Professional Documents
Culture Documents
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang
patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah 2.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi. 2
A.2. GEJALA DAN TANDA
Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tandatanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal, merah/perubahan
warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas,
dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada
ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi).
Pseudoartrosis dan gerakan abnormal. 3, 4
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan
lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini dapat dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan
keadaan fragmen tulang. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan
tulang. 3, 5
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan
pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti
lain. 4
A.3. PEMBAGIAN FRAKTUR
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas 3 : complete, dimana
tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1. Fissure/Crack/Hairline tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa
terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 3 :
1. Transversal garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
2. Oblik garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu
tulang)
3. Longitudinal garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
a. Undisplace fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
Shifted Sideways menggeser ke samping tapi dekat
Angulated membentuk sudut tertentu
Rotated memutar
Distracted saling menjauh karena ada interposisi
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan
apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi. 2, 6
B. PENATALAKSANAAN FRAKTUR 4, 6, 7
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation),
apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam.
Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur
dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting
untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai
sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang
cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang
kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di
atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian
pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai
digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi 4, 6:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.6
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan
persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia.
Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain
dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
c. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit.
C. KOMPLIKASI FRAKTUR 1, 6, 7
a. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom, spasme
arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik syok hemoragik
b. Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit, gangren,
trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium tremens.
c. Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi persisten,
penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed union dan
non union).
Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa
sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh dengan
rotasi.
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu yang
diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu
umumnya 3-5 bulan.6
Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang berhenti sama
sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa koreksi
pembedahan.
3. Komplikasi pada otot miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut
4. Komplikasi saraf Tardy nerve palsy
D. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut 4, 6 :
1. Stadium Pembentukan Hematom :
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus :
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
Secara bertahap menjadi tulang mature
Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling :
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson
(1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (Tabel 2). 8
IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun
adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas
atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai
kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.
III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian
distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.
Tabel 4. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter
minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan
kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian
suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang
pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan
bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah
sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan
oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di
atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
F.2. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam 5 :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
Tipe IIA ; fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y).
Tipe IIB ; sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.
Tipe III ; fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.
2. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC. Jakarta: 1998. pp. 1138-96
3. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi, buku 1. Edisi 1. Semarang:
1989
6. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar: 2007. pp. 352489