You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan Timah di Pulau Bangka


Menurut Erman (2009), pada tahun 1949 terjadi pemulihan kedaulatan ke
tangan Republik Indonesia dari Negara Jepang, maka perusahaan timah ini
diambil

alih

sepenuhnya

oleh

Pemerintah

Republik

Indonesia,

tetapi

penguasaannya masih tetap ditangan perusahaan Belanda sampai berakhir masa


kontrak tanggal 28 Februari 1952. Sejak berakhirnya masa kontrak hingga saat
ini, maka sepenuhnya penguasaan dan pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan
Negara Indonesia yaitu PT. Timah (Persero) Tbk. Perjalanan panjangnya untuk
terus berbenah dan menyehatkan kondisi perusahaan terus diupayakan. Melewati
masa-masa yang sulit saat restrukturisasi digulirkan tahun 1992 telah
membuahkan hasil yang menggembirakan. Perusahaan Timah tersebut berhasil
menjadi perusahaan yang sehat kembali dan pada tahun 1995 mampu melakukan
go public dengan mencatatkan penjualan sahamnya di bursa dalam dan luar
negeri.
Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui kebijakan PT. Timah (Persero)
Tbk akan mengoptimalisasi pengolahan mineral yaitu selain mineral bijih timah
(cassiterite) juga akan mengolah mineral ikutannya, yang selama ini belum
diproduksi. Salah satu cara untuk mengoptimalisasi pemanfaatan mineral ikutan
bijih timah, maka bahan galian bijih timah dari penambangan darat maupun laut

untuk kemudian diolah di unit pengolahan adalah sebesar 20-30 % Sn guna


memperkecil kehilangan (looses) mineral ikutan (gangue) tersebut.
2.2 Lokasi Kerja Praktek
Secara Geografis Pulau Bangka mempunyai luas 12.700 km 2 terletak di
selatan khatulistiwa pada 010 030 LS dan 1050 1080 BT yang dibatasi oleh Laut
Cina Selatan di sebelah utara, Selat Gaspar di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah
selatan, dan Selat Bangka di sebelah barat. Lokasi KIP 15 seperti yang terlihat
pada Gambar 2.1 berada di Laut Cupat luar dengan titik koordinat 1,52117 LS
dan 105,63758 BT.

Gambar 2.1 Peta Lokasi KIP 15

Lokasi daerah penambangan tersebut ditempuh dari kantor PT. Timah


(Persero) Tbk, Di Kota Pangkalpinang Ibukota Provinsi Kepuluan Bangka Belitung
ke arah utara menuju ke Unit Laut Bangka, Belinyu dengan waktu tempu 90
menit dan jarak 60 km menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua.
Kemudian untuk menuju KIP 15 kita menuju ke Dermaga Mantung 10 menit
setelah itu dilanjutkan dengan transportasi laut yaitu dengan kapal nelayan
(pompong) 80 menit.

2.3 Iklim
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Pangkalpinang
(2013), Iklim di Pulau Bangka dipengaruhi oleh iklim (musim), yaitu: musim
hujan dan musim kemarau. Periode musim hujan terjadi antara Bulan Oktober
sampai Maret 2014 dengan variasi suhu udara antara 22 0C sampai dengan
260C. Jumlah hari hujan pertahun rata-rata 108 hari atau 29,59 % dari jumlah hari
dalam satu tahun dengan rata-rata curah hujan 2.074 mm per tahun. Periode
musim kemarau terjadi antara Bulan April sampai September 2014.
Kepulauan Bangka Belitung memiliki Iklim tropis yang dipengaruhi angin
musim yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan
bulan kering selama lima bulan terus menerus. Tahun 2013 bulan kering terjadi
pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober dengan hari hujan 11 - 15 hari per
bulan. Untuk bulan basah hari hujan 16 - 27 hari per bulan, terjadi pada Bulan
Januari sampai dengan Juli dan November sampai Desember.

