You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi nutrisi merupakan salah satu bagian dari perawatan rutin pasien sakit
kritis. Nutrisi adalah terapi tambahan, dengan tujuan utama adalah mencegah
terjadinya malnutrisi dan mencegah defisiensi makro dan mikronutrien. 1,2,3
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang
masuk ke rumah sakit dan cenderung kurang mendapat perhatian.3,4 Malnutrisi
adalah keadaan dimana terjadi defisisensi energi total atau protein (atau nutrien
lainnya) yang menyebabkan pengurangan Body Cell Mass dan disfungsi organ,
dapat disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, menurunnya absorbsi atau
meningkatnya kebutuhan.3,4 Sebanyak\]= 40% pasien dewasa menderita malnutrisi
yang cukup serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan dua
pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka
dirawat di rumah sakit.3,4,5,6 Untuk pasien kritis yang dirawat di Intensive Care
Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah
memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan
memulai pemberian nutrisi.4 Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumunya
bervariasi. Kebanyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi sebelum
dimasukkan ke ICU.4,5 Keparahan penyakit dan terapinya dapat mengganggu
asupan makanan normal dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya, lamanya
tinggal di ICU dan kondisi kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker
dapat memperburuk status nutrisi.4

Pasien-pasien neurologi sering membutuhkan bantuan nutrisi non-oral karena


intubasi, perubahan status mental atau disfagia. Diagnosis pasien yang umum
masuk ke Intensive Care Unit (ICU) antara lain cedera kepala, stroke, tumor otak,
cedera medulla spinalis, penyakit degeneratif (multiple sclerosis, ALS,
alzheimers, parkinson) atau gangguan mobilitas (myasthenia gravis, Guillain
Barre

Syndrome).7 Pada

pasien

dengan

stroke

menunjukkan

fisiologi

hipermetabolik, melalui aktifasi neural dan sistim endokrin. Hasilnya terjadi


kenaikan keluaran simpatis yang menjadikan terjadinya lipolisis, proteolisis dan
penurunan ambilan glukosa yang terhutang antagonisme insulin oleh hormon
pertumbuhan dan epinefrine. Desakan simpatis meningkatkan enegry expenditure
(EE), katabolisme jaringan dan mobilisasi protein, lemak dan karbohidrat.
Immobilitas dan penundaan pemberian tunjangan nutrisi membuat munculnya
efek ini sebagai naiknya keluaran simpatis. Efek lain yang tak dikehendaki
termasuk hiperglikemia, penyembuhan luka yang tidak baik, penurunan serum
protein, kenaikan produksi CO2, pelepasan mediator inflamasi dan penekanan
fungsi kekebalan. Sesudah cedera neurologis, keadaan hiperdinamisme jantung
meningkatkan konsumsi oksigen dan kebutuhan kalori.8,9
Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat
perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka
infeksi dan penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan lama rawat
pasien memanjang dan peningkatan biaya perawatan.4 Malnutrisi juga dikaitkan
dengan meningkatnya jumlah pasien yang dirawat kembali. Terapi nutrisi dini
telah

menunjukkan

penghambatan

katabolisme,

menurunkan

komplikasi,

mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan fungsi kekebalan dan resistensi


terhadap infeksi, menurunkan komplikasi dan menurunkan lamanya rawat di
sejumlah populasi pasien baik pasien bedah dan non bedah.2,3,6,7,10,11 Pentingnya
nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis mengharuskan para klinisi
mengetahui informasi yang benar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat
terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.

BAB II
TERAPI NUTRISI PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INTENSIF

II.1 PENILAIAN KONDISI NUTRISI


Pemberian tunjangan metabolik yang cukup dimulai dengan menilai kondisi
nutrisi pasien. Sangat penting menetapkan adanya tanda tak nampak pada
defisiensi kalori, protein, vitamin atau elektrolit. Pada penderita sakit kritis
ditemukan peningkatan pelepasan mediator-mediator inflamasi atau sitokin
(misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi counter
regulatory hormone (misalnya katekolamin, kortisol, glukagon, hormone
pertumbuhan), sehingga menimbulkan efek pada status metabolik dan nutrisi
pasien.4
Tujuan penilaian status nutrisi adalah untuk mengidentifikasi derajat
status nutrisi, yang mana status nutrisi terakhir atau yang selanjutnya akan
mempengaruhi outcome pasien tersebut. Status nutrisi pasien ditentukan
oleh beberapa faktor, antara lain berat badan pasien dan perbandingannya
dengan berat badan ideal dan berat badan biasanya; lamanya penurunan
berat

badan;

status

protein

visceral;

nilai

laboratorium

yang

mengindikasikan cairan, elektrolit dan defisit nutrisi potensial; kondisi


medis; dan apakah pasien diberikan makanan dengan oral, enteral atau
parenteral.4
Keadaan malnutrisi terjadi bila masukan tidak mencukupi kebutuhan
nutrisional. Bila sekitar 10% LBM (Lean Body Mass) hilang disebut

