You are on page 1of 18

HEPATITIS VIRUS

Gejala serta tanda penyakit hati yang tersering adalah ikterus dan
hepatomegali. Ikterus atau warna kuning pada kulit atau sklera, hampir selalu
dihubungkan dengan hepatitis. Padahal arti hepatitis sebenarnya hanyalah
inflamasi sel hati yang digambarkan dengan peningkatan enzim aminotransferase
akibat berbagai keadaan. Penyebab tersebut di antaranya adalah infeksi oleb
berbagai macam virus, yang tidak selalu disertai ikterus. Warna kuning pada kuht,
sklera dan membran mukosa pada hepatitis terjadi akibat peningkatan kedua jenis
bilirubin (indirek dan direk). Bilirubin indirek meningkat karena proses hemolisis
yang terjadi pada keadaan infeksi, dan gangguan ambilan serta proses konjugasi
bilirubin indirek akibat kerusakan sel hati. Bilirubin direk meningkat pula akibat
gangguan transportasi bilirubin yang sudah dikonjugasi.1
Berbagai penyakit yang dapar menimbulkan ikterus pada anak besar dapar
dilihat pada Tabel 1.2 Hepatitis terutama akibat virus, adalah penyakit hati
tersering pada anak besar. Walaupun telah dikenal hepatitis virus A sampat G,
yang terutama menimbulkan masalah adalah hepatitis virus A, B, dan C. Berikut
ini akan dibahas hepatitis virus A, B, dan C terutama mengenai diagnosis serta tata
laksananya termasuk hubungannya dengan gejala kuning.
Hepatitis virus A
Hepatitis virus A (HVA) dijumpam hampir di seluruh dunia secara endemis,
epidemis maupun sporadis. Asia Tenggara adalah salah satu daerah endemis.
Sebagian besar HVA merupakan infeksi yang asimptomatis, dengan hanya < 5%
dan yang terinleksi yang dapat dikenal secara klinis. 4 Pada anak balita, seringkali
HVA ini simptomatis, subklinis dan anikterik hingga tidak dikenali, tetapi dapat
menjadi sumber penularan untuk orang sekitarnya.
Tabel 1. Berbagai penyakit yang menyebabkan ikterus pada anak 2

Pada yang simptomatis, angka kejadian yang paling tinggi adalah pada golongan
usia 5-14 tahun. Masalah HVA terutama ditemukan di negara berkembang dengan
sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang masih buruk termasuk
Indonesia, karena penularan HVA ini terutama melalui jalur fekal ora1. 5,6 Hepatitis
virus A menempati proporsi yang terbanyak dan hepatitis akut pada anak yang
dirawat (sampai 55%), maupun yang berobat jalan (data Divisi Gastro-Hepatologi
IKA/RSCM).
Di Indonesia, pola HVA tidak dapat ditetapkan secara seragam, karena
Indonesia adalah negara yang terdiri dan ribuan pulau dengan keadaan sosial
ekonomi yang sangat beragam. Indonesia dikategorikan sebagai daerah endemis
sedang. Di daerah endemis sedang ini dapat terjadi outbreak seperti yang terjadi di
SMP 259 Jakarta Timur pada tahun 2003, dengan angka kejadian 38,5% dari 1157
inunid yang berumur 12 16 tahun.7 Pada penelitian terbatas di Jakarta pada
tahun 1996 terhadap 58 anak yang berumur 6-8 tahun, dengan keadaan sosial
ekonomi menengah atas, anti virus hepatitis A (VHA) hanya didapatkan pada
seorang anak (1,7%).8 Jadi kelompok sosial-ekonomi ini adalah kelompok yang
rentan terhadap infeksi hingga rmerupakan populasi yang dianjurkan untuk
divaksinasi. Di negara maju, terdapat pula kelompok masyarakat yang berisiko
untuk tertular VHA ini, diantaranya pelancong yang bepergian ke negara
berkembang yang endemis. 9
Virus hepatitis A adalah virus RNA yang tahan panas, asam dan ether.
Virus ini bersifat sitopatik sehingga berperan dalam proses terjadinya penyakit,
serta menerangkan keadaan tidak adanya karier atau viremia yang menetap. 5,10
Proses imunologis dalam penghancuran sel hati yang sakit, berperan pula pada
HVA ini. Virus hepatitis A yang tahan asam ini dapat melalui lambung, lalu
sampai di usus halus, bereplikasi terutama di hati, dan selanjutnya melalui
kanalikulus biliaris dikeluarkan ke dalam usus bersama empedu. 11 Oleh karena itu
jalur fekal-oral merupakan jalur transmisi utama VHA, akibat kontak erat antar
individu. Virus dapat bertahan lama dalam tinja yang dengan pemeriksaan PCR,
RNA-VHA masih dapat dideteksi sampai 3-6 bulan, walaupun aminotransferase
sudah normal. Makanan dan air merupakan bahan untuk transmisi yang banyak
dilaporkan, dan menimbulkan wabah HVA sehingga disebut sebagai food atau
water borne disease. 12 Walaupun HVA ini dapat sembuh sendiri dan tidak
mengakibatkan kronisitas atau keganasan, tetapi untuk penyembuhannya
memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga berdampak pada produktivitas
individu, biaya yang harus dikeluarkan, dan pada anak usia sekolah akan
mempengaruhi pelajarannya.
Gambaran klinis
Gambaran klinis HVA dapat sangat beragam, berupa bentuk yang asimptomatis
atau simptomatis yang mungkin anikterik atau ikterik dan biasanya pada anak
lebih ringan serta lebih singkat dibandingkan dengan dewasa. 10 Pada anak yang
terinfeksi biasanya asimptomatis sebanyak 60%-90% pada anak yang berusia
kurang dan 6 tahun, 50-60% pada usia 6-14 tahun dan 20-3O% pada anak berusia
lebih dari 14 tahun.9,12 Pada usia dewasa, hanya 3-25% yang asimptomatis dan 4070% dan yang simptomatis disertai ikterik. Perkiraan kasus anikterik dan ikterik
pada anak adalah 12:1. 13 Bentuk yang asimptomatis, hanya dapat dikenali dari

