You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN
Di Indonesia eklamsia ( di samping penyakit infeksi ) masih merupakan sebab
utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis
dini preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia dan penanganannya
perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Jadi jelas
bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan rutin sangat perlu untuk mencari tanda
tanda preeklamsia.
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan disertai proteinuria
setelah usia gestasi 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat juga timbul
sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblast.
Dahulu adanya edema merupakan gejala penting dari preeklamsia. Namun
sekarang, untuk menegakkan diagnosis preeklamsia gejala tersebut tidak harus ada.
Komponen hipertensi pada penyakit ini adalah bila tekanan darah sistolik 140
mmHg, atau bila tekanan darah diastolik 90 mmHg pada wanita yang biasanya
memiliki tekanan darah yang normal sebelum hamil. Diagnosa preeklamsia memerlukan
paling sedikit 2 kali pemeriksaan tekanan darah yang abnormal, yang diukur sedikitnya
dalam selang waktu 6 jam.
Proteinuri timbul bila konsentrasi protein urin menunjukkan nilai > 300 mg
selama 24 jam. Pengumpulan urin 24 jam merupakan pemeriksaan yang penting untuk
menegakkan diagnosa preeklamsia. Namun bila pemeriksaan tidak mungkin dilakukan,
maka kadar 30 mg/dL ( sedikitnya +1 pada tes dipstick ) dalam sedikitnya 2 kali
pemeriksaan sample urin secara acak, dengan jarak masing masing 6 jam, dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa preeklamsia.

BAB II
PREEKLAMSIA BERAT
Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi preeklamsia ringan dan berat.
Preeklamsia berat sering dihubungkan dengan oliguria, gangguan serebral atau visual,
edema paru atau sianosis, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen, gangguan
fungsi hati, trombositopenia, atau gangguan pertumbuhan janin. Pada preeklamsia ringan,
terdapat hipertensi dan proteinuria, tapi tidak terlalu menonjol dan pasien juga tidak
menunjukkan adanya disfungsi organ organ yang lain.
DEFINISI
Preeklamsia ialah patologi kehamilan yang ditandai dengan trias hipertensi,
edema dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai segera
setelah persalinan.
EPIDEMIOLOGI
Di USA preeklamsia terjadi sekitar 6 8 % dari seluruh kehamilan. Rata rata eklamsia
adalah 0,05 %. Preeklamsia berhubungan dengan angka rata rata morbiditi dan mortaliti
perinatal yang tinggi. Preeklamsia adalah penyebab kematian maternal tertinggi kedua,
sekitar 12 18 % dari kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal. Wanita
berkulit hitam mempunyai resiko relatif 2 kali lebih besar untuk preeklamsia
dibandingkan wanita berkulit putih sedangkan wanita yang lebih muda mempunyai resiko
relatif 3 kali lebih besar untuk preeklamsia dibandingkan wanita yang lebih tua.
Pre-eklampsia adalah penyakit yang umumnya ditemukan pada primigravida dan
usia ibu yang ekstrim. Gangguan hipertensi mengenai hampir 8% gestasi dan preeklampsia mengenai sekitar 5-7% kehamilan, dengan insiden 23,6 kasus per 1000
kelahiran di Amerika serikat, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%.
Dari penelitian tahun 1980 didapatkan kasus pre-eklampsia 4,78%. Pre-eklampsia dan
eklampsia menyebabkan 90% kematian ibu hamil di negara berkembang. Sekitar 15%
kelahiran prematur diindikasikan karena pre-eklampsia. Selain itu, data tahun 1990-1999
menunjukkan peningkatan 40% jumlah kasus pre-eklampsia. Akan tetapi, perbedaan

kriteria

diagnosis

dan

pencatatan

yang

kurang

baik

menyebabkan

sulitnya

membandingkan frekuensi pre-eklampsia pada populasi yang berbeda. Peningkatan


angka kematian merupakan penanda primer kualitas perawatan bukannya penanda
frekuensi penyakit.
ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab preeklamsia sampai sekarang belum diketahui. Telah
terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan.
Penelitian terbaru menggunakan faktor faktor resiko yang ada untuk
mengembangkan teori mengenai penyebab preeklamsia yang sebenarnya. Faktor faktor
tersebut diantaranya :

Resiko relatif 4 kali lebih besar pada anak perempuan atau saudara perempuan
dari wanita yang pernah mengalami preeklamsia.