4
4

malnutrisi energi protein sedang. Kehilangan 20% LBM menunjukkan


malnutrisi protein berat dan menggambarkan penurunan berat badan pasien
yang berat. Bila lebih 35% LBM hilang, kemungkinan terjadi perubahan
irreversible yang dapat menyebabkan kematian.4
1. Anamnesis
Riwayat penurunan berat badan akhir-akhir ini (5% LBM pada 1 bulan
atau 10% LBM dalam 6 bulan) meningkatkan kemungkinan malnutrisi.
Riwayat sosial (alkohol atau narkoba), riwayat penyakit (ginjal, kanker,
kemoterapi), umur >75 tahun, gelandangan, tidak makan selama lebih 3
hari, operasi major, pemberian kortikosteroid, dialisis, sindroma
malabsorpsi dan penyakit kronik, terutama kanker, stroke dan penyakit
immuno-defisiensi

acquisita

(AIDS)

dapat

menjadi

penyebab

malnutrisi.4,5,8,9
2. Pemeriksaan Fisik
Asupan kalori dapat dinilai dengan melihat lemak di ekstremitas, pantat
dan pipi. Kecukupan masukan protein dapat dievaluasi pada tonjolan
otot ekstremitas, kekuatan genggaman dan ukuran otot temporal.
Defisiensi vitamin dapat muncul sendiri sebagai perubahan tekstur kulit,
cheilosis, glossitis atau hilangnya indera taktil dan orientasi posisi tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher menunjukkan xerostomia, malocclusion,
odinofagia, disfagia, esofagitis atau tanda lain yang menunjukkan
kesulitan dalam makan.3,4,8,9

3. Anthropometrik
Pengukuran digunakan untuk menaksir lemak dan protein tubuh. Lemak
tubuh kira-kira sesuai dengan tebalnya lipatan kulit triceps (TSF) dan
status protein ditaksir dengan mid-arm muscle circumference (MAMC).
MAMC = mid-arm circumference lemak
MAMC = mid-arm circumference (0.314 x TSF)
Data ini kemudian dibandingkan dengan nilai normal untuk menentukan
status nutrisi pasien. Cara ini tidak berlaku bila ada edema anasarca.
Penyesuaian perkiraan dapat didasarkan atas kalkulasi IBW dengan
mengukur tinggi dan berat badan. Tidak berguna banyak pada pasien
sakit kritis karena ukuran berat badan cenderung untuk berubah.3,4,8,9,12,13

Tabel 1. Evaluasi Berat Badan


Sumber: Mirtallo J, Assessment Tools and Guidelines. Parenteral Nutrition Therapy.
New York. McMahon.2008

4. Pemeriksaan Biokimia
Plasma Protein
Level

protein plasma tergantung pada fungsi sintesis hepar dan

ketersediaan substrat. Penurunan level ini tidaklah spesifik karena halflife biologis, katabolic rate, dan berbagai faktor non nutrisional dapat
merubah level protein plasma. Misal, terjadi hemodilusi atau kebocoran
protein pada trauma, sepsis dan penyakit berat lain, perubahan
permeabilitas kapiler dan perubahan sintesis dan degradasinya. Penyebab
lain dari hipoproteinemia adalah penyakit hepar, sindroma nefrotik,
eklampsia dan enteropati dengan hilangnya protein.4,8
Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum.
Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang
dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada
pasien kritis terjadi penurunan sintesa albumin, pergeseran distribusi dari
ruangan intravascular ke interstitial, dan pelepasan hormon yang
meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin. Level serum prealbumin juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya suatu
stress fisiologik dan sebagai indikator status nutrisi.3,4,8,9
Level serum hemoglobin dan trace elements seperti magnesium
dan fosfor merupakan tiga indikator biokimia tambahan. Hemoglobin
digunakan sebagai indikator kapasitas angkut oksigen, sedangkan
magnesium atau fosfor sebagai indikator gangguan pada jantung, saraf
dan neuromuskular.3,4,8,9

Fungsi immunologik
Delayed hypersensitivity dan Total Lymphocyte Count (TLC) adalah dua
pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur fungsi imun
sekaligus berfungsi sebagai screening.3,4,8,9

