You are on page 1of 19

REFERAT PATOLOGI ANATOMI

BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM


HEMATOM EPIDURAL

Asisten:
Fikrianisa Safrina
G1A011014
Kelompok 33
Gelombang 2
Oleh:
Muthia Kamal Putri

G1A012129

Mutia Radella

G1A012014

Muhammad Reiza Primayana

G1A012154

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 3


BAB 1 (PENDAHULUAN)...................................................................................... 4
BAB 2 (TINJAUAN PUSTAKA)
A. Definisi .......................................................................................................... 6
B. Etiologi ........................................................................................................... 6
C. Epidemiologi .................................................................................................. 6
D. Faktor resiko .................................................................................................. 7
E. Tanda dan gejala ............................................................................................ 7
F. Penegakan diagnosis
1) Anamnesis .................................................................................................10
2) Pemeriksaan fisik......................................................................................10
3) Pemeriksaan penunjang...........................................................................11
G. Patogenesis.......................................................................................................13
H. Patofisiologis....................................................................................................13
I. Gambaran histopatologi.................................................................................15
J. Penatalaksanaan
1) Non medikamentosa.................................................................................16
2) medikamentosa.........................................................................................16
K. Komplikasi.......................................................................................................16
L. Prognosis.......................................................................................................... 16
BAB 3 (KESIMPULAN) ...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 18

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.,

Puji Syukur kehadirat Allah Swt. , karena atas KehendakNya kami dapat menyelesaikan
referat dengan judul Adenoma Hipofisis ini .Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas
dalam Laboratorium Patologi Klinik blok Neurology and Spesific Sense System pada
semester keenam di jurusan kedokteran umum FK Unsoed.
Pada kesempatan yang baik ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada dr.Hidayat Sulistyo, M.Si. Med,. Sp.PA, dr. Dody Novrial, M.Si.
Med, Sp.PA, dan dr. Pamela Kusuma Dewi Putri selaku pengajar mata kuliah
laboratorium patologi anatomi, serta segenap Asisten Dosen Patologi Anatomi
angkatan 2010-2011

selaku pembimbing laboratorium dan referat kami di

Laboratorium Patologi Anatomi jurusan kedokteran umum FK Unsoed.


Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
sejawat

yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian referat ini. Kami

sadar bahwa

dalam pembuatan referat ini

masih

terdapat banyak

kekurangan,untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat


memberikan saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan referat ini.Akhir
kata semoga referat ini bisa menjadi informasi bagi kalangan mahasiswa kedokteran
Unsoed yang terkait dengan perdarahan pada lapisan epidural, tepatnya Hematom
Epidural yang kami bahas pada referat ini.
Purwokerto, 23 Maret 2015

Kelompok 33
3

I.PENDAHULUAN
`

Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar yang sangat penting bagi tubuh manusia,

kelenjar ini mengatur fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin di dalam tubuh. Pada
bagian anterior dari hipofisis, terdapat hormon yang mengontrol laktasi, kontraksi uterine
sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume
dari cairan intravascular dengan memelihara resorpsi cairan di ginjal. (Japardi, 2002)
Kelenjar hipofisis terletak pada sella turcica, pada konvavitas berbentuk sadel dari
tulang sphenoid. Superior dari kelenjar hipofisis terdapat diaphragma sella, yang merupakan
perluasaan secara transversal dari duramater dimana tungkai hipofisismenembusnya. Diatas
diaphragma ini terletak nervus optikus, chiasma dan traktus. Pada dinding lateral dari sella
terdapat dinding medial dari sinus kavernosus yang berisi N III, IV, VI, V1,V2 dan A.karotis
interna. (Japardi, 2002)
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior, pada lobus
anterior kelenjar ini terdapat 5 tipe sel yang memproduksi 6 hormon peptida. Sedangkan pada
lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida. Sekresi hormon pada adenohipofisis
diatur oleh hypothalamus dan oleh umpan balik negatif dari target organ. Sedangkan pada
nuerohipofisis vassopresin (ADH) dan oksitosin diproduksi oleh hipothalamus lalu dibawa
dan ditimbun untuk akhirnya dilepaskandari hipofisis. Berbagai faktor dari hipothalamus
mempengaruhi lebih dari satu tipe sel pada lobus anterior dan mempengaruhi sekresi lebih
dari satu macam hormon lobus anterior, miss TRH akan merangsang produksi TSH juga
merangsang pelepasan prolactin. (Japardi, 2002)
Tumor hipofisis atau lebih