Resiko relatif 3 kali lebih besar pada wanita hamil pada usia muda
- Nuliparitas 85 % kasus preeklamsia terjadi pada wanita primigravida
- Kehamilan kembar ( gemelli )

Resiko relatif 2 kali lebih besar pada :


- multiparitas dan konsepsi dengan pasangan baru
- tidak menikah
- ras kulit hitam

Faktor resiko tambahan :


- diabetes pada wanita dengan diabetes gestasional resiko meningkat 15 %,
sedangkan wanita dengan pregestasional diabetes memiliki resiko 30 %
terjadinya preeklamsia.
- hipertensi
- penyakit ginjal

PATOFISIOLOGI
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab preeklamsia belum
diketahui. Sampai sekarang banyak teori yang telah dikemukakan, namun belum ada
yang dapat menjelaskan secara lengkap terjadinya gejala gajala yang ada pada
preeklamsia.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal berikut ini :
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, dan mola
hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan berikutnya.
Hilangnya

gejala

preEklamsia

setelah

lahirnya

plasenta,

menunjukkan

kemungkinan bahwa plasenta memiliki peranan utama pada kondisi ini. Ditambah lagi,
wanita yang mengalami peningkatan jaringan plasenta saat hamil, seperti pada mola
hidatidosa dan kehamilan kembar, menunjukkan peningkatan prevalensi terjadinya
preeklamsia. Bahkan, adanya hipertensi dan proteinuri setelah usia kehamilan 20 minggu
harus dicari kemungkinan adanya kehamilan mola, karena ia meningkatan kemungkinan
bertambahnya jaringan plasenta yang dapat menyebabkan timbulnya gejala preeklamsia.
Penyebab lainnya antara lain penghentian obat atau kelainan kromosom pada janin
( misalnya : trisomi ).
Beberapa teori telah dikemukakan sebagai upaya untuk menerangkan terjadinya
preeklamsia. Sebuah teori menyatakan bahwa gejala pereeklamsia timbul akibat adanya
peningkatan jumlah sirkulasi mediator aktif pada kehamilan. Misalnya, peningkatan
kadar angiotensin II selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya spasme pembuluh
darah. Teori kedua menyatakan bahwa gangguan perkembangan plasenta menyebabkan
disfungsi endotel pembuluh darah plasenta dan insufisiensi uteroplasental. Disfungsi
endotel pembuluh darah menyebabkan peningkatan permeabilitas, hiperkoagulabilitas,
vasospasme yang luas. Teori lainnya menyatakan bahwa peningkatan cardiac output
selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia. Peningkatan tekanan dan

aliran darah mengakibatkan dilatasi kapiler, yang dapat merusak organ organ, yang
berakhir pada terjadinya hipertensi, proteinuria, dan edema.
Teori lain yang diajukan berdasarkan penelitian epidemiologi, menunjukkan
adanya peranan penting dari faktor genetik dan imunologik. Peningkatan prevalensi juga
ditemukan pada pasien yang menggunakan kontrasepsi, wanita multipara dengan
pasangan baru, dan wanita nullipara menunjukkan peran imunologis. Selain itu, analisa
pola genetik mendukung hipotesa adanya penurunan preeklamsia dari ibu ke janin
melalui gen resesif.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa primapaternitas memiliki peran yang lebih
penting daripada primagraviditas.
Patofisiologi terjadinya kejang pada eklamsi tidak diketahui. Namun hal ini
diduga terjadi karena adanya vasospasme serebral, edema , iskemia, dan perpindahan ion
antar kompatemen intraseluler dan ekstraseluler di otak.
Hampir 10 % wanita dengan preeklamsia berat dan 30 50% wanita dengan
eklamsia mengalami hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan rendahnya jumlah
trombosit. Semua ini dikenal sebagai HELLP syndrome. Wanita dengan preeklamsia dan
HELLP syndrome menunjukkan nekrosis hepatoselular dan disfungsi hepar. Mereka juga
peningkatan angka kematian, dan sepertiga wanita dengan preeklamsi berkembang
menjadi disseminated intravascular coagulation.
Konsep sekarang mengenai patofisiologi pre-eklampsia adalah kelainan multisistem yang
ditandai dengan vasokonstriksi, perubahan metabolik, disfungsi endotelial, adanya
aktivasi kaskade koagulasi yang bersamaan dengan respon inflamasi. Sebaiknya
gambaran ini dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan perfusi plasenta dan sindrom
maternal.
Pre-eklampsia hanya timbul bila ada plasenta, tidak membutuhkan janin, karena
dapat timbul pada kehamilan mola. Gejala dan tanda berkurang dramatis setalah plasenta
dilahirkan. Plasenta dari kehamilan pre-eklampsia memiliki banyak infark dan
memperlihatkan

sklerosis

arteriol.

