Professional Documents
Culture Documents
Pengertian :
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat anti mikotik,
dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur : infeksi jamur
superficial pada kulit atau selaput lender dan infeksi jamur
sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur
dapat ringan, seperti pada tinea pedis (atletes food) atau berat,
seperti pada paru-paru atau
jamur
seperti
candida
spp,
(ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus
halus dan vagina. Kandidiasis dapat terjadi sebagai infeksi
oportunistik jika mekanisme pertahanan tubuh terganggu. Obatobat seperti anti biotic, kontrasepsi oral dan imonusupre dif,
dapat juga mengubah mekanisme pertumbuhan tubuh. Infeksi
jamur oportunistik dapat ringan (infeksi ragi pada vagina) atau
berat (Infeksi Jamur Sistematik)
Uraian obat anti jamur adalah sebagai berikut :
ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK
1.1. AMFOTERISIN B
ASAL DAN KIMIA. Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi
Streptomyces nodosus. Sembilan puluh delapan persen campuran
ini terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas antijamur.
Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak
berbau dan tidak berasa ini merupakan antibiotik polien yang
bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak
tahan suhu diatas 37C tetapi dapat bertahan sampai bermingguminggu pada suhu 4C.
AKTIVITAS ANTIJAMUR Amfoterisin B menyerang sel yang sedang
tumbuh dan sel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5:
berkurang pada pH yang lebih rendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur
yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0 g/mL antibiotik ini dapat
menchambat
aktivitas
Histoplasma
capsulaium,
Cryptococcus
glabrata,
Paracoccidioides
Sporotrichum
Rhodotorula,
braziliensis,
schenckii,
Blastomyces
beberapa
Microsporum
dermatitidis,
spesies
audiouini
Aspergillus,
dan
spesies
terdapat
pada
membran
sel
jamur.
Ikatan
ini
akan
pada sel.
Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini
karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran
selnya. Pengikatan kolesterol pada sel hewan dan manusia oleh
antibiotic ini diduga merupakan salah satu penyebab efek toksiknya.
Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya
perubahan reseptor sterol pada membran sel.
1.2. FLUSITOSIN
ASAL
DAN
antijamur
KIMIA.
sintetik
Flusitosin
yang
(5-fluorositosin;
berasal
dari
5FC)
fluorinasi
merupakan
pirimidin,
dan
Obat
ini
efektif
untuk
pengobatan
kriptokokosis,
kandidiasis,
C. neoformans, C.
fosforilasi.
Sintesis
protein
sel
jamur
terganggu
akibat
KETOKONAZOL
ITRAKONAZOL
dengan
ketokonazol.
enzim
mikrosom
Rifampisin
hati,
akan
tetapi
tidak
sebanyak
mengurarangi
kadar
plasmaitrakonazol.
Itrakonazol memberikan hasil mernuaskan untuk indikasi yang
sama dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis,
histoplasmosis,
koksidioidomikosis,
sariawan
pada
mulut
dan
FLUKONAZOL
Ini
adalah
suatu
fluorinated
bis-triazol
dengan
khasiat
ditemukan.
Pada
pasien
AIDS
ditemukan
urtikaria,
oleh
Cryptococcus
pada
pasien
AIDS
setelah
VORIKONAZOL
Obat
ini
adalah
antijamur
baru
golongan
triazol
yang
jamur
apiosperrnun dan
berat
yang
disebabkan
olhe
Scedosporium
1.4. KASPOFUNGIN
Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu kelas baru
yang disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat
sintesis
beta
(1,3)-Dglukan,
suatu
komponen
esensial
yang
sedikit sekali.
Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:
1. Kandidiasis
invasif,
termasuk
kandidemia
pada
pasien
Kandidiasis esofagus
3.
Kandidiasis orofarings
4.
Aspergilosis
invasif
yang
sudah
refrakter
terhadap
antijamur lainnya.
Pengobatan umumnya diberikan selama 14.hari. Keamanan
obat ini belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur
kurang dari 18 tahun.
1.5. TERBINAFIN
ASAL DAN KIMIA. Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin
sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk
terapi
dermatofitosis,
terutama
onikomikosis.
Namun,
pada
oleh
jamur
patogen
yang
terinhalasi
dapat
sembuh
spontan.
terapi supresi jangka panjang terhadap lesi kulit, tulang dan jaringan lunak pada pasien
dengan fungsi imunologik normal. Hasil serupa juga dapat dicapai dengan pemberian
itrakonazol 200-400 mg sekali sehari. Untuk meningitis yang disebabkan oleh
Coccidioides obat terpilih ialah amfoterisin B yang diberikan secara intratekal.
KRIPTOKOKOSIS. Obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,4-0,5
mgtkgBB/hari. Pengobatan dilanjutkan sampai hasil pemeriksaan kultur negatif.
Penambahan flusitosin dapat mengurangi pemakaian amfoterisin B menjadi 0,3
mg/kg/13B. Di samping penyebarannya yang lebih baik ke dalam jaringan sakit,
flusitosin diduga bekerja aditif terhadap amfoterisin sehingga dosis amfoterisin B dapat
dikurangi dan dapat mengurangi terjadinya resistensi terhadap flusitosin. Flukonazol
banyak digunakan untuk terapi supresi pada pasien AIDS.
