Professional Documents
Culture Documents
KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU
Pembimbing:
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang
dalam usia reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan
matang diluar kavitas endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada
kematian fetus. Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik
ini dapat menjadi keadaan yang membahayakan jiwa.
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan
terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan
kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai
pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu
intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik
di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil,
satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal.
Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3.
Pada permulaan abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik,
dan transfuse darah berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal
pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun
1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan
membuat statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus.
Pada tahun 1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus.
Namun, angka kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970
menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh
spermatozoa
berimplantasi
dan
tumbuh
diluar
endometrium
kavum
uterus.1,2,3,4,5,11,12
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan:4
Tuba Fallopii
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
II. 2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada
beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah
konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik
per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif,
yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita dalam
rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan sebagai
jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000
total konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak
abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil
dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik
asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan
insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang sebenarnya tidak akan dapat
diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan di literature, bagaimanapun juga,
merupakan perkiraan yang baik dan, sejak metodologi yang digunakan sama , maka
dapat dibandingkan secara tepat.7
Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka
kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian
Pelvic
II.3 ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah.1,2,6
Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa
factor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi
pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan
fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme
umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya,
sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik dengan tidak adanya alat
pendeteksi kelainan tuba.
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan
kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi
normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan
ektopik.6,9
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de
Gaaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio sesarea.
Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba,
walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.3
dapat
menyebabkan
perlengketan
endosalping,
peritubal
dengan
distorsiatau
lekukan
tuba
dapat
kemungkinan terjadi kehamilan ektopik lebih besar dua lipat. Hal ini disebabkan
progesterone menghambat kontraksi tuba.
Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa riwayat aborsi yang
diinduksi
meningkatkan
resiko
terjadinya
kehamilan
ektopik,
Levin
dkk.
menunjukkan metode statistik yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktorfaktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang diinduksi tidak meningkatkan secara
bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu baru akan nyata bila
sudah dua atau lebih aborsi.
II.4 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang
paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturutturut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial
tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba
sangat jarang.1,2,7. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan
kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari
tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang
sangat banyak bila terjadi rupture.7
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.
masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii
dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar
korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada
trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada
kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka
muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena
invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadangkadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin
9
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat
diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan
abdominal sekunder.
10
merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini
tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat
memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Dart dkk., massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di
diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan
pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik.2,5
Kesimpulannya,
beberapa
riwayat
dan
penemuan
pemeriksaan
fisik
II.6 DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam
yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan
dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik
sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila
memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.2
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda.
Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus.
Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan
nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah
mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalangumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil,
riwayat menstruasinya.2,4
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan
kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda
syok dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak
11
mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung
dan nyeri tekan.2
Pemeriksaan ginekologi.
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda. Perabaan
serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba
12
yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik,
sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.2,4
Pemeriksaan laboratorium.
Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan beta-human chorionic
gonadotropin (-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu
menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. -hCG diproduksi oleh
trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid
berikutnya. Jika serum
Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum -hCG
negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar -hCG dua kali
lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000
mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada
saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat
membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan
laboratorium umum lainnya adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar
hemoglobin yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai
kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh
kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya
lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000. 2,5
Transvaginal
Ultrasonography
dan
pemeriksaan
kadar
hCG
serial.
13
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk
mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku
pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah
bantuan yang amat berguna.
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun,
dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi
penyulit dari laparaskopi.
Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166
kehamilan ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal
diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau falsenegatif.
Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam
serum, walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar
hCG pada kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari
ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak wanita. Pada
kehamilan yang abnormal seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya
14
15
Figure 2 : Langkah yang digunakan untuk mendiagnosa suspek kehamilan ektopik menggunakan USG
transvaginal.
dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu
kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus
dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang
menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan
ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.
adanya kantong gestasi dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari
38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu, biasanya antara 1500
dan 2500 mIU/ml.
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38
hari, atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada
kantong gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase
kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang
dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan
apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku
93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi
koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan
ektopik dapat dibuat dan dilakukan tindakan.
II.7 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus
bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi
rupture harus dioperasi.2,8,6,10
TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya
salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik
tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan
untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan
laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi
karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat
dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi
17
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan
besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui
laparaskop.