dikenal dengan nama Adenoma hipofisis adalah

neoplasma intrakranial yang relatif sering dijumpai, serta merupakan 10-15 % dari seluruh
neoplasma intrakranial. Tumor jenis ini seringkali sulit diobati dan tidak jarang terjadi
kambuhan, meskipun telah dilakukan tindakan bedah. Walaupun telah banyak dilakukan
penelitian mengenai tumor hipofis, patogenesis terjadinya tumor belum jelas sepenuhnya.
Umumnya dianggap bahwa neoplasma hipofisis merupakan tumor primer hipofisis.Penelitian
biomolekular menunjukkan bahwa tumor hipofisis, baik functioning maupun non-juntioning,
berasal dari pertumbuhan satu klon (monoklonal).
Diagnosis tumor hipofisis seringkali terlambat karena kurangnya kewaspadaan, serta
gejala dan tanda klinis yang minimal. Namun dalam dua dekade terakhir ini, terjadi

peningkatan insiden tumor hipofisis yang disebabkan kemajuan pada sarana diagnosis, seperti
Computed Tomography (CT), Magnetic Resonacte Imaging (MRI), dan berbagai macam
teknik radioimmunoassay baru untuk pemeriksaan hormon. (Soewondo, 2009)

II. PEMBAHASAN

A. Definisi
Adenoma hipofisis adalah kondisi medis yang ditandai dengan perumbuhan
abnormal dari sel-sel tumor yang non-kanker di kelenjar hipfisis, pasien yang
mengalaminya akan mengalami gejala-gejala dan defisit neurologi yang tergantung
gambaran histologi, tipe, lokasi dan cara pertumbuhan dari pada tumor. Diagnosa awal
dari tumor sangat penting sekali untuk mencegah kerusakan neurologis secara
permanent. Peranan perawat sangat penting sekali dalam merawat pasien dan
keluarganya hal ini disebabkan karena banyak sekali kemungkinan masalah-masalah
fisik, psikologis dan sosial yang akan dihadapi (Soewondo, 2009)

B. Etiologi
Penyebab tumor hipofisis tidak diketahui. Sebagian besar diduga tumor hipofisis
hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak
terkendali. Cacat genetik, sindroma neoplasia endokrin multipel tipe I dikaitkan dengan
tumor hipofisis. Namun, jumlah mutasi ini hanya sebagian kecil dari kasus-kasus tumor
hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis didapat dari hasil penyebaran (metastasis) dari
kanker situs lain. Kanker payudara pada wanita dan kanker paru-paru pada pria
merupakan kanker yang paling umum untuk menyebar ke kelenjar pituitari. Kanker
lainnya yang menyebar kekelenjar pituitari termasuk kanker ginjal, kanker
prostat, melanoma, dan kanker pencernaan (Chahal et.al, 2011)

C. Epidemiologi
Tumor hipofisis merupakan 10-15 % dari seluruh neoplasma intracranial; tiga
perempat tumor hipofisismenskresi hormone hipofisis dalam jumlah yang abnormal.
Insiden per tahun dari neoplasma hipofisisbervariasi yaitu antara 1-7/100.000 penduduk.
Pada sebuah studi 10.370 kasus otopsi, prevalensimikroadenoma hipofisis sebesar 11 %.
Sementara penelitian lain menemukian adenoma hipofisis pada10-25 % kasus otopsi
unselected dari pada 10 % orang normal yang menjalani pemeriksaan MRI.
Dengan adanya kemajuan MRI dengan resolusi tinggi, maka seringkali ditemukan
lesi hipofisis pada pemeriksaanyang sebenarnya dilakukan untuk kondisi yang tidak ada
kaitannya dengan gangguan hipofisis.Adenoma hipofisis yang ditemukan pada
pemeriksaan CT dan MRI tanpa disertai adanya gejala atautanda yang menunjukkan
adanya hipofisis sering disebut insidentaloma. Prevalensi insidentalomahipofisis
6

yang ditemukan

pada

MRI

sebesar kurang

lebih 10%

dan hampir

95.5%

diantaranyamerupakan mikroadenoma. Mikroadenoma juga dilaporkan ditemukan pada


1.5-27% kasus otopsi tanpakecurigaan gangguan hipofisis.Sebagian besar tumor hipofisis
ditemukan pada dewasa muda, namun dapat pula ditemukan padaremaja maupun usia
lanjut. (Soewondo, 2009)

