You are on page 1of 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit-namun
pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan
fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut
sebagai pneumonitis. (Darmanto, 2009)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun
yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran
napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti
di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas
bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan laporan profil Kabupaten/Kota diketahui pada tahun
2009 di Jawa Timur terdapat 64.100 kasus pneumonia. (Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Timur, 2009). Di Surabaya, jumlah penderita Pneumonia dari
tahun ke tahun menunjukkan adanya tren peningkatan. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan
angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia menduduki peringkat keempat
dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. Penderita Pneumonia
ini didominasi oleh bayi dan balita, umur 0-2 tahun . Hal ini dikarenakan
1

puncak serangan infeksi mikroorganisme penyebab Pneumonia bersifat rawan


pada saat usia 03 tahun. Setelah itu, serangan infeksi akan mulai menurun
sedikit demi sedikit.
Merujuk pada angka-angka di atas bisa dimengerti bahwa para ahli
menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau wabah raya
yang

terlupakan karena begitu banyak korban yang meninggal karena

pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah


pneumonia.
Upaya

pencegahan

merupakan

komponen

strategis

dalam

pemeberantasan pneumonia pada anak terdiri atas pencegahan melalui


imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi. Pencegahan non-imuniasai
dapat dilakukan dengan membuat masyarakat mengetahui konsep penyakit
pneumonia yang meliputi gejala, faktor risiko, pencegahan dan lain-lain agar
dapat dihindari, dicegah, dan diobati sedini mungkin sehingga tidak sempat
mengancam jiwa atau berakibat pada kematian.
Pada umumnya penatalaksanaan farmakologi dari pneumonia adalah
dengan agen antibiotik seperti everythromycin atau makrolid melalui
intravena (IV) atau oral. Sedangkan penatalaksanaan non farmakologi dapat
dilakukan dengan terapi fisik dada dan langkah-langkah lain untuk membantu
pembersihan sekret pernapasan.
Semua itu dilakukan agar penyakit pneumonia yang diderita tidak
menjadi lebih parah atau bahkan menyebabkan penyakit lain. Beberapa anak,
terutama bayi, dengan pneumonia staphylococcal dapat menimbulkan
timbulnya komplikasi berupa empiema dan pneumotoraks. Untuk itu, perlu
diketahui bebagai hal mengenai pneumonia agar jika terserang bisa segera
diatasi sehingga tidak menimbulkan penyakit lain atau bahkan kematian.
Begitu bahayanya pneumonia, membuat penulis menyusun makalah
yang berisi megenai konsep-konsep terkait dengan pneumonia beserta asuhan
keperawatannya agar mengetahui dengan jelas cara mengatasi pneumonia.

1.2 Topik yang Dibahas

Topik yang dibahas pada makalah ini adalah pneumonia pada anak.
Pada makalah juga dijelaskan mengenai definisi pneumonia, klasifikasi
pneumonia, etiologi pneumonia, patofiologi pneumonia, manifestasi klinis
pada pneumonia, penatalaksanaan pneumonia, pemeriksaan diagnosis
pneumonia, prognosis pneumonia, komplikasi pada pneumonia, dan
asuhan keperawatan yang tepat bagi anak yang menderita pneumonia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi pneumonia ?
2. Apa saja klasifikasi pneumonia ?
3. Apa etiologinya sehingga timbul pneumonia ?
4. Bagaimana patofisiologi pneumonia ?
5. Apa saja manifestasi klinis pneumonia ?
6. Apa WOC pneumonia ?
7. Apa saja komplikasi pneumonia ?
8. Apa prognosis dari pneumonia?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pneumonia ?
10. Apa saja pengobatan dan penjegahan pneumonia ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang terkena pneumonia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memahami dan
mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit pneumonia yang
terjadi pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi pneumonia
2. Mengetahui klasifikasi pneumonia
3. Mengetahui etiologi pneumonia
4. Mengetahui patofisiologi pneumonia
5. Mengetahui manifestasi klinis pneumonia
6. Mengetahui WOC pneumonia.
7. Mengetahui komplikasi pneumonia.
8. Mengetahui prognosis pneumonia.
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari pneumonia.
10. Mengetahui pengobatan dan pencegahan pneumonia
11. Menyusun asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai pneumonia
2. Menambah literature terkait dengan penyakit pneumonia
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi
terhambat dan tidak berfungsi maksimal. (Irman, 2009)
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasitnamun pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena
paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang
4

disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi)


sering disebut sebagai pneumonitis. (Darmanto, 2009)
Sehingga oleh kelompok dapat ditarik kesimpulan bahwa
pneumonia adalah secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit). Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut
alveolidipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa
bekerja
2.2

