You are on page 1of 16

BAB I

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Pasien
Nama

: An. B

Umur

: 3 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

TTL

: Jakarta, 7 Juli 2011

Agama

: Islam

Alamat

: Prepedam, RT 08/07

Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2015


No. CM

: 7730/13

Ayah
Nama

: Anwar

Agama

: Islam

Suku

: Betawi

Pekerjaan

: Buruh

Nama

: Nurjanah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Ibu

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap kedua orang
tua pasien dan dilengkapi dengan data dari rekam medis puskesmas
kecamatan kalidere pada tanggal 19 Maret 2015 pada jam 11.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Timbul ruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak B usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan timbul ruamruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Awal timbulnya
ruam diawali pada daerah belakang telinga dan meluas sampai ke daerah
wajah. Ruam kemerahan juga muncul kedua tangan dan kaki lalu pada hari
berikutnya ruam tampak terlihat jelas di daerah badan dan punggung
pasien. Sebelum munculnya ruam kemerahan, pasien mengalami demam
tinggi (naamun menurut ibu OS tidak diukur dengan temperature), demam
berlangsung hampir 4 hari, disaat demam sudah mulai turun baru muncul
bercak kemerahan tersebut.
Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai dengan batuk dan
pilek, bab cair dan mata merah berair sejak 2 hari yang lalu. Batuk yang
dirasakan dahak susah keluar, namun tidak sesak. Bab Cair sejak 2 hari
yang lalu, dalam satu hari OS 5 kali BAB cair tanpa lendir dan darah,
hanya air dan ampas serta tidak disertai adanya mual, muntah ataupun
nyeri perut. Menurut ibu OS, OS tidak nafsu makan dan lemas. Keluhan
mata merah, berair dan bersekret dirasakan sejak 2 hari, OS sering
mengusap-usap kedua matanya, namun tidak dirasakan nyeri
Akhirya orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke
Poli MTBS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
seperti ini. Orang tua pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat

alergi terhadap obat, maupun makanan tertentu. Orang tua pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit lain sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
E. Riwayat Pengobatan
Ibu pasien mengaku membeli obat penurun demam di apotek namun masih
belum sembuh juga.
F. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
KEHAMILAN

Morbiditas

KELAHIRAN

Kehamilan
Perawatan Antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara Persalinan

Masa Gestasi
Keadaan Bayi

Tidak ada
Teratur 1 bulan sekali
Rumah Sakit
Dokter
- Spontan
- Tidak ada penyulit

atau

kelainan
Cukup Bulan
- Berat lahir: 2800 gram
- Panjang: 48 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada

G. Riwayat Perkembangan
Psikomotor
- Gerakan Seimbang

: 2 bulan

- Berjalan

:-

- Mengangkat kepala 45 : -

- Bicara

:-

- Berdiri

- Membaca/Menulis : -

:-

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik


Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada
H. Riwayat Makanan
-

Usia 0-2hari : Pasien diberikan susu formula kerana pada waktu itu
ASI dari ibu pasien belum keluar dan baru keluar setelah usia pasien 2
hari, frekuensi minum susu formula tiap kali bayi menangis atau minta

minum, sehari biasanya lebih dari 10 kali dan lama menyusui antara
30-45 menit.
-

Usia 3 40 hari : Sejak usia 3 hari ASI ibu pasien sudah mulai keluar
dan pasien mengkonsumsi ASI sampai usianya 40 hari tanpa adanya
makanan/minuman tambahan lain. Frekuensi minum susu setiap kali
bayi menangis atau minta minum , sehari biasanya lebih dari 10 kali
dan lama menyusui antara 30-45 menit, bergantian kiri dan kanan.

Usia 41 hari sekarang : Sejak usia bayi 41 hari, ibu pasien mulai
memberikan lagi ASI yang diselang-selikan dengan susu formula.
Alasan ibu pasien adalah kadang-kadang ASI ibunya tidak keluar sama
sekali atau sedikit sekali jadi diberikan tambahan susu formula sampai
usianya sekarang 2 bulan.

Kesan : Kesulitan makan (-)


I. Riwayat Imunisasi
Kesan : Pasien belum mendapatkan imunisasi Campak
Vaksin

Dasar (umur)

BCG

DPT/DT

POLIO

Ulangan (umur)

CAMPAK
HEPATITIS B

J. Riwayat Keluarga (Corak Reproduksi)


No

Tgl Lahir Jenis

(umur)
Kelamin
3 tahun 6 Laki-laki

Hidup

Lahir
Mati

Abortus

Mati

Keterangan

(sebab)