II.2 PERKIRAAN KEBUTUHAN NUTRISI


A. Menilai kebutuhan energi
1.

Persamaan Harris-Benedict
Persamaan

Harris-Bennedict

pada

pasien

hipermetabolik

harus

ditambahkan faktor stress. Penelitian menunjukkan bahwa rumus


perkiraan kebutuhan energi dengan menggunakan prosedur ini
cenderung berlebih dalam perhitungan energi expenditure pada pasien
dengan sakit kritis hingga 15%. Sejumlah ahli menggunakan perumusan
yang sederhana Rule of Thumb dalam menghitung kebutuhan kalori,
yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari. Selain itu penetapan Resting Energy
Expenditue (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE
adalah

pengukuran

jumlah

energi

yang

dikeluarkan

untuk

mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12-18 jam setelah


makan. REE sering juga disebut BMR (Basal Metabolic Rate), BER
(Basal Energy Requierement), atau BEE (Basal Energy Expenditure).
Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi
akibat kelebihan pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltrsi lemak
ke hati dan pulmonary compromise. 3-5,7-9,12,14

Perhitungan Basal Energy Expenditure (BEE)


Persamaan Harris-Benedict: 3-5,7-9,12-14
Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) (6,76 x Umur)
Wanita: 655,1 + (9,56 x BB) + 1,85 x TB) (4,67 x Umur)
Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/kgbb/hari
BB adalah berat badan aktual (BBA) atau berat badan ideal (BBI) bila
pasien edematous.
Bila pasien obese maka berat badan ideal (BBI) disesuaikan menjadi:
BBI penyesuaian = BBI + 0,25 (BBA - BBI)
Penyesuaian REE
EE dapat bervariasi sangat luas dari keadaan istirahat pada subyek aktif.
Pasien dirawat di RS membutuhkan 30 kcal/kgBB/hari tanpa adanya
penyakit berat atau obesitas. Febris meningkatkan REE mendekati 10%
di atas dasar pada setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius. Cedera otak
membuat keadan hiperdinamik.
Faktor koreksi untuk REE pada keadaan tertentu: 3-5,7-9,12,14
Febris: REE x 1,1 (untuk tiap kenaikan 1 C diatas normal)
Stres ringan: REE x 1.2 1.3
Stress sedang: REE x 1.4 1.5
Stress berat: REE x 1.6 1.8

Koreksi kebutuhan energi (kkal/hari) = BEE x faktor stress

Menggunakan persamaan prediktif pada pasien kritis ada keterbatasan.


Validitas penerapan rumus ini pada pasien kritis masih dipertanyakan,
karena aslinya rumus Harris-Benedict dipakai pada orang sehat.8,9

2. Kalorimetri indirek
Kalorimetri

dapat dipertimbangkan

sebagai

gold standard dan

direkomendasi sebagai metode pengukuran REE pada pasien-pasien


sakit kritis.4,8,9
REE dapat dihitung dengan rumus: 3-5,7-9,12,14
REE (kcal/hari) = (3,9 x [VO2] + 1.1 [VCO2] x 1.44
Kalorimetri indirek dapat dilakukan pada pasien dengan FiO2 50% atau
kurang. Pengukuran diperlukan waktu 20-30 menit. Perlu ditambahkan
% ekstra pada penghitungan EE dengan memperhatikan pemakaian
sedasi, aktifitas ICU, thermogenesis akibat diet, anabolisme dan kerja
pernafasan.
Thermogenesis: 5-10%; aktifitas ICU: 10%; anabolisme: 5-10% dan
sedasi 0-30%.4,8,9

3. Persamaan Fick dan mixed venous oxygen content (CVO2)


CaO2 CVO2 = Hb (g/dl) x 1.39 x (SaO2 SVO2) 8,9
VO2 (ml/menit) = (CaO2 CVO2) x 10 x CO (L/menit)
EE 24 jam (kcal/hari) = 7 x VO2
Pengukuran ini dilakukan dalam beberapa hari untuk mendapatkan trend
yang akurat.

10

B. Perkiraan Kebutuhan Protein


Kebutuhan protein harian biasanya berdasar perkiraan, baru kemudian
dengan penghitungan.
1.

Rumus prediktif
Tujuan suplemen protein adalah menurunkan derajat kehilangan LBM
karena tak ada cadangan protein dalam tubuh. Perkiraan kebutuhan
protein berdasar BB pasien, derajat penyakitnya, dan luasnya organ
yang gagal. Dosis steroid yang sering diberikan pada kasus neurologi,
juga meningkatkan kebutuhan protein karena terjadi katabolisme.
Kebutuhan protein normal = 0.8 1.0 g protein/kg/hari
Kebutuhan stress ringan; 1 1.2 g protein/kg/hari
Kebutuhan stress sedang: 1.2 1.4 g protein/kg/hari
Kebutuhan stress berat: 1.4 1.6 g protein/kg/hari
Pasien gagal ginjal dengan HD: 1.2 g protein/kg/hari
Pasien dengan encephalopathy: 0.8 g protein/kg/hari.
Penelitian pada pasien trauma kepala mendapat protein 1 1.5 g
protein/kg/hari dilaporkan masih balans nitrogen negatif. Rekomendasi
sekarang adalah 2 g protein/kg/hari bila fungsi renal normal dan
penilaian ulang balans nitrogen dalam beberapa hari kemudian. Pasien
pasca bedah membutuhkan 2 g protein/kg/hari. 3,4,8,9,14