Klasifikasi
Menurut Wong pada tahun 2009 jika dilihat secara morfologik,
maka pneumonia dapat digolongkan menjadi tiga golongan yakni sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobarismelibatkan semua atau segmen yang luas dari
satu lobus paru atau leih. Jika kedua paru terkena disebut pneumonia
bilateral atau pneumonia ganda.
2. Bronkopneumoniadimulai pada

bronkiolus

terminal,

yang

tersumbat dengan eksudat mukopurulen yang membentu bidang yang


terkonsolidasi pada lobus-lobus di dekatnya; disebut juga pneumonia
lobularis.
3. Pneumonia interstisialproses inflamasi dengan batas-batas yang
lebih atau kurang dalam dinding alveolus (interstisium) dan jaringan
peribronkial dan interlobaris.
Sedangkan menurut Barlett

pada

tahun

2010

pembagian

pneumonia adalah sebagai berikut:


1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosocomial (hospital-acquired pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2. Berdasarkan bakteri penyebab :

a. Pneumonia bacterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.


Biasanya disebabkan oleh bakteri Klebsiella. Pada anak yang
telah

melewati

periode

neonates,

pneumonia

bakteri

menunukkan pola klinis yang berbeda sehingga mudah


dibedakan dengan pneumonia bentuk lainnya. Awalannya
bersifat tiba-tiba dan umumnya didahului dengan infeksi
virus yang mengganggu mekanisme pertahanan alami saluran
pernapasan atas sehingga jumlah bakteri patogenik yang
secara normal berada di saluran napas atas bertambah
jumlahnya.
b. Pneumonia atpikal. Disebabkan oleh bakteri Mycoplasma,
Legionell dan Chlamydia. Infeksi Mycoplasma pneumoniae
merupakan penyebab pneumonia yang paling banyak terjadi
pada anak-anak berusia antara 5 dan 12 tahun. Pneumonia ini
terjadi selama bulan-bulan musim gugur dan musim dingin
serta lebih sering lagi terjadi di lingkungan berpenghuni
padat. Individu yang menderita pneumonia akut akan sembuh
7 sampai 10 hari dengan pengobatan simtomatik yang
dilanjutkan dengan masa pemulihan selama 1 minggu.
Hospitalisasi jarang diperlukan.
c. Pneumonia virus. Pneumonia virus lebih sering terjadi
daripada pneumonia bakteri dan terjadi pada semua
kelompok usia anak. Pneumonia ini sering dikaitkan dengan
ISPA virus, dan RSV yang berkontribusi terhadap presentase
pneumonia tersebar pada bayi. Terdapat beberapa gejala
klinis yang digunakan untuk membedakan organisme
penyebab, dan perbedaan antivirus hanya dapat diketahui
dengan pemeriksaan laboratorium.
d. Pneumonia jamur.
Menurut WHO pada tahun 2003 pengelompokan penyakit pneumonia
dibagi sebagai baerikut :

1) Berdasarkan Umur
a. Kelompok umur < 2 bulan
1)Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa
kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak
yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh
yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali atau
lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral
(pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen
tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali
permenit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada,
anak kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernap
as dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis
sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah

diobati selama 10 - 14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat


dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding
dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.

2.3

Etiologi
Penyebab pneumonia yang paling sering selama usia beberapa
tahun pertama adalah virus pernapasan. Mucoplasma pneumoniae
mendapat peran dominan pada etiologi pneumonia pada anak usia
sekolah dan anak yang lebih tua.
Menurut Irman pada tahun 2009, penyebab pneumonia yang
paling sering dijumpai berdasarkan klasifikasinya:
A. Sindroma Tipikal :
Streptococcus pneumonia tanpa penyulit.
Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
B. Sindroma Atipik :
Haemophilus influenza.
Staphilococcus aureus.
Mycoplasma pneumonia.
Virus patogen.
C. Aspirasi :
Aspirasi basil gram negatif, Klebsiela, Pseudomonas,
Enterobacter, Escherichia proteus, basil gram positif.
Stafilococcus.
Aspirasi asam lambung.
D. Hematogen :
Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru
melalui aliran darah, seperti pada kuman Stafilococcus,
E.coli, anaerob enteric.

2.4

Patofisiologi
Dari berbagai macam penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri,
jamur, dan riketsia, pneumonitis hypersensitive dapat menyebabkan
penyakit primer. Pneumonia juga dapat terjadi akibat aspirasi, yang paling
jelas adalah pada klien yang diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi

mikroaspirasi sekresi saluran pernafasan atas yang terinfeksi, namun tidak


semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia.
Mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur,
yaitu:
1)