Musim hujan atau dikenal dengan musim Barat, biasanya juga disertai
dengan angin kencang dan gelombang besar. Kondisi seperti inilah yang perlu
diwaspadai terhadap kegiatan operasi penambangan KIP. Karena hal ini dapat
mempengaruhi produksi laju pemindahan tanahnya kecil atau berkurang.
Keadaan

kedalaman

air laut juga dapat mempengaruhi terhadap kegiatan

penambangan KIP. Untuk itu perlu diperhitungkan kondisi pasang surut air laut
pada setiap penempatan lokasi rencana kerja.

2.4 Pengaruh Pasang Surut Air laut


Menurut Saroso (2011), Pasang surut air laut (Ocean tides) diartikan
sebagai gerakan naik turunnya air laut terutama akibat pengaruh adanya
gaya tarik menarik antara massa bumi dan massa benda - benda angkasa,
khususnya bulan dan matahari.
Pengaruh pasang surut air laut dalam penggalian Kapal Isap akan
mengakibatkan tanah yang dikupas lapis demi lapis tidak rata, karena setiap jam
air laut akan mengalami pasang surut sehingga tinggi muka air laut setiap saat
akan berubah. Untuk menghindari hal tersebut maka tabel air harus diperhatikan
oleh operator penggalian agar dapat mengetahui berapa dalam stand ladder akan
diturun atau dinaikkan dari tinggi laut rata-rata (Zo).
Tabel air adalah merupakan angka-angka ketinggian pasang surut air laut
yang berubah-ubah pada setiap jam yang terlampir pada Lampiran B. Ramalan
pasang surut pada lokasi kerja dapat diketahui berdasarkan daftar pasang surut
yang dikeluarkan oleh Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Departeman

Perhubungan Laut, maupun Dinas Angkatan Laut. Tinggi laut rata-rata (TLR) atau
Zo untuk daerah Laut Cupat Dalam dihitung berdasarkan :
Zo

: 160 cm

Waktu Tolok : GMT 07.00


Catatan : Tinggi air dinyatakan dalam dm, diramalkan terhadap Muka
Surutan yang Letaknya 16 dm mean sea level (MSL) atau tinggi air laut rata-rata
(TLR).
2.5 Geologi dan Statigrafi Pulau Bangka
2.5.1 Geologi Regional
Secara fisiografi Pulau Bangka merupakan pulau terbesar pada Paparan
Sunda (Sunda - Shelf), dan merupakan Sunda Peneplain (Van Bemmelen, 1970).
Bila ditinjau dari sudut geologi, penyebaran bijih timah di Indonesia masih
merupakan kelanjutan dari Granite Belt yang berumur Yura Kapur yang
membentang mulai dari Birma, Muangthai, Malasyia, Kepulauan Riau
(Pulau Singkep, Karimun dan Kundur), Pulau Bangka dan Belitung hingga Pulau
Karimata. Granite Belt sendiri merupakan deretan formasi batuan granit kaya
akan mineral cassiterite yang kemudian dikenal dengan sebutan The Tin Belt.
Pulau-pulau dari The Tin Belt diinterpretasikan merupakan sisa bagian
resisten dari gunung yang muncul pada masa terbentuknya Sunda Shelf. Pupili
(1973) menyatakan bahwa Malaysia, Kepulauan Riau dan Bangka berada dalam
kelompok elemen tektonik yang sama. Evolusi tektonik di wilayah ini telah
dimulai sejak Paleozoikum Bawah, dimana berdasarakan Teori Tektonik Lempeng
bahwa daerah penunjaman (subduction zone) berada di bagian timur

Malysia dan pada Mesozoikum Bawah Tengah menghasilkan busur gunung api
(magmatic arc) dalam bentuk deretan Pulau Kundur, Singkep, Bangka, Belitung
dan sebagian dari Kalimantan Barat.
2.5.2

Stratigrafi
Statigrafi Pulau Bangka yang terletak di bagian Utara menurut Mangga dan