Biopsi

plasenta

dari

wanita

pre-eklampsia

memperlihatkan tidak adekuatnya invasi trofoblas dari desidua maternal, menghasilkan


saluran sempit, pembuluh darah yang konstriksi.

Selama perkembangan normal plasenta, sitotrofoblas menginvasi arteri spiralis.


Baik endotel maupun muskularis tunika media digantikan selama invasi tersebut. Arteri
spiralis diubah menjadi pembuluh darah yang lebih besar dengan resitensi yang rendah.
Remodeling arteri spiralis diduga mulai pada akhir trisemester pertama dan lengkap pada
minggu ke 18 sampai 20 minggu. Pada pre-eklampsia, sitotrofoblas kurang menginvasi.
Hal ini menyebabkan berkurangnya perfusi plasenta dan hasilnya insufisiensi plasenta.
Penyebab gagalnya trofoblas menginvasi adalah faktor genetik, imunologi, dan
lingkungan.
Diferensiasi trofoblas sepanjang jalur invasif diikuti dengan perubahan ekspresi
sejumlah kelas molekul yang berbeda termasuk sitokin, molekul adhesi, molekul matriks
ekstraseluler, metaloproteinase, dan kelas Ib mayor histokompatibilitas komplek, HLAG.
Selama diferensiasi normal, trofoblas mengubah ekspresi molekul adhesi dari
bentuk karakteristik sel epitelial (integrin 6/4, v/5 dan E-cadharin) menjadi
karakteristik se endotelial (integrin 1/1, v/3, PECAM dan VE-cadherin), proses
tersebut dikenal dengan nama pseudovaskulogenesis. Baik invitro maupun invivo
memperlihatkan trofoblas didapat yang didapat dari pasien pre-eklampsia gagal
membentuk pseudovaskulogenesis. Jalur molekuler yang mengatur pseudovaskulogenesis
melibatkan banyak faktor transkriptase, growth factors, dan sitokin. Perhatian khusus saat
ini pada angiogenesis-releted gene product seperti VEGF, angiopoetin, dan ephrin family
protein dalam pengaturan pseudovaskulogenesis dan invasi trofoblas. Trofoblas invasif
ditemukan mengekspresikan VEGF, PIGF, VEGF-C dan reseptornya. Menghambat jalur
tersebut akan menurunkan integrin 1, sebuah marker pseudovaskulogenesis. Namun
bukti invivo masih kurang untuk memperlihatkan hubungan langsung sinyal abnormal
dari VEGF terhadap gangguan pseudovaskulogenesis.
Pada kasus yang berat, juga terjadi penumpukan makrofag dengan nekrosis
fibrinoid, perubahan membaran basal, deposisi trombosit, trombus mural dan proliferasi
sel otot polos yang akan memperkecil diameter. Aliran uretroplasenta berkurang
mencapai 50-75%. Aliran yang turun karena reduksi anatomis ini diperberat oleh
vasospasme.

Gambar 1. Plasenta pada pre-eklampsia


Disfungsi endotel sistemik adalah kelainan yang paling penting yang terjadi pada
pre-eklampsia. Hipertensi melalui control endotelial yang terganggu, proteinuria melalui
peningkatan permeabilitas vaskular glomerulus, kagolopati sebagai hasil ekspresi endotel
yang abnormal pro dan antikoagulan, serta disfungsi hati hasil dari iskemia yang
disebabkan oleh endotel injury dan vasokonstriksi. Data dari banyak penelitian
mendukung teori bahwa pada pre-eklampsia, sindrom maternal disebabkan oleh disfungsi
endotel generalisata. Selain itu juga dilaporkan adanya peningkatan sirkulasi fibronektin,
faktor VIII antigen dan trombomodulin yang semuanya adalah marker injury endotel.
Pada wanita dengan pre-eklampsia, dapat terjadi aliran darah ke organ lain selain
plasenta berkurang, perdarahan, dan nekrosis. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi,
mikrotrombus, dan penurunan volume plasma karena hilangnya cairan dari intravaskular.
Vasokonstriksi terjadi karena peningkatan senstivitas terhadap agen pressor. Preeklampsia juga ditandai dengan aktivasi kaskade koagulasi. Ukuran trombosit pada preeklampsia lebih besar, hal ini menandakan peningkatan siklus trombosit. Wanita dengan
pre-eklampsia mengalami kehilangan protein lebih cepat dari intravaskular.
Gambaran utama pre-eklampsia hipertensi terjadi ketika vasodilatasi normal tidak
terjadi. Walaupun curah jantung meningkat 30-50%, penurunan resistensi vaskular perifer