D. Faktor Risiko
Orang-orang yang memiliki kondisi warisan yang langka seperti Multiple
Endocrine Neoplasia Type 1 (MEN-1) yaitu gangguan yang menyebabkan tumor pada
kelenjar endokrin, (yang mengeluarkan hormon ke dalam aliran darah dan termasuk
kelenjar pituitari) dan bagian pertama dari usus kecil Carney kompleks yaitu suatu
kelainan yang menyebabkan beberapa jenis tumor, termasuk di kelenjar hipofisis memiliki risiko lebih tinggi tumor hipofisis. Sekitar 1-5% dari tumor hipofisis terjadi
dalam keluarga. (Hopkins, 2013)

E. Tanda dan Gejala


Tumor hipofisis anterior akan menimbulkan efek massa terhadap struktur sekitarnya.
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sakit kepala dan gangguan penglihatan.
Pembesaran ukuran tumor akan menyebabkan timbulnya keluhan sakit kepala, dan
penekanan pada kiasma optikum akan menyebabkan gangguan penglihatan dan
penyempitan lapang pandang.
Selain itu, penekanan pada daerah otak lainnya juga dapat menimbulkan kejang,
hemiparesis, dan gangguan kepribadian (Cahyanur, 2011).

Gejala adenoma hipofisis terbagi menjadi fungsional dan non fungsional.


1. Gejala Adenoma Hipofisis fungsional

a) Adenoma akibat hiperprolaktinemia


Hiperprolaktinemia pada wanita biasanya didahului dengan amenorhoe,
galactorhoe,kemandulan dan osteoporosis. Sedangkan pada laki-laki biasanya
asimptomatik atau timbul impotensi atau daya seksual yang menurun. Karena
perbedaan gejala tersebut maka tumor ini pada laki-laki biasanya ditemukan jika
sudah menimbulkan efek kompresi pada struktur yang berdekatan (Tiemensma
et.al, 2011)

b) Adenoma akibat sekresi Growth Hormon yang berlebihan


Gejala timbul secara gradual karena pengaruh meningginya kadar GH
secara kronik.Dari sejumlah kasus menunjukkan bahwa gejala yang timbul lebih
karena efek kompresi lokal dari masa tumor, bukan karena gangguan somatiknya.
Gejala dini berupa Ukuran sepatu dan baju membesar, Lalu timbul
visceromegali, Hiperhidrosis, Macroglossia, dan Muka yang kasar dan skin
tags yaitu perubahan pada cutis dan jaringan subcutis yang lambat berupa fibrous
hyperplasia terutama ditemukan pada jari-jari, bibir,telinga dan lidah
(Tiemensma et.al, 2011)
c) Adenoma akibat sekresi TSH yang berlebihan
Hipertiroid yang disebabkan oleh TSH adenoma berbeda dengan Graves
disease,graves disease merupakan penyakit yang diturunkan, dimana terdapat
resistensi yang efektif terhadap hormon tiroid yang menyebabkan pengaruh
umpan balik negatif dari hormon tiroid atau TSH lemah, sehingga timbul
hipersekresi TSH. Kelainan ini sering bersamaan dengan bisu, tuli, stipled
epiphyse dan goiter, ini yang membedakan dengan hipertiroid akibat adanya
adenoma. Biasanya lebih banyak mengenai wanita. Gejala lainnya yaitu
gangguan lapang pandang, pretibial edema dan kadar serum immunoglobulin
stimulasi tiroid jumlahnya sedikit (Tiemensma et.al, 2011)
d) Adenoma akibat sekresi ACTH yang berlebihan

Biasanya menyerang wanita sekitar usia 40 tahun. Khas ditandai dengan


truncal obesity, hipertensi, hirsutisme, hiperpigmentasi, diabetes atau glukosa
intoleran, amenorrhea, acne, striaeabdominal, buffallo hump dan moon
facies. Kelainan endokrinologik yang berat ini sudah muncul pada tahap sangat
dini dari tumornya yang menyulitkan dalam mendeteksi dan identifikasi
sumbernya (Tiemensma et.al, 2011)

