You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai

macam

metode

dapat

dilakukan

untuk

dapat

menentukan atau mengetahui kadar dari suatu senyawa dalam suatu


sampel maupun sediaan. Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi
yang dilakukan analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun
kuantitatig. Jenis metode yang digunakan pun tergantung dari jenis dan
struktur kimia dari senyawa yang akan ditetapkan kadarnya.
Pada percobaan ini, akan dilakukan pennetapan kadar dari
papaverin HCl dan fenobarbital yang merupakan golongan obat analgetik
dan antipiretik dan obat sedatif yang biasa terdapat dalam berbagai
sediaan obat dengan metode ekstraksi cair-cair. Dengan melakukan
percobaan ini, maka diharapkan agar kita dapat mengetahui cara-cara
penetapan kadar dari suatu senyawa dalam sediaan obat dengan
menggunakan metode yang cocok.
Ektraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan
transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain yang tidak
saling bercampur. Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada kedua
solvent sehingga perbandingan konsentrasi pada kedua solvent tersebut
tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap

Fenobarbital adalah anti epilepsi yang mempunyai sejarah


panjang. Fenobarbital digunakan untuk pengobatan tonik, epilepsi
kompleks atau parsial sampel pada orang dewasa, pada anak-anak
fenobarbital digunakan untuk epilepsi miklonik.
1.2 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk menganalisis suatu
kadar papavern HCl dan fenobarbital dengan menggunakan metode
ekstraksi cair-cair.
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar
asetosal dari sediaan obat papaverin tablet dan fenobarbital tablet dengan
mengunakan metode ekstraksi cair-cair

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Seacra kimia, barbiturate merupakan derivat asam barbiturate.
Asam barbiturate (2,4,6-trioksoheksahidropirirmidin) meruapakan hasil
reaksi kondensasi antara urea dengan asam malonat (Ganiswara, 1995).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur
menawarkan banyak kemungkintan yang menarik untuk pemisahan
analitis. Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis namun preparatif,
ektraksi pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan menuju
ke suatu produk murni itu dalam laboratorium organik, anorganik atau
biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit
namun seringkali diperlukan hanya sebuah corong pisah. Seringkali suatu
pemisahan ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit,
pemisahan ektraksi biasanya bersih dalam arti tak ada analog
kopresipitasi dengan suatu system yang terjadi ( Underwood, 1993).
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam
pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain.
Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau
karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon
disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana

dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah


menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai takdapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan
air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut
atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon
disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam
kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod
dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986).
Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organic adalah
molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen denan substituent
yang bersifat non polar atau agak polar. Sementara itu, senyawasenyawa polar dan juga senyawa-senyawa yang mudah mengalami
ionisasi akan tertahan dalam fase air (Rohman, 2011).
Ektraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan
transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain yang
tidak saling bercampur. Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada
kedua solvent sehingga perbandingan konsentrasi pada kedua solvent
tersebut tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap (Khopkar, 1990).
Ekstraksi pelarut terutama digunakan bila pemisahan campuran
dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena
pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau
tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu

terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif


bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu
sesempurna mungkin (Khopkar, 1990).
Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua
pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut
dari satu pelarut ke pelarut lain. Misalnya idion sebagai pencemar dalam
air yang juga mengandung zat terlarut lain yang tidak larut dalam karbon
tetraklorida. dalam kasus seperti ini, hampir semua iodion dapat diambil
dengan mengaduk larutan air dengan tetraklorida yang memungkinkan
kedua fasa terpisah kemudian mengurangi lapisan air dari lapisan karbon
tetraklorida yang lebih besar. Makin besar tetapan keseimbangan untuk
partisi zat terlarut dari pelarut awalnya dalam pelarut pemisah maka makin
sempurna proses pemisahannya (oxtoby, 2001).
Asam barbiturate sendiri idak menyebabkan depresi SSP, efek
hipnotik dan sedative serta efek lainnya ditimbulkan bila pada posisi 5 ada
gugusan alkil atau aril (Ganiswara, 1995).
Mekanisme reaksi di bagi atas tiga tahap, antara lain (Khopkar, 2008) :
a. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan
ekstraksi
b. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi
c. Interaksinya yang mungkin dalam fase organic

Hukum distribusi atau partisi dapat di rumuskan: bila suatu zat


terlarut antara dua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka
banding distribusi ini tidak tergantunng pada spesi molekul yang lain.
Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat
terlarut, dan temperatur (Svehla,1990).
Pada ektraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut
ekstraksi pelarut, banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod,
atau logam-logam tertentu dalam larutan air (Yazid, 2005).
2.2 Uraian Bahan
1. Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi

: AQUA DESTILLATA

Nama lain

: Air Suling

RM / BM

: H2O / 18,02

Rumus struktur

: HOH

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai pensuspensi dan pembilas.