berakibat penurunan tekanan darah. Pada pre-eklampsia terjadi peningkatan resistensi


vaskular perifer dan perubahan sensitivitas vaskular pada hormon endogen. Ekspansi
volume darah normal sekitar 50% pada kehamilan berkurang 15-20% pada pasien preeklampsia. Abnormalitas volume darah termasuk redistribusi cairan ekstrasel. Hematrokit
meningkat seiring beratnya pre-eklampsia. Volume darah dipertahankan dengan tonus
vaskular yang meningkat. Aliran filtrasi glomelular menurun, dan pada biopsi ginjal
menunjukkan endoteliosis kapiler glomerular yang disertai deposit produk degenerasi
fibrinogen.

Gambar 2. Patofisiologi Preeklampsia

GAMBARAN KLINIK

Biasanya tanda preeklamsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang
diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia berat ditemukan
gejala subyektif separti sakit kepala daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di
daerah epigastrium, penurunan jumlah urin, mual, dan muntah.

Tekanan darah meningkat karena adanya spasmus pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal, Altchek dkk (1968Z) menemukan
spasmus yang hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus lumen
arteriola begitu kecilnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah.
Bila dianggap bahwa spasmus arteriola juga ditemukan di seluruh tubuh, maka
mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan
usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat
dipenuhi.

Timbulnya edema didahului oleh bertambahnya berat badan yang berlebihan.


Penambahan berat yang perlu dicurigai jika dalam seminggu peningkatannya 1 kg
atau lebih. Tambahan berat yang mendadak serta berlebihan dan merata selama
kehamilan terutama disebabkan oleh retensi cairan dalam jaringan.

Proteinuria biasanya timbul belakangan dalam perjalanan penyakitnya. Dapat


terjadi wanita tersebut sudah melahirkan sebelum proteinuria diketahui, maka
wanita itu mengalami preeklamsia sejati tanpa proteinuria.

Jika tidak ada penyakit ginjal yang mendasari maka setelah satu minggu
persalinan, proteinuria dan hipertensi membaik.

Oliguria, trombositopenia, edema paru, sianosis, serta HELLP Syndrome juga


mengalami gejala preeklamsi berat.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
1. Hipertensi tanpa gejala yang ditemukan selama Ante Natal Care
2. Edema merata memiliki spesifisitas yang tinggi bagi preeklamsia
3. Gejala gejala neurologis, seperti edema papil dan hiperefleksia harus ditangani
segera, karena dapat merupakan tanda tanda mulai terjadinya eklamsia.
4. Ptechiae dan memar dapat menunjukkan koagulopati
9

5. Perlunakan kuadran kanan atas abdomen atau midepigastrik sebagai akibat


nekrosis hepatuselular.
Diagnosis dini harus diutamakan untuk menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas bagi ibu dan anak. Walaupun preeklamsia sukar dicegah, namun preeklamia
dan eklamsia dapat dihindarkan dengan mengenal dan menangani penyakit tersebut
dengan baik.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Kriteria diagnosis untuk pre-eklampsia termasuk peningkatan tekanan darah yang baru
dan proteinuria setelah minggu 20 gestasi. Edema dan peningatan tekanan darah diatas
rata-rata tekanan darah pasien bukan merupakan kriteria diagnosis lagi. Pre-eklampsia
berat diindikasikan dengan adanya peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang besar
disertai adanya oliguria, gangguan serebral dan penglihatan dan edema pulmoner atau
sianosis.