peningkatan aminotransferase atau pemeriksaan serologi, tanpa keluhan serta


kelainan fisis lain. 14
Pada yang simptomatis gejala yang muncul adalah lesu, lelah, anoreksia,
nausea, muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan atas abdomen, demam
(biasanya <39C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge,
sakit tengorokan dan batuk.14 Pada masa ini urin berwarna gelap tinja lebih pucat,
dan aminotransferase meningkat. Dalam masa prodromal mi, mungkin hanya
ditemukan hepatomegali ringan yang nyeri tekan pada 70% kasus dan
splenomegali pada 5-20% penderita.15 Pada fase ikterik, gejala menjadi berkurang,
mungkin terdapat pruritus. Pada penelitsan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM, dan 92 penderita HVA yang dirawat yang sebagian besar berumur
5-10 tahun, gejala demam (89%), ikterus (89%) serta urin
yang berwarna gelap (88%) merupakan gejala utama penderita.16 Persentase
berbagai gejala klinis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Nausea, muntah
dan diare lebih banyak pada anak, sementara mialgia, artralgia, lelah/lemah dan
ikterus
lebih
banyak
pada
dewasa.
Aminotransferase
(alanin
aminotransferase/ALT dan aspartat aminotransferase /AST) serum meningkat
mencapai puncaknya dalam waktu 1 minggu sesudah gejala klinis timbul, lalu
berkurang sebanyak 60-70 persen perminggu, dan menjadi normal dalam waktu 12 minggu berikutnya. Nilai tertinggi dapat mencapai 10-100 kali nilai batas atas
nilai normal. Bilirubin serum meningkat, dan mencapai puncaknya pada 1-8 hari
sesudah nilai puncak aminotransferase serum.11 Pada kasus yang tipikal, gangguan
fungsi sintesis hati sangat minimal. Skema perjalanan penyakit dan hubungannya
dengan gambaran nilai ALT bilirubin serta serologi HVA dapat dilihat pada
Gambar 1.17
Pada fase penyembuhan, ikterus menghilang bertahap, dan 85% sudah
menghilang dalam 2 minggu.14 Bilirubin serum dan aminotransferase akan
menurun dan mencapai nilai normal dalam waktu 4-6 minggu pada sebagian besar
penderita. Pada beberapa penderita, peningkatan yang ringan mungkin menetap
sampai beberapa bulan.11 Penyembuhan secara klinis dan biokimia biasanya
terjadi dalam 6 bulan.17 Lemah dan lesu mungkin menetap sampai beberapa bulan
(post-hepatitis syndrome). 10 Masa infeksius pada sebagian besar penderita adalah
2-3 minggu sebelum, sampai 8-19 hari sesudah timbul ikterus. 18

Mortalitas HVA simptomatis hanya 0,10,4% dan sangat tergantung dri


umur yaitu meningkat pada usia> 50 tahun dan < 5 tahun, atau bila ada
komplikasi fulminan.4 Di RSCM, didapatkan mortalitas hepatitis A sebanyak 1,1%
akibat komplikasi fulminan.16
Komplikasi hepatitis fulminan merupakan komplikasi paling berat yang
terjadi pada 0, 1%--35% dan kasus yang dirawat di rumah sakit, bahkan sampai
05% dan kasus yang ikterik pada epidemi, 5 dan meningkat pula pada penderita
penyakit hati kronis terrnasuk HVB dan HVC kronis. Di negara berkembang,
angka ini cukup tinggi, sampai 10,78%.19 Gejala utamanya berupa gejala edema
serebral, perdarahan gastrointestinal akibat koagulopati, sepsis, dan hipoglikemia
berat. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan prothrombin time yang
memanjang, albumin serum menurun, hipoglikemia, amonia serum meningkat dan
alkalosis respiratorik. Pada keadaan mi, jaringan hati memperlihatkan nekrosis
masif dengan reaksi inflamasi difus.
Komplikasi lainnya tetapi jarang pada anak adalah hepatitis kolestatik
(prolonged cholestasis), dan biasanya terjadi pada pendenita dewasa sebanyak
10% - 15% dan kasus yang simptomatis. Masa kolestasis mi dapat berlangsung
sampai 12-18 minggu, tetapi biasanya sembuh sempuma.20
Relaps biasanya terjadi pada penderita hepatitis berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan timbul sesudah 2-8 minggu setelah perbaikan
klinis. 14 Angka kejadiannya bervariasi dari 3,8-20%, dan dapat terjadi beberapa
kali relaps serta berlangsung sampai beberapa bulan. 17 Walaupun relaps ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan tetapi dapat sembuh sempurna.14
Diagnosis laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal, bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa
gejala klinis yang terjadi adalah akibat inflamasi sel hati yaitu pemeriksaan
bilirubin direk dan bilirubin total, alanin aminotransferase (ALT/SOPT) aspartat
aminotransferase (AST/SOOT) dan alkali fosfatase. Aminotransferase adalah