2. Gejala Adenoma Hipofisis Non fungsional


a) Nyeri Kepala
Perluasan tumor ke area supra sella maka akan menekan chiasma
optikum serta kan timbul gangguan lapang pandang bitemporal. Hal ini
dikarenakan serabut nasal inferior yangterletak pada aspek inferior dari chiasma
optik melayani lapang pandang bagian temporal superior (Wilbrands knee). Oleh
karena ituyang pertama kali terkena adalah lapang pandang quadrant bitemporal
superior. Selanjutnya kedua papil akan menjai atrofi.Jika tumor meluas ke sinus
cavernosus maka akan timbul kelumpuhan NIII, IV, VI,V2, V1, berupa ptosis,
nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinue akan menyebabkan proptosis, chemosis
dan penyempitan dari a. karotis (oklusi komplit jarang).Tumor yang tumbuh
perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis progresif dalam beberapa
bulan atau beebrapa tahun berupa hypotiroidism, tidak tahan dingin, myxedema,
rambut yang kasar, hypoadrenalism, hipotensi ortostatik, cepat lelah,
hypogonadism, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan kesuburan
(Tiemensma et.al, 2011)
b) Gangguan Lapang Pandang
Walaupun gangguan lapang pandang bitemporal dan hypopituitarism
yang berjalan progresif merupakan gejala klinik yang khas pada tumor ini,
kadang-kadang adenomahipofisis yang besar memberikan gejala yang akut
akibat adanya perdarahan atau Infark. Tumor intrakranial yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah adenoma hipofisis. Adanya perdarahan yang
besar ke dalam tumor hipofisis akan menyebabkan gejala nyeri kepala yang tibatiba, penurunan kesadaran gangguan penglihatan dan insufisiensi adrenal yang

akut. Pasien yang menderita abcess pada hipofisis akan memberi gejala yang
sama disertai demam. Menurut Wilson (2009) sekitar 3% makro adenoma
menunjukkan Pituitary apoplexi (Tiemensma et.al, 2011)

F. Penegakan Diagnosis
1.Anamnesis
Ketika melakukan diagnosis, dokter harus bertanya tentang riwayat
keluarga
apakah
sebelumnya
pernah
mengalami
tumor
hipofisis,
hiperparatiroidisme, hipoglikemi atau tumor kelenjar pankreas (Tiemensma et.al,
2011).
2.Pemeriksaan fisik
Tumor hipofisis terutama timbul pada lobus anterior hipofisis, sedangkan
pada lobus posterior (neurohipofisis) jarang terjadi. Tumor ini biasanya bersifat
jinak (Tiemensma et.al, 2011).
Berikut pemeriksaan fisik yang sering dilakukan teerhadap tumor hipofisis:
a) Inspeksi
Klien tampak mengalami pembesaran yang abnormal pada seluruh
bagian tubuh. Klien tampak mengalami akromegali atau pembesaran
yang abnormal pada ujung-ujung tubuh seperti kaki, tangan, hidung,
dagu (timbul pada saat usia dewasa). Kulit klien tampak pucat, terdapat
penumpukan lemak di punggung, wajah.Klien tampak mengalami
diplopia (pandangan ganda), atrofi pada pupil, susah membedakan
warnadan menggerakkan organ-organ tubuh karena kelemahan otot
(Tiemensma et.al, 2011).
b) Palpasi
Terdapat nyeri kepala dan kelemahan otot pada ekstremitas
(Tiemensma et.al, 2011).

10

3.

Pemeriksaan Penunjang
a) Pada Adenoma Hipofisis non fungsional:

1) Foto Rontgen
Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar,
lantai sella menipisdan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan
adenomanya asimetrik maka padalateral foto tengkorak akan
menunjukkan double floor. Normal diameter AP dari kelenjar hipofisis
pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masing-masing, sedang pada yang
lainnya normal < 9 masing-masing (Tiemensma et.al, 2011).