18
Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan ektopik di pars
ampullaris.
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih
baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan
salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.
19
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik.
Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %)
dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian
dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis para pasien resiko
tinggi.6,10
TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan
dengan obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari
tindakan bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi
dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti
termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan
actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih
jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka dkk. untuk
kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti oleh Miyazaki (1983) dan Ory dkk.
yang menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu
banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik
yang berhasil. Lalu, sengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka
mulai diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan oleh Pisarska dkk. (1997)
direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu
lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa
tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan -hCG kurang dari 15.00
mIU. Menurut American College of Obstetricians and Gynaecologist (1998),
kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit
hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan
20
diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil
laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan
menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin
0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil,
-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14 dan 21 hari.
Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan -hCG, kemungkinan ada massa ektopik
persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.10
II.8 PROGNOSIS
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat,
maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik
biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat
dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada
sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus
didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi
secepatnya. 2
21
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
PASIEN
SUAMI
Nama
: Ny. I
Tn.H
Jenis Kelamin
: Perempuan
Laki-laki
Umur
: 30 tahun
33 tahun
Pendidikan
: SMA
SMA
Pekerjaan
wirawasta
Agama
: Islam
Islam
Suku/bangsa
: Jawa / Indonesia
Jawa
Alamat
: 11-05-2011
Pasien datang dengan keluhan nyeri diseluruh perut seperti melilit dan di
tusuk-tusuk. Nyeri ini dirasakan sangat hebat sejak 1 hari SMRS. Os mengatakan
nyeri perut berasal dari perut dibawa tali pusat lalu menjalar ke seluruh perut. Badan
terasa lemas, mudah lelah dan kepala terasa pusing berkunang kunang menetap, rasa
nyeri terasa sangat berat sehingga sangat terasa pada saat pasien bergerak dan
menjalar ke belakang. Os menyangkal adanya mual (-), muntah (-), demam (-),
keputihan (-) maupun keluar darahan dari kemaluan (-). Buang air besar dan buang air
kecil normal seperit biasanya. Pasien mengatakan dari hasil USG di RSCM bahwa
hamil di luar kadungan. Pasien menyangkal dirinya melakukan hubungan seksual
sebelum nyeri perutnya timbul. Pasien mengatakan ia belum perna mengalami sakit
seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit menular seksual pada suami disangkal.
2 bulan SMRS, Os mengatakan tidak mendapat mendapat haid selama 1 bulan,
Os melakukan pemeriksaan test pack ke bidan dan hasil tes kehamilan positive.
perdarahan selama 5 hari, Setelah obat habis Os datang kembali ke Rs.Harapan indah
dan dilakukan USG kembali, hasil USG dikatakan sudah tidak ada gumpalan darah di
dalam kandungan, tetapi dokternya mencurigai adanya kehamilan diluar kandungan
dan dokter menyarankan agar berobat ke dokter spesialis kandungan.
1 hari SMRS Os datang ke Poli RSUD Bekasi dengan nyeri hebat di perut kiri
bawah sejak 7 jam yang lalu, nyeri dirasakan tajam ,menusuk, nyeri dirasakan
semakin menetap. Os diperiksa tes kemilan dan hasilnya (+) serta di usg oleh dokter
23
spesialis kebidanan dan hasil usg menunjukkan kecurigaan ke arah kehamilan anggur
dan adanya keganasan.Os diberikan rujukan ke RSCM untuk dilakukan pemeriksaan
USG yang lebih lengkap.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit Paru (-), penyakit jantung(-),
alergi(-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit Paru (-), penyakit jantung(-),
alergi(-)
E. Riwayat Menstruasi
Menarche
: 13 tahun.
Siklus
: Teratur,
Lamanya
: 3 hari
Jumlah
: 4 x ganti pembalut/hari
Dismenore : HPHT
PT
: 06 -02 - 2011
: 13- 10 - 2011
F. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 1 x dengan suami sekarang usia 19 th.
G. Riwayat Obstetri
1. Abortus ,1999,5 minggu,spontan vakum oleh bidan.
2. Perempun ,2000, aterm, Spontan oleh dokter ,3300 gr
3. Laki- laki ,2005, aterm, spontan oleh bidan ,2800 gr
4. abortus , april 2010, 5 minggu
5. Hamil ini
H. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien mengakui menggunakan kb pil
I. Riwayat Operasi
24
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A.