petanda yangg sensitif untuk kerusakan sel hati dan biasanya mencapai nilai
tertinggi pada saat penderita mencari pertolongan dokter. Nilainya berkisar antara
50-2000 IU/mL dan pada beberapa kasus dapat > 20.000 IU/mL, tetapi tidak
berkorelasi dengan prognosisnya. Alkali fosfatase agak meningkat, tetapi sangat
meningkat pada tipe kolestasis.21
Untuk mencari penyebab inflamasi diperlukan deteksi komponen atau
partikel virus hepatitis A (HAV.RNA) atan respons antibodi spesifik (peningkatan
antibodi atau terdeteksinya IgM anti-VHA / IgA anti-VHA).22 Imunoglobulin yang
terbentuk pada fase akut yaitu pada masa antara mulai timbulnya gejala dan
puncak ikterus adalah 1gM anti-VHA yang merupakan standar baku untuk
diagnosis karena mempunyat nilai spesifisitas yang tinggi dan secara teknis
mudah diidentifikas. 21,22 IgM Anti VHA menetap sampai 3-6 bulan sesudah
timbulnya gejala, dan tidak dapat dideteksi lagi pada 50% penderita sesudah 4-5
bulan dan pada 75% penderita sesudah 6 bulan. Pada fase penyembuhan terbentuk
IgG anti-VHA yang dapat menetap sampai bertahun-tahun, dan merupakan
petanda imunitas serta resisten terhadap reinfeksi dan memberikan perlindungan
seumur hidup.10,18
Tata laksana
Tata taksana kuratif
Tidak ada medikamentosa khusus berupa antivirus untuk penderita HVA ini. 11
Terapi hanya simptomatis dan suportif, termasuk memantau perjalanan penyakit
untuk mengantisipasi timbulnya komplikasi. Tirah baring dianjurkan untuk
penderita dalam stadium akut dan yang berat dengan peningkatan kadar bilirubin
serta pemanjangan masa protrombin lebih dari 3 detik. Pembatasan aktifitas fisik
yang kompetitif bila kadar aminotransferase serum lebih dari 3 kali batas atas nilai
normal. Rawat inap dianjurkan bila penderita mengalami anoreksia dan muntah
hebat, dehidrsi, gangguan tingkah laku atau penurunan kesadaran akibat
ensefalopati hepatik (hepatitis fulminan) atau pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan nilai bilirubin > 15 20 mg/dl, nilai aminotransferase > 10 X batas atas
nilai normal, pemanjangan masa protrombin dan menetapnya hiperbilirubin
selama 2-3 minggu.18 Upaya suportif lainnya adalah diet rendah lemak dan
pemberian lemak nabati bila pasien merasa mual, dan bila perlu dapat diberikan
metoklopramid atau fenotiazin dosis rendah sebagai antiemetik selama fase akut,
dan semua obar yang bersifat hepatotoksik terutama golongan narkotik, analgesik
dan tranquilizers harus dihindari.5,18
Tata laksana preventif
Upaya preventif umum, mencakup upaya perbaikan sanitasi dan higiene yang
tampak sederhana tetapi sangat efektif dalam memotong rantai penularan.
Perbaikan higiene makanan dan minuman dilakukan dengan memasak air
dan makanan hingga mendidih,karena sifat VHA yang tahan panas tetapi menjadi
inaktif pada suhu 85C, serta mengupas kulit buah dan mencuci makanan yang
tidak dimasak.9,11 Harus dihindari pula kontaminasi oleh serangga.15 Juga
disarankan unnuk mencuci alat makan yang dipakai oleh pasien dengan air panas
atau sodium hipoklorit 1:100 atau forrnalin atau klorin 1 mg/L selama 30 menit.