Ketika individu terinfeksi batuk, bersin atau

berbicara,
mikroorganisme dilepaskan kedalam udara dan terhirup oleh
orang lain.
2) Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas
nebulasi) dari peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi.
3) Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora
normal orofaring dapat menjadi patogenik
4) Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar
melalui sirkulasi dari infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat
IV yang terkontaminasi.
Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru
dikeluarkan atau bertahan dalam pipi melalui mechanism perubahan diri
seperti reflex batuk, kliens mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag
alveolar.Pada individu yang rentan, pathogen yang masuk ke dalam tubuh
memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan
menstimulasi respon inflamasi dan respon imun, yang keduanya
mempunyai efek samping yang merusak.
Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh
beberapa microorganism merusak membrane mukosa bronchial dan
membrane alveolokapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini
dan bronchial esterminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang
menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan
oleh staphilococcuc atau bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis
parenkim paru.
Pada pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons
inflamasi, dan eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya
mengarah pada perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral
disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat
membuat tahap untuk infeksin sekunder bakteri dengan memberikan suatu
lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel

bersilia, yang normalnya mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian


bawah. (S. A. Price, 2005).
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Pneumonia secara umum adalah sebagai berikut :
1. Takipnea
Takipnea (tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal,
biasanya didefinisikan lebih dari 60 hembusan per menit. Pernapasan
abnormal

cepat

adalah

gejala

yang

sering

disebabkan

oleh

penumpukan karbon dioksida dalam paru-paru.


2. Demam
Demam akan timbul dengan cepat berkisar antara 39,5o - 40,5o C.
3. Menggigil, bisa terjadi karena kenaikan suhu.
4. Batuk
Batuk dimulai ketika suatu zat atau benda asing mencapai salah satu
reseptor batuk di hidung, tenggorokan, atau dada. Reseptor tersebut
kemudian menyampaikan pesan ke pusat batuk di otak yang memberi
perintah untuk batuk. Lalu hidung menghirup napas, epiglotis dan pita
suara menutup rapat sehingga udara dalam paru-paru terjebak. Otot
perut dan dada akan berkontraksi dengan kuat sambil menekan sekat
rongga tubuh. Akhirnya epiglottis akan memebuka dengan tiba-tiba,
dan udara yang terjebak tadi mendadak keluar, terjadilah batuk. Suatu
batuk dengan produksi sputum (dahak).
5. Tambahan suaran nafas seperti ronchi.
6. Mengi (wheezing)
Suara ini dapat didengar baik pada saat inspirasi maupun ekspirasi.
Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang terjadi karena
adanya penyempitan jalan udara aatau tersumbat sebagian.
7. Dengkur
Sama seperti batuk dapat merupakan gejala dari pneumonia,
mendengkur dapat merupakan gejala dari apnea tidur obstruktif.
Obstructive Sleep apnea adalah gangguan yang ditandai dengan
mendengkur, sesak napas dan berhenti terhalang berulang atau
terengah-engah dalam bernapas seseorang saat tidur.
8. Diare
kondisi meningkatnya frekuensi buang air besar

(bab)

dan

berkurangnya konsistensi bab menjadi lebih lunak/cair. Seorang anak


dikatakan diare bila frekuensi bab lebih dari 3x /24 jam

10

9. Muntah
Muntah adalah keluarnya isi lambung sampai ke mulut. Isi muntahan
dapat berupa cairan bercampur makanan atau cairan lambung saja.
Muntah pada anak sering menimbulkan kecemasan bagi kita. Hal
tersebut sangat wajar karena muntah yang terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) yang merupakan salah
satu kondisi bahaya pada anak.
10. Nyeri perut, bisa timbul akibat terjadinya peradangan pada pleura.
11. Kelelahan, bisa terjadi aakibat dispnea.
12. Anoreksia
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa
kehilangan nafsu makan, meski sebenarnya lapar dan berserela
terhadap makanan.
13. Sianosis circumoral
warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena
kandungan oksigen yang rendah dalam darah. Kondisi ini terutama
mencolok di bibir dan kuku. Sianosis dapat muncul dalam berbagai
kondisi medis di mana konsentrasi oksigen darah rendah. Sianosis
pada bagian dalam bibir (yang tidak terkena dingin), pipi, lidah dan
konjungtiva mata, dapat menjadi bukti saturasi oksigen darah rendah
sekunder. Sianosis yang muncul di bagian luar, seperti ujung jari,
ujung hidung atau bagian luar dari bibir dapat disebabkan oleh
penurunan aliran darah ke kulit karena paparan suhu rendah.
Mestasi klinis dari pneumonia yang lebih spesifik karena ditujukan
pada jenis pneumonianya. (Arief, 2009)
a. Pneumonia Bakterial
Gambaran klinis didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan
akut bagian atas, nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu
sampai di atas 40 C, menggigil. Batuk yang disertai dahak yang kental,
kadang kadang bersama pus atau darah (bloodstreak). Pada pemeriksaan
fisik, terlihat ekspansi dada terlinggal pada sisi yang terkena radang,
terdapat bunyi redup pada perkusi, dan pada auskultasi terdengar napas
bronkial disertai ronkhi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah
leukosit hingga 30.000 / L pada infeksi bakteri, sedangkan infeksi yang

