Professional Documents
Culture Documents
FARMAKOGNOSI 1
PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN
Kelompok C2
Iin Indrayani
(10060308085)
Reni
(100603081..)
(100603081..)
Nurul Rafiqua
(10060308102)
Vino..
(100603090..)
Hari/Tanggal praktikum
Hari/Tanggal laporan
Asisten
PERCOBAAN 1
PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN
I. Tujuan
Dapat memahami cara penetapan indeks pembusaan simplisia
Praktikan dapat mengetahui manfaat dari penetapan indeks pembusaan
II.
Teori dasar
Dalam praktikum kali ini, praktikan melakukan pengamatan dan penentuan terhadap
indeks pembusaan suatu simplisia. Praktikan mendapatkan sample simplisia berupa daun kumis
kucing yang mengandung saponin yang akan ditentukan berapa indeks pembusaannya.
: Spermatophyta
: Dicotyledonae
Keluarga
: Lamiaceae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
Habitat
tanahnya agak lembab sampai ketinggian 700 m dpl, ada juga yang
ditanam sebagai tanaman hias. .(Anonym, 1989)
Gambar.2 Saponin
Saponin berasal dari kata Latin 'sapo', yang berarti tanaman yang terdiri dari buih bila
diencerkan dalam larutan air. Saponin terdiri aglikon polisiklik. Sapogenin atau bagian aglikon
adalah salah satu triterpen atau steroid. Beberapa saponin yang beracun dikenal sebagai
sapotoxin. (Marston, 1995)
Saponin pada dasarnya adalah bahan kimia yang ditemukan di sebagian besar tanaman
dan rempah-rempah. Sumber-sumber saponin yang paling terkenal adalah kacang kedelai,
kacang polong , dan beberapa herbal dengan nama-nama yang menunjukkan sifat berbusa seperti
soapworth , soapberry, soapbark dan akar sabun. (Marston,1995)
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian
tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuhtumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan
waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung
terhadap serangan serangga. (Nio, 1989)
Sifat-sifat Saponin adalah:
1
2
permukaan
(surface tension).
Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose,
pentose dan saccharic acid). (Nio, 1989)
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu :
1
Steroids dengan 27 C atom.
Triterpenoids, dengan 30 C atom. (Nio, 1989)
Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada
aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat
mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau
dalam kedua-duanya. (Nio, 1989)
Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati
karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia
dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin. Contoh
glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim
menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat
antitiroid. (Nio, 1989)
Pada tumbuhan, saponin dapat berfungsi untuk melindungi tanaman terhadap mikroba
dan jamur Pada Beberapa tanaman (misalnya dari gandum dan bayam) saponin dapat
meningkatkan penyerapan gizi dan membantu pencernaan hewan. Namun toksisitas saponin,
dapat mengancam kehidupan sebagian hewan. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa beberapa
saponin memang beracun
III.
7. corong
8. penggaris
9. Tabung reaksi bertutup
10. Kertas saring
Bahan :
1. Simplisia (kelompok praktikan mendapatkan simplisia Orthosiphonis folium)
2. Aquadest
IV.
Prosedur
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
(ml)
aquadest
Rebusan simplisia tersebut dibagi dua menjadi 50 ml dan 50 ml, untuk selanjutnya
dilakukan pengenceran pada 50 ml pertama dan 50 ml yang kedua dijadikan sebagai larutan
stock yang tidak dilakukan pengenceran.
Setelah dibuat satu seri pengenceran dengan ukuran seperti yang di dalam table, tabung
reaksi ditutup dan dikocok kea rah memanjang selama 15 detik dengan frekuensi 2 kocokan per
detik. Lalu dibiarkan selama 15 menit hingga busa dapat diukur.
Pengukuran hasil dapat dinilai dengan cara :
a. Jika tinggi busa pada setiap tabung kurang dari 1 cm, maka indeks pembusaan biasanya
kurang dari 50.
b. Jika tinggi busa 1 cm terdapat pada suatu tabung, maka volume dekokta (rebusan)
simplisia dalam tabung tersebut digunakan untuk ditentukannya indeks (sebagai a), akan
tetapi jika tabung ini merupakan tabung pertama atau kedua dari suatu seri, maka harus
dilakukan pengenceran yang lebih rinci sehingga didapatkan hasil yang akurat.
c. Jika tinggi busa pada setiap tabung lebih dari 1 cm, maka indeks busanya lebih dari 1000.
Dalam hal ini pengujian diulangi dengan menggunakan rangkaian seri baru dari dekokta
untuk mendapatkan hasil.
Indeks pembusaan dihitung dengan rumus:
1000
a
a = volume (ml) dekokta yang digunakan untuk membuat larutan dalam tabung yang
busanya setinggi 1 cm pada saat diamati.
V.
