You are on page 1of 24

REFERAT

GLAUKOMA SIMPLEK

Disusun oleh:
Devi Haryati 09310056

Pembimbing
dr. Sutrisno, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


UMF PENYAKIT MATA RSUD CIAMIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2015

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah
katarak. Di Indonesia glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian yaitu glaukoma primer,
glaukoma sekunder, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi
menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Penatalaksanaan glaukoma berupa pengobatan medis, terapi bedah dan laser.
Primary Open Angle Glaucoma (POAG) merupakan glaukoma yang
paling sering ditemui dan biasanya pada orang dewasa. Suatu glaukoma primer
yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. POAG juga dikenali sebagai
glaukoma kronik simpleks. Glaukoma simplek diagnosisnya dibuat bila
ditemukan glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab. Glaukoma simplek
mempunyai respon yang baik terhadap obat-obatan dan harus digunakan seumur
hidup, jika kerusakan saraf penglihatan masih dalam tahap awal.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sudut Camera Oculi Anterior

Gambar 1.Anatomi Bilik Mata Depan, Kanalis Schlemm dan Trabekula Meshwork

Sudut kamera anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan


akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan
trabekula (yang terletak di atas kanalis Schlemm) dan taji-taji sclera. Garis
Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk
segitiga pada potongan melintang yang dasarnya mengarah ke korpus siliar.
Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen elastik yang
membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati
kanalis Schlemm. Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera
anterior, dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar yang berada di dekat
kanalis Schlemm, disebut jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot
siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sclera merupakan
penonjolan sclera ke arah dalam di antara korpus siliar dan kanalis Schlemm,
tempat iris dan korpus siliar menempel.
B. Fisiologi Aqueous Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh produksi aqueous dan tahanan
aliran keluar aqueous. Aqueous merupakan cairan jernih yang mengisi kamera
okuli anterior dan posterior. Volumenya sebanyak sekitar 250 mikroliter dan
produksinya sekitar 2,5 mikroliter/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih
tinggi dibandingkan plasma. Komposisinya mirip dengan plasma tetapi

konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, dan konsentrasi
protein, urea, dan glukosa lebih rendah.
Aqueous diproduksi badan siliaris. Ultrafiltrat plasma diproduksi pada
stroma prosesus siliaris, kemudian dimodifikasi dengan sekresi epitel prosesus
siliaris. Memasuki kamera okuli posterior, aqueous melewati pupil menuju
kamera okuli anterior kemudian ke trabecular meshwork pada sudut kamera
okuli anterior dimana terjadi pertukaran komponen dengan darah di iris.
Trabecular meshwork terdiri atas kolagen dan jaringan elastin yang
dilapisi sel trabekular yang membentuk filter dengan ukuran pori yang
semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Kontraksi muskulus
siliaris melalui insersinya pada trabecular meshwork memperbesar ukuran
pori sehingga meningkatkan drainase aqueous. Jalan menuju kanal Schlemm
tergantung dari formasi siklik kanal transelular pada lapisan endotel. Kanal
eferen dari kanal Schlemm menyalurkan cairan ke vena. Sebagian aqueous
melewati muskulus siliaris dan melalui sklera (aliran uveoskleral).
Tahanan aliran keluar aqueous dari kamera okuli anterior adalah
lapisan endotel pada kanal Schlemm dan sebagian trabecular meshwork.
Tekanan pada jaringan vena di episklera menentukan tekanan intraokular
minimal yang dapat dicapai dengan terapi medis.

Gambar 2. Aliran aqueous humor

C. Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf otak, dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan
oleh meningkatnya tekanan bola mata, sebagai akibat adanya hambatan
sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih yang membawa
oksigen, gula dan nutrient/zat gizi penting lainnya ke bagian-bagian mata dan
juga untuk mempertahankan bentuk bola mata). Meningkatnya tekanan di
dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan
pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan jaringan
syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. Kerusakan ini tidak
dapat disembuhkan dan dapat menyebabkan kebutaan pada tahapan yang
parah.
D. Epidemiologi Glaukoma
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah
katarak. Di Indonesia glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun
dengan tingkat risiko penderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir
separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita
penyakit tersebut. Menurut survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia
glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga untuk kedua
mata, setelah katarak dan kebutaan karena kelainan refraksi, dengan
prevalensi sekitar 0,16% jumlah penduduk Indonesia. Menurut data dari WHO
pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah katarak
(47,8%),

galukoma

(12,3%),

uveitis

(10,2%),

age-related

mucular

degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity (5,1%), dan


diabetic retinopathy (4,8%).

E. Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak
diketahui. Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut
tertutup atau glaukoma sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang
disebut juga sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik.
a. Glaukoma Sudut Tertutup
1) Sudut Tertutup Akut
Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada
glaukoma sudut tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar cairan
mata secara mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan
memberikan rasa sakit yang sangat di mata dan di kepala serta
perasaan mual dan muntah. Keadaan mata menunjukkan tanda-tanda
peradangan seperti kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola
mata sangat tinggi yang mengakibatkan pupil lebar, kornea suram
dan edem, iris sembab meradang, penglihatan kabur disertai dengan
adanya halo (pelangi disekitar lampu). Serangan glaukoma mudah
terjadi pada keadaan ruang yang gelap seperti bioskop yang
memungkinkan pupil melebar, dan akibat mengkonsumsi beberapa
obat tertentu seperti anti-depresan, influenza, anti-histamin, antimuntah serta obat yang melebarkan pupil. Keluhan ini hilang bila
pasien masuk ruang terang atau tidur karena terjadi miosis yang
mengakibatkan sudut bilik mata terbuka. Hanya pembedahan yang
dapat

mengobati

glaukoma

sudut

tertutup

akut.

Tindakan

pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut


tertutup akut karena serangan dapat berulang kembali pada suatu
saat.
2) Sudut Tertutup Kronik
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur
menutupi jalan keluar cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada

keadaan ini perlahan-lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan


jalur keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi
gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut.
3) Sudut Tertutup dengan Hambatan Pupil
Sudut tetutup dengan hambatan pupil adalah glaukoma
dimana ditemukan keadaan sudut bilik mata depan yang tertutup
disertai dengan hambatan pupil. Bila usia bertambah tua maka lensa
akan bertambah cembung sehingga bilik mata depan akan bertambah
dangkal. Posisi lensa yang kedepan akan mendorong iris ke depan,
oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk
mendorong cairan mata (akuos humor) keluar melalui celah iris.
4) Sudut Tertutup tanpa Hambatan Pupil
Glaukoma sudut tertutup tanpa hambatan pupil adalah
glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup, tanpa disertai dengan hambatan pupil. Pada umumnya sudut
bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat herediter),
sehingga menyebabkan gangguan penglihatan cairan bilik mata
depan ke jaring trabekulum. Hambatan aliran cairan mata (akuos
humor) dapat terjadi karena penutupan sudut bilik mata yang dapat
terjadi sedikit demi sedikit sampai tertutup sama sekali atau
mendadak

tertutup

sama

sekali.

Masing-masing

keadaan

memberikan gambaran klinik yang berbeda-beda antara lain :


a) Penutupan Sudut Mendadak (Acute Angle Closer)
Penutupan sudut terjadi secara mendadak atau tiba-tiba
sehingga aliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata depan
menjadi terhalang sama sekali. Faktor pencetus dapat berupa
keadaan emosi yang terlalu gembira, sesudah menonton film di
bioskop, berada dalam ruangan yang gelap atau minum terlalu
banyak.

b) Penutupan Sudut Intermediet (Intermettent Angle Closer)


Pada umumnya sudut bilik depan sudah sempit sejak
semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran cairan mata
(akuos humor) menuju ke jaring trabekulum. Perjalanan penyakit
biasanya berupa serangan-serangan yang singkat dan hilang
timbul. Sesudah setiap kali serangan sudut bilik mata depan
terbuka kembali, akan tetapi keadaan sudut bilik mata depan
tidak terbuka kembali seperti semula (menjadi lebih sempit).
c) Penutupan Sudut Menahun (Chronic Angle Closure)
Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahanlahan atau merupakan kelanjutan serangan intermiten. Dapat juga
terjadi karena serangan mendadak yang tidak diatasi dengan baik.
b. Glaukoma Sudut Terbuka
1). Glaukoma Sudut Terbuka Kronik (Simpleks)
Glaukoma

sudut

terbuka

kronik

(simpleks)

adalah

glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan


sudut bilik mata depan yang terbuka.
2)

Glaukoma Steroid
Pemakaian kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat
mencetuskan glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks). Pada
pasien glaukoma steroid akan terjadi peninggian tekanan bola mata
dengan keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau normal.
Pasien akan memperlihatkan kelainan funduskopi berupa ekskavasi
papil glaukomatosa dan kelainan pada lapang pandangan. Bila
steroid diberhentikan maka pengobatan glaukoma steroid masih
diperlukan sama seperti pengobatan pada glaukoma lainnya.