11

disebabkan virus, peningkatan leukositnya tidak terlalu tinggi, bahkan ada


yang menurun.
b. Pneumonia Atipik ( Non Bakteri )
Kecuali yang disebabkan Chlamidia trachomatis, pneumonia atipik
ditandai oleh demam antara 38,3 40 C, batuk nonproduktif, sesak
napas, malaise dan biasanya mialgia. Sakit kepala biasanya menyertai
pneumonia yang disebabkan virus influenza.
Pada anakBakteri
anak, infeksi virus sinsitial ( RSV ) Non
dan virus
parainfluenza
bakteri
akan disertai rinorea, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronkhi
Syndrome Tipikal
Aspirasi
kering di seluruh lapangan paru dan disertaiSyndrome
dengan mengi Hematogen
inspirasi dan
Atipikal
ekspirasi.
Pneumonia

yang

disebabkan

Mycoplasma

pneumoniae

Inhalasi mikroba dengan


menimbulkan ronkhi jalan
terbatas
danudara
gejala proses konsolidasi, tetapi pada
melalui

foto paru, gambaran prosesnya menyebar (diffuse). Terkadang juga


terdengar bising
gesekInflamasi
pleura. (Arief, 2009)
Reaksi

Membran paru-paru meradang

MK : nyeri

SDM, SDP, dan cairan keluar

Partial oclusi

nyeri dada
panas dan demam
pleuritis
Sakit kepala, otot /
nyeri sendi.

Dispnea,
sianosis,
Batuk

Daerah paru menjadi


padat (konsolidasi)

Luas permukaan
membran respirasi

Penurunan ratio
ventilasi-perfusi

Kapasitass difusi menurun

2.6

WOC

Trakikardia.
Gelisah /
perubahan
mental.
Hipoksia.

perubahan
frekuensi,
kedalaman
pernapasan

kelemahan,
kelelahan,
keletihan.
takipnea
Takikardia

MK : Intoleransi/
aktivitas

12
MK :
Gangguan pertukaran gas

MK : Bersihan
jalan napas
tidak efektif

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :
3. Efusi pleura.
4. Empiema.
5. Abses Paru.
6. Pneumotoraks.
7. Gagal napas.
8. Sepsis

13

(Berman, 2009)
2.8 Prognosis
Prognosis untuk pneumonia umumnya baik, dengan pemulihan yang cepat
bila gejala telah terdeteksi dan diobati sejak dini.
Prognosis untuk pneumonia akibat virus umumnya baik, meskipun infeksi
virus saluran pernapasan menyebabkan anak lebih rentan terhadap invasi
bakteri sekunder, terutama jika terdapat penggundulan mukosa bronkus.
Pengobatan biasanya bersifat simtomatik dan mencakup berbagai tindakan
untuk meningkatkan oksigenasi dan kenyamanan, seperti pemberian oksigen
dengan uap dingin, fisioterapi dada dan drainase postural, antipiretik untuk
penatalaksanaan demam, asupan cairan, dan dukungan keluarga. Meskipun
beberapa penulis menganjurkan pemberian terapi antimikroba untuk
mengurangi atau mencegah infeksi bakteri sekunder, namun biasnya hal ini
hanya dilakukan pada anak-anak yang keberadaan infeksi sudah dibuktikan
dengan kultur yang tepat.
Prognosis untuk infeksi pneumokokus umumnya baik, dengan pemulihan
yang cepat jika dikenali dan diatasi secara dini. Durasi infeksi streptokokus
bervariasi namun biasanya pulih secara spontan. Perjalanan pneumonia
stafilokokus biasanya cukup lama. Prognosisnya bervariasi sesuai dengan
lamanya penyakit sebelum pengobatan dimulai, meskipun pengenalan dan
pengobatan dini biasanya efektif. Kompliksi pneumonia bakteri antara lain
adalah efusi pleura, empiema, dan tension pneumotoraks. (Berman, 2009)

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1.
Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema
(stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia
mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil
biosi jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada :
14

bekteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum
tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat
menunjukan bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
6. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain.
Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
7. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
8. Bilirubin : Mungkin meningkat.
9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan
jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik
sel rekayasa(rubela). (Marlyn E. Dongoes, 1999)
2.10

Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Pneumonia

1. Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
-

penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai


penyebab pneumonia.

hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.


Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab
pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
-

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

15

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


-

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa
-

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


-

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

Hemophilus influenza
-

TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella
-

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumonia
-

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumonia
-

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon

16

(Berezin EB, 2009)

1. Oksigen 1-2 L / menit


2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena)
dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :

Untuk kasus pneumonia komuniti base:


- Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
- Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :


- Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.

( Arif mansjoer, dkk, 2009)


2. Pencegahan
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat
dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan
pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia
pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
pneumonia :
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu
gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang
cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan
serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya
infeksi selama kehamilan.

17

2. Perbaikan gizi balita


Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya,
tidak

terkontaminasi

serta mengandung

faktor-faktor antibody

sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap


infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI
secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak
mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak
umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3
kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang
sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi
batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap
diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak
membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup.
Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang
penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat
menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran

18

napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita
salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutris.
(Berezin EB, 2009)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
a.