Gambar 3. Kriteria Diagnostik Preeklampsia


Anamnesis
Wanita hamil harus ditanya mengenai faktor resiko pre-eklampsia pada asuhan prenatal.
Selain itu juga ditanya mengenai riwayat obstetri terutama mengenai hipertensi atau pre10

eklampsia pada kehamilan sebelumnya. Kondisi seperti kencing manis, hipertensi,


gangguan vaskular dan jaringan ikat, neuropati, dan sindrom antibodi antifosfolipid.
Selama asuhan prenatal setelah minggu 20 gestasi harus ditanya mengenai gejala spesifik
seperti gangguan penglihatan, sakit kepala presisten, nyeri perut, dan peningkatan edema.
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah harus diperiksa setiap asuhan prenatal. Pemeriksaan dilakukan setelah
istirahat 10 menit atau lebih. Pemeriksaan tinggi fundus uteri untuk melihat retardasi atau
oligohidramion. Peningkatan edema fasial dan peningkatan berat badan yang cepat harus
dicatat.
Laboratorium
Penilaian asam urat kurang sensitif dan spesifik untuk diagnosis tetapi dapat
menunjukkan kemungkinan hipertensi kronik. Pemeriksaan laboratorium dasar harus
dilakukan pada awal kehamilan wanita dengan resiko pre-eklampsia yang termasuk
pemeriksaan fungsi hati, trombosit, kreatinin dan urinalisis 24 jam untuk menilai kadar
protein. Saat diagnosis sudah ditegakkan pemeriksaan lanjutan harus dilakukan.

Gambar 4. Tes Laboratorium Yang Diperlukan Pada Pre-Eklampsia


Diagnosis dapat dibuat bila wanita tersebut sehat sebelum hamil, tanpa hipertensi,
proteinuria atau edema. Adanya koma, kejang, nyeri kepala, gejala neurologist lokal, dan
gangguan visual pada ibu hamil, dapat menjadi bukti adanya preeklamsia atau terjadinya

11

perdarahan serebral, edema , vasospasme, atau trombosis. Pasien juga mengeluhkan


penurunan jumlah urin dan nyeri abdomen.
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan:
1. Peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg
2. Atau peningkatan tekanan sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg
3. Atau peningkatan mean arterial pressure > 20 mmHg, atau MAP > 105 mmHg
4. Diukur pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 6 jam
5. Proteinuria signifikan, 300 mg/24 jam atau > 1 gram/ml
6. Edema umum atau peningkatan berat badan berlebihan
Disebut preeklamsia berat jika ditemukan satu atau lebih gejala dibawah ini:
1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg, atau kenaikan
sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg
2. Proteinuria 5 gram atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif ( tes celup
strip/dipstick )
3. Oliguria < 400cc/24 jam
4. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan abdomen
6. Edema paru dan sianosis
7. Adanya HELLP Syndrome
8. Pertumbuhan janin terhambat
Uji Diagnostik:
1. Uji diagnostik dasar:
-

Pengukuran tekanan darah

Analisis protein urin dengan dipstick atau dalam urin 24 jam

Pemeriksaan edema

Pengukuran tinggi fundus uteri

Pemeriksaan funduskopik

2. Uji laboratorium dasar:

12

Evaluasi haematologik ( hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit


pada sediaan hapus darah tepi )

Pemeriksaan

fungsi

hati

bilirubin,

protein

asam,

aspartat

aminotransferase, protombin time, dll)


-

Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin )

3. Uji untuk meramalkan hipertensi:


-

Roll over test

Pemberian infus angiotensin II

4. USG
Untuk melihat perkumbangan fetus. Selain itu, pada wanita yang menunjukkan
gejala dan tanda preeklamsia pada usia kehamilan > 20 minggu, sebaiknya
dilakukan pemeriksaaan dengan USG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
kehamilan mola.
5. Kardiotokografi

PENATALAKSANAAN

13

Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk pre-eklampsia. Walaupun perlu


dipertimbangan resiko ibu dan janin untuk menentukan waktu persalinan. Jika mungkin
persalinan pervaginam lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer untuk mengurangi
stress fisiologis. Partus spontan dihindari karena tenaga mengedan dapat memicu
perdarahan pembuluh darah otak. Oleh karena itu, kelahiran perlu penggunaan bantuan
ekstraktor cunam atau vakum diperbolehkan apabila memenuhi syarat dan tekanan darah
sudah terkontrol. Jika harus dilakukan persalinan cesaer dipilih anastesi regional, namun
jika terdapat koagulopati anestesi regional merupakan kontraindikasi. Wanita dengan preeklampsia dan kehamilan preterm persalinan dapat ditunda terlebih dahulu dan pasien
dirawat jalan dengan pengawasan ketat ibu dan janin. Pada ibu yang tidak patuh, sulit
akses kesehatan, atau dengan pre-eklampsia berat atau progresif harus dirawat.