3)

Glaukoma Tekanan Rendah (Normal)


Glaukoma bertekanan rendah (normal) adalah suatu
keadaan dimana ditemukan penggaungan papil saraf optik dan
kelainan lapang pandangan yang khas glaukoma tetapi disertai
dengan tekanan bola mata yang tidak tinggi (normal).

Penyebab dari tipe glaukoma bertekanan rendah (normal),


berhubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah saraf
optik mata, yang dapat mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf
optik yang bertugas membawa impuls/rangsang dari retina menuju
ke otak.
4) Glaukoma Miopi (Pigmen)
Glaukoma miopi dan pigmen adalah glaukoma primer
sudut terbuka dimana pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan
pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring trabekulum. Pada
stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler (TIO) atau
tekanan di dalam bola mata, yang tinggi dan adanya halo (pelangi
disekitar lampu) karena adanya edema pada kornea. Sesudah
stadium permulaan dapat diatasi biasanya tekanan intraokuler
(TIO) atau tekanan di dalam bola mata dapat terkontrol.
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab
timbulnya. Glaukoma sekunder dapat disebabkan atau dihubungkan dengan
kelainan-kelainan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada
saat itu, seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan dan
lain-lain. Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk
daripada glaukoma sekunder. Glaukoma ini terjadi bersamaan dengan
kelainan lensa, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata (akuos
humor) ke sudut bilik mata akibat mencembungnya lensa mata.
a. Glaukoma Neovaskuler
Glaukoma

neovaskuler

adalah

glaukoma

sekunder

yang

disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler (neovaskuler) di


permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke sudut bilik depan dan
berakhir pada jaring trubekulum. Glaukoma neovaskuler dapat
diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya kelainan pembuluh darah,
penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah
sistemik, serta penyakit tumor mata.

b. Glaukoma Maligna
Glaukoma maligna adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
intrakuler (TIO) atau tekanan pada bola mata oleh karena terdapatnya
hambatan siliar (ciliary block). Hambatan siliar pada glaukoma maligna
terjadi karena penempelan lensa dengan badan siliar atau badan kaca
dengan badan siliar. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan cairan
mata (akuos humor) hasil produksi badan siliar di bagian belakang yang
mendesak ke segala arah. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya
pendangkalan bilik mata depan.
c. Glaukoma dengan Hambatan Pupil
Glaukoma dengan hambatan pupil adalah glaukoma sekunder
yang timbul akibat terhalangnya pengaliran cairan mata (akuos humor)
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Hambatan ini dapat
bersifat total dan relatif. Pada hambatan yang bersifat total, glaukoma
terjadi akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun iris dengan badan
kaca. Hal ini biasanya terjadi sesudah peradangan. Pada hambatan yang
bersifat relatif, glaukoma terjadi akibat iris dan pangkal iris terdorong
kedepan, sehingga menutup sudut bilik mata depan. Akibatnya terjadi
tekanan yang lebih tinggi di bilik mata belakang dibandingkan dengan
bilik mata depan.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya
tekanan bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan
embriologik segmen depan bola mata. Gangguan perkembangan
embriologik dapat berupa kelainan akibat terdapatnya membran
kongenital yang menutupi sudut bilik mata depan pada saat
perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal Schlemm, dan
kelainan akibat tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah bilik
yang menampung cairan bilik mata. Akibat pembendungan cairan mata,
tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata sedang dalam
perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang disebut

