You are on page 1of 13

Konsep Seksualitas Manusia

BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO dalam
Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan
reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan
berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak sama dengan
seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan.
Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan
dan untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman
dalam diri individu tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan
pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya membantu
dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih
berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004)
2 aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut:
a.

Alat kelamin itu sendiri

b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin
c.

Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan

d. Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll

b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll


c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
B. Fungsi Seksualitas
1. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya keinginan yang
kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya belum menginginkan
anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara tradisional
wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan atau kesenangan
yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas seksual yang
berkaitan dengan orgasme.
3. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-hal
yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual.
Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang
terlibat; secara khusus, resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik,
atau kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4. Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena sebab lain (mis.,
saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan
seksualitas untuk tujuan ini.
5. Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara umum dapat
meningkatkan harga diri.
6. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas,
dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan.
Namun, seks dapat digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan
karenanya sering merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk

pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga diri
pasangan. Sementara dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal
ini juga merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa berpacaran.
7. Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah dominasi pada interaksi seksual pria-wanita adalah pemakaian
seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini paling relevan dalam masalah perkosaan
dan penyerangan seksual. Banyak kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang
sebagai perluasan dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga
terdapat keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu ungkapan
kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu sebagai pengganti wanita
lain.
8. Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan sebagai cara untuk
mengurangi ansietas atau ketegangan.
9. Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan, misalnya
ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut
menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi
sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akan memadamkan respon seksual sehingga
mereka mudah menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang
berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang
seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.
10. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh keuntungan dan hal
ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi
oleh keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan
emosional komitmen untuk hidup bersama.
( Glasier: 2005 )
C. Kesehatan Seksualitas

Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik, mental


dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang bebas namun
bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan
dengan teman atau pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau
agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya
bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN,
2006).
D. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1.

Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan menghisap
puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui
ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian
tidak perlu dilarang.

2.

Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara
umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.

3.

Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya.

4.

Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam, karena
mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah,
Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.

5.

Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai berkembang dan
keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia
lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan
mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan
perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi
basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan hubungan
seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila
terjadi kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat
menyedihkan. (chandranita :2009)
Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual

1. Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan penegasan identitas gender
dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung
tanpa dapat diduga sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
2. Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman dalam pertalian seksual
yang juga mulai kehilangan pengaruh pengalaman barunya. Pada tahap inilah membangun
komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual.
Apabila pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya
mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka akan muncul
masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
3. Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan lebih lanjut akan
penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya mengalami penurunan keinginan seksual
dan kapasitas untuk menikmati seks menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahanperubahan fisik dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu
periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan obesitas belum
mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan
berkepanjangan. Masalah jangka panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya
gairah seksual pihak wanita.
4. Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi hambatan yang
berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam hubungan seksual telah lama hilang. Bagi
banyakorang halini tidak menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk
kenyamanan intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka.
Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan korban. Pada
keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah menyebabkan kelelahan dan
memadamkan semua antusiasme spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim
menjadi jarang dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam hubungan
pasangan tersebut.

Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama adalah masalah
ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada wanita. Proses penuaan memang
menimbulkan dampak pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini
lebih kecil kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana atau
kesehatan reproduksi.
(Glasier: 2005)
E. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. Normal pada
umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang
memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual :
1.

Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai
beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:

a.

Peningkatan ketegangan otot

b. Peningkatan denyut jantung


c.

Perubahan warna kulit

d. Aliran darah ke daerah genital


e.

Mulainya pelumasan Vagina

f.

Testis membengkak dan skrotum mengencang

2.

Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi
dalam fase ini meliputi:

a.

Fase kegembiraan meningkat

b. Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina


c.

Klitoris menjadi sangat sensitive

d. Testis naik ke dalam skrotum


e.

Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah

f.

Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot

3.

Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya
berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:

a.

Kontraksi otot tak sadar

b. Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan

c.

Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama

d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
e.

Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh

4.

Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke
tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali
kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas
seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum
orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering
meningkat.

F. Dimensi Seksualitas
Seksualitas memiliki dimensi-dimensi. Dimensi-dimensi Seksualitas seperti sosiokultural,
dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry & Potter, 2005).
Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku
yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang
sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang
luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang
dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan
siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual,
juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya.
Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku
anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku
seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya,

seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka
melakukan hubungan seks.
2. Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan
seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan
keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan
tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang
melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
3. Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai
dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya
mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal.
Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah
orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua
memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan
pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam
kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormone seks mulai mempengaruhi
jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon
mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi
dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan
spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder.

G. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1. Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri.
Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah
ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya
pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu
remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu

terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal
lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang
tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya
dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun,
sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anakanaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang
diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua
dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi,
perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 15 tahun pada pria dan 12 14 tahun
pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anakanak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
2. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam
melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut
bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari
kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa
hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa
menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks.
3. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang
terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan
emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam
perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau
membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain
masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara
satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya
sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah
seks.
4. Kebosanan

Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti kerja
malam. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik
yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak
disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan
yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk
jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan
hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego,
dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.
H. Membantu Kesulitan Seksual
Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga dengan
mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien benar-benar
mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya, makamasalah dan kemungkinankemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus,
mungkin tidak tersedia informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat
diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa
pasangan harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami
orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-masing.
Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman mengenai perasaanperasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat penting, karena cara tersebut dapat
membuka jalan bagi pasangan untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.
( Glasier: 2005 )

Konsep Kesehatan Reproduksi

1.1 Definisi Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan social
dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Kesehatan Reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan

system reproduksi, fungsi serta prosesnya.


Kesehatan Reproduksi menurut hasil ICPD 1994 di Kairo adalah keadaan sempurna fisik,
mental dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan,

dalam segala hal yang berkaitan dengan system reproduksi dan fungsi serta proses.
Depkes RI (2000) Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh
mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses
reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit
melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan

sebelum dan sesudah menikah.


1.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan
Ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti
memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan system reproduksi pada setiap fase
kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah
kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani
dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya.
1. Ibu hamil dan konsepsi
Bayi dan anak Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat
luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan
manusia sejak lahir hingga mati.Dalam uraian tentang kesehatan reproduksi yang lebih rinci
digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.


Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi:
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Keluarga Berencana
Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk PMS HIV/AIDS
Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
Kesehatan Reproduksi Remaja
Pencegahan dan penanggulangan Infertilitas
Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis
Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain missalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula

dll.
1.3 Hak-Hak Reproduksi
Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki maupun
perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk

memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga dan masyarakat)
mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan
melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang
diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).
A. Menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, antara lain:
a.
Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini
berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas
b.

dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.
Setiap orang, perempuan dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak
memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta
efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau

c.

mengatasi masalah kesehatan reproduksi.


Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau,

d.

dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak melawan hukum.
Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang
memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta

e.
f.

memperoleh bayi yang sehat.


Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memiliki hubungan yang didasari penghargaan
Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan

g.

bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.


Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar
tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang

h.

bertanggung jawab
Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat
mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

B. Menurut ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :


Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan,

h.

kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual


Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi

i.

Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan

j.
k.

reproduksinya
Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan

l.

reproduksi
Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi
Hak Reproduksi maupun akses untuk mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi adalah
penting, sehingga perempuan dapat:

1.

Mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas dari penyakit,
kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau kematian yang berhubungan dengan
reproduksi dan seksualitas

2.

Mengatur kehamilannya secara aman dan efektif sesuai dengan keinginannya, menghentikan
kehamilan yang tidak diinginkan, dan menjaga kehamilan sampai waktu persalinan

3.

Mendorong dan membesarkan anak-anak yang sehat seperti juga ketika mereka menginginkan
kesehatan bagi dirinya sendiri.

You might also like