2. Balans nitrogen
Keseimbangan

nitrogen

dapat

digunakan

untuk

menegakkan

keefektifan terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan

11

hilang melalui pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan


protein tubuh. Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan
menggunakan formula yang mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam,
dalam bentuk nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan
nitrogen dari protein dalam makanan:
Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25) - (UUN/0,8) + 4)
Keluaran nitrogen total sama dengan nitrogen urea urine dari urine 24
jam dan 2 4 g/hari untuk kehilangan dari non-urine. Pada pasien
kritis ini dapat mencapai 6 g/hari akibat kehilangan darah, kenaikan
sputum retensi dan kenaikan hilangnya nitrogen fecal karena diare.
Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah
nitrogen dalam makanan biasa dihitung dengan membagi jumlah
protein terukur dengan 6,25. faktor koreksi 4 ditambahkan untuk
mengkompensasi kehilangan nitrogen pada feses, air liur dan kulit.
Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen
melebihi ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi
cukup untuk terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean
body mass. Sebaiknya keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan
ekskresi nitrogen yang melebihi asupan. Pengukuran balans nitrogen
tidak dapat dipercaya bila ada gagal ginjal atau hepar karena ada
perubahan sintesis dan klirens protein. Untuk pasien gagal ginjal,
klirens kreatinin harus > 50 ml/menit untuk memperoleh hasil yang
valid. 3,4,8,9,14

12

II.3 Makro dan Mikro nutrien dalam nutrisi


A. Makronutrein
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram
karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di
dalam diet sebaiknya berkisar 50% - 60% dari kebutuhan kalori.
Dalam diet, karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk: pertama karbohidrat
yang

dapat

dicerna,

diabsorbsi

dan

digunakan

oleh

tubuh

(monosakarida seperti glukosa dan fruktosa; disakarida seperti sukrosa,


laktosa dan maltosa; polisakarida seperti tepung, dekstrin, glikogen)
dan yang kedua karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti serat.
Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh termasuk susunan
saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah. Glukosa disimpan di hati dan
otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas dan habis dalam
24 36 jam melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis,
glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino (terutama
alanin), gliserol dan laktat. Oksidasi glukosa berhubungan dengan
produksi CO2 yang lebih tinggi, yang ditunjukkan oleh RQ
(Respiratory Quotient) glukosa lebih besar dari pada asam lemak
rantai panjang. Sebagian besar glukosa didaur ulang setelah
mengalami glikolisis anaerob menjadi laktat kemudian digunakan
untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan glukosa pada pasien keadaan
hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa di hati berupa

13

glikogen dan lemak. Meskipun turnover glukosa meningkat pada


kondisi stress, metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi
yang sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa pada pasien
dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit. 3,4,8,9,12-14
b. Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun
parenteral sebagai emulsi lemak. Oksidasi lipid sebagai sumber energi
meningkat pada pasien kritis. Rekomendasinya adalah sebesar 30
40% dari total kalori, dan sedikitnya 3% darinya adalah asam linoleic
untuk mencegah defisiensi asam amino essensial. Satu gram lemak
menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai
sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak,
menyediakan asam lemak esensial, membantu dan melindungi organorgan internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringanjaringan tubuh. Pemberian kalori dalam bentuk lemak akan
memberikan keseimbangan energi dan menurunkan insiden dan
beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar.
Kenaikan lemak menurunkan kejadian hepatic steatosis dan produksi
CO2

dari

diet

karbohidrat.

Penting

juga

bagi

kita

untuk

memperkirakan komposisi pemberian lemak yang berhubungan


dengan proporsi dari asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh
tunggal (MUFA), asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio
antara asam lemak esensial omega 6 dan omega 3 dan komponen