2) MRI dan CT Scan


Dengan MRI gambaran A. Carotis dan chiasma tampak lebih jelas
tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT scan lebih
baik (Tiemensma et.al, 2011).
3) Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan
fungsi darikelenjar hipofisis (Tiemensma et.al, 2011)

c) Adenoma Fungsional

1) Adenoma karena hiperprolaktinemia


Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml
biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara
25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga
pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada stalk effect (trauma
hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena operasi) (Haryant et.al,

11

2007).
2) Adenoma karena hipersekresi growth hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon ini
yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar
basal Gh <1 ng/ml, pada penderita acromegali bisa meningkat sampai > 5
ng/ml, walaupun pada penderita biasanya tetap normal. Pengukuran kadar
somatemedin C lebih bisa dipercaya, karenakadarnya yang konstan dan
meningkat pada acromegali. Normal kadarnya 0,67 U/ml, pada
acromegali mebningkat sampai 6,8 U/ml. Dengan GTT kdar GH akan
ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian glukosa oral (100 gr),
kegagalan penekanan ini menunjukkan adanya hpersekresi dari GH.
Pemberian GRF atau TRH perdarahan infusakan meningkatkan kadar GH,
pada keadaan normal tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka
pastikan sumbernya dengan MRI, jika dengan MRI tidak terdapatsesuatu
adenoma hipofisis harus dicari sumber ektopik dari GH (Haryant et.al,
2007).

3) Adenoma karena hipersekresi TSH, FSH, LH


Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha
dan beta subarakhnoidunit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk
ketiga hormon,sedangkan beta subarakhnoid unitnya berbeda.
Dengan teknik immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar
dari alpha subarakhnoid unit atau kadar alpha dan beta subarakhnoid
unit.Pada tumor ini terdapat peninggian kadar alpha subarakhnoid
unit, walaupun padaadenoma non fungsional 22% kadar alpha
subarakhnoid unitnya juga meningkat. MRIdengan gadolinium, pada
pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara adenoma yangsatu
dengan yang lainnya (Haryant et.al, 2007).
12

4) Adenoma karena hipersekresi ACTH


CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang
sekresi ACTH dari adenihipofisis, ACTH akan meningkatkan
produksi dan sekresi cortisol dari adrenalcortex yang selanjutnya
dengan umpan balik negatif akan menurunkan ACTH. Pada kondisi
stres fisik dan metabolik kadar cortisol meningkat, secara klinik sulit
mengukur ACTH, maka cortisol dalam sirkulasi dan metabolitnya
dalam urine digunakan untuk status diagnose dari keadaan kelebihan
adrenal. Cushings syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit
untuk menentukan etiologinya (Haryant et.al, 2007).

d) Biopsy
Sebuah biopsi (mengambil contoh tumor dan memeriksanya di
bawah mikroskop) mungkinkadang-kadang dianjurkan untuk verifikasi
definitif. Pituitary tumor dapat diperiksa di bawah mikroskop sebelum
atau setelah pembedahan untukmenentukan jenis tumor (Haryant et.al,
2007).

G. Patogenesis
Hingga saat ini dikenal 2 hipotesis tentang asal tumor hipofisis yaitu adanya
kelainan intrinsik dalam kelenjar hipofisis sendiri dan sebagai hasil stimulasi yang terus
menerus oleh hormon hipotalamus. Kemajuan biologi molekuler membuktikan tumor ini
berasal dari monoklonal, yang timbul dari mutasi sel tunggal diikuti oleh ekspansi
klonal. Neoplasia hipofisis merupakan proses berbagai step yang meliputi disregulasi
pertumbuhan sel, diferensiasi dan produksi hormon. Ini terjadi sebagai hasil aktifasi
fungsi onkogen setelah inaktifasi gen tumor supresor. Proses aktivasi fungsi onkogen
merupakan hal yang dominan, karenanya gangguan allel tunggal dapat menyebabkan
perubahan fungsi sel.
Inaktifasi tumor supresor bersifat resesif, karenanya kedua gen allel harus terlibat
untuk mempengaruhi fungsi seluler. Heterogenitas defek genetik ditemukan pada

13

adenoma

hipofisis

sesuai

dengan

proses

neoplastik

multi

step.

Abnormalitas protein G, penurunan ekspresi protein nm23, mutasi ras gen, delesi gen
p53, 14 q, dan mutasi, kadar c-myc onkogen yang tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan adenoma kelenjar hipofisis. Penelitian in vitro membuktikan peranan
estrogen dalam menginduksi terjadinya hiperplasia hipofisis dan replikasi laktotroph.
Terbukti produk PTTG (Pituitary tumor transforming gene) menyebabkan transformasi
aktifitas dan menginduksi sekresi dasar bFGF, sehingga memodulasi angiogenesis
hipofisis dan formasi tumor. PTTG ini diinduksi oleh estrogen.