Perbaikan higiene serta sanitasi lingkungan dan pribadi termasuk


perbaikan lingkungan perumahan, sistem pembuangan sampah, sistem limbah
tinja, kualitas air minum dan aspek higiene lingkungan lainnya secara
keseluruhan. Demikian juga dengan mencuci tangan (sesudah defekasi, sebelum
makan atau menyiapkan makanan, sesudah rnengganti popok/celana), harus
dilakukan, dengan cermat.
Isolasi anak untuk mencegah transmisi kontak erat antar individu
dilakukan dengan melarang anak datang ke sekolah atau tempat penitipan anak
sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. 23 Upaya ini umumnya tidak
banyak menolong, karena saat diagnosis ditegakkan, penularan penyakit mungkin
sudah tetjadi.
Upaya preventif khusus
Imunisasi pasif menggunakan Nortal Human Immune Globulin (NHIG) bertujuan
untuk memberikan antibodi spesifik, yang dapar diberikan pra maupun pascapaparan, agar tidak timbul penyakit secara klinis maupun subklinis. Kadar
tertinggi antibodi akan tercapai dalam 48-72 jam setelah pemberian intramuskuler.
Waktu paruhnya biasanya 3-4 minggu. Pemberian pra-paparan terutama ditujukan
bagi populasi yang tidak memiliki anti-VHA (biasanya penduduk di daenah
dengan prevalens rendah/ sangat rendah yang akan bepergian ke daerah endemis).
Untuk yang berumur 1 tahun, pemberian vaksin lebih dianjurkan, tetapi NHIG
merupakan alternatif lain yang masih dapat diterima. Faktor yang menjadi
pertimbangan dalam memilih imunisasi aktif atau pasif antara lain jangka waktu
sebelum berangkat lama tinggal, kemungkinan terulangnya paparan untuk waktu
selanjutnya, dan biaya serta ketersediaan NHIG/ vaksin HVA. Immunoglobulin
bersifat protektif menangkal HVA segera sesudah diberikan, sementara vaksin
HVA memenlukan waktu 24 minggu. Oleh karena itu pemberian NHIG dapat
bersamaan dengan vaksinasi HVA dosis pertama untuk mendapatkan
kesinambungan proteksi.
Pernberian pasca paparan ditujukan untuk individu yang kontak erat
dengan pendenita HVA, (serumah, kontak seksual, termasuk anak-anak dan staf
di tempat penitipan anak) atau pada waktu epidemi.9,12,24 Pemberian NHIG pasca
paparar ini 85 % efektif untuk mencegah HVA yang simptomatis atau
meringankan gejala penyakit bila diberikan dalam 2 minggu sesudah terpapar.
Mekanisme kerjanya tidak jelas tetapi diperkirakan dapat mencegah viremia
sekunder. Pemberian sesudah 2 minggu kurang efektif karena sudah terjadi
viremia. Pernberian NHIG rutin tidak perlu untuk kontak di sekolah atau tempat
bekerja. Mekanisme kerja NHIG pra-paparan adalah dengan mencegah perlekatan
virus pada hepatosit, menyebabkari agregasi dan mengurangi infektivitas VHA,
atau mencegah pelepasan selubung virus yang merupakan tahap awal invasi dan
replikasi virus.25,26 Rekomendasi dosis NHIG pra-paparan dan pasca paparan dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. 24

Imunisasi aktif selain memberi perlindungan terhadap infeksi VHA serta


komplikasinya, juga berdampak positif terhadap lingkungan karena memutuskan
rantai penyebaran infeksi, mencegah terjadinya epidemi, dan mengontrol penyakit
di daerah dengan epidemi berulang. 923 Beberapa jenis vaksin hepatitis A yang
tersedia di Indonesia (Havrix 720 EL U dan Glaxo-Smith Kline Beecham, Avaxim
160 AU dan 80 AU dan Aventis Pasteur Meurieux) berisi virus inaktivasi.
Immunogenisitasnya sangat tinggi sesudah pernberian 2 dosis dengan jarak yang
dianjurkan. Titer protektif antibodi telah terbentuk pada 95100% individu
sesudah pemberian vaksin dosis pertama. 242725 Titer antibodi yang terbentuk
sesudah imunisasi ini, 10100 X lebih rendah dan titer antibodi yang terbentuk
sesudah infeksi.14 Lamanya imunitas yang ditimbulkan secara kinetik diperkirakan
dapat bertahan setidaknya selama 15-20 tahun.

Efektivitas proteksinya dalam mencegah hepatitis yang simptomatis dapat


mencapai 94-100%,24 dan pada waktu outbreak dapat mengurangi kasus yang
simptomatis. Jadwal dan dosis vaksin HVA tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Vaksin tersebut dapat saling dipertukarkan dalam pemakaiannya dengan
imunogenisitas yang tetap tinggi. Kebijakan awal (1996) Advisory Committee on
Immunization Practices (AC1P) yang hanya rnernberikan vaksinasi pada mereka
yang akan berkunjung ari daerah non-endemis ke daerah endemis, dan populasi
yang berisiko untuk tertular VHA ini tidak menurunkan angka kejadian
keseluruhan HVA. Oleh karena itu pada tahun 1998, rekomendasi tersebut diubah
menjadi pemberian vaksinasi HVA rutin di daerah endemis (prevalens HVA
tinggi), dengan sasaran utamanya semua anak yang berusia 2 tahun yang