2. Eter (Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi

: AETHER ANASTHETICUS

Nama Lain

: Eter anastesi, efoksierana

RM

: C4H10O

BM

: 74,12

Pemerian

: Cairan transparan,tidak berwarna, bau khas, rasa


Manis atau membakar,sangat mudah terbakar.

Kelarutan

: Larut dalam 10 bagian air, dapat bercampur


dengan etanol (95%) P dengan kloroform P, minyak
lemak, dan minyak atsiri.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Anastesi umum.

3. Natrium hidroksida (Dirjen POM,1979)


Nama Resmi

: NATRII HYDROXYDUM

Nama Lain

: Natrium hidroksida

RM

: NaOH

BM

: 40,00

Pemerian

Bentuk

batang,

kering,keping,keras,
susunan hablur putih.

butiran
rapuh,

massa
dan

hablur

menunjukan

4. Phenobarbital (Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi

: PHENOBARBITALUM

Nama Lain

: Phenobarbital

RM/BM

: C12H12N2O3 / 232,24

Pemerian

: hablur atau serbuk hablur, putih tidak berbau,


Agak pahit.

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam etanol


(95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali
hidroksida, dan dalam larutan alkali karbonat.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Hipnotikum,sedativum.

5. Kloroform (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi

: CHLOROFORM

Nama lain

: Kloroform

RM / BM

: CHCl3 / 119,38

Pemerian

: Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau


khas, rasa manis dan membakar

Kelarutan

: Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah


larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri
dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

2.3 Cara Kerja


1. Penentuan koefisien distribusi papaverin (Anonim, 2015)
Siapkan fase air dengan mencampur 100 ml air, 50 ml NaOH 1N
dan 30 mg NaCl. Kocok campuran ini dalam corong pisah dengan 50 ml
kloroform sampai setimbang, pisahkan kedua fase.
Timbang seksama 200 mg papaverin HCl masukkan dalam corong
pisah, tambahkan 25 ml fasa air yang baru di buat untuk melarutkan
papaverin. Selanjutnya, tambahkan 25 ml fasa kloroform lalu kocok
sampai setimbang.
Pisahkan kedua fasa kloroform secara kuantitatif dalam gelas
kimia, uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan,
dan timbang berat papaverin dalam fasa kloroform. Adapun berat
papaverin dalam fasa airdiperoleh dari pengurangan dari jumlah sampel
yang ditimbang mula-mula. Hitunglah koefisisen distribusi papaverin.
2. Penentuan koefisien distribusi fenobarbital (anonim,2015)
Pipet 50 ml fasa air yang telah disiapkan tadi (pada penentuan
koef. Distribusi papaverin) asamkan dengan HCl pekat secukupnya
sampai 4. Kocok campuran ini dengan 50 ml eter didalam corong pisah
sampai setimbang, lalu pisahkan kedua fasa.
Timbang seksama 200 mg fenobarbital Na. Masukkan dalam
corong pisah, tambahkan 25 ml fasa air yang baru dibuat untuk

melarutkan fenobarbital. Setelah itu tambahkan 25 ml eter lalu kocok


sampai setimbang.
Pisahkan fasa eter secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan
pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan, dan timbang
berat fenobarbital dalam fasa eter. Adapun berat fenobarbital dalam fasa
air diperoleh dari pengurangan dari jumlah sampel yang ditimbang mulamula. Hitunglah koefisien distribusi fenobarbital.
3. Penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)
Prosedur. Timbang 20 tablet tentukan berat rata-rata tiap tablet.
Tablet digerus sampai halus, kemudian diambil sebanyak 1,000 gram
untuk

dianalisis,

misalkan

sediaan

tablet

mengandung

20

mg

fenobarbital dan 40 mg papaverin HCl serta bahan lain hingga diperoleh


berat tablet. Larutkan serbuk tablet dalam corong pisah yang berisih 30
ml air, 15 ml NaOH 1N dan 9 gram NaCl (volume akhir larutan 50 ml).
Tambahkan pelarut organik (sesuai prosedur sebelumnya) sebanyak
porsi volume penyari dan jumlah (n) penyarian untuk memperoleh hasil
sari sekitar 99,9 %
Kumpulkan masing-masing fasa organik dalam gelas kimia dan
uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan.
Hitunglah berat papaverin HCl dan fenobarbital dalam sediaan tersebut
dan tentukan presentasenya. Hasilna dibandingkan dengan persyaratan
sediaan menurut farmakope.