Djamal (1994) dari tua ke muda tersusun oleh Kompleks Malihan Pemali (CPp),
Formasi Tanjung Genting (Trt), Granit Klabat (TrJkg), Formasi Ranggam
(TQr) dan Endapan Aluvium (Qa) dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Kompleks Malihan Pemali (CPp)
Terdiri dari skiss, phillit, batulempung, rijang, tuff, gneiss, sisipan kuarsit
dan lensa batugamping. Batuan tersebut berstruktur sedimen masif, dengan
kandungan fosil berupa Fusulinidae dan Radiolaria. Batuannya terlipat kuat,
terkekarkan dan terpatahkan. Kompleks yang berumur Perm ini secara umum
diterobos oleh Granit Klabat.
b. Formasi Tanjung Genting (Trt)
Berupa perselingan batupasir termetamorfkan dan batupasir lempungan
dengan lensa batugamping. Batuan berumur Trias tersebut berstruktur sedimen
silang siur dan mengandung fosil Montlivaltia moluccana, Perodinella

sp.,

Entrochus sp. dan Encrinus sp. Formasi ini terlipat kuat, terkekarkan dan
terpatahkan yang berada tidak selaras di atas Kempleks Malihan Pemali serta
diterobos pula oleh Granit Klabat.

10

c. Satuan Granit Klabat (TrJkg)


Terdiri dari granit, granodiorit, diorit dan diorit kuarsa. Granit berumur
Trias Akhir Yura Awal ini menerobos Kelompok Pemali dan Formasi Tanjung
Genting di atasnya. Terkadang dijumpai singkapan granit yang telah lapuk.
Terdapat pula granit segar yang tersingkap sebagai tonjolan blok - blok (boulder)
granit yang tersebar di pantai.
d. Formasi Ranggam (TQr)
Terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, dengan sisipan lapisan tipis
batulanau dan gambut. Batuan tersebut memiliki struktur sedimen perlapisan
dan silang siur serta mengandung fosil moluska berupa Turitellaterbra sp.,
Olivia triciment mzrt., Cypraea sonderavamart dan fosil Foraminifera Bentos
berupa Celathus creticulatus, Ammonia sp.,

Celcarina sp. dan Triculina sp.

serta geraham gigi gajah berumur Pleistosen, Formasi berumur Miosen Akhir ini
berada tidak selaras di atas Granit Klabat.
e. Endapan Aluvium (Qa)
Terdiri atas kerakal, kerikil, pasir, lempung dan gambut yang berupa
endapan rawa dan endapan sungai yang terdiri dari material lepas dan tersebar
mengikuti aliran sungai di sepanjang lembah maupun pantai. Satuan yang
berumur Quarter ini berada tidak selaras di atas Formasi Rangggam.
2.5.3

Struktur Geologi
Katili (1967), mengatakan bahwa pada batuan metamorf dan sedimen di

Bangka Utara terdapat adanya perlipatan silang akibat perbedaan dua deformasi.
Deformasi pertama mengakibatkan lipatan dengan arah barat laut-tenggara,

11

umurnya sulit ditentukan dengan pasti. Struktur lipatan berarah timur laut-barat
daya (orogen II) disebabkan oleh deformasi pada Yura Atas. Orogen yang kedua
ini menghilangkan jejak orogen yang lebih tua.
Struktur sesar, kekar, ditemukan dalam arah yang bervariasi, tetapi
kecenderungannya mempunyai arah utara selatan (Katili, 1967). Ko (1986),
mengatakan di Pulau Bangka terdapat beberapa sesar yang umurnya berarah timur
laut-barat daya sampai utara-selatan. Sesar utama berarah N 30 E memotong
Granit Klabat ke selatan sepanjang 3 km.

2.6 Geologi Mineral Logam Timah


Menurut Sukandarrumidi (2007) dalam buku yang berjudul Geologi Mineral
Logam, praktis semua timah putih komersial berasal dari mineral cassiterite
(SnO2), Stannit (Cu2S.FeS,SnS2), dan Teallit (PbSnS2). Cassiterite pada umumnya
berasosiasi dengan intrusi batuan beku granitik pada fase pneumatolitik. Mineral
cassiterite terhambur pada batuan tersebut dan baru dapat terlepas dari batuan
induknya apabila batuan mengalami pelapukan. Pelapukan dan konsentrasi
mekanik membentuk endapan aluvial yang di Indonesia terkenal dengan nama
bijih kulit atau disebut sebagai kaksa. Seperti diketahui cassiterite termasuk
resisten terhadap pengangkutan air, sehingga memungkinkan dapat terkumpul
sebagai endapan placer. Di dalam placer, cassiterite berasosiasi dengan kuarsa,
mika, monazite, dan sedikit turmalin.
Sifat-sifat timah yang juga disebut sebagai timah putih antara lain :