kemudian diubah menjadi > 1 tahun, karena mereka rnerupakan sumber penularan
dan antibodi pasif dari ibu umumnya sudah menghilang. Sasaran populasi lainnya
yang dianjurkan untuk divaksinasi RVA adalah penderita penyakit hati kronis
karena risiko terjadinya hepatitis fulminan tinggi bila kelonipok populasi ini
terinfeksi VHA. Implementasi rekomendasi terakhir vaksinasi sesuai dengan yang
dianjurkan ACIP ini dapat menurunkan kejadian HVA. Di Amerika Serikat kasus
yang dilaporkan menurun drastis dan 26.000 kasus/tahun sebelum era vaksinasi,
menjadi 5683 kasus pada tahun 2004 dan distribusi umur bergeser ke umur yang
lebih tua.24
Pemeriksaan serologi pra-vaksinasi tidak dianjurkan untuk anak tetapi
pada dewasa dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa prevalens imunitas
pada umur tersebut masih rendah dan biaya vaksin yang lebih mahal jika
dibandingikan dengant biaya pemeriksaan serologis.
Kejadian ikutan pasca-vaksinasi, ringan termasuk sakit ditempat suntikan
dan mungkin terjadi indurasi (jarang). Lebih banyak terjadi pada dewasa dan
berkurang pada pemberian dosis kedua.

Hepatitis virus B
Hepatitis virus B (HVB) merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, terutama
di Asia Tenggara dan paling sedikit te[ah menginfeksi secara kronis 50 juta orang
dengan angka kematian sebanyak 250.000 /tahun.34 Penderita HVB kronis ini
merupakan sumber penularan utama.
Penyebab HVB adalah virus DNA (partikel Dane) yang bersifat
hepatotropik. Virus ini hanya 1 serotipe tetapi ada 7 genotipe (A-C) yang
berhubungan dengan beratnya penyakit serta responsnya terhadap pengobatan.
Transmisi HVB terutarna melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang
terdiri dari transmisi vertikal (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal terjadi
dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnnya terjadi karena kontak erat
antar anggota keluarga/individu. Transmisi perinata dari ibu yang terinfeksi virus
hepatitis B (VHB) ke bayi adalah salah satu cara transmisi yang paling serius
karena bayi yang lahir akan memiliki risiko tertinggi untuk menjadi hepatitis B
kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau karsinoma hepatoselular. Transmisi
vertikal ini dapat terjadi intrauterin (pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah
lahir (pasca-natal). Transmisi intrauterin sangat jarang, hanya terjadi pada < 2 %
dan seluruh kejadian transmisi perinatal. Besarnya risiko transmisi vertikal ini
sangatditentukan oleh status serologis ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif,
maka risiko transmisi vertikal sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara
bila hanya HBsAg yang positif risiko transmisi vertikal tersebut lebih rendah yaitu

10-67%.36 Bila AntiHBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis


fulminan pada bayi, walaupun jarang terjadi.37
Prevalens HBsAg positif di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 320%, dengan rerata 5-10% dan umumnya prevalens di luar Jawa lebih tinggi. 38
Angka prevalens HVB yang tinggi ini terjadi karena sebagian besar diduga sudah
terinfeksi sejak usia dini melalui transmisi vertikal.
Berbeda dengan dewasa, HVB yang terjadi pada masa bayi dan anak
seringkali tidak dikenali karena urnumnya asimtomatis. Risiko untuk menjadi
kronis berbanding terbalik dengan usia saat pertama kali mendapat infeksi
tersebut. Bila terinfeksi sebelum usia 1 tahun, risiko kronisitas dapat mencapai
90%, pada usia 2-5 tahun menurun menjadi 50%, dan bila terinfeksi pada usia
lebih dari 5 tahun risiko menjadi kronis rnenurun hebat menjadi 5-10%. Risiko
untuk berkembang menjadi sirosis hepatis atau karsinoma hepatoseluler pada
kasus kronik mi adalah 25-30%

Gambaran kIinis
Infeksi akut
Gejala HVB akut pada anak sangat jarang dijumpai tergantung umur saat terkena
infeksi, yaitu kurang dari 5% pada bayi dan 5-15% pada usia 1-5 tahun,
sedangkan pada anak besar dan dewasa adalah 33-50%. 4 Gejala infeksi yang
terjadi umumnya sama dengan HVA, hanya masa inkubasinya yang berbeda yaitu
antara 28-180 hari (rerata 80 hari). Mungkin terdapat manifestasi ekstrahepatik
yang diperantarai oleh proses imunologik misalnya poliartritis migrans,
angioedema atau rash makulopapular/ urtikaria. Gejala umumnya menetap selama
1-2 bulan. Biasanya infeksi akut ini jarang bermanifestasi berat. Makin berat
gejalanya, makin kecil kemungkinannya untuk berlanjut menjadi kronis.
Komplikasinya adalah bentuk fulminan atau hepatitis kronis.43

Infeksi kronis
Hepatitis virus B kronis umumnya tidak menimbulkan gejala, atau hanya
anoreksia atau 1esu. Gejala klinis menjadi lebih jelas bila sudah terjadi sirosis (35% kasus) dan hipertensi portal atau karsinoma hepatoselular. Risiko kronisitas ini
mencapal 80-90 % bila terinfeksi perinatal. Risiko menjadi sirosis kecil bila nilai
aminotransferasenya normal. Faktor risiko untuk terjadinya karsinoma
hepatoseluler adalah serokonversi HBeAg lebih awal dan atau sirosis. Manifestasi
ekstrahepatik yang dilaporkan akibat kompleks imun yang beredar diantaranya
adalah poliarteritis nodosa dan glomerulonefnitis.