Pengkajian
Anamnesa :
1. Identitas klien.
Pneumonia dapat menyerang semua usia tergantung kuman
penyebabnya diantaranya adalah pneumonia bakterialis dapat terjadi
pada semua usia, pneumonia atipikal sering pada anak dan dewasa
muda, dan pneumonia virus sering pada bayi dan anak.
2. Keluhan utama.
Keluhan didahului dengan infeksi saluran pernafasan, kemudian
mendadak panas tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan
nafas ngos.
3. Riwayat kesehatan sekarang.

19

Pada klien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese


adalah klien mengeluh mendadak panas tinggi (38C 41C) disertai
menggigil, kadang-kadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan
terganggu (takipnea), batuk yang kering akan menghasilkan sputum
seperti karat dan purulen, takipnea terutama setelah adanya
konsolidasi paru. tanyakan :
a.
b.
c.
d.

Apakah masih ada batuk, berapa lama


Apakah masih ada panas badan
Apakah nyeri dada kalau batuk
Apakah ada dahak kalau batuk

4. Riwayat penyakit dahulu.


Pneumonia sering diikuti oleh suatu infeksi saluran pernafasan atas,
pada penyakit PPOM, tuberkulosis, DM, pasca influenza dapat
mendasari timbulnya pneumonia. tanyakan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Frekuensi ISPA
Riwayat Alergi
Kebiasaan merokok
Pengguaan obat-obatan
Imunisasi
Riwayat penyakit keturunan

5. Riwayat penyakit keluarga.


Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau asma bronkiale, tuberkulosis, DM, atau penyakit ISPA
lainnya. Tanyakan :
a. Apakah ada keluarga yang menderita batuk
b. Apakah ada keluarga yang menderita alergi
c. Apakah ada keluarga yang menderita TBC, Cancer paru
6. Riwayat Lingkungan
a. Apakah rumah dekat dengan pabrik?
b. Apakah banyak asap atau debu?
c. Apakah ada keluarga yang merokok?
7. Riwayat pekerjaan, tanyakan:
a. Apakah bekerja pada tempat yang banyak debu,asap?
b. Apakah bekerja di pabrik?
c. Apakah saat bekerja menggunakan alat pelindung?
8. Pola-pola kesehatan.

Aktifitas/istirahat.
20

Gejala

: - Kelemahan, kelelahan.

Tanda

- Insomnia.
: - Letargi.
- Penurunan toleransi terhadap aktifitas.

Sirkulasi.
Gejala

: - Riwayat adanya gejala kronis.

Tanda

: - Takikardi.

- Penampilan kemerahan/pucat.
Intergritas ego.
Gejala

: - Banyaknya stressor.

- Masalah finanssial.
Makanan/cairan.
Gejala

: - Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.

Tanda

- Riwayat diabetes militus.


: - Distensi abdomen.
- Hiperaktif bunyi usus.
- Kulit kering dengan turgor buruk.

- Penampilan kakeksia (mal nutrisi).


Neurosensori.
Gejala

: - Sakit kepala daerah (influenza).

Tanda

: - Perubahan mental (bingung, somnolen).

Kenyamanan.
Gejala

: - Sakit kepala.
- Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri
dada substernal (influenza).

Tanda

- Mialgia, atralgia.
: - Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur
pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).

Pernafasan.
Gejala

: - Takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal,


penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.

Tanda

- Riwayat adanya isk kronis, PPOM, merokok sigaret.


: - Sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.
- Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi.
- Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat
21

dengan konsolidasi.
- Gesekan friksi pleural.
- Bunyi nafas : menurun atau tak ada diatas area yang
terlibat atau nafas bronchial.
- Warna : pucat, atau sianosis bibir/kuku.

Keamanan.
Gejala

: - Riwayat gangguan sistem imun, mis SLE, AIDS,


penggunaan steroid atau kemoterapi stitusionalisasi,

Tanda

ketidakmampuan umum, demam.


: - Berkeringat.
- Menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin

b.

ada pada ksusu rebula atau varisela.


Pemeriksaan fisik.
1.B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan akan dijumpai tanda dan
gejala sebagai berikut :

22

Inspeksi

: - Amati bentuk thorax,


- Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya,

- Amati tipe pernapasan

: Pursed lip breathing,

pernapasan diapragma, penggunaan otot Bantu


pernapasan,
- Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi
suprastenal,
- Gerakan dada,
- Adakah tarikan didinding dada , cuping hidung,

tachipnea,
- Apakah ada tanda tanda kesadaran meenurun

- Pada bagian yang sehat akan terdengar sonor dan


bagian yang sakit akan terdengar redup (nada
lebih tinggi dengan waktu terdengarnya suara
Palpasi