12

a) Tahan terhadap udara lembab,


b) Kekerasan dan kekuatannya sangat rendah, sehingga dimasukkan ke dalam
c)
d)
e)
f)

logam lunak,
Daya tahan terhadap korosi cukup tinggi,
Tidak beracun,
Berat jenis rendah 7,3 dan titik cair rendah 232oC,
Tahanan jenis 0,15 ohm mm2/m.
Endapan timah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di dunia yang

membujur dari daerah Cina Selatan, melalui Birma, Muangthai melalui


Semenanjung Malaysia dan terus ke Indonesia, yaitu di pulau-pulau timah dan
lingkungan sekitarnya, Bangka, Belitung, Singkep. Selain itu juga terdapat di
daratan Sumatra Tengah (Bangkinang), serta gugusan-gugusan pulau-pulau
Anambas dan Natuna serta Karimata. Di Indonesia, timah sebagai endapan aluvial
didapatkan di daerah Riau meliputi Pulau Singkep, Bangkinang, Karimun, dan
Kundur. Di Jambi didapatkan bersama hematit dan magnetit. Di Sumatera bagian
selatan di daerah Bangka dan Belitung didapatkan baik sebagai endapan primer
ataupun sebagai endapan aluvial.
Pencarian bijih timah tidak pernah berhenti. Semenjak tahun 1965, tahap
demi tahap eksplorasi terus ditingkatkan. Kini telah terkumpul data gelologi yang
makin lengkap dari kepulauan timah yang telah diketahui, termasuk perairan
sekitarnya. Batuan tertua di kepulauan timah berumur Permokarbon, barupa
batuan endapan yang mengalami pemalihan. Batuan tersebut tersingkap di
Singkep. Di Bangka dan Belitung batuan tertua terdiri dari batuan Endapan
Malioh yang berumur Permokarbon hingga Trias. Batuan tersebut diterobos oeh
granit biotit yang diperkirakan sebagai penyebab terbentuknya endapan timah
yang ada sekarang ini. Batuan di Bangka dan Belitung umunya terlipat kuat

13

dengan jurus umum berarah timur-barat dan kemiringan yang curam, sedang di
Pemali jurus berubah arah menjadi barat laut-tenggara.
Endapan timah primer terdapat pada batuan granit dan daerah sentuhan dan
pada batuan endapan malih. Jenis endapan ini pertama ditemukan pada bagian
barat pulau Belitung tepatnya daerah Tikus yang terdiri dari lensa kuarsa dengan
kandungan cassiterite dan wolframite dengan jumlah kadar yang dapat
dimanfaatkan sebesar 0,4%. Di daerah Kelapa kampit terdapat endapan timah
jenis yang khas karena terdapat sebagai urat pada bidang perlapisan dan terhampar
mengikuti bidang jurus perlapisan sehingga arah penyebarannya dapat
diramalkan. Selain itu endapan timah daerah ini mempunyai kemiringan yang
curam dan umumnya berasosiasi dengan mineral sulfida ataupun bersifat magnet.
Endapan timah sekunder, berasal dari endapan primer yang telah mengalami
pelapukan, dan hasil rombakannya kemudian diendapkan di suatu tempat yang
tidak jauh. Endapan ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu endapan eluvial
(endapan kulit) dan aluvial (endapan kaksa). Endapan eluvial umumnya terdapat
pada lereng bukit sedangkan endapan aluvial terdapat didasar lembah. Oleh
karena itu, endapan timah sekunder di lepas pantai umumnya mengandung
cassiterite berbutir halus. Penyelidikan timah primer dimulai dengan pemetaan
geologi, survey geofisika dilanjutkan dengan pembuatan test pit dan pemboran
dangkal, Untuk endapan aluvial di pantai dilakukan dengan geofisika dan cara
pemboran.

You might also like