Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Dr. Guntur Muhammad T, Sp.An, M.Sc
Oleh :
Widya Ilmiaty Kamrul (030.10.083)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat serta karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Anestesi Spinal pada Pasien Hernia Scrotalis Inkarserata Dextra. Dalam
menyelesaikan laporan kasus ini, kami mendapat bantuan dan bimbingan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Guntur, Sp.An sebagai pembimbing yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu
Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo, Slawi.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Soeselo Slawi, khususnya kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu
selama kami menjalankan kepaniteraan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap laporan
khusus ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk mahasiswa kedokteran dan masyarakat pada umumnya.
Slawi, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
2.2 ANAMNESIS
2.6 PENATALAKSANAAN
2.7 KESIMPULAN
10
13
16
BAB VI KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Anestesi dan Reanimasi adalah cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari
tatalaksana untuk me matikan rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman yang lain
sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk mempelajari
tatalaksana untuk menjaga/mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami
kematian akibat obat anesthesia.1
Tindakan anestesi yang memadai, meliputi tiga komponen yang disebut trias anestesi
yaitu hipnotik (mati ingatan), analgesia (mati rasa) dan relaksasi otot rangka (mati gerak).
Untuk mencapai ke tiga target tersebut, dapat digunakan hanya dengan satu jenis obat atau
dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti tersebut
di atas.1
Pilihan anestesi yang digunakan pada operasi herniorapi adalah anestesi regional
(spinal atau epidural) atau anesthesia umum melalui pipa endotrakea dan nafas kendali
apabila ada permintaan khusus dari pasien. Anestesi spinal lebih disukai untuk bedah dari
thorakal 10 kebawah dikarenakan onset cepat, teknik sederhana, relatif mudah dilakukan dan
menimbulkan relaksasi otot yang sempurna dibandingkan dengan anestesi epidural.
BAB II
LAPORAN KASUS
4
Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat,
tidak ada riwayat asma, penyakit paru dan jantung, maupun riawayat operasi
sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi maupun diabetes.
Riwayat penyakit keluarga: Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit
jantung dan paru, alergi makanan maupun obat tertentu, serta keganasan dalam
keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat kebiasaan: Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol
maupun obat-obatan terlarang.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada 20 Februari 2015 pukul 14.15 WIB.
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
BB
: 58 kg
TB
: 162 cm
5
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Status generalis
a. Kulit
: 120/70 mmHg
: 92x/menit
: 370 C
: 20x/menit
:
: warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
Nilai Pasien
Nilai normal
Leukosit
15,3 ()
3,8 10,6 / uL
Eritrosit
4,1
Hemoglobin
16,8
Hematokrit
50
40 52
DIFF COUNT :
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
2,00
0,20
71,10
21,00
6,20
2,00 4,00
01
50- 70
25 40
28
Darah Rutin
APTT TEST
29,1 detik
25,5 42,1
PT TEST
13,1 detik
9,7 13,1
Golongan Darah
Rhesus Faktor
Positif
Sero imunologi:
HBsAg
Non reaktif
Non reaktif
BAB III
LAPORAN ANESTESI
3.1 Preoperatif
Informed consent (+)
Puasa sekitar 8 jam
IV Line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar
Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran compos mentis
Tanda vital:
TD
: 120/70
RR
: 20x/menit
Nadi
: 92x/menit
Suhu
: 370C
ASA
: II
3.2 Premedikasi Anestesi : Ondansentron 4 mg.
3.3 Tindakan Anestesi
Pasien dalam posisi duduk, kepala menunduk, kemudian menentukan lokasi
penyuntikkan di L3-L4, yaitu di atas titik hasil perpotongan antara garis yang
menghubungkan crista iliaca dekstra dan sinistra dengan garis vertical tulang
vertebra yang berpotongan di vertebral lumbal IV. Kemudian dilakukan tindakan
asepsis dan antisepsis dengan kassa steril dan povidon iodine. Lalu dilakukan
penyuntikkan di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditandai sebelumnya dengan
menggunakan jarum spinal no. 25 G, kemudian jarum spinal dilepaskan hingga
tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna jernih mengalir
melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat anestesi, yaitu Recain
(Bupivakain 20 mg) disuntikkan dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi untuk
memastikan kanul spinal masih tetap di ruang subarachnoid. Setelah Bupivakain
disuntikkan setengah volumenya kembali dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk
memastikan kanul tidak bergeser, lalu Bupivakain disuntikkan semua. Setelah itu
luka bekas suntikan ditutup dengan kassa steril dan micropore. Kemudian pasien
dibaringkan di meja operasi.
