Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Pasien
Nama
: An. B
Umur
: 3 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
TTL
Agama
: Islam
Alamat
: Prepedam, RT 08/07
: 7730/13
Ayah
Nama
: Anwar
Agama
: Islam
Suku
: Betawi
Pekerjaan
: Buruh
Nama
: Nurjanah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
Ibu
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap kedua orang
tua pasien dan dilengkapi dengan data dari rekam medis puskesmas
kecamatan kalidere pada tanggal 19 Maret 2015 pada jam 11.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Timbul ruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak B usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan timbul ruamruam kemerahan di seluruh badan sejak 3 hari yang lalu. Awal timbulnya
ruam diawali pada daerah belakang telinga dan meluas sampai ke daerah
wajah. Ruam kemerahan juga muncul kedua tangan dan kaki lalu pada hari
berikutnya ruam tampak terlihat jelas di daerah badan dan punggung
pasien. Sebelum munculnya ruam kemerahan, pasien mengalami demam
tinggi (naamun menurut ibu OS tidak diukur dengan temperature), demam
berlangsung hampir 4 hari, disaat demam sudah mulai turun baru muncul
bercak kemerahan tersebut.
Menurut ibu pasien, keluhan ini juga disertai dengan batuk dan
pilek, bab cair dan mata merah berair sejak 2 hari yang lalu. Batuk yang
dirasakan dahak susah keluar, namun tidak sesak. Bab Cair sejak 2 hari
yang lalu, dalam satu hari OS 5 kali BAB cair tanpa lendir dan darah,
hanya air dan ampas serta tidak disertai adanya mual, muntah ataupun
nyeri perut. Menurut ibu OS, OS tidak nafsu makan dan lemas. Keluhan
mata merah, berair dan bersekret dirasakan sejak 2 hari, OS sering
mengusap-usap kedua matanya, namun tidak dirasakan nyeri
Akhirya orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke
Poli MTBS untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
seperti ini. Orang tua pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat
alergi terhadap obat, maupun makanan tertentu. Orang tua pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit lain sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
E. Riwayat Pengobatan
Ibu pasien mengaku membeli obat penurun demam di apotek namun masih
belum sembuh juga.
F. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
KEHAMILAN
Morbiditas
KELAHIRAN
Kehamilan
Perawatan Antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara Persalinan
Masa Gestasi
Keadaan Bayi
Tidak ada
Teratur 1 bulan sekali
Rumah Sakit
Dokter
- Spontan
- Tidak ada penyulit
atau
kelainan
Cukup Bulan
- Berat lahir: 2800 gram
- Panjang: 48 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada
G. Riwayat Perkembangan
Psikomotor
- Gerakan Seimbang
: 2 bulan
- Berjalan
:-
- Mengangkat kepala 45 : -
- Bicara
:-
- Berdiri
- Membaca/Menulis : -
:-
Usia 0-2hari : Pasien diberikan susu formula kerana pada waktu itu
ASI dari ibu pasien belum keluar dan baru keluar setelah usia pasien 2
hari, frekuensi minum susu formula tiap kali bayi menangis atau minta
minum, sehari biasanya lebih dari 10 kali dan lama menyusui antara
30-45 menit.
-
Usia 3 40 hari : Sejak usia 3 hari ASI ibu pasien sudah mulai keluar
dan pasien mengkonsumsi ASI sampai usianya 40 hari tanpa adanya
makanan/minuman tambahan lain. Frekuensi minum susu setiap kali
bayi menangis atau minta minum , sehari biasanya lebih dari 10 kali
dan lama menyusui antara 30-45 menit, bergantian kiri dan kanan.
Usia 41 hari sekarang : Sejak usia bayi 41 hari, ibu pasien mulai
memberikan lagi ASI yang diselang-selikan dengan susu formula.
Alasan ibu pasien adalah kadang-kadang ASI ibunya tidak keluar sama
sekali atau sedikit sekali jadi diberikan tambahan susu formula sampai
usianya sekarang 2 bulan.
Dasar (umur)
BCG
DPT/DT
POLIO
Ulangan (umur)
CAMPAK
HEPATITIS B
(umur)
Kelamin
3 tahun 6 Laki-laki
Hidup
Lahir
Mati
Abortus
Mati
Keterangan
(sebab)
Kesehatan
Sehat
bulan
2
3
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Umur
1 tahun
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Umur
-
Berdarah
Demam
Kecelakaan
Radang Paru -
Thypoid
Otitis
Parotitis
Morbili
Operasi
Tuberculosis Lainnya
-
Derajat Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 12 kg
Tinggi Badan
: 90 cm
Frekuensi Nadi
Kulit
skuama (-)
4. Kepala
5. Mata
: mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), koplik spot (-)
8. Tenggorokan
9. Telinga
10. Leher
11. Limfonodi
:kelenjar
limfe
auricular,
submandibuler,
servikalis,
Cor : Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Kiri bawah
Kanan atas
Perkusi
: SIC V kanan
: SIC V kanan
Redup absolut
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) memanjang, RBK (-/-), RBH (-/-),
Wheezing (-/-)
13. Abdomen : Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani
Palpasi
akral dingin
sianosis
oedem
wasting
CRT <2
16. Kuku
17.