:
-

lebih singkat).
Gerakan pernapasan
Raba apakah dinding dada panas
Kaji vocal premitus
Penurunan ekspansi dada
Didapatkan suara bronkial, suara bisik jelas,
kadang-kadang

Perkusi

pleura.Suara

terdengar

suara

Sonor/Resonans

gesek

merupakan

karakteristik jaringan paru normal


Hipersonor , adanya tahanan udara
Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura
Auskultasi :

Redup/Dullnes, adanya jaringan padat


Tympani, terisi udara.
Adakah terdenganr stridor
Adakah terdengar wheezing
Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan
suara tambahan

23

2. B2 (Blood)
Inspeksi: Memperoleh kelemahan fisik umum
Palpasi: Denyut nadi perifer melemah
Perkusi: Batas jantung tidak mengalami pergeseran
Auskultasi: Tekanan darah biasanya normal. Jantung ekstra suara
biasanya tidak diperoleh.
3. B3 (Brain)
Klien dengan gangguan pneumonia akan sering kehilangan
kesadaran, sianosis diperoleh bila perifer perfusi jaringan berat
gangguan. Pada penilaian obyektif, wajah klien tampak meringis,
menangis, merintih, menggeliat, dan membentang.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume urin yang berhubungan dengan asupan cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memantau keberadaan oliguria karena
merupakan tanda awal syok.
5. B5 (Bowel)
Pada klien Pneumonia dijumpai adanya konsolidasi abdomen. Klien
biasanya juga mengalami mual, muntah, nafsu makan menurun, dan
penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Pada klien Pneumonia sering terjadi kelemahan otot yang dapat
mengganggu sistem pernafasan.
c.

Pemeriksaan penunjang.
1.
- Analisa darah

Pemeriksaan laboratorium.
: Untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya
dan jumlah leukosit.

- Analisa urine

2.

Untuk mengetahui peningkatan bilirubin /


penurunan kadar natrium.
Pemeriksaan lain.

- Foto thoraks.
- Pemeriksaan ECG.
- Pemeriksaan gram / kultur sputum.
- Pemeriksaan serogi : kultur virus.
3.2 Analisis Data
24

No. Data Subjektif

Data Objektif

Etiologi

Masalah

1.

Pasien mengatakan

RR : 32x/menit

Bakteri/Virus

Keperawatan
Bersihan jalan

sesak napas : pasien

Nadi :

tampak sesak nafas,

98x/menit

napas tidak
Inhalasi mikroba

tampak kesulitan

efektif

melalui udara

bernafas.
Reaksi inflamasi
Paru-paru
meradang
SDM, SDP, dan
cairan keluar
Penumpukan
sekret
Jalan nafas tidak
2.

efektif
Bakteri/Virus

Pasien mengatakan

RR : 32x/menit

batuk pilek disertai

Nadi

sekret : pasien

98x/menit

tampak batuk pilek

Tekanan Darah: melalui udara

disertai sekret.

100/80
Suhu = 39

Bersihan jalan
napas tidak

Inhalasi mikroba

efektif

Reaksi inflamasi

Suara napas
terdengar

Paru-paru

ronchi

meradang
SDM, SDP, dan
cairan keluar

25

Penumpukan
sekret
Dispnea
Perubahan
frekuensi
kedalaman
pernapasan
Bersihan jalan
3.

nafas tidak efektif


Bakteri/Virus
Gangguan rasa

Klien mengatakan

Klien tampak

nyeri pada dada

meringis.

karena batuk.

Klien tampak

Inhalasi Mikroba

Klien mengatakan

gelisah.

denga jalan

dadanya sering sakit

TD : 100/80

melalui udara

saat mengambil

mmHg

nafas.

N : 98x/menit

Proses inflamasi

RR : 32x/menit

trakeabronkial

nyaman : nyeri

S : 380C
BB : 15 kg
4.

Pasien mengatakan

TB : 120 cm
S: 38,6 C

badannya panas

N : 120 x/menit

Bakteri/Virus

Hipertermia

Leukosit : 21,6 Inhalasi mikroba


103/ul

dengan jalan

Keringat keluar melalui udara


banyak
Mata berair
Akral

Proses inflamasi

teraba

hangat
Klien tampak

26

5.

Klien mengatakan

rewel
Klien

kehilangan nafsu

cemas

makan.

gelisah.

Klien mengatakan

Klien

mengalami mual

pucat.

dan muntah.

TD : 100/70 Reaksi inflamasi

tampak Bakteri/Virus
dan

Gangguan
nutrisi

Inhalasi mikroba
tampak melalui udara

mmHg
Nadi : 120x / Paru-paru
menit

meradang

BB : 13 kg
(turun 2 kg dari SDM, SDP, dan
yang

awalnya cairan keluar

15 kg)
TB : 120 cm

Penumpukan
sekret
Dispnea,
Sianosis, Batuk
Lemah, letih
Nafsu makan

6.

hilang
95/57 Bakteri/Virus

Klien mengatakan

TD

Penurunan

tidak mampu

mmHg

melakukan aktvitas

Suhu : 36,50C

Inhalasi mikroba

intoleransi /

sehari-hari

RR : 24x/menit

melalui udara

aktivitas

nutrisi,

Reaksi inflamasi
Paru-paru
meradang

27

SDM, SDP, dan


cairan keluar
Penumpukan
sekret
Dispnea,
Sianosis, Batuk
Lemah, letih,
takikardia,
takipnea
Aktivitas
7.