: Daun Binahong
1
2
3
4
5
6
1< 1< 1< 1< 1< 1<
7
8
9
10
1< 1< 1< 1<
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang kurang dari 1 cm. sehingga dilakukan perlakuan ulang dengan pemekatan pada
tabung 8, 9 dan 10. Menggunakan dekokta simplisia yang tidak mengalami pengenceran. Dengan
kadar binahong 1 gr/ 50 ml. maka didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
Tinggi busa (cm)
8
0,5
9
0,7
10
0,9
masih dibawah 1 cm, sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan. Nilai indeks pembusaan daun
binahong < 50.
Kelompok 2
Nama Simplisia
: Orthosiphonis Folium
: Orthosiphon aristatus
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
0,2
8
0,2
9
0,3
10
0,3
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang kurang dari 1 cm. sehingga dilakukan perlakuan ulang dengan pemekatan pada
tabung 9 dan 10 (tabung yang mulai memperlihatkan busa pada percobaan pertama).
Menggunakan dekokta simplisia yang tidak mengalami pengenceran. Dengan kadar daun kumis
kucing 1 gr/ 50 ml. maka didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
Tinggi busa (cm)
9
0,6
10
0,7
Kelompok 3
Nama Simplisia
: Orthosiphonis Folium
: Orthosiphon aristatus
1
-
2
-
3
0,2
4
0,2
5
0,2
(cm)
6
0,2
7
0,3
8
0,3
9
10
0,3 0,35
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang kurang dari 1 cm. sehingga dilakukan perlakuan ulang dengan pemekatan pada
tabung 10. Menggunakan dekokta simplisia yang tidak mengalami pengenceran. Dengan kadar
daun kumis kucing 1 gr/ 50 ml. maka didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
Tinggi busa (cm)
10
0,45
Kelompok 4
Nama Simplisia
: Daun Saga
: Abri Folium
: Abrus precatorius
1
-
2
-
3
0,2
4
0,1
5
0,2
6
0,3
7
0,4
8
0,4
9
0,3
10
-
(cm)
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang kurang dari 1 cm. sehingga dilakukan perlakuan ulang dengan pemekatan pada
tabung 8, 9 dan 10. Menggunakan dekokta simplisia yang tidak mengalami pengenceran. Dengan
kadar daun saga 1 gr/ 50 ml. maka didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
Tinggi busa (cm)
8
0,4
9
0,5
10
1
Indeks busa = 50
Setelah dilakukan pemekatan, pada tabung 10 didapat busa setinggi 1 cm. sehingga dapat
dilakukan perhitungan sebagai berikut :
1000
= 1000
2a
2.10
= 50.
Dengan didapat tinggi busa sebesar 1 cm pada tabung 10. sehingga dapat dilakukan
perhitungan dengan nilai indeks pembusaan daun saga sebesar 50.
Kelompok 5
Nama Simplisia
: Daun Belimbing
: Carambalae folium
: Averrhon caramboia L
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
8
-
9
0,1
10
0,2
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang kurang dari 1 cm. sehingga dilakukan perlakuan ulang dengan pemekatan
dimulai dari tabung 4. Menggunakan dekokta simplisia yang tidak mengalami pengenceran.
Dengan kadar daun kumis kucing 1 gr/ 50 ml. maka didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
Tinggi busa (cm)
4
0,
5
0,3
6
0,3
7
0,
8
0,2
9
0,
10
0,
Setelah dilakukan pemekatan, tinggi busa masih menunjukan hasil kurang dari 1 cm.
sehingga dapat disimpulkan nilai indeks pembusaan berada di bawah nilai 50. Karena tinggi busa
masih dibawah 1 cm, sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan. Nilai indeks pembusaan daun
belimbing < 50.
Kelompok 6
Nama Simplisia
: Daun Ki Sabun
: Fillicii Folium
: Fillicum decipions
1
1,5
2
1,5
3
1,6
4
1,7
5
1,7
6
1,5
7
1,8
8
2,0
9
1,5
10
2,1
(cm)
Data tersebut didapat dari pengenceran 100 ml. hasil dari semua tabung menunjukkan
tinggi busa yang lebih dari 1 cm. tetapi jika terdapat tinggi busa yang lebih dari 1 cm pada
tabung 1 dan 2 maka dilakukan perlakuan ulang dengan pengenceran. Menggunakan dekokta
simplisia sebanyak 25 ml dan di ad 100 ml aquadest. Sehingga didapat hasil sebagai berikut:
No. Tabung
1
2
3
Tinggi busa (cm) 1
Setelah dilakukan pengenceran, pada tabung 3 didapat busa setinggi 1 cm. sehingga dapat
dilakukan perhitungan sebagai berikut :
1000
= 1000
.3
= 666,67
Dengan didapat tinggi busa sebesar 1 cm pada tabung 3. sehingga dapat dilakukan
perhitungan dengan nilai indeks pembusaan daun ki sabun sebesar 666,67.