HISTOPLASMOSIS. Pasien dengan histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat
diobati dengan r ketokonazol 400 mg per hari selama 6-12 bulan. Itrakonazol 200-400
mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat. diberikan selama 10
minggu. Untuk mencegah kekambuhan penyebaran histoplasmosis pada pasien AIDS
yang sudah diobati dengan ketokonazol dapat ditambahkan pemberian amfoterisin B IV
sekali seminggu.
MUKORMIKOSIS. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukormikosis paru
kronis. Mukormikosis kraniofasial juga diberikan amfoterisin B IV di samping
melakukan debridement dan kontrol diabetes melitus yang sering menyertainya.
PARAKOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ketokonazol 400 mg per hari merupakan obat
pilihan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan yang berat dapat ditambahkan
amfoterisin B.
ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN MUKOKUTAN
3.1.GRISEOFULVIN
ASAL DAN KIMIA. Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulyum dierckx.
Pada tahun 1946, Brian dkk. menemukan bahan yang menyebabkan susut dan
mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian temyata diketahui
bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillin janczewski adalah griseofulvin.
AKTMTAS ANTIJAMUR. Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur
dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel
muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini tidak efektif
terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan Nocardia.
Obat
ini
dimetabolisme
di
hati
dan
metabolit
utamanya
adalah
6-
metilgriseofulvin. Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang
diberikan dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selarna 5 hari. Kulit yang
sakit mem punyai afinitas yang tinggi terhadap obat ini. Obat ini akan dihimpun dalam
sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat
dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur. Keratin
yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh sel yang normal. Antibiotik
ini dapat ditemukan dalam lapisan tanduk 4-8 jam setelah pemberian per oral. Keringat
dan hilangnya cairan transepidermal memegang peranan penting dalam penyebaran
obat ini pada stratum korneum kadar yang ditemukan dalam cairan dan jaringan tubuh
lainnya kecil sekali.
3.2.IMIDAZOL DAN TRIAZOL
Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Karena sifat dan
penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya mikonazol dan klotrimazol yang akan
dibahas. Ketokonazol yang juga termasuk golongan
MIKONAZOL
ASAL DAN KIMIA. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif
stabil, mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit. Obat ini
berbentuk kristal putih, tidak bewama dan tidak berbau, sebagian kecil larut dalam air
KLOTRIMAZOL
Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwama yang praktis tidak larut dalam
air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut dalam eter.
Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme
kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea
pedis , kruris dan korporis yang disebabkan oleh T. rubrum, T. mentagrophytes, E.
floccosum dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan
vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans.
3.3.TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT
TOLNAFTAT. Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan
sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.
TOLSIKLAT. Tolsiklat merupakan antijamur topikal yang diturunkan dan tiokarbamat.
Namun karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak digunakan lagi.
3.4. NISTATIN
ASAL DAN KIMIA. Nistatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan
oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk wama kuning kemerahan ini
bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter. Larutannya
mudah terurai dalam air atau plasma. Sekalipun nistatin mempunyai struktur kimia
dan mekanisme kerja mirip dengan amfoterisin B, nistatin lebih toksik sehingga tidak
digunakan sebagai obat sistemik. Nistatin tidak diserap melalui saluran cema, kulit
maupun vagina.
AKTIVITAS ANTIJAMUR. Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan
ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.
MEKANISME KERJA. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang
sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada
membran sel jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan
antara sterol dengan antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil.
Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensti terhadap nistatin, tetapi
C. tropicalis,. C. guillermondi dan C. stellatiodes mulai resisten. bahkan sekaligus
menjadi tidak sensitif terhadap amfoterisin B. namun resistensi ini biasanya tidak
terjadi in vivo.
3.5. ANTIJAMUR TOPIKAL LAINNYA
ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT
Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingannya 2 : 1
(biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan
efek fungistatik sedangkan asam Salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan
tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya, sehingga pemakaian obat ini
membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulanan. Salep ini banyak digunakan
untuk pengobatan tinea pedis dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat
terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang
menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak.
ASAM UNDESILENAT
Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam.
Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis
tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Dalam hal ini
seng berperan untuk menekan luasnya peradangan.
Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tinea pedis, tetapi
efektivitasnya tidak sebaik mikonazol, haloprogin atau tolnaftat.
HALOPROGIN
Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih
kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Obat ini bersifat
fungisidal terhadap Epidermophyton, Trichophyton, Miciosporum dan Malassezia
furfur. Haloprogin sedikit sekali diserap melalui kulit, daiam tubuh akan terurai
menjadi triklorofenol.
Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar, vesikel,
meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi mungkin merupakan pertanda
cepatnya respons pengobatan sebab toksin yang dilepaskan kadang-kadang
memperburuk lesi. Di samping itu obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor.
SIKLOPIROKS OLAMIN
Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan kliniknya
ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor. Siklopiroks olamin
tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif
dapat terjadi walaupun jarang.
TERBINAFIN
'
DAFTAR PUSTAKA