Gambar 5. Indikasi Terminasi Pada Pre-Eklampsia

Tatalaksana untuk pre-eklampsia berat berupa:

14

1.

Pertimbangkan rawat inap jika tekanan darah sistolik 160 mmHg, atau tekanan
darah diastolik 100 mmHg, atau hipertensi dan protinuria +, atau jika terdapat
gejala nyeri perut dengan hipertensi +/- proteinuria.

2.

Awasi tekanan darah, edema, gejala, fundus optik, refleks +/- klonus, urinalisis
untuk protein, volume urin, balans cairan.

3.

Periksa hemoglobin, hematokrit, trombosit, fungsi hati, asam urat, fungsi


koagulasi, urinalisis untuk protein dan bersihan kreatinin, katekolamin.

4.

Prinsip tatalaksana:
a.

Obati hipertensi jika tekanan darah sistolik 170 mmHg, atau tekanan
darah diastolik 110 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata 125 mm Hg dengan
target tekanan darah 130-140/90-100 mmHg. Perhatikan CTG selama dan setelah
pemberian obat dalam 30 menit. Obat yang dapat digunakan berupa hydralazin,
labetolol dan nifedipine.

b.

Berikan steroid jika gestasi 34 minggu

c.

pertimbangkan pemberian antikonvulsan untuk mencegah timbulnya


kejang-kejang. Sebagai pengobatan dapat diberikan:
i.

Larutan magnesium sulfas 40% sebanyak 6 gram bolus IV dan


dilanjutkan 2 gram/jam drip

ii.

Klorpromazin 50 mg IM

iii.

Diazepam 20 mg IM

d.

Prinsip keseimbangan cairan


i.

Cairan harus diberikan berupa kristaloid namun cairan tambahan


berupa koloid dapat diberikan untuk mencegah hipotensi ibu.

ii.

Pemberian cairan dipertahankan 85 mL/jam atau produksi urin


lebih 30 mL

iii.
e.

Diuretik hanya untuk wanita dengan edema pulmonal


Persalinan tergantung kondisi ibu dan janin.

15

Kategori obat: antikonvulsan digunakan agen yang menghambat otot polos.


Magnesium sulfat terapi lini pertama untuk profilaksis
kejang. Mengantagonis saluran kalsium dari otot polos.
Nama obat

Diindikasikan pada pre-eklampsia berat, eklampsia, dan preeklampsia hampir term. Diberikan secara IV/IM untuk
profilaksis kejang pada pre-eklampsia. Gunakan IV untuk
onset aksi yang lebih cepat pada eklampsia.

Dosis
Kontraindikasi

4-6 g IV selama 20 menit with maintenance of 1-2 g/h


Hipersensitivitas, blok jantung, penyakit Addison, kerusakan
miokardium, hepatitis berat
Penggunaan bersama dengan nifedipin dapat menyebabkan
hipotensi dan blok neuromuskular; dapat meningkatkan blok
neuromuskular akibat aminoglikosida dan mempotensiasi

Interaksi

blok neuromuskular oleh tubokurarin, vekuronium, dan


suksinilkolin; dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas
dari depresan SSP, betametason, dan kardiotoksisitas
ritodrin.

Kehamilan

Aman dalam kehamilan

16

Kategori obat: antihipertensif agen ini digunakan untuk menurunkan resistensi


sistemik dan membantu menurunkan insufisiensi uteroplasenta.
Hydralazine terapi lini pertama terhadap hipertensi
preeklamptik. Menurunkan resistensi sistemik langsung
Nama obat

melalui vasodilasi arteriol, mengakibatkan takikardia


refleks. Takikardia refleks dan peningkatan curah jantung
yang diakibatkannya membantu membalikkan insufisiensi
uteroplasenta. Efek samping terhadap fetus jarang.

