You are on page 1of 17

KOLIK ABDOMEN

Evaluasi pasien dengan nyeri abdomen

merupakan salah satu aspek yang

menarik di bidang gawat darurat. Nyeri abdomen merupakan keluhan yang cukup sering
ditemukan sebanyak 10 % pada pasien-pasien di ruang gawat darurat. Penegakan
diagnosis kemungkinan bervariasi dari kondisi yang cukup mengancam jiwa (contoh,
ruptur aneurisma arteri abdomen) hingga yang hilang sendiri (dinding abdomen yang
menegang) dan dari yang umum (gastroenteritis) hingga yang jarang (gigitan laba-laba
hitam). Walaupun etiologi dari nyeri pada awalnya belum dapat ditentukan kurang lebih
sebesar 30-40% pasien, namun mengenali kasus-kasus yang memerlukan operasi atau
yang mengancam jiwa adalah hal yang lebih penting dari penegakan diagnosis itu
sendiri (Mahadevan, 2005).
Sebelum membahas mengenai nyeri kolik, akan dipaparkan dahulu mengenai nyeri
abdomen secara umum. Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu (Mahadevan,
2005):

Nyeri abdomen visera


Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan kapsul
dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi ketika
jaringan mengalami kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri visera
dan menurunkan ambang batas nyerinya. Nyeri ini sering merupakan
manifestasi awal dari beberapa penyakit atau berupa rasa tidak nyaman yang
samar-samar hingga kolik. Jika organ yang terlibat dipengaruhi oleh gerakan
peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan sebagai intermiten, kram atau kolik.
Pada nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral, tidak bermielin dan
memasuki korda spinalis pada tingkat yang beragam, maka nyeri abdomen
visera ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi dan dirasakan dibagian
tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang merujuk pada asal
organ secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung, duodenum, liver,
traktus biliaris dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas, sering dirasakan
sebagai nyeri regio epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum, ileum,
apendiks, dan kolon asenden menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan
1

struktur hindgut seperti kolon transversal, kolon desendens dan sistem


genitourinary menyebabkan nyeri abdomen bagian bawah.

Nyeri abdomen parietal (somatik)


Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi
atau penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang
bermielinisasi mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada sisi
dan dermatomal yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal
berlawana dengan nyeri visera, sering dapat dilokalisasi terhadap daerah asal
stimulus nyeri. Nyeri ini dipersepsikan berupa tajam, seperti tertusuk pisau dan
bertahan; batuk dan pergerakan dapat memicu nyeri tersebut. Kondisi ini
mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik dapat dicari tanda berupa rasa lembut,
guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen yang dipalpasi. Tampilan klinis
dari appendicitis dapat berupa nyari visera dan somatik. Nyeri pada apendisitis
awal sering berupa nyeri periumbilikus (visera) tapi terlokalisasi di regio
kuadran kanan bawah ketika inflamasi menyebar ke peritoneum (parietal).

Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit.
Nyeri ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang terbagi yang
berasal dari lokasi yang berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia
mungkin merasakan nyeri abdomen karena distribusi neuron T9 terbagi oleh
paru-paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu nyeri epigastrium yang
berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di bahu yang berhubungan dengan
iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri infrascapular yang berhubungan
dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang berhubungan dengan obstruksi
uretra.

NYERI KOLIK ABDOMEN


Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti
perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial
ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi
peristaltik. Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik
renal dan kolik karena sumbatan usus halus (Gilroy, 2009).
2

1. Kolik bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan
sering tidak disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis
dari penyakit batu empedu (kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini
merupakan gejala, maka beberapa penyakit lain juga dapat memberikan gejala
yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan empedu (Gilroy, 2009).

Gambar

1.1
Sumbatan batu empedu yang menyebabkan nyeri kolik bilier (Gilroy, 2009).
Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini

mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan


dan meningkat progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah
makan (Gilroy, 2009).
Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus dan
atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung
empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuron sensori
aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan
umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom T8/9 (epigastrium tengah,
kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan
komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis,
kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan batu
dapat dilihat pada gambar 1.2 (Gilroy, 2009).

Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009).


Anamnesis
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum
dalam waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut
tanpa fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri
berlangsung lebih lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai kolesistitis akut
(Gilroy, 2009).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat,
pucat, dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit. Pemeriksaan
dapat mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkait dengan pembentukan
batu empedu (misalnya, kelebihan berat badan, setengah baya, perempuan).
Pasien dengan kolik empedu tanpa komplikasi tidak mengalami demam,
menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik yang
signifikan. Sinus takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan,
suara usus tidak ada, atau teraba massa mendukung diagnosis alternatif lain

(Gilroy, 2009). Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen
(Platt, 2008).

Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh
pasien. Jika nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik
yaitu Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap 3 jam. Jika
muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun intervensi operasi
yang dapat menjamin karena kolik bilier yang tidak komplikasi dapat mereda
dengan pengobatan konservatif (Gilroy, 2009).
2. Kolik renal
Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai
pada pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebral dan kadangkadang subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal
paha. Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjal terutama disebabkan oleh
pelebaran, peregangan, dan kejang yang disebabkan oleh obstruksi saluran
kemih akut. Ketika obstruksi berat namun kronis berkembang, seperti di
beberapa jenis kanker, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit (Leslie, 2010).

Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetap konstan,
sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dan sering hilang
datang. Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan
pada kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter
proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan
posisi miring atau memutar batu dapat menyebabkan eksaserbasi atau
perpanjangan dari nyeri kolik ginjal. Tingkat keparahan rasa sakit tergantung
pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran batu. Seorang pasien
sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang kemungkinan
menjadi lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010).

Fase serangan akut kolik ginjal


Serangan rasa sakit yang sebenarnya cenderung terjadi secara bertahap dapat
diprediksi, dengan rasa sakit mencapai puncaknya pada kebanyakan pasien
dalam waktu 2 jam. Rasa sakit secara kasar mengikuti dermatom T-10 sampai
S-4. Seluruh proses biasanya berlangsung 3-18 jam. Kolik ginjal dapat
digambarkan dalam3 fase klinis (Leslie, 2010).
a) Fase akut
Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,
membangunkan pasien dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasien yang
sering menggambarkan serangan itu sebagai perlahan dan diam-diam.
Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum hanya
dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan
nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik
ginjal.
b) Fase konstan
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetap konstan
sampai diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya

berlangsung 1-4 jam, tapi bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam
beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD selama fase
serangan.
c) Fase mereda
Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya
merasa lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan pada setiap saat setelah
onset awal kolik. Pasien bisa jatuh tertidur, terutama jika mereka telah
diberikan obat analgesik yang kuat.

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik


yang mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf
dorsal. Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika inferior juga terlibat. Di
ureter bawah, sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui saraf genitofemoral dan
ilioinguinal. The nervi erigentes, which innervates the intramural ureter and
bladder, is responsible for some of the bladder symptoms that often accompany
an intramural ureteral calculus. Nervus erigentes, yang menginervasi ureter
intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab untuk beberapa gejala
kandung kemih. Gambar 1.4 dan 1.5 menunjukkan distribusi persarafan pada
nyeri ginjal serta uretra (Leslie, 2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan
lokasi nyeri kolik renal pada regio abdomen (Platt, 2008)

Gambar 1.4.

Menunjukkan gambar persarafan pada nyeri kolik renal (Leslie, 2010).


Gambar 1.5 Menunjukkan distribusi nyeri renal dan uretral (Leslie, 2010).

Gambar 1.6 Menjukkan lokasi nyeri renal/ureter pada regio abdomen (Platt,
2008).

Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari

atas cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Di sebelah


kanan, hal ini bisa membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di
sebelah kiri, diagnosa diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit ulkus
lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).

Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan


anterior dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah

meniru usus buntu di kanan atau diverticulitis akut di sebelah kiri (Leslie, 2010).
Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada
wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau genitofemoral.
Jika batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat muncul mirip dengan
sistitis atau uretritis. Ini termasuk gejala nyeri suprapubik, frekuensi kencing,
urgensi, disuria, stranguria, nyeri di ujung penis, dan kadang-kadang usus
berbagai gejala, seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa membingungkan
dengan penyakit radang panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid
pada wanita (Leslie, 2010).
Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi di
setidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari
pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf aferen vagal. Hal
ini sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering menimbulkan
mual dan muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan melalui efek tidak
langsung pada zona memicu kemoreseptor di medula oblongata. Nonsteroidal
obat anti-inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI
(Leslie, 2010).
Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan
pengobatan kolik ginjal, walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronis
daripada kasus akut. Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk membedakan
nyeri dari chondritis, neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya.
Hal ini dicapai dengan menyuntikkan agen anestesi, seperti lidokain, sekitar

proksimal saraf 11 atau 12 interkostalis ke lokasi rasa sakit pada saat pasien
mengalami sakit. Jika injeksi menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka etiologi
saraf perifer muskuloskeletal dapat ditegakkan (Leslie, 2010).
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien
yang

diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis

hematuria ada di sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria mikroskopis tidak


menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu
diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin.
Secara umum, jika jumlah leukosit dalam urin lebih besar dari 10 sel per
lapangan daya tinggi atau lebih besar dari jumlah sel darah merah, tersangka
infeksi saluran kemih (ISK) dapat ditegakkan. Menentukan pH urin juga
membantu karena, (1) dengan pH lebih rendah dari 6,0, batu asam urat harus
dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebih dari 8,0, infeksi dengan organism
splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau Klebsiella mungkin ada.
Kristal urin dari kalsium oksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang dapat
ditemukan pada urinalisis. Jika da, kristal ini adalah petunjuk sangat baik untuk
jenis dan sifat yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).

Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperoleh
akses vena untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan
antiemetik. Banyak dari pasien yang mengalami dehidrasi karena mual dan
muntah (Leslie, 2010).
Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik sebagai terapi pembantu masih
merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat membantu pengeluaran
batu, namun juga ada yang berpikir akan menambah tekanan hidrostatik
sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra cairan harus diberikan jika pasien
dengan bukti klinis atau laboratorium mengalami dehidrasi, diabetes atau gagal
ginjal (Leslie, 2010).

10

Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara


spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan
infeksi. Regimen yang diberikan berupa(Leslie, 2010):

Ketorolak 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.

Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.

Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.

Trimethoprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.

Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.

Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.


Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yang
menyebabkan obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan
untuk situasi yang batu kaliks dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri (Leslie,
2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus


Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.
Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pasca operasi (60%)
diikuti oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia, walaupun beberapa studi
telah melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari
neoplasia. Satu studi dari Kanada melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari
SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh pembedahan ginekologi, perbaikan
hernia, dan usus buntu (Nobie, 2009).
SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau
strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis
dan diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditas lebih lanjut dan
kematian (Nobie, 2009).

11

Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat
akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang
aktivitas sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan
gerak peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja
encer yang sering dan flatus awal dalam perjalanannya (Nobie, 2009).
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi
usus kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah ke lymphedema
dinding. Dengan lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatkan
tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan
protein keluar ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi yang terjadi
bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan kematian. Oklusi
arteri menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini
berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian (Nobie, 2009). Gambar
1.6 Menunjukkan lokasi nyeri ostruksi usus halus pada regio abdomen.

Gambar 1.6 Lokasi nyeri ostruksi usus halus pada abdomen (Platt, 2008)

Manifestasi klinis
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana
atau strangulasi. Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):
o Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)

12

Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih

menonjol pada obstruksi sederhana.


Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraan

lokasi dan sifat obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang
menjadi progresif dan dengan distensi perut, mungkin khas untuk obstruksi yang
lebih distal.
Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi

yang lebih serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
o Mual
o Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
o Diare (temuan awal)
o Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya gerakan
usus atau buang angin.
o Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan
strangulasi.
o Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
o Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)
Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi
(Nobie, 2009):
o Distensi abdomen
o

Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi


obstruksi.

13

Suara usus yang menurun terjadi belakangan.

Mengeksklusikan

hernia

inkarserata

dari

selangkangan,

segitiga

femoralis, dan foramen obturatorius.


Temuan pada pemeriksaan rectal touge:

Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan

strangulasi lanjutan atau keganasan


Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius

Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus,

o
yaitu:

Demam (suhu> 100 F)

Takikardia (> 100 detak / menit)

Tanda-tanda peritoneal

Penyebab
Beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain (Nobie, 2009):
o Penyebab paling umum dari SBO adalah adhesi pascaoperasi.
o

Perlekatan pascaoperasi bisa menjadi penyebab obstruksi akut dalam


waktu 4 minggu operasi atau obstruksi kronis dekade kemudian.

Kejadian SBO sejajar dengan peningkatan jumlah laparotomi dilakukan


di negara-negara berkembang.

Penyebab diidentifikasi kedua yang paling umum dari SBO adalah


hernia inkarserata.

14

o Etiologi lain dari SBO termasuk tumor ganas (20%), hernia (10%), penyakit
radang usus (5%), volvulus (3%), dan beragam (2%).
o Penyebab SBO pada pasien anak-anak termasuk atresia kongenital, stenosis
pilorus, dan intususepsi.

Gambar 1.7. Gambar yang menunjukkan beberapa penyebab obstruksi usus


halus (Kumar, 2008).
Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif,
dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi

15

klinis, antibiotik dan konsultasi operasi yang dini. Dekompresi dilakukan dengan
cara memasang selang NGT untuk dilakukan suction terhadap isis GI dan untuk
mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk selalu memonitor jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

16

Gilroy, RK. 2009. Biliary Colic, in E-Medicine. http://emedicine.com. Diakses


tanggal 12 November 2010.
Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
7th edition. Saunders.
Leslie, SW. 2010. Nephrolithiasis, Acute Renal Colic, in E-Medicine.
http://emedicine.com. Diakses tanggal 12 November 2010.
Mahadevan, SV. 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine.
Cambridge University Press.
Nobie,

BA.

2009.

Small

Bowel

Obstruction,

in

E-Medicine.

http://emedicine.com. Diakses tanggal 12 November 2010.


Platt, M. 2008. Abdominal Pain in Current Diagnosis & Treatment Emergency
Medicine. 6th edition. Mc Graw Hill.

17

You might also like