H. Patofisiologi
Tumor intrakranial primer atau neoplasma adalah suatu peningkatan sel-sel
intrinsik dari jaringan otak dan kelenjar pituitari dan pineal. Gejala-gejala dari tumor
intrakranial akibat efek lokal dan umum dari tumor. Efek lokal berupa infiltrasi, invasi
dan pengerusakan jaringan otak pada bagian tertentu. Ada juga yang langsung menekan
pada struktur saraf, menyebabkan degenerasi dan gangguan sirkulasi lokal. Edema dapat
berkembang dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK akan
dipindahkan melalui otak dan sistem ventrikel. Dapat juga terjadi sistem ventrikel
ditekan dan diganti sehingga menyebabkan obstruksi sebagian vebtrikel. Papilledema
akibat dari efek umum dari peningkatan TIK, kematian biasanya akibat dari kompressi
otak tengah akibat herniasi (Haryanti, 2009).

Tumor otak

Oedema otak
cairan

Peningkatan massa

Obstruksi

otak

cerebrospinal

14

Perubahan suplai
Hidrosefalus
darah ke otak

Kompensasi
1.

Vasokontriksi pemb.drh otak

2.

Mempercepat absorpsi
cairan serebrospinalis

Nekrosis jaringan
Kehilangan fungsi

Gagal

secara akut
Kejang
Peningkatan TIK
Nyeri
Perubahan perfusi jaringan otak

a. Nyeri kepala
b. Mual muntah proyektil

Penurunan kognitif

c. Hipertensi
d. Bradikardi
e. Kesadaran menurun

I. Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya


Secara histopatologi, adenoma hipofisis terdiri atas sel poligonal
yang relatif seragam yang tersusun dalam lembaran, genjel, atau papila.
Jaringan ikat penunjang, atau retikulin, sedikit, sehingga konsistensi lesi
umumnya lunak gelatinosa. Nukleus sel neoplastik mungkin seragam atau
pleomorfik. Aktivitas mitotik biasanya jarang . Sitoplasma sel konstituen
mungkin asidofilik, basofilik, atau kromofobik, bergantung pada jenis dan
jumlah produk sekretorik di dalam sel, tetapi relatif seragam di keseluruhan
neoplasma. Monomorfisme sel dan tidak adanya jaringan retikulin yang

15

sinifikan membedakan adenoma hipofisis dari parenkim hipofisis anterior


nonneoplastik. Status fungsional adenoma tidak adenoma tidak dapat dengan
tepat diperkirakan dari gambaran histologiknya (Kumar, 2010).

Gambar 2.1 Fotomikrograf adenoma hipofisis.


Keterangan:
Sifat monomorf sel ini sangat kontras dengan campuran sel yang ditemukan
di hipofisis anterior. Pada gambar ini tidak ada jaringan retikulin.

J. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah mengembalikan fungsi hipofisis senormal
mungkin dan mencegah terjadinya kambuhan massa tumor. Tujuan lain adalah
memperbaiki gangguan pengelihatan, mengatasi gangguan neurologis, serta
memperbaiki gangguan endokrin dan metabolik. (Soewondo, 2009)
Cara pengobatannya harus dilakukan secara komprehensif dengan
mempertimbangkan beberapa factor yaitu adanya gangguan endokrin terkait,
besar dan ekspansi massa tumor, usia serta keadaan klinis pasien. (Soewondo,
2009)

Pilihan terapi yang tersedia adalah:


1) Terapi Non-Medikamentosa
Untuk terapi non-medikamentosa

dapat

dilakukan

tindakan

bedah

(adenomektomi) dan dilakukan terapi gen.


2) Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa berupa primer berupa terapi supresi hormone dengan
bromokriptin dan analog somatostatin dan terapi substitusi hormone
(perioperatif dan post operatif), radiasi. (Soewondo, 2009)
Radiasi dapat diberikan dalam bentuk:

16

a. Radiasi eksterna (teleterapi), yang dalam perkembangannya dapat dimodifikasi


menjadi bentuk-bentuk radiasi, misalnya intraoperatif irradiation, conformal
therapy maupun radiosurgery dan fractionated radiotherapy
b. Brakhiterapi
c. Radiasi menggunakan radiofarmaka (Gondhowiardjo dan Arman, 2004).