Klien mengatakan

Hipoksemia

sesak napas

Warna
pucat

menurun
Bakteri/Virus

kulit

Gangguan
pertukaran gas

Inhalasi mikroba
melalui udara
Reaksi inflamasi
Paru-paru
meradang
SDM, SDP, dan
cairan keluar
Partial oklusi
Daerah paru
menjadi padat
28

Difusi menurun

8.

Klien mengatakan

Suhu

Hipoksia
tubuh Bakteri/Virus

mual dan nyeri

klien

tinggi

perut, serta

(demam)

Inhalasi mikroba

merasakan tidak

Muntah

melalui udara

enak pada seluruh

Menggigil

tubuh

Dysuria

Infeksi

Reaksi inflamasi

(kencing yang
menyakitkan)

Demam, nyeri
otot, sakit kepala
Seluruh tubuh
sakit

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa I : Gangguan bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan nyeri pleuritik ditandai dengan batuk efektif dengan produksi
sputum.
Tujuan :
Dengan melakukan intervensi ini diharapkan pasien mampu memenuhi criteria
evaluasi.
Kriteria Evaluasi :
Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan
Takipnea, pernapasan dangkal, dan
dan gerakan dada.
gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan/atau cairan paru.
Auskultasi area paru, catat area
Penurunan aliran udara terjadi pada
penurunan/tak ada aliran udara dan
area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
bunyi napas adventisius, mis., krekel`s, napas bronchial (normal pada bronkus)
mengi.
dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi

29

Bantu pasien latihan napas sering.


Tunjukan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis., menekan dada
dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.

terdengar pada inspirasi dan/atau


ekspirasi pada respons terhadap
pengumpulan cairan, secret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.
Napas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru atau jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan

jalan

napas

alami,

membantu silia untuk mempertahankan


jalan

napas

menurunkan

paten.

Penekanan

ketidaknyamanan

dada

dan posisi duduk memungkinkan upaya


Kolaborasikan dengan dokter dalam
pemberikan obat sesuai indikasi:
mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesic.

napas lebih dalam dan lebih kuat.


Alat untuk menurunkan spasme
bronkus dengan mobilisasi secret.
Analgesic diberikan untuk
memberbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi
harus digunakan secara berhati-hati,
karena dapat menurunkan upaya batuk
atau menekan pernapasan.

Diagnosa II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pneumonia


ditandai dengan dispenia, sianosis.
Tujuan :
Dengan melakukan intervensi ini diharapkan pasien mampu memenuhi criteria
evaluasi.
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA dalam rentan
normal dan tak ada gejala disstres pernapasan
Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Rencana Intervensi
Rasional
Observasi warna kulit, membrane
Sianosis kuku menunjukkan fase
mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis konstriksi atau respons tubuh terhadap
perifer atau sianosis sentral
demam atau menggigil. Namun
(sirkumoral).
sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut
(membrane hangat) menunjukkan
hipoksemia sistemik.
Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi.
Demam tinggi (umum pada pneumonia
Bantu tindakan kenyamanan untuk
bacterial, dan influenza) sangat
30

menurunkan demam dan menggigil,


mis., selimut tambahan atau
menghilangkannya, suhu ruangan
nyaman, kompres hangat atau dingin.
Pertahankan istirahat tidur. Dorong
menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang.

meningkatkan kebutuhan metabolic dan


kebutuhan oksigen dan mengganggu

oksigenasi seluler
Mencegah terlalu lelah dan
menurunkan kebutuhan atau konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.
Kolaborasikan dalam pemberikan terapi Tujuan terapi oksigen adalah
mempertahankan PaO2 di atas 60
oksigen dengan benar, mis., dengan
mmHg. Oksigen diberikan dengan
nasal prong, masker, masker venture
metode yang memberikan pengiriman
tepat dalam toleransi pasien.

Diagnosa III : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dispnea karena
kerja,takipnea
Tujuan :
Dengan melakukan intervensi ini diharapkan pasien mampu memenuhi criteria
evaluasi.
Kriteria Evaluasi :
Melaporkan/menunjukkan peningkatan.
Toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
Rencana Intervensi
Rasional
Evaluasi respons pasien terhadap Menetapkan

kemampuan/kebutuhan

aktivitas.

memudahkan

Catat

laporan

dispnea, pasien

dan

pilihan

peningkatan kelemahan/kelelahan dan intervensi.


perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Berikan lingkungan tenang dan batasi Menurunkan

stres

dan

rangsangan

pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan, meningkatkan istirahat.


indikasi.