14

antioksidan. Selama hari-hari pertama pemberian emulsi lemak


khususnya pada pasien yang mengalami stress, dianjurkan pemberian
infus selambat mungkin, yaitu untuk pemberian emulsi Long Chain
Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan emulsi
campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride
(LCT) kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam.
Kadar trigliserida plasma sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus
selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran. 3,4,8,9,12-14
c. Protein (Asam-Asam Amino)
Tujuan dari intake protein adalah untuk mencukupi tingkat katabolisme
protein pada masing-masing pasien. Recommended Dietary Allowance
(RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/hari atau kurang lebih 10%
dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan pemberian
150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan
1 gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal
yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen.
Dalam sehari kebutuhan nitrogen untuk kebanyakan populasi pasien di
ICU direkomendasikan sebesar 0,15 0,2 gram/kgbb/hari. Ini
sebanding dengan 1 1,25 gram protein/kgbb/hari. Beratnya gradasi
hiperkatabolik yang dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat
diberikan nitrogen sampai dengan 0,3 gram/kgbb/hari. Kepustakaan
lain menyebutkan rata-rata kebutuhan protein pada dewasa muda
sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis

15

kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 1,5 gram/kgbb/hari. Pada


beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus dikontrol, misalnya
kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein dibatasi sebesar
0,5 gram/kgbb/hari. Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa
mencapai 1,5 2 gram protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan
kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan inflamasi
yang tidak terkontrol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elwyn
yang hanya menggunakan dekstrosa 5% nutrisi, menunjukkan bahwa
perbedaan kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit. Disamping itu, keseimbangan nitrogen negatif
lebih tinggi 8 kali pada pasien dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada
sepsis berat apabila dibandingkan dengan individu normal. Data ini
dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi penyakit ketika
mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen. 3,4,8,9,12-14
d. Cairan
Pasien dirawat di rumah sakit membutuhkan cairan sekitar 30 35
ml/kg/hari. Keadaan yang mendasari dan comorbiditas harus
dipertimbangkan untuk penggantian cairan. Pasien yang akan diberi
parenteral nutrisi harus dilakukan resusitasi cairan dahulu. Bila
menghitung penggantian cairan bebas pada pasien mendapat nutrisi
enteral, harus diingat untuk menghitung adanya cairan bebas pad
nutrisi enteral yang harus dikurangkan dari jumlah total kebutuhan
untuk diberikan parenteral. 3,4,8,9,12

16

B. Mikronutrien
a. Vitamin
Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin),
B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam
folat yang lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehariharinya. Khusus tiamin, asam folat dan vitamin K mudah terjadi
defisiensi pada TPN. Dialisis ginjal bias menyebabkan kehilangan
vitamin-vitamin yang larut dalam air. 3,4,8,9,12,14
Vitamin
Vit A

Jumlah
1000 mcg

Vit E

10 mg

Vit C

60 mg

Riboflavin

1.7 mg

Vit B6

2 mg

Vit B12

2 mcg

Vitamin

Jumlah

Vit D

5 mcg

Vit K

80 mcg

Thiamine

1,5 mcg

Niacin

19 mg

Folate

200 mvg

Tabel 2. Rekomendasi kebutuhan vitamin pada diet untuk


dewasa sehat 25 50 tahun. 8,9,13,14
b. Nutrien trace
Defisiensi dari Sembilan trace elements essensial dapat menyebabkan
masalah pada beberapa sistim organ termasuk resisten insulin,
myopathy, mudah terjadi infeksi dan pancytopenia. Selain defisiensi
besi yang sering terjadi pada pasien kritis dapat juga terjadi defisiensi
selenium, zinc, mangan dan copper. 3,4,8,9,12,14
Element
Zinc

Oral
10 15 mg

Intravena
2.5 4.0 mg

17

Chromium

50 - 290 mcg

10 15 mcg

Copper

1.2 - 3 mg

0.5 1.5 mg

Manganese

0.7 - 5 mg

0.15 0.8 mg

Selenium

50-200 mcg

40 120 mcg

Molybdenum

200 mcg

Tabel 3. Rekomendasi diet trace elements pada dewasa sehat


25 50 tahun.8,,9,13,14
C. Nutrisi tambahan
a. Glutamine
Bahan bakar primer untuk intestinum, penting untuk memelihara
struktur dan fungsi usus, mencegah atropi mukosa selama starvasi,
menurunkan translokasi bakteri dan merangsang sistim immune pada
sepsis dan stress. Glutamine dapat menurunkan cedera usus selama
iskemia dengan menjaga level glutathione pada usus. 3,4,8,9,12
b. Arginine
Arginine memperbaiki penyembuhan luka, merangsang fungsi immune
dengan meningkatkan produksi natural killer dan sel T helper, dan
memperkuat absorpsi dan proliferasi usus. Arginine sering disebut
sebagai immune-enhancing diets, dapat memperburuk sepsis, karena
L-arginine akan mengingkatkan NO yang dapat meningkatkan reaksi
inflamasi, vasodilatasi, gangguan motilitas usus dan gangguan
integritas mukosa, serta gangguan respirasi. 3,4,8,9,12
c. Asam lemak omega-3