10

sebagai buftalmos. Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah


dapat terlihat pada bulan pertama atau sebelum berumur 1 tahun.
Kelainan pada glaukoma kongenital terdapat pada kedua mata. Rasa
silau dan sakit akan terlihat pada bayi yang menderita glaukoma
kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan ingin
menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan
kepala dan matanya.
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis
glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, mata keras seperti batu dan disertai dengan rasa sakit.
F. Patogenesis Glaukoma

Gambar 3. Aqueus Humor pada Glaukoma

Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra-okuler yang


disertai pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Pada
sebagian besar kasus tidak terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer).
Tekanan intra-okuler tersebut ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya air mata. Mekanisme
peningkatan tekanan intra-okuler pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior

11

(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem


drainase (glaukoma sudut tertutup). Patofisiologi peningkatan tekanan intraokuler baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup akan
berhubungan dengan bentuk-bentuk glaukoma.
Efek peningkatan tekanan intra-okuler di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk glaukoma yang manifestasinya ditentukan oleh perjalanan
waktu dan besar peningkatan tekanan intra-okuler. Mekanisme utama pada
penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik disertai
pembesaran cekungan optik. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi dan
prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut
tertutup akut, tekanan intra-okuler mencapai 60-80 mmHg sehingga, terjadi
kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea.
G. Glaukoma Sudut Terbuka Kronik (Glaukoma Simplek)

Gambar 4. Glaukoma Simplek

1. Definisi
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
penggaungan diskus optikus (cupping), penurunan lapang pandang serta
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular. Glaukoma kronik
sering disebut juga dengan glaukoma simpleks ataupun glaukoma primer
sudut terbuka/Primary Open Angel Glaucoma (POAG).

12

Glaukoma kronik atau glaukoma primer sudut terbuka biasanya


mengenai kedua mata (bilateral) tetapi tidak selalu simetris, yaitu dimana
proses perjalanan penyakit tidak sama pada kedua mata.
Karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka antara lain:
a.

Onset saat dewasa

b.

TIO >21mmHg

c.

Ada gambaran sudut terbuka

d.

Ada kerusakan papil nervus optikus glaukomatosa

e.

Gangguan lapang pandang


2. Epidemiologi
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan kasus glaukoma yang
paling umum dan paling sering, yaitu mencakup sebanyak 90% kasus dari
semua kasus glaukoma secara umum. Sebanyak 0,4-0,7% orang diatas usia
40 tahun dan 4,7% orang berusia diatas 75 tahun diperkirakan menderita
glaukoma primer sudut terbuka. Penyakit ini juga 4 kali lebih banyak dan
6 kali lebih agresif pada orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih.
Selain itu dikatakan juga memiliki tendensi genetik yang kuat, sehingga
orang yang berisiko harus menjalani skrining rutin.
3. Faktor Risiko
Penyakit glaukoma dikatakan memiliki beberapa faktor risiko
antara lain faktor usia, glaukoma primer sudut terbuka lebih sering terjadi
pada pasien usia tua, dimana sebagian besar kasus terjadi pada usia di atas
65 tahun. Sehingga diagnosis glaukoma primer sudut terbuka jarang
diberikan pada pasien dibawah usia 40 tahun. Faktor lain yang terkait yaitu
faktor ras kulit hitam dimana penyakit ini lebih banyak ditemukan, lebih
berat dan dapat terjadi pada usia lebih muda. Riwayat keluarga juga
merupakan faktor risiko, karena glaukoma primer sudut terbuka sering
diwariskan dan kemungkinan besar terkait dengan multifaktorial. Risiko
tinggi terdapat pada pasien dengan kerabat dekat yang menderita
glaukoma. Dikatakan risiko meningkat dua kali lipat jika salah satu orang

13

tua menderita glaukoma dan meningkat menjadi empat kali lipat pada
pasien dengan saudara sedarah yang menderita glaukoma primer sudut
terbuka. Miopia juga memiliki kaitan khusus dengan peningkatan insiden
terjadinya galukoma dan lebih rentan terjadi kerusakan akibat glaukoma.