3.4 Pemantauan Setelah Tindakan Anestesi
Dilakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi yang telah
dilakukan. Pemantauan dilakukan pada fungsi kardiovaskular, fungsi respirasi,
serta cairan.
- Kardiovaskular
- Respirasi
: inspeksi pernapasan spontan pasien & saturasi oksigen
- Cairan
: monitoring input cairan infus.
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi
Pukul
Tindakan
TD
Nadi
Saturasi
09.30
80
99
127/90
76
99
10.00
128/72
87
99
10.15
110/77
80
99
Operasi dimulai
RL 500 cc
Ondancentron 4mg
Dexametason 5mg
10.30
HES 500 cc
120/88
77
99
10.45
83
99
IV
RL 500 cc
Operasi selesai
Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah
Hernia Scrotalis Inkarserata Dextra
2. Diagnosis Pasca Bedah
Hernia ScrotalisInkarserata Dextra
3. Penatalaksanaan Preoperasi
Infus RL 500 cc
4. Penatalaksaan Anestesi
a. Jenis pembedahan
: Herniorapi
b. Jenis anestesi
: regional anestesi (spinal anestesi)
c. Teknik anestesi
:sub arachnoid block, L3-L4, LCS +, jarum
d.
e.
f.
g.
h.
i.
spinal no. 25 G
Mulai anestesi
Mulai operasi
Premedikasi
Medikasi
Medikasi tambahan
Maintainance
: 09.30 WIB
: 09.45 WIB
: Ondansentron 4mg bolus IV
: Recain 2cc (Bupivakain 20 mg)
: Ketorolac
: O2 3L/menit
9
j. Respirasi
k. Cairan durante op
l. Selesai operasi
: pernapasan spontan
: RL 1000 cc, HES 500 cc
: 10.45 WIB
Skor Skor
pasien
Aktivitas
2
1
0
Respirasi
2
1
0
Sirkulasi
2
1
0
2
1
0
Warna
2
1
0
kulit
Skor total
Merah
Pucat
Sianotik
10
10
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1 Pemeriksaan pra operatif
Informed consent
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
diklasifikasikan dengan ASA II, yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan dan
anestesi subarachnoid block. Blok subarachnoid adalah blok regional yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestetik local ke dalam ruang sub arachnoid pada
celah interspinosum L3-L4.1
Indikasi dilakukannya anestesi spinal sub arachnoid adalah untuk pembedahan
daerah tubuh yang dipersarafi cabang T10 ke bawah yaitu daerah abdominal dan
inguinal,daerah anorektal dan genitalia eksterna serta daerah ekstremitas inferior.