Kesehatan
Sehat

bulan
2
3

K. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien adalah anak tunggal di keluarga. Anggota keluarganya
terdiri dari ayah, ibu, dan pasien sendiri. Ayah pasien bekerja sebagai
buruh sedangkan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal pada
perumahan padat penduduk bersama 2 anggota keluarga lainnya. Seharihari pasien mendapatkan air bersih melalui PAM, dan menggunakan aqua
sebagai air minum sehari-hari. Rumah memiliki jamban khusus untuk
buang air besar yang belum dilengkapi dengan tempat penampungan
khusus. Terdapat parit atau selokan di depan tempat tinggalnya dengan air
yang tidak mengalir lancar, terdapat banyak sampah dan kayu, walaupun
tidak berbau. Dalam 1 hari, pasien mandi sebanyak 2-3x dengan
menggunakan sabun bayi. Menurut Ibu OS, anak dari tetangga rumah juga
mengalami keluhan yang sama dengan OS yaitu muncul bercak-bercak
kemerahan di seluruh tubuh
Kesan : Keadaan lingkungan pasien kurang baik
L. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit
Alergi
Cacingan
Demam

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang

Umur
1 tahun
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah

Umur
-

Berdarah
Demam

Kecelakaan

Radang Paru -

Thypoid
Otitis
Parotitis

Morbili
Operasi

Tuberculosis Lainnya
-

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19 Maret 2015, pukul 11.00 WIB)


1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Derajat Kesadaran

: Compos mentis

Berat Badan

: 12 kg

Tinggi Badan

: 90 cm

Status gizi (CDC) :


BB/U : 5,4/4,6 x 100 % = 117,39 %
TB/U : 60/56 x 100 % = 107,14 %
BB/TB : 5,4/5,8 x 100 % = 93,00 %
Kesan : Gizi normal
2. Vital sign
Suhu Tubuh

: 39,0oC per aksiler

Frekuensi Nadi

: 100/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi Napas : 44 x/menit, tipe abdominotorakal


Tekanan Darah
3.

Kulit

skuama (-)
4. Kepala

:Makulopapula rush pada kulit seluruh badan (+),

warna sawo matang, , turgor baik


: bentuk normocephal, UUB sudah menutup, UUB cekung (-),
rambut hitam kecokelatan, distribusi merata, tidak mudah rontok
dan sukar dicabut.

5. Mata

: mata cekung (-/-), air mata (+/+), conjunctiva anemis (-/-),


conjunctiva

hiperemis (+/+), injeksi siliaris (+/+), sekret

mukopurulent (+/+), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), isokor


(2mm/2mm), bulu mata hitam lurus tidak rontok.
6. Hidung :bentuk normal, napas cuping hidung (-), kulit di area cuping hidung
hiperemis (+/+),sekret (+/+), darah (-), deformitas(-).
7. Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), koplik spot (-)

8. Tenggorokan

: uvula di tengah, tonsil T1T1, faring hiperemis (-),


pseudomembran (-), post nasal drip (-).

9. Telinga

: bentuk normal, membrana timpani utuh, prosesus mastoideus


tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-), hiperemis (-).

10. Leher

: bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak


membesar.

11. Limfonodi

:kelenjar

limfe

auricular,

submandibuler,

servikalis,

suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.


12. Thorax

: Bentuk normochest, retraksi (+), gerakan simetris ka=ki

Cor : Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak membesar


Kiri atas

: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri bawah

: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

Kanan atas

: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra


Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru


Batas paru-hepar

: SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri


Redup relatif di

: SIC V kanan

Redup absolut

: SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) memanjang, RBK (-/-), RBH (-/-),
Wheezing (-/-)
13. Abdomen : Inspeksi

: dinding dada setinggi dinding perut

Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat 10x per menit

Perkusi

: tympani

Palpasi

:nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,


turgor kembali cepat.

14. Urogenital : dalam batas normal


15. Ekstremitas:

akral dingin

sianosis

oedem

wasting

CRT <2
16. Kuku
17.

: sianosis (-)

Tulang Belakang

: scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Laboratorium darah 19 Maret 2015
Hb : 11,0 g/dl
Ht : 31 %
Eritrosit:4,5
Leukosit : 8.900/uL
Trombosit : 306.000/uL
V. RESUME
Seorang anak B usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan timbul ruamruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Awal timbulnya
ruam diawali pada daerah belakang telinga dan meluas sampai ke daerah
wajah. Ruam kemerahan juga muncul kedua tangan dan kaki lalu pada hari
berikutnya ruam tampak terlihat jelas di daerah badan dan punggung
pasien. Sebelum munculnya ruam kemerahan, pasien mengalami demam
tinggi (naamun menurut ibu OS tidak diukur dengan temperature), demam
berlangsung hampir 4 hari, disaat demam sudah mulai turun baru muncul
bercak kemerahan tersebut.
Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai dengan batuk dan
pilek, bab cair dan mata merah berair sejak 2 hari yang lalu. Batuk yang
dirasakan dahak susah keluar, namun tidak sesak. Bab Cair sejak 2 hari
yang lalu, dalam satu hari OS 5 kali BAB cair tanpa lendir dan darah,
hanya air dan ampas serta tidak disertai adanya mual, muntah ataupun
nyeri perut. Menurut ibu OS, OS tidak nafsu makan dan lemas. Keluhan

