You are on page 1of 13

ASKEP PNEUMONIA

2.1

Definisi Pneumonia
Menurut Hudak (1998) dalam Asih & Effendy (2004), Pneumonia adalah suatu proses
inflamasi dimana kompartemen alveolar terisi oleh eksudat. Pneumonia merupakan penyebab
kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut usia.
Menurut Corwin (2001), Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah,
penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian besar
pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi
virus.

2.2

Etiologi
Menurut Corwin (2001), Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri
positif-gram, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia steptrokokus. Bakteri
staphylococcus aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering
menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain
disebabkan oleh virus misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang
relative sering dijumpai yang disebabkan oleh suatu organisme yang berdasarkan beberapa
aspeknya berada diantara bakteri dan virus.

2.3

Patofisiologi
Menurut Chirstman (1995) dalam Asih & Effendy (2004), Dari berbagai macam
penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri, jamur, dan riketsia, pneumonitis hypersensitive
dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia juga dapat terjadi akibat aspirasi, yang
paling jelas adalah pada klien
yang diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernafasan atas
yang terinfeksi, namun tidak semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia.
Menurut Asih & Effendy (2004), mikroorganisme dapat mencapai paru melalui
beberapa jalur, yaitu:

1)

Ketika individu terinfeksi batuk, bersin atau berbicara, mikroorganisme dilepaskan kedalam
udara dan terhirup oleh orang lain.

2)

Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi
pernafasan yang terkontaminasi.

3)

Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat menjadi
patogenik

4)

Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi
sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.
Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru dikeluarkan atau bertahan
dalam pipi melalui mekanisme perubahan diri seperti reflex batuk, kliens mukosiliaris, dan
fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, pathogen yang masuk ke
dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi
respon inflamasi dan respon imun, yang keduanya mempunyai efek samping yang merusak.
Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme
merusak membrane mukosa bronchial dan membrane alveolokapiler. Inflamasi dan edema
menyebabkan sel-sel acini dan bronkiales terminalisterisi oleh debris infeksius dan eksudat,
yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh
staphilococcuc atau bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.
Pada pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons inflamasi,
dan eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya mengarah pada
perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral disebabkan oleh virus biasanya
bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk infeksin sekunder bakteri
dengan memberikan suatu lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak
sel-sel epitel bersilia, yang normalnya mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian
bawah.

2.4

Stadium Pneumonia Bakterialis


Menurut Meldawati (2009), Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat empat stadium
penyakit, antara lain:

1)

Stadium I disebut hyperemia

Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat
infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan sel cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifan jalur
komplemen. Kompelen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan
oto polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabknan
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi penurunankecepatan
difusi gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, maka
perpindahan gas ini kedalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini, infeksi menyebar
kejaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membrane
kapiler disekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses peradangan.
2)

Stadium II disebut hepatisari merah


Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan
oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi peradangan.

3)

Stadium III disebut hepatisasi kelabu


Terjadi sewaktu sel-sel darah putih berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saaat ini,
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel

4)

Stadium IV disebut resolusi


Terjadi sewaktu respons imun dan peradangan peradangan, mereda; sisa-sisa sel, fibrin, dan
bakteri telah dicerna; dan makrofag; sel pembersih pada reaksi peradangan, mendominasi.

2.5

Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia,
tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan oleh bakteri. Gejala-gejala
mencakup:

1)

Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2)

Batuk yang sering produktif dan purulen

3)

Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk
staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa)

4)

Krekel (bunyi paru tambahan).

5)

Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan edema.

6)

Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan sesak atau kesulitan
bernafas yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas.

7)
8)

Mungkin timbul tanda-tanda sianosis


Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan
atelektasis absorpsi.

9)

Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler atau akibat
reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.

2.6 Pertimbangan Gerontologis


Menurut Stanley & Beare (2007), tiga hal klasik pada pneumonia, seperti: batuk,
demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terjadi pada lansia. Sedangkan perubahan yang
sering menyertai pneumonia pada lansia adalah seperti peningkatan pernafasan (lebih dari25
kali per menit), peningkatan produk sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu
makan, dan hipotensi (sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk
diagnosis pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada
umumnya terjadi dengan pneumonia.
2.7

Pemeriksaan Diagnostik
Menurut

Dinkes Provinsi Jawa Barat (2009), berikut ini untuk menegakkan

diagnostic penderita Pneumonia.


Diagnostik pneumonia ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan (terutama
infeksi saluran pernafasan yang baru saja dialami diitujukan untuk memperkirakan
kemungkinan sumber infeksi berhubungan dengan faktor resiko, seperti : (a) adanya penyakit
sebelumnya : PPOK (penyakit paru obstruktif kronis)-(H.influenzae), kejang / tidak sadar(kuman gram negatif dari pencernaan), penurunan kemampuan pertahanan tubuh / kecanduan
obat-obatan terlarang (gram negatif, jamur), usia bayi (virus), muda (M. pneumoniae),
perjalanan penyakit cepat dengan dahak yang kotor berwarna kemerahan (S. pneumoniae),
perjalanan penyakit perlahan dengan dahak sedikit (M. pneumoniae)

1.