Dosis

5-10 mg IV; ulangi tiap 20 menit sampai maksimum 60 mg

Kontraindikasi

Hipersensitivitas, penyakit jantung rheuma katup mitral


Inhibitor MAO dan penyekat beta dapat meningkatkan

Interaksi

toksisitas hydralazine, efek farmakologik hydralazine dapat


diturunkan oleh indomethacin

Kehamilan

Keamanan untuk penggunaan dalam kehamilan belum


ditetapkan.
Labetalol terapi lini kedua yang menyebabkan vasodilasi
dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. Memiliki efek

Nama obat

antagonis alfa-1 dan beta, serta efek agonis beta-2. memiliki


onset yang lebih cepat daripada hydralazine dan hipotensi
lebih jarang. Dosis dan durasi labetalol lebih bervariasi.
Efek samping terhadap fetus jarang.
50-100 mg IV; ulangi tiap 30 menit sampai maksimum 300

Dosis

mg
Hipersensitivitas, syok kardiogenik, edema pulmoner,

Kontraindikasi

bradikardia, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif


tidak terkompensasi, penyakit jalan napas reaktif,

bradikardia berat
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis, karena etiologi preeklamsia dan
faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui.
Tujuan utama dalam pengelolaan ialah :
1. Mencegah timbulnya eklamsia
17

2. Melahirkan janin hidup, dengan trauma seminimal mungkin


3. Mencegah perdarahan intrakranial serta kerugian pada organ vital lainnya
4. Mencegah hipertensi yang menetap
Penatalaksanaan aktif :
Kehamilan harus segera diakhiri bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal.
Indikasinya ialah:
-

Kehamilan > 37 minggu

Ada tanda eklamsia mengancam

Kegagalan terapi pada perawatan konserfatif dalam waktu setelah 6 jam


pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam
pengobatan gejala menetap atau meningkat

Adanya tanda gawat janin

Adanya tanda pertumbuhan janin terganggu

Sindroma HELLP

Pengobatan medicinal:
-

Segara masuk Rumah Sakit

Tirah baring, miring ke satu sisi ( kiri )

Obat anti kejang ( MgSO4 )

Obat anti hipertensi ( nifedipine, pindolol, dan alfa metal dopa )

Diuretikum

Cairan: Dextrose 5 % yang tiap liternya diselingi RL 500cc ( 2:1 )

Cara pemberian MgSO4


Dosis awal

: 4 gram MgSO4 intravena sebagai larutan 40 % selama 5 menit.


Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgSO4 50
% masing masing 5 gram di bokong kanan dan kiri secara IM
dalam, ditambah 1 ml lignokain 2 % pada semprit yang sama.

18

Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. Jika


kejang berulang setelah 25 menit, berikan MgSO4 2 gram
(larutan 40% ) IV selama 5 menit
Dosis pemeliharaan

: MgSO4 1-2 g/jam/infus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO 4 IM tiap 4


jam. Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca
persalinan atau kejang berakhir.

Syarat pemberian MgSO4:


-

Harus tersedia kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam 10cc ), bila perlu


dibarikan IV 3 menit ( dalam keadaaan siap pakai )

Refleks patella + kuat

Frekuensi pernafasan > 16 X/menit

Produksi urin > 100cc dalam 4 jam sebelumnya

MgSO4 dihentikan bila ada tanda intoksikasi dan setelah 8 24 jam pasca persalinan,
yaitu berupa:
-

Frekuensi pernafasan < 16 X/menit

Refleks patella (-)

Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Antihipertensi diberikan bila:


- Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg
- Obat antihipertensi yang diberikan dalam bentuk nifedipine 10 mg
sublingual dibuat bubuk.
Dinilai ulang 30 menit, bila tekanan darah tidak turun maka pemberian
nifedipine diulang. Bila 1 jam tekanan darah tidak turun perlu diberikan
pindolol 3 x 5 mg. Diuretikum ( furosemid ) tidak diberikan kecuali pada :
edema paru, PJK, edema anasarka, dan postpartum.
Penatalaksanaan obstetrik:
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan
2. SC, dilakukan bila induksi gagal dan ada kontraindikasi.

19

Pengelolaan konservatif:
Kehamilan dapat dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal:
-

Indikasi: kehamilan preterm ( <37 minggu )

Pengobatan medicinal sama dengan pengelolaan aktif. Bila dalam 3 hari


tekanan darah tidak terkontrol, obat antihipertensi dapat diganti dengan
golongan alfa metil dopa 3 X 250 mg

Pemberian MgSO4 selama 24 jam


0

Edema

Nil

Pretibial

Umum

Proteinuria
g/dl
stick

<0,5
Nil

0,5-2
+

2-5
++

>5
+++

Sistolik

<140

140-160

160-180

>180

Diastolik

< 90

90-100

100-110

>110

Pembagian Preklampsia menurut organisasi Gestosis

KOMPLIKASI PEB
Gagal Ginjal Akut (Acute Renal Failure)