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: TD
N
RR : 20x/menit
S
: 36,5 0C
Kepala
Mata
THT
Leher
Thoraks: Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Mamae
Ekstremitas:
B. Status Ginekologis
25
1. Pemeriksaan Luar
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
bawah,
Anogenital
-
: 10,6 g/dl
Ht
: 31,4%
Leukosit
: 28.200 /l
Trombosit
: 369.000 /l
Eritrosit
: 3.60 juta/UL
Index Eritrosit
MCV
: 82,5 fl
MCH
: 26,7 pg
MCHC
: 32.3 %
26
Kesan :
kemungkinan Hematokel dan Hemoperitoeum ec. Rupture kehamilan tuba kiri.
V. RESUME :
Pasien 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri diseluruh perut seperti melilit dan di
tusuk-tusuk. sejak 1 hari SMRS. Badan lemas(+), Vertigo (+). Os menyangkal adanya
mual (-), Nausea (-), demam (-), leukorhea (-), miksi dan defekasi normal, koitus (-),
riwayat perdarahan pervagiman 1 minggu SMRS, riwayat memijatkan perut di dukun
(+), Riwayat penyakit menular seksual pada suami (-),riwayat KET (-), merokok(-),
riwayat operasi abdomen (-).
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan KU TSS, kesadaran CM,TD 110 /70
mmHg , Nadi 84 x/menit,RR 20x/menit, Suhu 36,5 0C, konjuntiva anemis (+),akral
hangat(+). Dari pemeriksaan ginekologis ditemukan abdomen tampak datar, supel, NT
(+), timpani,NK(+), bising usus normal, VT nyeri goyang serviks (+).
Pada pemeriksaan penujang laboratorium darah ditemukan Hb 10,6 g/dl,
Leukosit 8000 /l
Kesan
kemungkinan
: dubia bonam
27
Ad fungsionam
: malam
Ad sanationam
: bonam
VI.SIKAP
LAPORAN OPERASI
Diagnosa pre- operasi : KET pada G5P2A2 hamil 13 minggu dan
anemia.
Diagnosa post operasi : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET ruptur
tuba sinistra
Jenis operasi
: Salpingektomi sinistra
Tanggal operasi
Tyason vial 1 gr
2x 1
Metronidazol 100 cc drip
2x 1
Asam traneksamat
3x 2
Lactor
3x 1
5. Terapi Oral (setelah obat injeksi habis)
sporetik 2x1
Mefinal 3x1
Ferofort 1x1
KONDISI PASIEN POST OP
Jam
17. 30
18. 00
18.30
19.00
20.00
21.00
21.30
Suhu
36,5c
36,7c
36,5c
36,5c
36,7c
37.0c
36,5c
Nadi
Tekanan
Pernapasan
Kondisi
78x/menit
86x/menit
90x/menit
84 x/menit
68x/menit
78x/menit
88x/menit
darah
110/60mmHg
100/70mmHg
110/70mmHg
100/60mmHg
100/60mmHg
110/60mmHg
120/60mmHg
20x/menit
21x/menit
24x/menit
20x/menit
21x/menit
20x/menit
24x/menit
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
29
FOLLOW UP
13/05/2011
S : Nyeri perut , lemas, mual
O: Status Generalis
KU
: TSS/ CM
: 120/70 mmHg
: 84 x/ menit
: 20 x / menit
: 37,4C
Mata : CA +/+, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Abdomen:
Ins : Perut tampak datar, luka operasi terbalut perban, rembesan darah (-), selang
drainase (+)
Pal : Supel, Nyeri tekan (+).
Per : Timpani
Ausk : BU + normal
Genitalia Eksterna : Fluksus (+)
A : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET (ruptur tuba sinistra (Hari - 1)
P:
Th/ injeksi :
IVFD RL 20 tpm/menit
Transfusi PRC (kolf ke 4)
Tyason 2x1
Metronidazole 2x1
30
14/05/2011
S : Nyeri perut kanan bawah, mual, badan lemas.
O: Status Generalis
KU : TSS/ CM
T
: 120/80 mmHg
N : 80 x/ menit
P : 22 x / menit
S
: 37,C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Adomen
Ins : perut tampak datar, luka operasi terbalut perban, rembesan darah (-), selang
drainase (+)
Pal : Supel, Nyeri tekan (+).