Tabel 1. Faktor Risiko Glaukoma Simplek

4. Patogenesis

Gambar 5. Aliran Aqous Humor pada Glaukoma Simplek

14

Pada glaukoma kronik, adanya peningkatan TIO dapat disebabkan


karena beberapa hal antara lain terjadinya obstruksi trabekular, adanya
kehilangan sel endotel trabekular, kehilangan kemampuan densitas
trabekular dan menyempitnya kanal Schlemm, kehilangan vakuola di
dinding endotel kanal schlemm, gangguan aktivitas fagositik, gangguan
metabolisme kanal schlemm, disfungsi kontrol adrenergik, dan proses
imunologik abnormal. Dikatakan bahwa fitur patologis utama dari POAG
adalah degenerasi trabecular meshwork di mana terdapat deposit
ekstraseluler di dalamnya serta terdeposit juga di bawah lapisan endotel
kanal Schlemm.
Pada Juvenile-POAG, patofisiologi nonfamilialnya terkait oleh
proses mutasi pada gen myocilin di kromosom 1. Sedangkan patofisiologi
familial terjadi secara herediter. Oleh karena itu, pada kasus ini, onset
glaukoma yang terjadi ialah pada usia dini.
POAG sendiri ditandai dengan sudut bilik mata depan yang lebar,
adanya hambatan aliran humor aqueous mungkin terdapat pada
trabekulum, kanal Schlemm, maupun pleksus vena di daerah intrasklera.
Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan patologi anatomi dimana terjadi
proses degenerasi dari trabekulum dan kanal schlemm. Dapat juga nampak
penebalan serta sklerosis dari serat trabekulum, vakuol dalam endotel, dan
endotel yang hiperseluler, yang menutupi trabekulum dan kanal schlemm.
Beberapa pendapat mengemukakan bahwa proses penuaan memegang
peranan dalam proses sklerosis ini, yang dipercepat bila mata tersebut
mempunyai bakat glaukoma, yaitu pada pasien dengan kerabat dekat yang
menderita glaukoma.
Pada POAG, peningkatan TIO mendahului perubahan diskus optik
dan pengeluhatan dalam jangka waktu bulanan hingga tahunan. Terdapat
asosiasi yang jelas antara tingkat TIO dan keparahan laju penurunan visus,
namun hal ini sangat bervariasi antar-individu. Beberapa mata dapat
menoleransi peningtkatan TIO tanpa adanya perubahan simptomatik
(hipertensi okular), namun beberapa bisa saja mengalami gejala

15

glaukomatosa dengan TIO yang normal (low-tension glaucoma). Akan


tetapi, peningkatan TIO yang lebih tinggi terasosiasi dengan penurunan
lapang pandang yang lebih luas. Saat terdapat penurunan lapang pandang
glaukomatosa saat pemeriksaan pertama, terdapat risiko sangat besar
untuk progresi karena TIO merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi, hal tersebut tetap menjadi fokus terapi. Setiap reduksi 1
mmHg TIO, terdapat penurunan risiko progresi glaukoma sebesar 10%.
Apabila terdapat perubahan visus atau diskus optik yang ekstensif, sangat
direkomendasikan untuk menurunkan TIO sebanyak mungkin, kalau bisa
< 15 mmHg.
Mekanisme utama penurunan penglihatan adalah dengan terjadinya
atrofi sel ganglion difus yang ditandai dengan penipisan lapisan serat saraf
dan inti bagian dalam retina serta berkurangnya jumlah sel akson di saraf
optikus. Beberapa postulat telah diajukan untuk menerangkan terjadinya
proses tersebut. Tatapi hingga kini hanya ada dua postulat yang dapat
menjelaskan proses ini secara lengkap yaitu:
a. Teori iskemik: gangguan pembuluh darah kapiler akson nervus
optikus, memainkan peranan penting pada patogenesis kerusakan
akibat glaukoma. Mekanime yang terjadi:
1) Hilangnya pembuluh darah
2) Perubahan aliran darah kapiler
3) Perubahan yang mempengaruhi penghantaran nutrisi ataupun
pembuangan produk metabolit dari akson
4) Kegagalan pengaturan aliran darah
5) Penghantaran substansi vasoaktif yang bersifat merusak ke dalam
pembuluh darah saraf optikus.
b. Teori mekanik langsung menjelaskan bahwa peningkatan tekanan
intraokuler yang bersifat kronik merusak saraf retina secara langsung
pada saat saraf tersebut melewati lamina kribosa. Kenaikan tekanan
intraokuler memicu kolapsnya serta perubahan pada lempeng laminar
serta perubahan susunan kanal aksonal, serta menyebabkan penekanan