20

Merupakan sindrom yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus secara
mendadak dan cepat yang menyebabkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti
ureum dan kreatinin.
Terbagi atas 3 fase :
-

Anuria apabila produksi urin < 100 ml/24 jam

Oligouria apabila produksi urin <400 ml/24jam

Poliuria apabila produksi urin > 3500ml/24 jam

Penyebab:
Prerenal akibat hipoperfusi ginjal :
-

Hipovolemia: perdarahan, dehidrasi

Mikroangiopati : trombosis arteri renalis

Renal : kerusakan parenkim ginjal akibat iskemia, hipoperfusi, trombosis


Pemeriksaan penunjang
DPL, Urinalisa, Ureum, Creatinin, CCT, elektrolit, AGD
Tatalaksana :
1. Cairan: tentukan status hidrasi pasien, ukur cairan yang masuk dan keluar tiap
hari, ukur tekanan vena sentral ( bila terdapat fasilitas)
-

Hipovolemia: rehidrasi sesuai kebutuhan

Normovolemia: ciran seimbang (input=output)

Hipervolemia: restriksi cairan

Anuria/oligouria : cairan seimbang (input=output)


Dapat diberikan dextran 40 500cc/24 jam

Fase Poliuria : 2/3 cairan yang keluar

2. Nutrisi:
-

Kebutuhan kalori basal 30 kal/kgBB ideal/hari

Protein 0,6-0,8 gram/kg BB ideal/hari bila tanpa komplikasi


Bila terdapat komplikasi 1,2-1,5 gram/KgBB ideal/hari

21

3. Koreksi gangguan asam basa


4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Atasi gangguan faktor pembekuan darah (trombosis)
6. Indikasi dialisa:
-

anuria

hiperkalemia (K>6,5 mEq/L)

asidosis berat (pH<7,1)

Azotemia (Ur>200mg/dl)

Ensefalopati uremikum

Bebaskan jalan nafas

Oksigenasi adekuat. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang

Renjatan:

progresif berat, hiperkapnia dan gagal nafas


-

Resusitasi cairan : pemberian cairan kristaloid sesuai kebutuhan, jumlah


cairan yang diberikan mengacu pada respon klinis (peningkatan tekanan
darah, HR menurun, isi nadi cukup, produksi urin, perbaikan kesadaran),
perhatikan adanya tanda kelebihan cairan (JVP meningkat, ronkhi,
penurunan saturasi oksigen). Bila ada fasilitas, evaluasi dengan CVP
(target 8-12mmHg)

Koreksi gangguan metabolik: asidosis, gangguan elektrolit

Apabial status hidrasi cukup namun pasien tetap hipotensi dapat diberikan
vasopressor seperti :
Dopamin dosis 8mcg/KgBB/mnt atau efinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/mnt.

Hipoksia serebri berat


-

Penurunan kesadaran

Kortikal blindness: Funduskopi


Konsul mata

22

Perdarahan otak
-

Evaluasi dengan CT-Scan

DNR

Prognosis
Prognosis neonatus yang lahir dari ibu pre-eklampsia ditentukan dengan masalah yang
berhubungan seperti prematuritas, berat badan lahir rendah.

DAFTAR PUSTAKA

23

1. Cuningham dkk. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Obstetri Williams. Edisi


18.1989. Jakarta: EGC.
2. Campbell DE. Preeclampsia. Diunduh dari http://www.emedicine.com pada
tanggal 1 September 2007.
3. Wagner LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American family
physician 2004;70(12): 2317-24.
4. Kumala dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. 25. 1998. Jakarta: EGC.
5. Levine Richard J. Circulating Angiogenic Factors in Preeclampsia. Clinical
Obstetrics and Gynecology;48(2):372-386.
6. Aagaard Kjersti M. Eclampsia: Morbidity, Mortality, and Management. Clinical
Obstetrics and Gynecology;48(1):12-23.
7. Di undu dari http://www.emedicine.com/med/topic1905.htm
8.

Suyono Joko.Obstetri Williams. Edisi 18, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta, 1995.

9. Wiknojosastro H. Imu Kebidanan. Edisi Ketiga, Cetakan Kelima, Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999.
10. Saiffudin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Noenatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002

24

You might also like