Diagnosis laboratorium
Pada infeksi akut, petanda virus yang muncul pertama kali adalah HBsAg, yang
timbul beberapa minggu atau bulan setelah terpapar dengan VHB. Petanda ini
menghilang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang diikuti dengan
terbentuknya Anti-HBs. Periode antara menghilangaya HBsAg dan timbulnya
Anti-HBs disebut window period. Pada periode ini hanya IgM Anti-HBc yang
terdeteksi dan merupakan pertanda spesifik untuk menegakkan diagnosis HVB.
IgM Anti-HBc merupakan antibodi pertama yang timbul setelah infeksi, yang
selanjutnya akan menghilang dan digantikan oleh IgG Anti-HBc yang menetap.
Antigen e (HBeAg) umumnya timbul pada fase akut dan merupakan petanda

keadaan yang sangat infeksius. HBV-DNA juga dapat dideteksi di dalam darah
pada periode ini.35,40 Pemeriksaan HBeAg dan HBV-DNA ini hanya dilakukan
untuk rnemilih kandidat yang akan mendapat terapi antiviral pada hepatitis B
kronis dan untuk memonitor respons terapi.24 Diagnosis hepatitis B kronis dibuat
berdasarkan menetapnya HBsAg selama 6 hulan (Tabel 5).4,24,35 Skema gambaran
klinis dan serologis HVB akut dan kronis dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.35

Tatalaksana HVB akut don kronis


Kuratif
Seperti halnya HVA, tatalaksana HVB akut tidak membutuhkan terapi anti- viral
dan prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan berisitirahat cukup pada periode
simptomatis. Hepatitis B irnunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif. 24
Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan
akibat eksaserbasi akut HVB.
Pada HVB kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi
dengan menjadi nomalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus
dengan terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya
HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi
HBsAg menjadi antiHBs, sehingga sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat
dicegah.
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of
the Liver), anak dengan HVB dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral
bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dan 6 bulan,
terdapat replikasi aktif (HBeAg dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsi
hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan
hati. Interferon dan lamivudin telah disetujui untuk digunakan pada terapi
hepatitis B kronis. Bila hanya memakai interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan
3X/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya
digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama 1 tahun atau
paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HBeAg menjadi Anti-HBe.35,40
Faktor yang berpengaruh pada respons pengobatan adalah faktor genetik,
adanya strain mutan, transmisj vertikal, lamanya infeksi dan nilai transaminase
basal. Faktor lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.21

Preventif
Tujuan utama program preventif HVB adalah menurunkan angka kronisitas, dan
mencegah infeksi akut HVB. Ini dapat dicapai dengan memotong rantai
transmisinya sejak dini dengan memberikari vaksinasi secara universal, pada
semua bayi, pertama kali sebelum usia 12 jam, kedua pada usia 1-2 bulan, dan
dosis ketiga pada usia 6 bulan tanpa memandang status serologis ibunya. Dosis
ketiga sebaiknya diberikan dengan jarak 8 minggu dari dosis kedua dan tidak
boleh diberikan sebelum berusia 24 minggu (Tabel 7)24 Bila diketahui bahwa bayi
tersebut lahir dari ibu dengan HBsAg positif maka selain vaksin juga diberikan
immunoglobulin hepatitis B pada 12 jam pertama. Bila bayi lahir prematur atau
bayi lahir dengan berat badan kurang dan 2000 g, dan ibu diketahui HBsAg
negatif, vaksinasi dapat ditunda sampai bavi berusia 2 bulan atau berat badan
2000 g, selanjunya 1 bulan kemudian dan 6 bulan dari pemberian pertama. Bila
bayi tersebut lahir dan ibu dengan HBsAg positif, selain diberikan imunog1obulin
hepatitis B, bayi diberi pula vaksin dosis pertama pada usia kurang dari 12 jam
(dianggap dosis 0) selanjutnya diberikan pada bayi berusia 2 bulan atau berat
mencapi 2000 g (dianggap dosis pertama) dilanjutkan 1 bulan kemudian dan 6
bulan setelah dosis pertama. Pasien dan ibu dengan karier hepatitis B dianjurkan
untuk memeriksa HBsAg dan AntiHBs 3 bulan setelah pemberian vaksin ketiga
saat pengaruh imunoglobulin sudah tidak ada, untuk mengetahui transmisi VHB
yang mungkin masih terjadi dan timbulnya antibodi setelah pemberian vaksinasi.
Bila HBsg negatif dan Anti-HBS positif > 10 mIU/mL, lakukan pemeriksaan yang
sama pada usia 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Bila HBsAg negatif dan antiHBs <
10 mTU/mL maka imunisasi diulang sebanyak 3 kali dengan jarak 2 bulan dan
dicek kembali.24