Per : Timpani
Ausk : BU + normal
Genitalia Eksterna : Fluksus (+)
A : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET (ruptur tuba sinistra (Hari 2)
P:
Th/ injeksi : Tyason 2x1
Metronidazole 2x1
Asam trnaeksamat 3x2 amp
Lactor 3x1 amp
31
: 14,1 g.dl
Ht
: 42,9%
Trombosit
: 265. 000/ ul
Leukosit
: 11.600 /ul
15/05/2011
S : nyeri perut kanan bawah berkurang, mual , muntah
O: Status Generalis
KU
: TSS/ CM
: 110/60 mmHg
: 60 x/ menit
: 20 x / menit
: 36,7C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Abdomen
Ins : perut tampak datar, luka operasi terbalut perban, pus (-), rembesan darah (-),
selang drainase (+).
Pal : Supel, Nyeri tekan (+).
Per : Timpani
Ausk : BU + normal
Genitalia Eksterna : Fluksus (+)
A : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET (ruptur tuba sinistra (Hari - 3)
32
P:
Oral : sporetik 2x1 (13)
Mefinal 3x1 (15)
Ferrofort 1x1 (14)
16/05/2011
S :nyeri perut kanan bawah, mual
O: Status Generalis
KU
: TSS/ CM
: 120/80 mmHg
: 80 x/ menit
: 22 x / menit
: 37,C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Abdomen
Ins : perut tampak datar, luka operasi terbalut perban, rembesan darah (-), selang
drainase (+).
Pal : Supel, Nyeri tekan (+).
Per : Timpani
Ausk : BU + normal
Genitalia Eksterna : Fluksus (+)
A : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET (ruptur tuba sinistra (Hari - 4)
P:
33
: TSS/ CM
: 100/70 mmHg
: 76 x/ menit
: 18 x / menit
: 36,5C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
34
18/05/2011
S :nyeri perut kanan bawah, mual
O: Status Generalis
KU
: TSS/ CM
: 110/80 mmHg
: 81 x/ menit
: 22 x / menit
: 36,5,C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Abdomen
Ins : perut
tampak datar, luka operasi terbalut perban, pus (-), rembesan darah
35
19/05/2011
S : Nyeri berkurang.
O: Status Generalis
KU
: TSS/ CM
: 110/80 mmHg
: 81 x/ menit
: 22 x / menit
: 36,5,C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax : Cor: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : akral hangat +/+, Oedem -/Status ginekologi
Ins : perut tampak datar, luka operasi terbalut perban, rembesan darah (-), selang
drainase (+).
Pal : Supel, Nyeri tekan (+).
Per : Timpani
Ausk : BU + normal
Genitalia Eksterna : Fluksus (+)
A : P2A3 post salpingektomi sinistra atas indikasi KET (ruptur tuba sinistra (Hari - 7)
P:
Oral : sporetik 2x1 (5)
Mefinal 3x1 (4)
36
BAB III
ANALISA KASUS
Dari anamnesis didapatkan Pasien seorang wanita berusia 30 tahun, datang ke
RSUD Bekasi dengan keluhan nyeri diseluruh perut seperti melilit dan di tusuk-tusuk
sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan hebat, mendadak dan terus menerus. Pada
awalnya nyeri dirasakan dibagian bawah perut, namun lama kelamaan menjalar ke
seluruh perut, Gejala ini dapat dimasukan kedalam nyeri akut abdomen karena
sifatnya mendadak dan sangat hebat. dari data ini juga di dapatkan pasien mengalami
perdarahan pervaginam 1 minggu SMRS. Hal ini disertai usia pasien yang belum
mencapai menapouse memungkinkan pasien untuk hamil, dan dengan gejala-gejala
seperti nyeri abdomen, perdarahan pervaginam serta amenore, kemungkinan pasien
mengalami kehamilan ektopik terganggu karena semua gejala sudah memenuhi trias
klasik kehamilan ektopik terganggu. Hal ini juga di tunjang dengan gejala lain seperti
lemas, pusing, tidak adanya demam dan riwayat trauma abdomen disangkal.
Pada kasus ini pemeriksaan anamnesis sudah cukup lengkap untuk
mendiagnosis kemungkinan kehamilan ektopik terganggu dan menyingkirkan
beberapa diagnosis banding seperti infeksi pelvikm ruptur korpus luteum dan torsi
kista ovarium. Didapatkan juga beberapa kemungkinan faktor resiko yang
menyebabkan kehamilan ektopik terganggu pada pasien ini.