16

secara langsung pada serat saraf dan juga menyebabkan gangguan


aliran darah serta penurunan hantaran nutrien kepada akson pada papil
saraf optikus.
5. Gejala klinis
Perjalanan penyakit basanya lampat dan sering kali tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Galukoma primer sudut terbuka ini
baru menimbulkan gejala jika sudah timbul penurunan lapang pandang
yang nyata. Hal ini disebabkan karena penurunan lapang pandang dimulai
dari daerah nasal yang biasanya sulit dideteksi karena terdapat kompensasi
dari mata sisi sebelahnya. Walaupun penyakit ini terjadi secara bilateral,
progresi yang terjadi sering tidak simetris. Kadang-kadang pasien dengan
tekanan intra orbita yang tinggi dapat mengeluhkan sakit kepala, sakit
mata dan bahkan adanya gambaran halo/pelangi disekitar lampu.
Pada beberapa pasien dapat juga ditemukan adanya riwayat
penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang (terdapat
halo), sakit kepala, katarak, uveitis, retinopati diabetik, oklusi vaskular dan
trauma, riwayat penyakit dahulu seperti operasi pada mata, riwayat
penggunaan obat seperti anti-hipertensi atau steroid topikal. Selain itu
kecurigaan kearah glaukoma perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
faktor risiko seperti riwayat peningkatan TIO, usia, ras afro-amerika,
riwayat keluarga menderita glaukoma, miopi, penyakit kardiovaskular,
diabetes melitus, migrain, hipertensi, vasospasme.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita glaukoma primer sudut terbuka antara lain pemeriksaan visus
(terutama telah diketahui visus sebelumnya), pemeriksaan pupil untuk
melihat refleks cahaya langsung dan tak langsung, pemeriksaan Marcus
Gunn pupil (defek pupil aferen relatif). Pemeriksaan gonioskopi yang
menunjukkan sudut terbuka tanpa adanya tanda-tanda galukoma sekunder.
Perimetri digunakan untuk memeriksa lapang pandang perifer dan sentral

17

yang bertujuan untuk mendeteksi hilangnya lapang pandang misalnya


layar tangent, perimetri Goldman dan perimetri otomatis berbantu
komputer.
Pemeriksaan yang penting dalam mendiagnosis galukoma adalah
pemeriksaan

peningkatan

tekanan

intra-orbita.

Pemeriksaan

yang

dilakukan dengan tonometri (tonometri digital, Schiotz, aplanasi


Goldman). Beberapa hal perlu diingat yaitu adanya variasi diurnal yang
menyebabkan fluktuasi tekanan intra orbita, sehingga perlunya dilakukan
pemeriksaan pada beberapa waktu yang berbeda dalam sehari. Adanya
perbedaan tekanan sebesar 5 mmHg antara kedua mata harus
meningkatkan kecurigaan kearah galukoma. Penilaian diskus optikus juga
penting dilakukan pada pasien galukoma, yang dapat ditemukan antara
lain tanda penggaungan yang khas yaitu pinggir papil bagian temporal
menipis, adanya ekskavasi melebar dan mendalam tergaung, tampak
bagian pembuluh darah di tengah papil tak jelas, tampak pembuluh darah
seolah-olah menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal, dan jika
tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri.
7. Diagnosis
Diagnosis POAG ditegakkan apabila terdapat diskus optik
glaukomatosa atau perubahan lapang pandang yang terasosiasi dengan
peningkatan TIO, dengan bilik mata depan yang terbuka (tampak normal),
serta tidak terdapat alasan lain yang berkontribusi dalam peningkatan TIO.
Setidaknya 1/3 pasien dengan POAG memiliki TIO normal saat
pemeriksaan pertama, oleh karena itu tonometri berulang harus dilakukan
sebelum diagnosis dapat ditegakkan.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan glaukoma bertujuan untuk
mempertahankan fungsi visual dengan mengendalikan tekanan intraokuler
dan mencegah atau menunda kerusakan saraf optik yang lebih lanjut.
Pemberian penatalaksanaan secara dini dapat meminimalisasi terjadinya

