
upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih 5.800 ml.

2.3 Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi


2.3.1 Inspeksi Dada
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa faktor.
1. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk
mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami
sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan
antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau
pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada
penurunan aliran darah pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral
terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata
mengalami penurunan tekanan oksigen. Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk
diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan.
Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh
udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik
napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan
bekerja.
2. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari
depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada
penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres
paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah
mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan
mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk
tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
3. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke
satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh
dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai
20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
4. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila
pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi,
tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami
pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian,
bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres
pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru
lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentukan apakah ada obstruksi jalan
napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1 kali
panjang inspirasi.
5. Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara
normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi
maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada
wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi

dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah
dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi
paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Lihat
pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis,
khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada
unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti fraktur
iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal
yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus
(biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada.
Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan
pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu
menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi)
selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal.
Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan
otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja
pernapasan.
6. Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum
seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2.3.2 Palpasi Dada
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta
pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu,
vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada
peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil
ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru
pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau
pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien
mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus
taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan
palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang
dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.
2.3.3 Perkusi Dada
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas dada;
ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada
mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara
pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan
(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang
lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian
tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.
Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.
2.3.4 Auskultasi Dada
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di atas
dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan
menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik
napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun
karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop
dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau
atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan
udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari
diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada
penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal
Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi
ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.

Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas
utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga, keras, dan
termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah,
mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi.
Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas.
Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa
situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di
atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini
bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan
(2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar
dengan stetoskop dan pasien mengatakan E apa yang didengar orang tersebut secara nyata
adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila
pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga
adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah
digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
1. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang
terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia,
gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat
terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan
pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi
padajalan napas besar.
2. Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum
pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru
dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani
pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
3. Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin
ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru menahun
(PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi
setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing
4. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh
asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya
pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya
berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau
pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas
setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status penapasan klien, perawat
melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan
tanpa harus menambah disstres penapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien.
Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut,
sedang dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan
mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien.

DAFTAR PUSTAKA
http://niarahayu9.blogspot.com/2011/12/pemeriksaan-fisik-dan-pengkajian-pada.html
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pengkajian-sistem-pernafasan-lanjutan/

You might also like