Adapun beberapa kontra indikasi pada penggunaan teknik anestesi spinal sub
arachnoid yng terbagi menjadi kontra indikasi absolut dan relative. Kontra indikasi
absolut meliputi pasien yang menolak, infeksi di daerah lumbal, syok hipovolemia,
koagulopati atau mendapat terapi koagulan, tekanan intracranial tinggi, fasilitas
resusitasi minim, kurang pengalaman atau tanpa pendampingan dari konsultan
anesthesia. Sedangkan untuk kontra indikasi relative yaitu infeksi sistemik (sepsis,
bakteriemi), kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung dan
nyeri punggung kronis.2
4.2 Persiapan operasi
Sebelum operasi, pasien dipersiapkan terlebih dahulu untuk puasa 6-8 jam yang
bertujuan mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi
Memastikan infus berjalan lancar supaya obat-obatan yang diberikan melalui jalur
intravena dapat bekerja secara efektif, lalu memasang tensimeter dan saturasi O2 agar
dapat dimonitor selama operasi berlangsung, karena anestesi spinal menghambat saraf
simpatis sehingga dapat menyebabkan hipotensi.1
Kemudian dilakukan anestesi terhadap pasien menggunakan obat Bupivacaine
5mg/ml, yaitu anestesi local yang bekerja memblok konduksi impuls saraf dengan
meningkatkan ambang eksitasi listrik pada saraf, dengan memperlambat penyebaran
11
impuls, juga mengurangi laju kenaikan potensial aksi. Bupivacaine mengikat bagian
saluran intraseluler natrium dan memblok masuknya natrium ke dalam sel saraf
sehingga mencegah depolarisasi, dengan sifat reversible. Bupivacaine memiliki onset
cepat dan masa kerja panjang.3
Pasien diberikan obat premedikasi yaitu Ondansetron 4 mg secara bolus IV, agar
dapat mengurangi rangsang muntah pada pasien akibat obat-obat anestesi yang
menyebabkan hiperperistaltik . Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor serotonin
5-HT3 selektif. Serotonin 5-hydroxytriptamine merupakan zat yang akan dilepaskan
jika terdapat toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan reseptornya dan akan
merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan ke CTZ (chemoreceptor trigger
zone) dan pusat muntah, sehingga terjadi mual & muntah.4
Setelah operasi selesai, pasien diberikan Ketorolac 30 mg secara bolus IV untuk
mengurangi rasa sakit pasca operasi. Pasien dipindahkan ke recovery room untuk
dilakukan pemantauan sebelum dibawa kembali ke ruangan.5
4.3 Maintanace
Oksigenasi
3L/menit dengan kanul
Terapi Cairan Intra-Operatif
- Kebutuhan Maintanence (M):
Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah:
2 x BB
Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basal sebagai berikut:
BB pasien = 58 kg
2 x 58 = 116 cc
Selama puasa dan operasi pasien telah diberikan cairan RL 1000cc, HES 500 cc maka
total terapi cairan yang pasien dapat adalah 1500 cc, sedangkan cairan output
perdarahan (suction + kassa ) 900cc, urin 100cc sehingga terapi cairan pasien
terpenuhi.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Spinal
Definisi
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal
ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.6
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulis
subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang
epidural durameter ruang subarachnoid.
13
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa
berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5.6
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan v
dengan anesthesia umum ringan
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
14
Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
2.
Peralatan resusitasi
3.
Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)
15
Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20100mg (2-5ml)
2.
3.
Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 520mg (1-4ml)
4.
16
2.
3.
4.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
17
6.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa
6cm.
1.
Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien merupakan pasien bedah dengan diagnosis hernia inguinalis lateralis
inkarserata dextra. Dari anamnesis pasien mengeluh benjolan pada selangkangan kanan,
terasa nyeri, demam, mual, muntah, dan tidak bisa BAB.. Dari pemeriksaan fisik
maupun penunjang tidak terdapat kelainan pada pasien. Berdasarkan klasifikasi status
fisik pasien pra-anestesi menurut American Society of Anesthesiologist, pasien
digolongkan dalam ASA II.
Pasien dilakukan regional anestesi dengan teknik subarachnoid block
pada L3-L4 dengan menggunakan spinal needle dengan ukuran diameter 25. Lalu
dimasukkan obat Recain 2 cc (bupivacaine). Obat-obat yang diberikan pada pasien ini
adalah ondansetron dan ketorolac.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta 2014: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2014
2. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Dan
Reanimasi. Semarang 2002.
3. Bupivacaine: Medscape Reference. Bupivacaine. [Online]. Updated January 2014.
Available at http://reference.medscape.com/drug/marcaine-sensorcaine-bupivacaine343360. Accesed 21 December, 2014.
4. Ondansetron: Medscape reference. Ondansetron. [Online]. Updated January 2014.
Available at http://reference.medscape.com/drug/zofran-zuplenz-ondansetron-342052.
Accessed 21 December, 2014.
5. Ketorolac: Medscape Reference. Ketorolac. [Online]. Updated January 2014.
Available at http://reference.medscape.com/drug/Ketorolac-343360. Accessed 21
December, 2014.
6. Anastesi spinal : USU. Anestesi. [Online]. Updated March 2014. Available at
http://repository.usu.ac.id. Accessed 21 December, 2014.
20