: sianosis (-)
Tulang Belakang
Varisela
2.
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi
GG no. III
CTM no.III
Edukasi
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
BAB II
ANALISIS KASUS
10
50 % kasus, area konsolidasi pada 25 % kasus, dan area kolaps segmen atau
lobar pada 10 %, atau ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis
sekunder tehadap obstruksi atau inflamasi alveolus. Pneumonia bakteri secara
dini tidak dapat disingkirkan dengan hanya pemeriksaan radiologik saja.
Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah
riwayat batuk yang makin lama makin berat, ada panas subfibril, sesak, tetapi
tidak tampak sianosis dan ada riwayat mengi. Pada pasien ini juga didapatkan
bahawa terdapat kontak erat atara pasien dengan anak tetangga teman
sepermainan pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan
gejala batuk dan pilek sebelum pasien dirawat.
Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 60x
/menit, suhu 36,5 oC, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat
wheezing, hantaran, eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium
terdapat lekositosis yang bisa disebabkan karena adanya infeksi bakteri yng
menyertai.
Adapun hasil pemeriksaan X-foto thorax memberikan gambaran corakan
bronkovaskuler yang meningkat, dan tampak bercak perihiller dan parakordial
kanan. Hal ini kurang sesuai untuk bronkiolitis yang ditandai dengan hiperaerasi
paru dan peningkatan diameter anteroposterior pada foto lateral serta diafragma
lebih rendah.
Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma
bronkiale dan bronkopneumoni yang disertai dengan overinflasi paru. Wujud lain
yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis adalah gagal jantung kongestif,
pertusis, kistik fibrosis, benda asing di trakea dan keracunan organofosfat.3
Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa
pada penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa :
riwayat atopy pada keluarga , serangan/episode sesak
yang berulang-ulang,
11
laboratoris
tidak
mendukung
ke
arah
bronkopneumoni,
yaitu
pada
paru), sedangkan
penderita
ini
terjadi
sesak
tanpa
sianosis.
12
rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat
penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV
menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya
aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV.
Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang
penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4
musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi,
di negara tropis pada musim hujan.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi
hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi,
kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end
expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea
biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus
dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat
sampai 15 hari . Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag. Ada 2 macam
fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma:
(1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai
wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes
faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat
bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan
selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal.
Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili. Penyakit Campak
disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan paramyxovirus. Virus ini
berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 mm, dibungkus
oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin. (13)
B. Cara Penularan
Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satusatunya reservoir penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasoparing
dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat
setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan
sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan bendabenda yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan tenggorokan.16 Penularan
dapat terjadi antara 1 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan
virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang
C. Gejala
Gejala Klinis Penyakit Campak Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium
20 2.6.1. Stadium Kataral atau Prodromal Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai
dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadangkadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut,
tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih
kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik
spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak. 2.6.2.
Stadium Erupsi Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas
tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah
14
yang spesifik), timbul setelah 3 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu
mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar
keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.
2.6.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan Erupsi (bercak-bercak) berkurang,
meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama
akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi
komplikasi.
D. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Campak 20, 21 Adapun komplikasi yang terjadi
disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga
mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan Universitas Sumatera
Utara adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada
balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder
seperti : Otitis media akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.
2.7.1. Bronchopneumonia Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus
Campak menyerang epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut
radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus
Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus
yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori
protein. 2.7.2. Otitis Media Akut Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus
Campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase
prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa
yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta. 2.7.3. Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 40%. Terjadinya
Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus Campak ke dalam otak. Universitas Sumatera Utara 2.7.4. Enteritis Enteritis
terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami
15
muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus
DAFTAR PUSTAKA
1. Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook
of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85.
2. A. P. Uyan, H. Ozyurek, M. Keskin, Y. Afsar & E. Yilmaz : Comparison
Of Two Different Bronchodilators In The Treatment Of Acute
Bronchiolitis . The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology. 2003
Volume 3 Number 1
3. Setiawati Landia, MS Makmuri. Tatalaksana Bronkiolitis (Treatment
Bronchiolitis). Dalam Continuing Education, Ilmu Kesehatan Anak
XXXV, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV, Hot Topics in Pediatrics;
FK UNAIR, Surabaya : 2005. Diunduh dari www.pediatrik.com
4. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and
management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.
5. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis.
Related medical visits in infants enrolled in a state health care insurance
plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
6. Louden
Mark.
Pediatrik,
bronchiolitis.
Diunduh
dari
www.emedicine.medscape.com
7. Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
8. DeNicola CL. Bronchiolitis. 2010 (cited 13 September 2013). Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/961963-overview
16