Pemeriksaan HBsAg dan antiHBs pada bayi dan ibu HBsAg (-) tidak perlu
dilakukan. Rekomendasi tatalaksana untuk individu yang terpapar perkutan dan
sumber yang mungkin terinfeksi HVB dapat pula dilihat pada Tabel 8. 2
Keberhasilan program vaksinasi masal ini dapat menurunkan angka karier HVB di
Taiwan dergan penurunan yang drastis dari 18% sebelum vaksinasi menjadi < 1 %
sesudah era vaksinasi.46
Upaya pencegahan umum terhadap HVB yang seyogyanya dilakukan pula
adalah melakukan uji tapis donor darah terhadap VHB, sterilisasi alat operasi, alat
suntik, peralatan gigi, penggunaan sarung tangan oleh tenaga rnedis, dan
mencegah kemungkinan teradinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat
masuknya virus seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukut rambut pribadi.
Untuk mencegah transmisi vertikal, semua ibu hamil terutama yang berisiko
terinfeksi HVB sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa (uji tapis) terhadap VHB.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada awal dan trimester ketiga kehamilan 24.
Pada Tabel 9 dapat diihat rekomendasi umur dan jarak pemberian vaksin Hepatitis
A dan hepatitis B.24

Hepatitis virus C
Istilah hepatitis non-A non B telah dikenal sejak 1974 tetapi penyebabnya baru
dapat diidcntifikasi pada tahun 1989. Virus yang kemudian dikenal sebagai virus
hepatitis C (VHC) merupakan virus RNA dengan rantai tunggal berselubung, dan
bersifat sitopatik dan merusak sel hati melalui mekanisme imuniologis. 40 Berbeda
dengan penderita dewasa, pola epidemiologi, riwayat perjalanan penyakit dan
terapi infeksi VHC pada anak belum begitu jelas.
Anak terinfeksi VHC umumnya akibat transfusi darah yang
terkontarninasi VHC. Seroprevalens anti-HCV pada penderita thalasernia 60-65%,
hemofilia 59-95%, leukemia 52-72% dan yang menjalani hemodialisis antara
10%-20%.24 Sejak dilakukannya uji tapis darah donor, angka seroprevalens
hepatitis C menurun drastis.
Cara infeksi lain adalah melalui, transmisi vertikal dan sporadis yang tidak
diketahui sumbernya. Transmisi vertikal terjadi pada 5-9% bila ibu HCV-RNA
positif.40 Angka ini sangat rendah bila dibandingkan dengan transmisi vertikal
pada hepatitis B atau HIV. Transmisi vertikal selain dipengaruhi oleh tingginya
viremia pada ibu hamil jugadipengaruhi oleh terdapatnya ko-infeksi HIV. Salah
satu penelitian melaporkan transmisi vertikal sebanyak 22,1% bila ibu juga
menderita HIV, dibandingkan dengan 4,3% bila tanpa HIV.47

Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita HVC sangat heterogen, tergantung dan cara transmisi,
Lamanya terinfeksi, fenotipe, tingkat viremia, penyakit dasarnya, ko-infeksi
dengan hepatitis B/HIV dan status imun pejamu.40 Masa inkubasi HVC, antara 2
minggu - 6 bulan (rerata 6-7 minggu) dan viremia timbul dalarn 1-2 minggu
sesudah terpapar. Perjalanan penyakit HVC akut pada anak umumnya
asimptomatis atau ringan. Mungkin terdapat gejala tidak spesifik seperti malaise,
anoreksia atau ikterus ringan. Ikterus hanya diternukan pada <20% pasien.
Kelainan fungsi hati yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan HVB. lnfeksi
menjadi persisten pada 50-60% kasus dan umumnya infeksi kronik ini juga
asimptomatik dengan kadar ALT normal atau sedikit meninggi.4
Pada anak, kemungkinan menjadi penyakit hati dekompensasi (sirosis dengan
hipertensi portal) sangat jarang. Demikian pula dengan karsinoma hepatoseluler
primer hanya dilaporkan pada penderita dewasa.

