Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal
atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5, untuk
menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.
Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi dari
anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di ruang
intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan terjadinya
blok anestesi spinal.1,2,3
Kontra indikasi absolut anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi di daerah
penusukan, koagulopati, hipovolemi berat, peningkatan tekanan intrakranial, stenosis
aorta berat dan stenosis mitral berat. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi pasien
tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati seperti penyakit demielinisasi sistem syaraf
pusat, lesi pada katup jantung serta kelainan bentuk anatomi spinal yang berat. Ada juga
menyebutkan kontraindikasi kontroversi yang meliputi operasi tulang belakang pada
tempat penusukan, ketidakmampuan komunikasi dengan pasien serta komplikasi operasi
yang meliputi operasi lama dan kehilangan darah yang banyak.1,2,3
Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan serebrospinal
lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis, tetapi tempat kerja yang
utama adalah serabut preganglionik karena mereka meninggalkan korda spinal pada rami
anterior. Karena serabut sistem saraf simpatis preganglionik terblokade dengan
konsentrasi anestesi lokal yang tidak memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan
motoris, tingkat denervasi sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira-kira
sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama,
tingkat anestesi motorik rata-rata dua segmen dibawah anestesi sensorik.27
Spinal anestesi mempunyai beberapa keuntungan antara lain, perubahan
metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, komplikasi terhadap
jantung, otak, paru dapat minimal, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang
terblok sementara pasien dalam keadaan sadar. Selain keuntungan ada juga kerugian dari
cara ini yaitu berupa komplikasi yang meliputi hipotensi, mual dan muntah, PDPH, nyeri
pinggang dan lainnya.27,28
2.2
satu faktor keberhasilan tindakan anestesi spinal. Di samping itu, pengetahuan tentang
penyebaran analgesia lokal dalam cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan
untuk menjaga keamanan tindakan anestesi spinal.3,4
Vertebra lumbalis merupakan vertebra yang paling penting dalam spinal anestesi,
karena sebagian besar penusukan pada spinal anestesi dilakukan pada daerah ini.
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5 bagian yaitu
7 servikal, 12 thorakal,
mempunyai empat lengkungan yaitu daerah servikal dan lumbal melengkung ke depan,
daerah thorakal dan sakral melengkung ke belakang sehingga pada waktu berbaring
daerah tertinggi adalah L3, sedang daerah terendah adalah L5.
Segmen medulla spinalis terdiri dari 31 segmen : 8 segmen servikal, 12 thorakal,
5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeus yang dihubungkan dengan melekatnya kelompokkelompok saraf. Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen tengah thorakal
lebih kurang 2 kali panjang segmen servikal atau lumbal atas. Terdapat dua pelebaran
yang berhubungan dengan saraf servikal atas dan bawah. Pelebaran servikal merupakan
asal serabut-serabut saraf dalam pleksus brakhialis. Pelebaran lumbal sesuai dengan asal
serabut saraf dalam pleksus lumbosakralis. Hubungan antara segmen-segmen medulla
spinalis dan korpus vertebralis serta tulang belakang penting artinya dalam klinik untuk
menentukan tinggi lesi pada medulla spinalis dan juga untuk mencapainya pada
pembedahan.
Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari luar yaitu
kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum flavum dan duramater.
Arakhnoid terletak antara duramater dan piamater serta mengikuti otak sampai medulla
spinalis dan melekat pada duramater. Antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang yang
disebut ruang sub arakhnoid.
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2,
sehingga dibawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang sub arakhnoid
merupakan sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang berisi cairan otak,
jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang berasal dari medulla
spinalis. Pada orang dewasa medulla spinalis berakhir pada sisi bawah vertebra
lumbal.3,4,27
2.3
Anestesi Lokal
Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian sehari-
hari, obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino amida.
Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma esterase,
mula kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit menembus jaringan. Sedangkan
ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase, mula kerja cepat, lama
kerja lebih lama dan lebih banyak menembus jaringan. Kelompok ester antara lain
procaine, chloroprocaine dan tetracaine. Kelompok amida antara lain lidocaine,
mepivacaine, bupivacaine dan etidocaine.2,29
Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan
penghantaran (supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan
arteri rata-rata. Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok
simpatis, makin banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan
tekanan darah. Untuk menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang
hebat, sebelum dilakukan anestesi spinal diberikan cairan elektrolit NaC1 fisiologis
atau ringer laktat 10-20 ml/kgbb. Pada Anestesi spinal yang mencapai T4 dapat
terjadi penurunan frekwensi nadi dan penurunan tekanan darah dikarenakan
terjadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung.25
2.4
BUPIVAKAIN HIDROKLORIDA
2.4.1 Farmakologi
Mekanisme kerjanya sama seperti anestesi lokal lain, yaitu menghambat
impuls saraf dengan cara :
a. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium.
Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium chanel).
Dengan demikian tidak terjadi proses depolarisasi dari membran sel saraf
sehingga tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.
b. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Obat ini bekerja
dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan
membran sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran dengan demikian
menghambat gerak ion termasuk Na+ .
Sifat-sifat fisik yang mempengaruhi obat anestetika lokal adalah :
a. Ikatan protein :
Ikatan protein ini penting untuk persediaan dan pemeliharaan blokade saraf.
b. Konstanta disosiasi (pKa):
pKa adalah dimana 50% dari obat tersebut berada dalam bentuk terionisasi
dan 50% lainnya tidak terionisasi. Obat dengan pKa mendekati pH fisiologis
(7,4) akan memiliki bentuk ion-ion yang lebih banyak dibandingkan dengan
obat anestesi yang pKa nya lebih tinggi sehingga akan lebih mudah berdifusi
melalui membran, dengan demikian onsetnya lebih cepat. Bupivakain
mempunyai pKa lebih tinggi (8,1) sehingga mula kerja obat ini lebih lama
(5-10 menit) dan analgesia yang adekuat dicapai antara 15-20 menit.
c. Kelarutan dalam lemak
Obat anestesi lokal semakin tinggi kelarutan dalam lemak, maka semakin
poten dan semakin lama kerja obat tersebut. Struktur bupivakain identik
dengan mepivakain, perbedaannya terletak pada rantai yang lebih panjang
dengan tambahan tiga grup metil pada cincin piperidin. Tambahan struktur
ini menyebabkan peningkatan kelarutan bupivakain terhadap lemak serta
meningkatnya ikatan obat dengan protein. Potensi bupivakain 3-4 kali lebih
kuat dari mepivakain dan 8 kali dari prokain. Lama kerjanya 2-3 kali lebih
lama dibandingkan mepivakain sekitar 90-180 menit.25
serebrospinal
(1,003-1,008).
Cara
pembuatannya
adalah
dengan
Molekul larut dalam lemak sehingga tidak bisa melewati sawar darah otak.
2.5.1. Farmakokinetik
Neostigmin
kurang
diserap
melalui
oral.
Diberikan
secara
subkutan,
2.5.2. Farmakodinamik
Neostigmin methylsulfate adalah antikolinesterase yang menghambat hidrolisis
asetilkolin melalui mekanisme kompetisi dengan asetilkolin untuk berikatan dengan
asetilkolinesterase. Asetilkolin terakumulasi pada sinapsis kolinergik dan efeknya
memanjang dan meningkat.
A. Efek muskarinik.
Efek Nikotinik
Otot rangka : Meningkatkan kekuatan otot dengan aksi antikolinesterase :
1.Dengan meningkatkan jumlah asetilkolin selama setiap impuls saraf.
2.Dengan langsung merangsang reseptor kholinoseptive pada motor end plate dengan
menyerupai kesamaan struktural dengan asetilkolin.
Otonom ganglia : Dalam dosis kecil merangsang ganglia simpatis, sedangkan di
dosis yang lebih besar itu menghambat simpatis . Obat ini tidak melewati sawar darah
otak dan efeknya kurang pada SSP.
2.5.3.
dan
penghambat
asetilkolinesterase
(neostigmin
methylsulfate).
Efek
Mual yang diinduksi neostigmin spinal adalah berhubungan dengan dosis, dan
apakah dosis kecil neostigmine spinal dapat menghasilkan analgesia berarti tanpa
mual menunggu uji klinis yang tepat. Karena opioid, biasanya diberikan pada
pasien paska operasi, juga menyebabkan mual, penelitian masa depan harus
menguji kemungkinan bahwa neostigmine spinal mungkin memperburuk mual
yang diinduksi reseptor opioid. Potensi neostigmin
methylsulfate intratekal
meningkat pada periode paska operasi, karena sistem saraf noradrenergik desenden
atau sistem spinal antinosiseptif kolinergik diaktifkan oleh stimulus nyeri terus
menerus menyebabkan peningkatan pelepasan asetilkolin yang
menghasilkan
preganglionik
lebih
jelas
setelah
injeksi
langsung
ke
kolom
sel