18

Asam lemak omega-6 diketahui merusak respon immune dengan


menghasilkan produk degradasi yang menekan sel T dan aktifitas
macrophage. Pengganti asam lemak omega-6 diet dengan omega-3
akan menurunkan pengaturan beberapa aspek dari respon inflamasi
dan kemudian memperbaiki fungsi immune. 3,4,8,9,12
d. Nucleotide diet
Penting untuk fungsi dan struktur usus. Ribonucleic acid nucleotides
telah dibuktikan merangsang sistim immune dengan meningkatkan
perkembangan limfosit T. 3,4,8,9,12
e. Hormon pertumbuhan
Pada pasien kritis, hormon pertumbuhan mempunyai efek anabolik
yang menguntungkan. Ini berhubungan dengan mobilisasi cadangan
lemak sebagai sumber energi dan menambah simpanan protein seluruh
tubuh pada pasien trauma. TLC dan albumin serum dan level transferin
naik sesudah pemberian hormone pertumbuhan. Fungsi usus juga
membaik langsung dengan ikatan hormon pertumbuhan pada reseptor
hormon pertumbuhan pada usus dan secara tidak langsung merangsang
factor pertumbuhan insulin-like3,48,9,12
f. Steroid anabolik
Anabolik steroid kadang-kadang dipakai sebagai pengganti hormon
pertumbuhan sebab efek menguntungkan pada penimbungan pada
jaringan lean. Kurang menyebabkan hiperglikemia dibanding hormone
pertumbuhan dan harga lebih murah. 3,4,8,9,12

19

II.4 Waktu dan Rute Nutrisi


Walaupun beberapa pasien dapat secara aman toleransi tanpa asupan protein
dan kalori untuk beberapa hari, tunjangan nutrisi tidak boleh tertunda pada
pasien sakit kritis dan yang diperkirakan tidak mendapatkan masukan oral
sedikitpun untuk waktu yang lama. Tunjangan nutrisi juga harus diberikan
segera pada pasien yang perlu kalori jumlah besar seperti pada luka bakar,
sepsis, trauma dan cedera kepala. Keuntungan pemberian dini, menyebabkan
hemodinamik pasien menjadi stabil, yang telah ditunjukkan dengan penurunan
permeabilitas intestinal dan penurunan disfungsi organ multiple. Pada praktek
klinik, pemberian makanan enteral dini dimulai dalam 24 hingga 48 jam
setelah trauma.4,8,9,14
Keputusan untuk memberikan nutrisi enteral atau parenteral tergantung
pada kondisi fungsi usus pasien. Kedua rute dapat dipergunakan bersamasama tergantung toleransi pasien. Lebih penting tunjangan awal dibanding
pemilihan rute. Di Inggris sejak 15 tahun terakhir, penggunaan nutrisi
parenteral sudah mulai dikurangi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
terjadi perubahan sistim imun dan gangguan pada usus lewat jalur GALT (Gut
Associated Lymfatic System), yang merupakan stimulasi proinflamasi selama
kelaparan

usus.

Abnormalitas

sekunder

lainnya

adalah

perubahan

permeabilitas atau bahkan translokasi kuman. Kegagalan pertahanan imun


dihubungkan dengan kurangnya nutrisi enteral atau luminal. Idealnya rute
pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi dengan morbiditas

20

minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri,


dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari pasien. Meskipun
rute pemberian nutrisi secara enteral selalu dipilih dibandingkan dengan
parenteral, namun nutrisis enteral tidak selalu tersedia, dan untuk kasus
tertentu kurang dapat diandalkan atau kurang aman. Nutrisi parenteral
mungkin lebih efektif pada kasus-kasus tertentu, asal diberikan dengan cara
yang benar. Dalam perawatan terhadap penderita sakit kritis, nutrisi enteral
selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadi alternatif
berikutnya. 4-13,15,16
A. Nutrisi Oral
Jika pasien dapat makan, mereka harus didorong untuk melakukannya.
Idealnya dengan memberikan mereka makanan yang disukai dan bila perlu
membantunya. Penting untuk diketahui berapa banyak yang pasien makan
dan apakan mereka telah mendapat nutrisi yang cukup. Jika tidak, mereka
membutuhkan tambahan baik seara oral atau enteral.3
B. Nutrisi Enteral
Bila usus berfungsi maka harus digunakan, karena nutrisi enteral lebih
mudah, aman dan murah. Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih
dianjurkan daripada oral, kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana
bias terjadi resiko penetrasi ke intracranial. Pipa naso jejunal dapat
digunakan jika terjadi kelainan pengosongan lambung yang menetap
dengan pemberian obat prokinetik atau pada pankreatitis. Alternatif lain
untuk akses nutrisi enteral jangka panjang adalah dengan gastrostomi dan

21

jejunum perkutaneus. Kontra-indikasi pemakaian pipa makanan adalah


ileus, obstruksi intestinal dan perlu mengistirahatkan usus. 3,4,5,13,14,17

Gambar 1. Algoritme rute terapi nutrisi


Sumber: Mirtallo J, Assessment Tools and Guidelines. Parenteral Nutrition Therapy. New
York. McMahon.2008

Tipe formula:3,4,8,9,14
1. Polimerik. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari
whey, daging, isolate kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk
oligosakarida atau polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim
pankreas saat absorbsinya. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati
yang mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi
trigliserida rantai sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori
dari non protein seperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari total
kebutuhan kalori.