Dorong

penggunaan

manajemen stres dan pengalih yang


tepat.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam Tirah baring dipertahankan selama fase
rencana

pengobatan

dan

perlunya akut

keseimbangan aktivitas dan latihan.

untuk

menurunkan

kebutuhan

metabolik, menghemat energi untuk


penyembuhan.

Pembatasan

aktivitas

31

ditentukan dengan respons individual


pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernapasan.
Bantu aktivitas perawatan diri yang Meminimalkan
kelelahan
diperlukan.

Berikan

peningkatan

aktivitas

dan

kemajuan membantu keseimbangan suplai dan


selama

fase kebutuhan oksigen.

penyembuhan
3.4
a.

Evaluasi
Pasien mampu mempertahankan peryukaran gas yang adekuat yang dittunjukkan
oleh warna kulit normal, status mental normal, gas gas darah dalam batasan

yang dapat diterima.


b. Pasien mampu mempertahankan pola pernafasan efektif seperti yang ditunjukkan
dengan dispenia menurun, batuk berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman
c.

pernafasan normal.
Pasien mampu menunjukkan peningkatan toleran aktifitas.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit-namun
pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan
fisik seperti suhu atau radiasi.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan lokasi anatominya, pneumonia
dapat terbatas pada segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Menurut gejala
kliniknya, pneumonia dibedakan menjadi pneumonia klasik dan pneumonia
atipik. Menurut lingkungan kejadiannya, pneumonia dibedakan menjadi :
pneumonia community-acquired, hospital-acquired, serta pneumonia pada
pasien immunocompromised.

32

Etiologi dari pneumonia yang paling umum adalah disebabkan bakteri


dan virus. Namun, pneumonia juga bisa disebabkab oleh HIV. Biasanya akan
menghasilkan manifestasi klinis berupa takipnea, demam, chils, batuk,
adventif nafas suara, mengi, dengkur, retraksi sternum atau Rib, hidung
mengembang (pada bayi), diare, muntah, nyeri perut, kelelahan, anoreksia
dan sianosis circumoral.
Pemeriksaan Diagnistik yang dapat dilakukan adalah Chest X-ray,
Analisis gas darah ( Analysis Blood Gasses-ABGs ) dan Pulse Oximetry
Pewarnaan Gram / Culture Sputum dan Darah, Periksa Darah Lengkap
( Complete Blood Count-CBC ), Tes Serologi, LED, Pemeriksaan Fungsi
Paru paru : volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ),
Elektrolit dan Bilirubin mungkin meningkat.
Penatalaksanaan dari pneumonia dapat dilakukan dengan terapi empiris,
terapi antibiotik, terapi suportif, dan terapi fisik dada.
Pembuatan asuhan keperawatan pneuomonia dimulai dari perawat harus
bisa mengkaji gejala dan tanda yang terkait dengan pneumonia, merumuskan
diagnosa yang tepat lalu mengintervensi dan melakukan evaluasi apakah
intervensi yang telah dilakukan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
4.2

Saran
Dari kesimpulan di atas kami menyarankan untuk pembaca agar
menjaga serta mencegah terjadinya penyakit pneumonia. Pada makalah ini
juga membahas bagaimana pencegahan yang tepat bagi seseorang yang
belum terjangkit pneumonia. Dan untuk para perawat kami sarankan untuk
lebih mempelajari patofisiologi pneumonia dan asuhan keperawatan pada
klien dengan pneumonia untuk diterapkan ketika bertemu klien.

33

DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC : Jakarta
Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 2009; 108: 1 S16S

Berman, Audrey, et. al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier &
Erb. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Broyles, B.E. 2009. Clinical Companion for Pediatric Nursing. Delmar : Cengage
Learning.
Burns, Catteherine E et al. 2009. Pediatric Primary Care. (4th ed.). USA :
Saunders Elsevier
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory medicine). Jakarta: EGC.
Goroll, Allan.H & Albert G. Mulley. 2009. Primary Care Medicine: Office
Evaluation and Management of the Adult Patient. (6th ed.). Philadelphia :
Wolters Kluwer
Hockenberry, Marilyn J., & David Wilson. 2009. Wongs Essential of Pediatric
Nursing. (8th ed.). Missouri : Mosby Elsevier.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa,

Usia

Lanjut,

Pneumonia

Atipik

&

Pneumonia

Atypik

Mycobacterium. Jakarta : Pustaka Obor.


Perry et al. 2010. Maternal Child Nursing Care. USA : Mosby Elsevier.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2, Edisi 4.
EGC : Jakarta.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Ed. 2. Jakarta : Salemba Medika

Weinberger, Cockrill, Mandel. 2008. Principles of Pulmonary Medicine. (5th ed.).


USA : Mosby Elsevier.

34

Wong, D.L., Wilson, D., et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6.
Jakarta: EGC

35

You might also like