BAB 3
METODE KERJA
3.1 Alat praktikum
1. Corong pisah
2. gelas kimia
3. Pipet volum
4. oven
5. Labu tentukur/labu takar
6. Erlemeyer
7. Timbangan analitik
8. waterbath
3.2 Bahan praktikum
1.

Sampel (sediaan obat)

2.

Bahan obat papaverin HCl (serbuk murni)

3.

Bahan obat fenobarbital (serbuk murni)

4.

Dietil eter p.a

5.

Kloroform p.a

6.

Larutan NaOH 1N

7.

NaCl

8.

Aquades

3.3 Prosedur Kerja


1. Penentuan koefisien distribusi papaverin (Anonim, 2015)

Disiapkan fase air dengan mencampur 100 ml air, 50 ml NaOH 1N


dan 30 mg NaCl.

Kocok campuran ini dalam corong pisah dengan 50 ml kloroform


sampai setimbang, pisahkan kedua fase.

Ditimbang seksama 200 mg papaverin HCl masukkan dalam corong


pisah,

Ditambahkan 25 ml fasa air yang baru di buat untuk melarutkan


papaverin.

Ditambahkan 25 ml fasa kloroform lalu kocok sampai setimbang.

DiPisahkan kedua fasa kloroform secara kuantitatif dalam gelas


kimia, uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat
konstan, dan

Ditimbang berat papaverin dalam fasa kloroform.

2. penentuan koefisien distribusi fenobarbital (anonim,2015)

Dipipet 50 ml fasa air yang telah disiapkan tadi (pada penentuan


koef. Distribusi papaverin)

Diasamkan dengan HCl pekat secukupnya sampai 4.

Dikocok campuran ini dengan 50 ml eter didalam corong pisah


sampai setimbang, lalu pisahkan kedua fasa.

Ditimbang seksama 200 mg fenobarbital Na. Masukkan dalam


corong pisah,

Ditambahkan 25 ml fasa air yang baru dibuat untuk melarutkan


fenobarbital.

Ditambahkan 25 ml eter lalu kocok sampai setimbang.

Dipisahkan fasa eter secara kuantitatif dalam gelas kimia, uapkan


pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan, dan

Ditimbang berat fenobarbital dalam fasa eter.

3. penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)


Ditimbang 20 tablet tentukan berat rata-rata tiap tablet.
Tablet digerus sampai halus, kemudian diambil sebanyak 1,000 gram
untuk dianalisis,
Dilarutkan serbuk tablet dalam corong pisah yang berisih 30 ml air, 15
ml NaOH 1N dan 9 gram NaCl (volume akhir larutan 50 ml).
Ditambahkan

pelarut

organik

(sesuai

prosedur

sebelumnya)

sebanyak porsi volume penyari dan jumlah (n) penyarian untuk


memperoleh hasil sari sekitar 99,9 %
Dikumpulkan masing-masing fasa organik dalam gelas kimia dan
uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan.
Dihitunglah berat papaverin HCl dan fenobarbital dalam sediaan
tersebut dan tentukan presentasenya.

BAB 4
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1 Hasil
1. penetapan koefisien distribusi fenobarbital
Diketahui :
Berat capor kosong

= 49042,2 mg

Berat obat hasil ekstraksi (1)

= 52636,3 mg

Berat obat hasil ekstraksi (2)

= 52431,1 mg

Ditanya :
% kadar obat ..... ?
Penyelesaian :

= 131,824 %

2. penetapan koefisien distribusi papaverin HCl


Diketahui :
Capor kosong

: 45018,5 mg

Capor + ekstrak kloroform : I. 45090,4 mg


II. 45086,5 mg
Berat kloroform : I : 45090,4 mg 45018,5 = 71,9 mg
II : 45086,5 mg 45018,5 = 68 mg

3. penetapan kadar sediaan (campuran papaverin-fenobarbital)


a. untuk fenobarbital :
cawan kering

= 4809,5 mg

cawan + sampel = 56473,6 mg 48093,5 (1) = 8380,6 mg


55782,2 mg 48093,5 (2) = 7688,7 mg

4.2 PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif terhadap suatu
campuran dan barbiturate sebagai senyawa turunan barbiturate yaitu
fenobarbital. Tujuannya adalah untuk menetapkan kadar sediaan secara
ekstrak cair-cair.
Pada percobaan penetapan kadar papaverin HCl dan fenobarbital,
dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair, pertamatama ditentukan koefisien distribusi papaverin yaitu disiapkan fase air
dengan campuran 100 ml air, 50 ml NaOH 1N dan 30 mg NaCl.
Kemudian dikocok campuran dalam corong pisah dengan 50 ml
kloroform sampai hasilnya setimbang, pisahkan kedua fasenya. Timbang
seksama 200 mg papaverin HCl masukkan dalam corong pisah, setelah
itu tambahkan 25 ml fase air yang baru dibuat untuk melarutkan
papaverin. Kemudian, tambahkan 25 ml fasa kloroform lalu kocok sampai
setimbang. Pisahkan kedua fase kloroformnya secara kuantitatif dalam
gelas kimia, uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat
konstan, dan timbang berat papaverin dalam fase kloroform.

