You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan senyawa yang berperan sebagai pelarut, artinya apabila ada
senyawa-senyawa lain yang masuk ke badan air maka akan larut di dalam air
tersebut. Sumber-sumber air baku yang menjalani tahap pengolahan air maupun
yang digunakan langsung dari sumbernya untuk berbagai keperluan tidak
menutup kemungkinan bahwa sumber air baku tersebut mengandung senyawa lain
yang dapat mempengaruhi beberapa parameter fisik penentu kualitas air, salah
satunya yaitu pH air. Biasanya air alami, limbah cair domestik dan limbah cair
industri bersifat buffer, karena adanya sistem karbondioksida-bikarbonat. Semua
air yang memiliki pH dibawah 8.5 memiliki sifat asiditas, di mana asiditas
menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga mencapai
pH tertentu. Konsentrasi asiditas suatu perairan ditentukan berdasarkan proses
netralisasi ion-ion H+ dengan larutan basa kuat pada pH tertentu.
CO2 merupakan komponen normal dalam air alami dan merupakan komponen
terbesar penyebab asiditas pada air. Air permukaan biasanya mengandung CO2
bebas kurang dari 10 mg/L, sedangkan air tanah umumnya memiliki kadar CO2
bebas yang lebih tinggi. Air permukaan secara konstan mengadsorpsi atau
melepas CO2 untuk menjaga keseimbangan dengan atmosfer. Keberadaan CO2
yang tidak seimbang di dalam air dapat menyebabkan korosi. Asiditas pada
perairan ini perlu dihitung guna menentukan sifat air dan kandungan di dalamnya,
sehingga diperlukan ketelitian selama proses penentuan asiditas air karena kadar
karbon dioksida bebas mudah hilang dari air sampel.
Sumber air yang digunakan manusia guna memenuhi kebutuhan hidup dapat
diperoleh dari air tanah maupun air permukaan. Sungai merupakan salah satu dari
air permukaan yang menjadi sumber air keperluan manusia, di mana air sungai
biasanya diolah terlebih dahulu untuk dijadikan sumber air bersih. Seringkali
sebagaimana bahasan sebelumnya, badan air sungai menerima limbah domestik
berupa grey water yang tidak melalui proses pengolahan. Hal ini dapat
mempengaruhi kondisi kualitas air sungai yang akan digunakan sebagai sumber

air baku pengolahan air bersih. Pengukuran alkalinitas sangat diperlukan dalam
mengontrol pengolahan air bersih dan air limbah domestik, dimana biasanya air
limbah domestik mempunyai nilai alkalinitas yang lebih tinggi dibandingkan air
bersih.
Alkalinitas itu sendiri secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan
yang mampu menetralisir keasaman di dalam air. Alkalinitas diperlukan untuk
mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar pada air, biasanya disebabkan oleh
adanya garam-garam basa lemah dan basa kuat yang terkandung. Alkalinitas juga
berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik, sehingga alkalinitas diukur
sebagai faktor kesuburan air. Peruntukan Sungai Grogol sebagai sumber air untuk
perikanan dan peternakan sangat memerlukan perhitungan alkalinitas air sungai
tersebut, sehingga perlu diperhatikan dengan baik semua tahapan dan hasil yang
diperoleh.
Semua hal yang saling terkait di atas merupakan bekal yang harus
diperhatikan dan dikerjakan dengan baik agar praktikum laboratorium lingkungan
yang dilangsungkan dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang
baik.
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Penetapan Asiditas
1. Menentukan nilai asiditas larutan sampel.
2. Mengamati pengaruh asam mineral kuat pada basa
3. Mengamati proses titrasi basa kuat terhadap sampel air yang akan
mengalami perubahan warna sebagai titik akhir titrasi.
1.2.2 Penetapan Alkalinitas
1. Menentukan nilai alkalinitas larutan sampel.
2. Mengamati pengaruh ion karbonat/bikarbonat pada asam.
3. Mengamati proses titrasi asam kuat terhadap sampel air yang akan
mengalami perubahan warna sebagai titik akhir titrasi.

1.2.3 Penetapan CO2 Bebas


1. Menentukan nilai CO2 bebas larutan sampel.
2. Menentukan sifat air sampel.
3. Mengamati reaksi pembentukan natrium bikarbonat yang ditandai
dengan perubahan warna larutan sampel.

You might also like