mata merah, berair dan bersekret dirasakan sejak 2 hari, OS sering


mengusap-usap kedua matanya, namun tidak dirasakan nyeri
Akhirya orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke
Poli MTBS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
VI. DIAGNOSA KERJA
1. Morbili dengan komplikasi
2. Broncopneumonia
3. Diare AKut Tanpa Dehidrasi
VII. DIAGNOSA BANDING
1.

Varisela

2.

Alergi/ Erupsi Obat

VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi

Paracetamol Syrup 4 dd 1 cth

Cotrimoksazole syrup 2 dd 1 Cth

GG no. III

CTM no.III

B komp no. III

Khloramfenikol tetes mata 3dd 1 gtt ODS

Vitamin A hari ke-1,2 dan 15

Oralit sachet setiap BAB cair

Zink 1x1 selama 10 hari

Salisil Talk u.e

Edukasi

Motivasi keluarga tentang penyakitnya

Menjaga kebersihan makanan yang di konsumsi dan pemilihan susu


formula untuk sang anak

IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam
BAB II
ANALISIS KASUS

Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada bayi
dengan bronkiolitis biasanya mempunyai riwayat terpajan pada anak yang lebih
tua atau orang dewasa yang mempunyai penyakit pernafasan ringan pada minggu
sebelum mulainya penyakit. Bayi mula-mula menderita penyakit infeksi ringan
pada saluran pernafasan disertai batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa
kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak napas, makin
lama makin hebat, pernapasan dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan
batuk. Pada kasus ringan gejala menghilang dalam 1 3 hari. Pada penyakit yang
lebih berat gejala-gejala dapat berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan
penyakit menjadi berlarut-larut.
Pada pemeriksaan fisik , anak nampak gelisah, sesak napas, napas cepat
dan dalam (60-80x/menit), napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi otot pernapasan akibat penggunaan otot-otot asesoris pernafasan
karena paru terus-menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Overinflasi
paru dapat mengakibatkan hati dan limpa teraba di bawah tepi kosta. Pada
perkusi terdengar suara hipersonor. Ronki basah halus dapat terdengar pada akhir
inspirasi dan awal ekspirasi. Fase ekspirasi pernafasan diperpanjang dan
mengi/wheezing dapat terdengar. Pada sebagian besar kasus berat, suara
pernafasan hampir tidak dapat didengar bila obstruksi bronkiolus hampir total.
Pemeriksaan X-foto thorax mungkin masih normal atau menunjukkan
adanya hiperinflasi paru (hiperaerasi) dengan diafragma datar dan kenaikan
diameter anteroposterior pada foto lateral. Nampak penebalan peribronkial pada

10

50 % kasus, area konsolidasi pada 25 % kasus, dan area kolaps segmen atau
lobar pada 10 %, atau ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis
sekunder tehadap obstruksi atau inflamasi alveolus. Pneumonia bakteri secara
dini tidak dapat disingkirkan dengan hanya pemeriksaan radiologik saja.
Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah
riwayat batuk yang makin lama makin berat, ada panas subfibril, sesak, tetapi
tidak tampak sianosis dan ada riwayat mengi. Pada pasien ini juga didapatkan
bahawa terdapat kontak erat atara pasien dengan anak tetangga teman
sepermainan pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan
gejala batuk dan pilek sebelum pasien dirawat.
Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 60x
/menit, suhu 36,5 oC, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat
wheezing, hantaran, eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium
terdapat lekositosis yang bisa disebabkan karena adanya infeksi bakteri yng
menyertai.
Adapun hasil pemeriksaan X-foto thorax memberikan gambaran corakan
bronkovaskuler yang meningkat, dan tampak bercak perihiller dan parakordial
kanan. Hal ini kurang sesuai untuk bronkiolitis yang ditandai dengan hiperaerasi
paru dan peningkatan diameter anteroposterior pada foto lateral serta diafragma
lebih rendah.
Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma
bronkiale dan bronkopneumoni yang disertai dengan overinflasi paru. Wujud lain
yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis adalah gagal jantung kongestif,
pertusis, kistik fibrosis, benda asing di trakea dan keracunan organofosfat.3
Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa
pada penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa :
riwayat atopy pada keluarga , serangan/episode sesak

yang berulang-ulang,

mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat


memanjang. Asma juga jarang terjadi pada umur kurang dari satu tahun dan
memberikan respon yang baik terhadap suntikan adrenalin atau albuterol aerosol.
Sedangkan diagnosis banding bronkopneumoni memang cukup sulit,
apalagi didukung dengan gambaran X-foto thorax, namun keadaan klinis dan

11

laboratoris

tidak

mendukung

ke

arah

bronkopneumoni,

yaitu

pada

bonkopneumoni panasnya tinggi, dari auskultasi paru didapatkan ronki basah


halus nyaring, jarang atau tidak dijumpai wheezing maupun eksperium
memanjang. Derajat sesaknya juga sesuai dengan temuan klinis (banyaknya
infiltrat

paru), sedangkan

penderita

ini

terjadi

sesak

tanpa

sianosis.