Penobarbital juga memiliki efek yang merugikan, efek samping


yang umum disebabkan oleh obat-obat ini : meningkatkan frekuensi
buang air kecil, mata kabur, diare, sakit tenggorokan dan lain-lain.
Pada penentuan koefisien distribusi fenobarbital perama-tama di
Pipet sebanyak 50 ml fase air yang telah disiapkan tadi (pada penentuan
koef. Distribusi papaverin) asamkan dengan HCl pekat secukupnya
sampai 4. Kocok campuran ini dengan 50 ml eter didalam corong pisah
sampai setimbang, lalu pisahkan kedua fasenya. Timbang secara
seksama 200 mg fenobarbital. Masukkan dalam corong pisah,
tambahkan 25 ml fase air yang baru dibuat untuk melarutkan
fenobarbital. Setelah itu tambahkan 25 ml eter lalu kocok sampai
setimbang. Pisahkan fase eter secara kuantitatif dalam gelas kimia,
uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai berat konstan, dan
timbang berat fenobarbital dalam fase eter.
Yang ketiga penetapan kadar sediaan antara campuran papaverinfenobarbital. Ditimbang 20 tablet (timbang satu-satu tabletnya) tentukan
berat rata-rata tiap tablet. Kemudian tablet digerus sampai halus,
kemudian diambil sebanyak 1,000 gram untuk dianalisis, dilarutkan
serbuk tablet dalam corong pisah yang berisih 30 ml air, 15 ml NaOH 1N
dan 9 gram NaCl. Dan tambahkan pelarut organik (sesuai prosedur
sebelumnya) Kumpulkan masing-masing fase organik dalam gelas kimia
dan uapkan pelarutnya di atas waterbath/oven sampai mencapai berat

konstan. Hitunglah berat papaverin HCl dan fenobarbital dalam sediaan


dan tentukan presentasenya.

Penambahan HCl sebagai pemberi suasana asam dalam larutan


sedangkan NaOH sebagai pemberi suasana basah.
Ditambahkan eter sebagai pelarut organik polar yang dapat
melarutkan fenobarbital dan sebagai fase eter dalam penentuan
koefisien distribusi fenobarbital.
Ditambahkan kloroform sebagai pelarut organik non polar yang
dapat melarutkan papaverin HCl dan sebagai fase kloroform dalam
penentuan koefisien distribusi papaferin.
Pada percobaan ini didapatkan hasil praktikum adalah kadar
fenobarbital dari penetapan kadar koefisien distribusi fenobarbital adalah
131,824 %, kadar papaverin dari penetapan koefisien distribusi papaverin
HCl adalah 171,989% dan kadar fenobarbital dari penentuan kadar
campuran adalah 1820,100 %.
Dari percobaan ini didapatkan data yang melebihi dari persyaratan
karena terjadi beberapa kesalahan yakni :
1.

Adanya kontaminasi pada bahan

2.

Kesalahan yang terjadi pada penimbangan

3.

Kesalahan dalam pengkonfersian data

4.

Dan rusaknya pelarut yang digunakan

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh kadar fenobarbital dari
penetapan kadar koefisien distribusi fenobarbital adalah 131,824 %, kadar
papaverin dari penetapan koefisien distribusi papaverin HCl adalah
171,989% dan kadar fenobarbital dari penentuan kadar campuran
adalah 1820,100 %.
5.2 Saran
Sebaiknya
pengerjaan

agar

asisten
praktikum

mendampingi
dapat

mendapatkan hasil yang maksimal.

berjalan

praktikan
dengan

pada

saat

lancar

dan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015. Penuntun Kimia Farmasi Analisis II. Fakultas Farmasi
UMI : Makassar.
Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.
Universitas Indonesia : Jakarta.
Khopkar, S.M. 2008. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga,
Oxtoby, G. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Svehla, G, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimakro Edisi II, Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Rohman, Abdul. 2011. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta.
Underwood, A.L., day, RA., (1993), Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V,
Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya.
Yazid, E,. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta

You might also like