Diagnosis
Untuk diagnosis laboratorium HVC terdapat 2 jenis pemeriksaan yaitu IgG AntiHCV dan HCV-RNA. Anti-HCV generasi terakhir memiliki sensitivitas sebanyak
paling sedikit 97% dan spesifisitas lebih dari 99%. Anti-HCV sudah terdeteksi
pada 80% pasien dalam waktu 15 minggu sejak terpapar atau 5-6 minggu sejak
awitan hepatitis. Anti-HCV yang didapat dan ibu penderita HVC masih dapat
dideteksi pada bayi sampai berumur 18 bulan.14
HCV-RNA sudah dapat dideteksi dalam plasma 1-2 minggu sesudah
terpapar dan beberapa minggu sebelum aminotransferase meningkat atau antiHCV terdeteksi. Tes ini diperlukan untuk mendeteksi VHC pada bayi yang lahir
dari ibu penderita VHC, karena pemeriksaan Anti-HCV yang positif pada bayi
mungkin berasal dan ibu. Sensitivitas tes ini diperkirakan 22% pada bayi umur < 1
bulan dan menjadi > 97% sesudahnya. Rekomendasi praktis untuk mengetahui
transmisi vertikal ii adalah menunda pemeriksaan HCV-RNA ini sampai umur 8
minggu.49 Tes ini juga bermanfaat digunakan pada pasien imunokompromais
karena mungkin terganggu kemampuannya untuk memproduksi Anti-HCV. Pada
pasien yang dengan viremia aktif, pemeriksaan RNA-VHC kuantitatif juga sangat
penting untuk menentukan pasien yang cocok untuk diterapi, untuk memonitor
respon terapi serta indikator prognostik.24 Skema gambaran klinis dan serologis
VHC akut dan kronik dapat dilihat pada Gambar 4 dan 55 Algoritme rekomendasi
praktis untuk mendiagnosis transmisi vertikal HVC dapat dilihat pada Gambar 6.
49

Tata laksana
Kuratif
Sejauh ini belum terdapat patokan yang jelas dalam terapi antiviral VHC pada
anak. Interferon -26 dan ribavirin telah disepakati oleh Food and drug
Administration Amerika Serikat untuk digunakan pada penderita VHC berusia 317 tahun.

Kombinasi interferon (3 MIU/m2, subkutan 3 kali seminggu) dan ribavirin


(15 mg/kg BB, oral dalam 2 dosis) terbukti aman dan efektif serta mendapatkan
respons virologis sebesar 46%. Keberhasilan terapi tergantung dan genotipe virus
(genotipe 1 sekitar 36%, genotipe 2 dan 3 sekitar 84%), rendahnya kadar HCVRNA sebelum terapi, dan tidak adanya sirosis. 50 Penelitian menggunakan
pegilated interferon dan ribavirin pada 41 anak menghasilkan HCV-RNA pada
rerata 61% kasus pada akhir pengobatan (genotip 2 dan 3 sebanyak 100%, genotip

1 sebanyak 53%). Reaksi simpang yang paling banyak terjadi adalah flu-like
illness (82%) dan leukopenia (75%).51

Preventif
Uji tapis diperlukan untuk anak dengan risiko terinfeksi VHC seperti anak yang
mendapat tranfusi darah, atau mendapat transplantasi organ. Bayi yang lahir dan
ibu dengan HVC dan rernaja yang menggunakan narkoba suntik memerlukan uji
tapis. Bayi adopsi belum direkomendasikan untuk menjalani uji tapis kecuali bila
ibu kandungnya diketahui menggunakan narkoba suntik.
Anak dengan dugaan HVC kronis memerlukan pemeriksaan awal lengkap
dan berkala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
termasuk pemeriksaan darah tepi lengkap, tes fungsi hati, dan pemeriksaari
koagulasi. Pemeriksaan lain yang perlu pula dilakukan adalah pemeriksaan untuk
menilai faktor risiko infeksi dan mendeteksi adanya penyakit hati dan
kemungkinan sekuele. Penting pula untuk memberikan informasi mengenai HVC
pada saat diagnosis ditegakkan. 24

Kesimpulan
Ikterus pada hepatitis terjadi akibat gangguan transportasi serta konjugasi
biliruhin karena kerusakan sel hati yang ditandai oleh peningkatan bi[irubin direk
dan indirek. Umumnya disebabkan oleh HVA yang simptomatik pada anak yang
lebih besar. Selain ikterik juga ditemukan pula gejala sistemis infeksi virus pada
hati, yaitu demam, anoreksia, lemah, mual, muntah, nyeri tekan abdomen kanan
atas dan hepatomegali. Hepatitis virus B dan C pada anak lebih jarang
menimbulkan ikterus.
Diagnosis hepatitis virus ditegakkan dengan pemeriksaan serologis IgM
anti-HAV untuk HVA, HBsAg serta 1gM anti-HBc uncuk HVB akut, HBsAg
yang menetap selama > 6 bulart, IgG anti-HBc, dengan/tanpa HBeAg atau
dengan/tanpa anti-HBe untuk VHB kronik; anti.HCV dengan HCV-RNA untuk
VHC. Tidak ada tempat antiviral untuk hepatitis virus akut. VHB pada anak
karena umumnya didapat dari transmisi vertikal maka imunisasi dini (dalam 12
jam -7 hari pertama) harus segera dimulai dan dilanjutkan dengan skedul yang
dianjurkan. Antiviral hanya diberikan pada HVB kronis dan saat ini yang
digunakan untuk anak adalah interferon dan lamivudin. Pada anak dengan HVC,
karena transmisi utama dan produk darah dan sebagian kecil dan transmisi
vertikal, maka penting untuk melakukan uji tapis terhadap semua donor serta anak
yang sering mendapat produk darah dan bayi dari ibu penderita HVC. Antiviral
yaitu interferon dan ribavirin hanya boleh diberikan pada HVC kronis yang
berumur > 3 tahun.

You might also like