18

gangguan penglihatan. Penurunan tekanan intraokular dapat mencegah


terjadinya kerusakan pada nervus optikus.
a.Penatalaksanaan medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa dibagi berdasarkan cara
kerjanya dalam menghambat produksi aqueus humor, fasilitasi aliran
aqueus, reduksi volume vitreus serta miotik, midriatik dan siklopegik.
Obat-obatan yang digunakan antara lain:
1) Beta-blockers: bekerja dengan menurunkan produksi
aqueous humor, contohnya Timolol, Betaxolol, dan
Carteolol.
2) Agonis alpha: bekerja dengan menurunkan produksi cairan
sekaligus meningkatkan aliran keluar aqueous humor
contohnya Brimonidine dan Apraclonidine.
3) Analog prostaglandin/prostamide: contohnya Latanaprost
0,005% bekerja dengan meningkatkan aliran keluar
aqueous humor melalui non-conventional (uveo-scleral)
outflow pathway.
4) Inhibitor karbonik anhidrase: contohnya Acetazolamide,
Dorzolamide

dan

Brinzolamide.

Bekerja

dengan

menurunkan produksi aqueous humor


5) Agonis kolinergik: contohnya pilokarpin. Bekerja dengan
meningkatkan aliran keluar aqueous humor melalui
conventional outflow pathway
6) Obat-obatan lain seperti epinefrin (meningkatkan outflow
dan menurunkan produksi aqueus humor)
7) Agen hiperosmotik untuk menurunkan volume badan
vitreus seperti gliserol, isosorbid, urea, dan manitol.
b.

Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan
baru dilakukan bila terjadi beberapa keadaan antara lain:
1) TIO tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg

19

2) Lapang pandang yang terus mengecil


3) Pada pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
4) Tidak mampu membeli obat untuk seumur hidup
5) Tak tersedia obat-obatan yang diperlukan
Teknik bedah yang dilakukan adalah :
1) Laser Trabekuloplasti
Laser trabekuloplasti (LTP) adalah teknik yang menggunakan
energi laser yang dijatuhkan pada anyaman trabekula pada titik yang
berbeda. Biasanya salah satu dari pinggir anyaman trabekula (1800).
Ada

berbagai

cara

yang

tersedia

diantaranya,

argon

laser

trabekuloplasti (ALT), diodor laser trabekuloplasty dan selektif laser


trabekuloplasty (SLT). LTP diindikasikan pada pasien glaukoma yang
telah mendapat dosis maksimalobat yang bisa ditoleransi dimana
dengan gonioskopi merupakan glaukoma sudut terbuka dan menuntun
penurunan TIO. Selain efektif pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka, LTP juga efektif pada pasien dengan pigmentasi glaukoma
dan pasien dengan sindrom pengelupasan kulit. Namun, pasien pada
afakia atau pseudoafakia tidak terlalu memberikan respon yang baik.
LTP juga tidak efektif untuk mengobati glaukoma tekanan rendah dan
glaukoma sekunder seperti uveitis glaukoma. LTP dapat menurunkan
sekitar 20-25% TIO awal pasien. Kontraindikasi ITP adalah pada
pasien dengan inflamasi glaukoma, iridokornal endothelial (ICE),
glaukoma neovaskularisasi atau sinekia sudut tertutup pada pasien
dengan glaukoma yang progresif.
2) Selective Laser Trabeculoplasty
Selective laser trabeculoplasty (SLT) adalah prosedur laser
yang menggunakan frekuensi ganda dengan target melanin intraseluler.
Prosedur laser iniaman dan selektif dengan hasil penurunan TIO yang
hampir sama dengan ALT. Komplikasi utama dari LTP ini adalah
peningkatan TIO yang temporer yang terjadi pada sekitar 20% pasien.
TIO yang pernah dilaporkan sekitar 50-60 mmHg dan peningkatan
TIO temporer ini bisa menyebabkan kerusakan saraf optik. Dilaporkan

20

sekitar 80% pasien glaukoma sudut terbuka dengan terapi medis yang
tidak terkontrol menunjukkan penurunan TIO.
3) Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan suatu cara yang konservatif dalam
penanganan glaukoma. Trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk
mengalirkan cairan melalui saluran yang ada dan sering dilakukan
pada glaukoma sudut terbuka. Pada trabekulektomi ini cairan mata
tetap terbentuk normal akan tetapi, pengaliran keluarnya dipercepat
atau salurannya diperluas. Tujuannya agar cairan mata bisa melewati
anyaman trabekula menuju ruang subkonjungtiva dimana pada saat
bersamaan tekanan intraokuler optimal tetap dipertahankan ( tidak
terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah ) sebagaimana mempertahankan
bentuk bulat mata ( mencegah pendangkalan bilik mata depan). Teknik
ini dimulai dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu: eksposure,
robekan konjungtiva, flap sclera, parasintesis, sklerostomi, iridektomi,
pentupan flap sclera, pengaturan aliran dan penutupan konjungtiva.