22

2. Kaya serat
Serat diberikan untuk menurunkan insiden diare. Serat dimetabolisme
oleh bakteri menjadi asam lemak rantai pendek, yang digungakan oleh
koloni untuk pengambilan air dan elektrolit. Elektrolit, vitamin dan
trace mineral ditambahkan sampai volume yang mengandung 2000
kkal.
3. Padat kalori
4. Elemental
Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun
peptide) tidaklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun
dapat membantu bila absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada
insufisiensi pancreas atau setelah kelaparan dalam jangka panjang.
5. Modular
6. immunonutrisi

Rute nutrisi enteral:3,4,8,9,14


1. Nasogastrik metode yang paling umum digunakan di intensive care.
2. Oral Tubes tidak cocok pada pasien yang sadar, meskipun demikian
harus dipertimbangkan pada pasien yang terintubasi untuk mengurangi
terjadinya sinusitis.
3. Enterostomy gastrotomi atau jejenustomi, dapat dipasang pada saat
operasi atau sebagai prosedur yang terpisah
4. Post

Pyloric

Feeding

nasojejunal

atau

jejunostomi.

Direkomendasikan untuk pasien yang risiko tinggi terjadi aspirasi,

23

yang akan menjalankan operasi mayor intra abdomen atau pasien yang
intoleran dengan gastric feeding
C. Nutrisi Parenteral
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan
nutrisi enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan
dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada
pasien ICU, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secara kontinu
dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus
dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi
parenteral total (TPN/Total Parentetal Nutrition) melalui vena sentral
adalah infeksi. 3-5,8,9,13,14,18
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:4
a) Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan
femoral.
b) Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat
infeksi.
c) Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif
d) Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
e) Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.
f) Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep
antimikroba

24

g) Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.


Nutrisi parenteral harus segera dimulai bila terjadi gagal usus. Sebelum
memulai nutrisi parenteral harus dibuat rencana kebutuhan total energi,
kebutuhan cairan harian dan proporsi kalori termasuk lemak yang akan
diberikan.
Ada 3 nutrien elemental pada larutan parenteral, antara lain:4,8,9,14
a.

Dextrose: osmolarity > 900 mOsm/l harus melalui vena sentral

b.

Asam amino

c.

Emulsi lemak

d.

Tambahan: elektrolit, vitamin, trace element

Rute pemberian dapat melalui vena perifer atau vena sentral. Nutrisi
parenteral biasanya dimulai dengan infus pelan dan kemudian infus
dinaikkan tiap 12 24 jam sampai kecepatan target tercapai. Bila infus
dihentikan maka harus secara pelan untuk menghindari hipoglikemia
karena terjadinya kenaikan insulin akibat infus parenteral.

II.5 Komplikasi Terapi Nutrisi


1.

Refeeding Syndrome
Pasien dengan malnutrisi berat atau telah mengalami kelaparan dalam
periode tertentu berisiko untuk mengalami refeeding syndrome. Gambaran
klinisnya antara lain kelemahan, gagal nafas, gagal jantung, aritmia,
kejang dan kematian3,4,8,13,14

2.

Overfeeding

25

Dapat menyebabkan uremia, hiperglikemia, hiperlipidemia, fatty liver,


hiperkapnia, dan cairan yang berlebih3,4,8,13,14
3.

Hiperglikemia
Pada pasien kritis terjadi resistensi terhadap insulin akibat respon stress.
Kejadian hiperglikemia harus merupakan target pengobatan pada tiga hari
pertama. 3,4,8,13,14

4.

Komplikasi spesifik dari nutrisi enteral, antara lain aspirasi yang


menyebabkan pneumonia, diare3,4,8,9,13,14,17

5.