Bronkopneumoni tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid.


Pemeriksaan penunjang lain pada penderita ini belum diperlukan. Analisa
gas darah (BGA) tidak dilakukan dengan alasan sudah terjadi perbaikan klinis
setelah pemberian nebulizer . Deteksi agen penyebab dengan serologi masih
jarang dilakukan. Demikian pula screening tuberkulosis dengan PPD 5 TU atau
BCG tes tidak dilakukan karena anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak
mendukung.
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi.
Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan.
Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan
75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan
bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6 bulan
yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain
Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak
pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Ternyata, bronkiolitis juga bisa
diderita oleh anak yang agak besar atau bahkan dewasa. Hanya saja, bronkiolitis
pada mereka biasanya tak memberikan keluhan. Pun pada orang dewasa yang
mengalami radang paru hampir pasti mengalami bronkiolitis, tapi tak tampak
gejalanya secara khusus. "Ini terjadi karena saluran napas mereka relatif besar,
hingga saat meradang pun masih bisa dilalui udara pernapasan,"
Tertahannya udara pada saat ekspirasi mengakibatkan overinflasi
(terperangkapnya udara dalam paru) berakibat tambah ruang udara yang
menyebabkan perkusi paru hipersonor. Retraksi interkostal (otot di sela iga
tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas).Insiden terbanyak
terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis.
Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko
terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi

12

rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat
penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV
menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya
aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV.
Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang
penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4
musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi,
di negara tropis pada musim hujan.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi
hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi,
kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end
expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea
biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus
dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat
sampai 15 hari . Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag. Ada 2 macam
fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma:
(1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai
wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes
faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat
bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan
selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal.
Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili. Penyakit Campak
disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan paramyxovirus. Virus ini
berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 mm, dibungkus
oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin. (13)
B. Cara Penularan
Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satusatunya reservoir penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasoparing
dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat
setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan
sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan bendabenda yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan tenggorokan.16 Penularan
dapat terjadi antara 1 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan
virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang
C. Gejala
Gejala Klinis Penyakit Campak Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium
20 2.6.1. Stadium Kataral atau Prodromal Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai
dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadangkadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut,
tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih
kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik
spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak. 2.6.2.
Stadium Erupsi Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas
tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah

14

yang spesifik), timbul setelah 3 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu
mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar
keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.
2.6.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan Erupsi (bercak-bercak) berkurang,
meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama
akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi
komplikasi.
D. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Campak 20, 21 Adapun komplikasi yang terjadi
disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga
mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan Universitas Sumatera
Utara adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada
balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder
seperti : Otitis media akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.
2.7.1. Bronchopneumonia Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus
Campak menyerang epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut
radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus
Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus
yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori
protein. 2.7.2. Otitis Media Akut Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus
Campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase
prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa
yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta. 2.7.3. Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 40%. Terjadinya
Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus Campak ke dalam otak. Universitas Sumatera Utara 2.7.4. Enteritis Enteritis
terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami

15

muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus
DAFTAR PUSTAKA
1. Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook
of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85.
2. A. P. Uyan, H. Ozyurek, M. Keskin, Y. Afsar & E. Yilmaz : Comparison
Of Two Different Bronchodilators In The Treatment Of Acute
Bronchiolitis . The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology. 2003
Volume 3 Number 1
3. Setiawati Landia, MS Makmuri. Tatalaksana Bronkiolitis (Treatment
Bronchiolitis). Dalam Continuing Education, Ilmu Kesehatan Anak
XXXV, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV, Hot Topics in Pediatrics;
FK UNAIR, Surabaya : 2005. Diunduh dari www.pediatrik.com
4. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and
management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.
5. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis.
Related medical visits in infants enrolled in a state health care insurance
plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
6. Louden

Mark.

Pediatrik,

bronchiolitis.

Diunduh

dari

www.emedicine.medscape.com
7. Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
8. DeNicola CL. Bronchiolitis. 2010 (cited 13 September 2013). Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/961963-overview

16

You might also like