Laboraorium
Peningkatan sel darah putih (leukositosis) umumnya didapatkan sebagai tanda adanya infeksi
oleh bakteri. kadar sel darah putih yang normal atau rendah dapat menandakan infeksi terjadi
akibat virus, atau pada infeksi yang sudah berat sehingga kemampuan tubuh menjadi
menurun. Kondisi ini pula dapat terjadi pada penderita dengan gangguan sistem pertahanan
tubuh (penderita AIDS, pengguna steroid jangka panjang), dan juga pada orang tua.
Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui seberapa berat perjalanan penyakit dan
kondisi penderita saat itu.
Pemeriksaan perkembang biakan bakteri (kultur bakteri) perlu dilakukan untuk mengetahui
secara pasti bakteri yang berkembang sehingga penggunaan antibiotika dapat diberikan lebih
tepat. Pengambilan bahan untuk kultur dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi sekret,
aspirasi jarum transtorakal, atau bronkoskopi.

2.

Pencitraan
Gambaran x-ray dapat ditemukan gambaran bercakan keras (infiltrat) pada segmen apikal
lobus bawah atau di daerah tengah paru, diperkirakan akibat aspirasi kuman di saluran
pencernaan. Infiltrat di lobus atas sering disebabkan oleh Klebsiella sp, tuberkulosis atau
amiloidosis. Infiltrasi pada lobus bawah dapat disebabkan oleh Staphylococcus sp. ,
Gambaran lesi kista (seperti bola) dengan gambaran cairan-udara (air-fluid level) curiga suatu
abses (bisul) dalam paru, yang disebabkan oleh infeksi anaerob, gram negatif atau
amiloidosis. Terkumpulnya cairan pada rongga pleura (efusi) sering diakibatkan oleh infeksi
S. pneumoniae, dapat juga disebabkan oleh kuman anaerob (S. pyogenes, E.coli dan
Staphyllococcus sp). Pada kasus-kasus ini diperlukan pengamatan yang ketat dan
pemeriksaan x-ray dada berulang untuk melihat perkembangan dari penyakit.
2.8

Penatalaksanaan Medis
Menurut Meldawati (2009), Penatalaksaan untuk pneumonia tergantung pada

penyebab sesuai dengan yang ditemukan oleh pemeriksaan sputum Pengobatan dan
mencakup, antara lain:
1.

Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis pneumonia lain juga dapat diobati dengan
antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder

2.

Istrahat

3.

Hidrasi untuk membantu melancarkan sekresi

4.

Tekhnik-tekhnik bernafas dalam untuk menningktakan ventilasi alveolus dan mengurang


resiko atelektasis.

5.

Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi dari
biakan sputum.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA


Menurut Meldawati (2009), berikut ini Pengkajian Asuhan Keperawatan untuk pasien
penderita Pneumonia:
3.1 Pengkajian
a.

b.

Aktivitas / Istirahat
Gejala

Kelemahan, kelelahan dan insomnia

Tanda

letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

Sirkulasi
Gejala
Tanda

c.

Takikardia penampilan kemerahan atau cepat

Integritas ego
Gejala

d.

Riwayat adanya/ GJK kronik

Banyaknya stressor, masalah finansial

Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mual/muntah dan adanya riwayat DM
Distensi Abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk dan
penampilan kakeksia (malnutrisi)

e.

f.

Neurosor
Gejala

Sakit kepala daerah frontal (Influenza)

Tanda

perubahan mental (bingung, samnolen)

Nyeri/Kenyamanan
Gejala

Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh

batuk, nyeri dada substernal (Influenza), mialgia dan artalgia


Melindungi area yang sakit (penderita biasanya tidur pada sisi yang sakit untuk mengatasi
pergerakan )

g.

Pernafasan
Riwayat adanya / ISK Kronis, PPOM, merokok sigaret. Takipnea, dispnea, progresif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

Tanda

Sputum; merah muda, berkarat, purulen.

Perkusi

pekak diatas area yang konsolidasi

itus

Taktil dan vocal terhadap meningkat konsilidasi gesekan triksi pleura

i nafas

Menurun atau tidak ada diatas area terlibat, nafas bronchial

Warna

:
h.

Pucat/sianosis bibir/kuku

Keamanan
Riwayat gangguan system imun, misal SLE, AIDS, penggunaan steroid atau khemoterapi,
Insitusinalisai, ketikmampuan umum demam
Tanda

Berkeringat menggigil berulang, gemetar


Kemerahan mungkin pada kasus rubeola, Varisela

i.

Penyuluhan/pembelajaran
riwayat mengalami pembedahan; penggunaan

alcohol kronis

Pertimbangan DRG

menunjukan rerata lama dirawat : 6,8 hari


Rencana pemulangan bantuan dengan perawatan diri.
Oksigen mungkin diperlukan,bila ada kondisi pencetus.
3.2 Diagnosa Keperawatan Intervensi
Menurut Mutaqqin Arif (2008), berikut Diagnosa Keperawatan beserta Intervensi :
a.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema ystem, edema trakeal/ faringeal.
DS :
- Klien mengatakan mengeluh sesak nafas
DO:
- Takipneu/pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung
- Bunyi nafas bronchial, ronkhi
- Pernafasan menggunakan otot aksesori
- Dispneu, sianosis

Tujuan: dalam waktu 2x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif

Kriteria Evaluasi:
-

Klien mampu melakukan batuk efektif

Pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa da penggunaan otot bantu nafas.

Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan normal


Intervensi :
MONITOR

Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot
bantu nafas).

Kaji kemampuan klien mengleuarkan sekresi. Lalu catat karekter dan volume sputum
TINDAKAN MANDIRI

Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan batuk yang efektif

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak di indikasi

Bersihkan secret dari mulut dan trakea bila perlu, lakukan penghisapan (suction)
KOLABORASI

Kolaborasi pemberian sesuai indikasi obat antibiotic

Pasang Bronkodilator, jenis aminophilin, via intravena

b.

Resiko tinggi gangguan pertukarangas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membrane alveola-kapiler, edema bronchial.
DS:
- Klien mengatakan Sesak nafas
DO:
- Dispneu, sianosis
- Takikardia
- Gelisah
Tujuan;
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi;

Dilaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernafasan

Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam
rentang normal.

Intervensi :
MONITOR
-

Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, ekspansi thoraks dan
kelemahan

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada kulit-termasuk
memdran mukosa dan kuku
TINDAKAN MANDIRI

Ajarkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan
fibrosis dan kerusakan parenkhim paru

Tingkatkan tirah baring, batas aktifitas dan kebutuha perawatan diri sehari-hari sesuai
keadaan klien
KOLABORASI

Kolaborasi Pemeriksaan AGD

Berikan oksigen sesuai kebutuhan

c.

Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bekteremia/piremia, penigkatan laju


metbolisme umum.
DS:
- Mengeluh demam
DO:
- Suhu tubuh meningkat
(39 %)
Batasan karakteristik: foto roncten thoraks menunjukan danya pleuritis, suhu diatas 30 OC,
diaphoresis intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3, dan kultur sputum positif.
Kriteri evaluasi:
Suhu tubuh normal (36-37OC)
Intervensi :
MONITOR

Kaji saat timbulnya demam

Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering


TINDAKAN MANDIRI

Berikan kebutuhan cairan ekstra

Berikan kompres dingin

Kenakan pakaian minimal

Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien,
mengganti alat tenun yang kering setelah diaphoresis, member minum hangat, lingkungan
yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatife ringan jika dianjurkan serta memberikan
pelembab pada kulit dan bibir
KOLABORASI

Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik

Berikan antibiotic sesuai dengan ajuran dan evaluasi kefektifannya. Tinjau kembali semua
obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat .
jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.

d. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisk peningkatan metabolisme


umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.
DS :
-

Klien mengatakan susah melakukan aktifitas seperti biasanya klien mengeluh sesak pada
saat bernafas
DO :

Terdapat bunyi ronchi

Klien tampak memegangi daerah dada

Klien tampak menindih area yang sakit untuk mengurangi rasa sakit
Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan ktifitas minimal ,
diaphoresis, takikardia pada aktifitas minimal
Criteria evaluasi

Klien mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami nafas tersengalsengal, sesak nafas dan kelelahan
Intervensi :
MONITOR

Monitor frekuansi nadi dan nafas sebelum dan sesudah aktivitas

Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan nafas meningkat secara cepat daan klien mengeluh
sesak nafas dan kelelahan, tingakatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan
toleransi

TINDAKAN MANDIRI
-

Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai denga kebutuhannya. Beri klien waktu
istirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas

Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegaha terhadap
komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama
KOLABORASI

e.

Konsultasikan dengan dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
merabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
DS:
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun,
lemah
DO:
- Tonus otot menurun
Batasan krakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40 % dari yang seharusnya,
penurunan BB dan mengeluh lemah
Criteria evaluasi :

Klien mendemonstrasikan intake mekanan untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme


tubuh

Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjtu, menyatakan perasaan
sejahtera.
Intervensi :
MONITOR

Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Timbang BB tiap
hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
TINDAKAN MANDIRI

Memberikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran
ruangan
PEN KES

Dukung klien untuk mengkonsumsi makanan tiggi kalori, tinggi protein.


KOLABORASI

Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak nafas
berat.

Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan
gizi selama skit panas

f.

Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaphoresis, dan
masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia

DS : Klien mengatakan sering haus


DO :
-

Tekanan darah 90/70 mmHg

Nadi : 50 x permenit
Batasan karakteristik : menyatakan haus, hipernatremia, membrane mukosa kering, urine
kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekurnsi nadi lemah, dan tekanan darah
menurun
Criteria evaluasi :

Klien mampu mendemontrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.

Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 1,025, natrium serum
dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik,tidak ada penurunan berat badan, dan
tidak mengeluh kehausan.
Intervensi :

MONITOR
-

Pantau Intake dan output cairan setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan
analisis urin dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.

Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.


TINDAKAN MANDIRI

Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu
berikan pola tindakan-tindakan pencegahan.

Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dukung klien untuk minum
cairan yang bening dan mengandung kalori.

KOLABORASI
-

Laporkan pada dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.

You might also like