Komplikasi spesifik dari nutrisi parenteral, atara lain pneumotoraks,


hematotoraks, kerusakan arteri atau saraf, infeksi, trombosis vena sentral,
erosi dinding vena atau atrium kiri, predisposisi terjadinya hepatobiliary
disease. 3,4,8,9,13,14,18

II.6 Monitor Terapi Nutrisi


Pada waktu diberikan nutrisi enteral atau parenteral, pasien harus dipantau
perubahan pada komposisi tubuh, kimia darah, gula darah, trigliserida, dan
sintesis protein8,9
1. Berat badan dan balans cairan diukur tiap hari sebagai pelengkap penilaian
keadaan hidrasi dan kondisi volume sirkulasi
2. Elektrolit (K, Na, Cl, Mg, Phosphate dan Ca), penanda fungsi ginjal
(BUN, creatinine) harus diperiksa rutin.
3. Pengobatan hiperglikemia secara intensif akan menurunkan morbiditas dan
mortalitas secara bermakna. Menjaga level glukosa darah antara 80 110
mg/dl pada semua pasien kritis, meskipun tak ada DM sebelumnya, dapat

26

menurunkan

morbiditas

dan

mortalitas

sampai

40%.

Penelitian

menunjukkan bahwa kontrol ketat gula darah pada cedera otak berat akan
menurunkan cedera neurologi sentral dan perifer.
4. Trigliserida yang meningkat dan atau yang sudah tinggi merupakan
predisposes untuk terjadi pancreatitis. Perlu berhati-hati memakai propofol
sebagai sedasi karena efek potensial menimbulkan hipertrigliseridemia.

BAB III
PENUTUP

27

Kebutuhan nutrisi pada pasien kritis tergantung dari tingkat keparahan


cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit kritis
memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya. Pada sakit
kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan
peningkatan produksi counter regulatory hormone (misalnya katekolamin,
kortisol, glukogan, GH) yang dapat menyebabkan serangkaian proses yang
mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status
metabolik dan nutrisi pasien.
Penilaian secara objektif status nutrisi pasien di ICU adalah sulit, karena
proses dari penyakit mengacaukan metode penilaian yang kita gunakan. Status
nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan beberapa metode
dalam penilaian, termasuk indiKator-indikator nutrisi, intake nutrisi, dan
pemakaian/pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis menjamin kecukupan energi
dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding seperti uremia, dehidrasi
hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma nonketotik hiperosmmolar dan hiperlipidemia. Pada pasien sakit kritis tujuan
pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan
kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan
karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang
menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi.
DAFTAR PUSTAKA
28
1.

Weissman C. Nutrition in The Intensive Care Unit. Crit Care 1999; 3: R67-R75

28

2.

Roberts SR, Kennerly DA, Keane D and George C. Nutrition Support in The
Intensive Care Unit. Adequacy, Timelines, and Outcomes. Crit Care Nurse. 2003;
23: 49-47

3.

Hugo Wellesley. Nutrition in ICU. ATOTW archive.


http://www.frca.co.uk/SectionContents.aspx?sectionid=177

4.

Wiryana M, Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis. J.Peny.Dalam, 2007;8(2): 176-185

5.

Griffiths RD, Bongers T, Nutrition Support for patient in The Intensive Care Unit.
Postgrad Med J 2005; 81.629-636

6.

Clinical Practice Guidelines for Nutrition Support in Mechanically Ventilated


Critically Ill Adult Patien. Canadian Institute of Health Research, The Canadian
Critical Care Society and The Canadian Society for Clinical Nutrition. 2003

7.

Ghanbari C. Protocols for Nutrition Support of Neuro Intensive Care Unit Patients:
A Guide for Residents. The Internet Journal of Emergency and Intensive Care
Medicine TM ISSN: 1092-4051.

8.

Suryono B, Manajemen Nutrisi pada Stroke Akut. Manajemen Komprehensif


Stroke. Cetakan pertama. Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta.2007

9.

Nutritional
Support
in
Critical
Patient.
Available
http://neuroanesthesia.info/nutrition_support_in_Critical_Patient.htm

10.

Nutritional Support: Route of Administration. Guidelines by Department of


Surgical Education, Orlando Regional Medical Center.

11.

Critical Care Nutrition. Practice Management Guidelines Vanderbilt University


Medical Center.

12.

Preiser JC. General Principles of Prescription and Management. Nutritional


Support in Intensive Care Unit (ICU) Patients.

13.

Mirtallo J, Assessment Tools and Guidelines. Parenteral Nutrition Therapy. New


York. McMahon.2008

14.

Marino Paul L. Nutrition and Metabolism. The ICU Book. 2007

15.

Campbell E. Nutritional Support in critical care: an update. Continuing Education


in Anaesthesi, Critical Care & Pain. Vo. 7(6). 2007

16.

Nutrition Support in ICU. Best Practice. Nutricia Advanced Medical Nutrition.


Summer.2008

17.

Feeding tube. Available at http://en.wikipedia.org//wiki/Feeding_tube

18.

Parenteral nutrition. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Parenteral nutrition

Available

at

at

29

You might also like