K. Komplikasi
Pada kasus pembesaran massa intakranium lainnya, adenoma hipofisis dapat
menimbulakan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, termasuk nyeri kepala,
mual, dan muntah. Adenoma hipofisis yg meluas keluar sela tursika menuju dasar otak
menimbulkan kejang atau hidrosefalus obstruktif, keterlibatan saraf kranialis dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf kranialis. Kadang terjadi perdarahan akut ke dalam
adenoma disertai tanda klinis pembesaran lesi dan penurunan kesadaran, suatu situasi
yang secara tepat dinamai apopleksi hipofisis. Kalau adenoma hipofisis tidak ditangani
secara maka akan menimbulkan kebutaan karena tumor bisa menyebabkan penekanan
pada nervus opticus atau chiasma opticum (Kumar, 2010)
L. Prognosis
Prognosis adenoma hipofisis baik namun tergantung pada keadaan penderita,
diantaranya adalah keadaan lain yang menyertai, ukuran tumor serta status fungsional
serta diagnosa awal dan penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada
pusat vital dan menyebabkan kerusakan serta kematian otak. (Soewondo, 2009)

III.KESIMPULAN
1. Adenoma Hipofisis merupakan kondisi medis yang ditandai dengan perumbuhan
abnormal dari sel-sel tumor yang non-kanker di kelenjar hipfisis, pasien yang
mengalaminya akan mengalami gejala-gejala dan defisit neurologi yang tergantung
gambaran histologi, tipe, lokasi dan cara pertumbuhan dari pada tumor.
2. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sakit kepala dan gangguan penglihatan.
Pembesaran ukuran tumor akan menyebabkan timbulnya keluhan sakit kepala, dan
penekanan pada kiasma optikum akan menyebabkan gangguan penglihatan dan
penyempitan lapang pandang.
3. Pengobatan dengan terapi non-Medikamentosaadalah dengan dilakukan tindakan bedah
(adenomektomi) dan dilakukan terapi gen. Sedangkan terapi medikamentosa berupa

17

primer berupa terapi supresi hormone dengan bromokriptin dan analog somatostatin dan
terapi substitusi hormone (perioperatif dan post operatif), radiasi.

18

DAFTAR PUSTAKA
Cahyanur, Rahmat, and Pradana Soewondo. 2011 "Acromegaly." Journal of the Indonesian
Medical Association 60.06
Chahal, Harvinder S., Blevins LS, Shore D, Weinstein J, Isaacs S, Fratticci Amato, Santoro
Antonio. 2011."AIP mutation in pituitary adenomas in the 18th century and
today." New England Journal of Medicine 364: 43-50.
Gondhowiardjo, Soehartati dan Aman Renindra Ananda. 2004. Peran Radiasi Dalam
Penanganan Adenoma Hipofise. Makara Kesehatan. Vol: 8:14-20
Haryanti, Elizabeth dan Gotera, Wira. 2007. Manifestasi Disfungsi Beberapa Hormon Dari
Seorang Penderita Dengan Riwayat Adenoma Hipofisis. SMF Ilmu Penyakit Dalam
FK Unud. Vol: 8 No.1
Hopkins,
John.
2013.
Pituitary
Tumors.
http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neuorosurgery/specialty_areas/pituitary_c
enter/pituitary-tumor. 14 Oktober 2013. (7:23)
Japardi, Iskandar. 2002. Tumor hipofisis. Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Bagian Bedah. Medan: USU Digital Library.
Kumar, Vinay. 2010. 24: The Endocrine System. Robbins and Cotran Pathologic Mechanisms
of Disease (8th ed.). Philidelphia, PA: Elsevier. p. 1113.
Soewondo, Pradana. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Internal
Publishing
Tiemensma, Jitske, Stevens Andreas, Pleet Bernard A, Minniti Giuseppe, Esposito Vincenzo,
Piccirilli Manolo, Katznelson Larry. 2011. "Coping strategies in patients after
treatment for functioning or nonfunctioning pituitary adenomas." Journal of
Clinical Endocrinology & Metabolism 96: 964-971.

19

You might also like