Kelompok Asisten
Nama Simplisia
: lerak
: Sapindus mukorrosi
Setelah dilakukan serangkaian perlakuan, dari data pengamatan didapat hasil bahwa
simplisia- simplisia yang diamati memiliki indeks pembusaan yang beragam. Indeks yang paling
besar terdapat pada lerak yaitu 6666,67. Sedangkan yang paling rendah (kurang dari 50) adalah
daun binahong, daun kumis kucing dan daun belimbing dan yang memiliki indeks diatas 50
adalah daun saga dan ki sabun. Dari data di atas terbukti bahwa saponin memang terdapat dalam
beberapa tumbuhan, dengan kadar yang berbeda-beda.
Pada daun kumis kucing, yang memang memiliki saponin sebagai salah satu kandungan
kimianya, terbukti dengan munculnya busa pada dekokta setelah dikocok dan didiamkan.
(anonym, 1989)
Hanya saja, tinggi busa kurang dari 1 cm sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan,
karena salah satu syarat dalam penghitungan indeks pembusaan adalah tinggi busa tidak kurang
dari 1 cm. sehingga tidak didapat hasil kuantitatifnya, tetapi dapat disimpulkan dari penelitianpenelitian sebelumnya bahwa untuk dekokta dengan tinggi kurang dari 1 cm memiliki nilai
indeks pembusaan kurang dari 50 (volume pemekatan terakhir).
Nilai indeks pembusaan tersebut dapat mengindikasikan aman tidaknya suatu tanaman
untuk dijadikan sediaan obat. Walau dapat melindungi tanaman terhadap mikroba dan jamur
Pada Beberapa tanaman (misalnya dari gandum dan bayam) juga dapat meningkatkan
penyerapan gizi dan membantu pencernaan hewan. Namun pada konsentrasi tinggi seperti yang
terdapat dalam lerak, ki sabun atau daun saga saponin memiliki efek toksin yang dapat
mengancam kehidupan sebagian hewan (terutama hewan berdarah dingin). (Foerster,2006)
Untuk manusia, saponin juga tidak bersifat toksik selama konsentrasinya tidak tinggi,
dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin. Tetapi bila
dijadikan sediaan obat, saponin yang merupakan glikosida yang bila dihidrolisa dengan enzim
menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat
antitiroid. (nio, 1989)
Sehingga dapat pula disimpulkan tanaman-tanaman yang memiliki indeks pembusaan
yang kecil, seperti daun binahong, kumis kucing dan belimbing dapat dijadikan sediaan obat dan
dapat menghindarkan efek dari Sapotoxin yang menyebabkan gangguan perut yang parah ,
merusak sel darah merah atau timbulnya gangguan saraf pusat jantung.
VII. Kesimpulan
Simplisia-simplisia yang memiliki indeks pembusaan diatas 50 adalah:
Lerak
= 6666,67
Ki sabun
= 666,67
Daun saga
= 50
Simplisia-simplisia yang memiliki indeks pembusaan kurang dari 50 adalah:
Daun binahong, daun kumis kucing dan daun belimbing.
Kurangnya tinggi busa dari 1 cm, maka tidak memenuhi syarat penentuan indeks
pembusaan sehingga tidak dilakukan pembusaan, dan disimpulkan nilai indeks
pembusaan kurang dari 50.
Meskipun memiliki indeks pembusaan kurang dari 50, daun binahong, kumis kucing dan
daun belimbing terbukti mengandung saponin, terlihat dari busa yang muncul setelah
perlakuan.
Nilai indeks pembusaan tersebut dapat mengindikasikan aman tidaknya suatu tanaman
untuk dijadikan sediaan obat.
Pada konsentrasi tinggi seperti yang terdapat dalam lerak, ki sabun atau daun saga
saponin memiliki efek toksin yang dapat mengancam kehidupan sebagian hewan
(terutama hewan berdarah dingin). Sehingga tidak baik untuk dijadikan sediaan obat.
tanaman-tanaman yang memiliki indeks pembusaan yang kecil, seperti daun binahong,
kumis kucing dan belimbing dapat dijadikan sediaan obat dan dapat menghindarkan efek
Sapotoxin
VIII. Daftar pustaka
Nio, Oey Kam dra.1989.Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan
Nabati dalam majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 58 1989 2.
Anonimous.1989.Vademekum Bahan Obat Alam Hal 411.Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.Jakarta.
Hostettmann, K.; A. Marston.1995.Saponins. Cambridge: Cambridge University Press.
Foerster, Hartmut 2006). "MetaCyc Pathway: saponin biosynthesis I". diakses dari
http://BioCyc.org/META/NEW-IMAGE?type=PATHWAY&object=PWY-5203&detail-level=3.
Pada 16 oktober 2010