Gambar 6. Trabekulektomi

Jika semua usaha bedah tersebut gagal dilakukan prosedur


siklodestruktif untuk menghancurkan badan silier.
Prosedur siklodestruktif
Tekanan intraokular diturunkan dengan cara merusak epitel
sekterorik dari badan silier. Kegagalan tatalaksana medis dan operasi
pada glaukoma lanjut dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya

21

destruksi badan siliaris dengan laser atau operasi untuk mengontrol


tekanan intraokular. Metode yang dapat digunakan yaitu krioterapi,
diatermi, thermal mode neodymium:YAG laser, atau laser diode.
9.

Pemeriksaan skrining
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma primer sudut terbuka
adalah tidak adanya gejala yang terjadi sampai penyakit sudah lanjut.
Pemeriksaan skrining sebaiknya dilakukan pada populasi risiko tinggi
(misalnya ras Afrika-Amerika), pada orang lanjut usia, pada pasien
asimptomatik berusia 40 tahun atau lebih muda dan lebih sering pada yang
berusia lebih lanjut. Pemeriksaan skrining sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan riwayat keluarga setiap dua tahun pada usia diatas 40 tahun
dan setiap tahun setelah usia 50 tahun.
Pemeriksaan skrining yang dianjurkan adalah pemeriksaan tekanan
intraokular (tekanan >21 mmHg), pemeriksaan oftalmoskop (CD rasio
vertikal >0,4), dan pemeriksaan lapang pandang.
10. Prognosis
Tanpa tatalaksana yang adekuat, POAG dapat berprogresi terus
hingga menjadi kebutaan total. Apabila obat drop anti-glaukoma dapat
mengontrol TIO

pada mata yang

belum mengalami

kerusakan

glaukomatosa yang ekstensif, maka prognosisnya bagus (walaupun masih


ada kemungkinan penurunan visus). Saat terdeteksi dini, kebanyakan
pasien glaukoma dapat tertatalaksana secara medikamentosa dengan baik.
Trabekulektomi adalah pilihan yang bagus untuk pasien yang telah
mengalami

progresi

glaukoma

walaupun

telah

mendapat

terapi

medikamentosa.

SIMPULAN

22

Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) adalah glaukoma yang


penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka.
Pada umumnya glakoma sudut terbuka kronik (simpleks) ditemukan pada
usia lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit ini kadang-kadang ditemukan pada
usia yang lebih muda. Diduga glaukoma diturunkan secara dominan atau resesif
pada kira-kira 50% penderita. Secara genetik penderitanya adalah homozigot.
Pada penderita glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) 99% hambatan terdapat
pada jaring trabekulum dan kanal Schlemm.
Mata tidak merah dan sering penderita tidak memberikan keluhan
sehingga terdapat gangguan susunan anatomik tanpa disadari penderita. Gangguan
akibat tingginya tekanan bola mata terjadi pada kedua mata, sehingga ditemukan
gejala klinik akibat tekanan yang tinggi. Pada glaukoma simpleks terdapat
perjalanan penyakit yang lama, akan tetapi berjalan progresif sampai berakhir
dengan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA
23

1. Vaughan D. and Riordan-Eva P. Glaucoma. In: Vaughan D, Asbury T,


Riordan-Eva P, editors. General ophtalmology. 15th edition. USA:
Appleton and Lange; 1999. p. 200-14.
2. Darkeh AK. Acute angle closure glaucoma. Last updated 2 Mei 2006.
Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015.
3. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam: Ilyas S,
editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
hal. 167-72.
4. Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a
systemic approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p.
206-9.
5. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilyas S,
editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
hal. 212-17.

24

You might also like