Dari pemeriksaan fisik umum tanda-tanda vital masi normal, konjungtiva
anemis . Pada pemeriksaan ginekologis didapatkan nyeri tekan, nyeri lepas, shifting
dullness dan nyeri ketok pada abdomen yang semakin menguatkan salah satu
kemungkinan adanya darah dalam rongga peritoneum, yang menadakan adanya ruptur
tuba dan
salah satu gejala trias kehamilan ektopik terganggu yaitu nyeri akut
abdomen. Pada pemeriksaan Vagina Touche juga didapatkan nyeri goyang serviks
(+) yang semakin menujang diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pemeriksaan
inspekulo seharusnya dilakukan untuk mengetahui apakah cavum Douglasi menonjol
akibat hematokel retrouterina.
Pada pemeriksaan penujang didapatkan tes kehamilan postif, yang
menandakan bahwa pasien benar hamil. Sudah dilakukan juga pemeriksaan USG dan
37
di dapatkan uterus antefkesi normal yang menujukan bahwa janin tidak berkembang
didalam uterus, Terdapat cairan bebas berasal dari hemoperitoneal, dari kesan hasil
USG kemungkinan Hematokel dan Hemoperitoeum ec. Rupture kehamilan tuba kiri.
Pemeriksaan kuldosintesis juga berguna untuk mengkonfirmasi adanya darah
di dalam cavum Douglasi, namun tidak dilakukan pada pasien ini karena sudah di
lakukan USG.
Untuk penatalaksanaan, terapi bedah memang dianjurkan oleh literatur untuk
mengatasi kehamilan ektopik terganggu. Setelah diagnosis ditegakan berdasarkan
pemeriksaan lengkap, nyeri perut menjadi faktor utama dilakukanya pembedahan
karena adanya cairan bebas akibat perdarahan ruptur tuba abdomen yang akan
menjadi media yang baik untuk berkembangnya kuman dan nantinya akan semakin
memperburuk prognosis pasien, sehingga harus segera dikeluarkan sekaligus
memperbaiki penyebabnya yaitu ruptur tuba yang diatasi dengan salpingektomi.
Meskipun teknik operasi yang paling baik adalah laparoskopi karena luka lebih kecil
dan penyebuhan lebih cepat, tetapi tidak dilakukan pada pasien ini karena fasilitas
tidak ada sehingga dilakukan laparotomi. Namun pada laporan operasi, teknik
salpingektomi tidak dituliskan jelas.
Untuk intruksi post operasi, pemilihan sikap sudah sesuai literatur, yaitu
mengobservasi pasien dengan ketat selama 6 jam dan dilakukan transfusi PRC 1000cc
karena terjadi perdarahan saat operasi. Terapi injeksi dengan antibiotik , anti
perdarahan dan anti nyeri sudah tepat untuk pasien ini. Setelah pasien stabil, obat
injeksi dihentikan lalu diberikan antibiotik oral, anti nyeri dan setelah transfusi PRC
1000 cc dilakukan pemeriksaan ulang Hb.
38
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Diagnosis pada pasien ini adalah kehamilan ektopik terganggu. Perawatan
yang dilakukan sejak pasien datang adalah segeras mencari tahu kepastian diagnosis
kehamilan ektopik terganggu dengan mengambil data lengkap dari anmnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan penujang seperti
pemeriksaan darah, tes kehamilan dan USG. Setelah didapatkan diagnosis kerja
kehamilan ektopik terganggu, segera dilakukan intervensi pembedahan laparotomi
(salpingektomi sinistra). Dengan kondisi pasien yang stabil setelah di operasi, luka
operasi terawat dengan baik, os memimta pulang paksa pada perawatan hari ke
sembilan dan diminta kontrol luka operasi 3 hari di poliklinik.
Hal yang dapat dilakuakan sekarang adalah memberi edukasi pada pasien ini
untuk lebih jeli dalam menghadapi tanda-tanda kemungkinan hamil lagi, seperti
langsung ke dokter untuk memastikan apakah dirinya benar-benar hamil dan
mendapat perawatan yang lebih ketat. Dijelaskan juga faktor faktor resiko seperti
infeksi pelvikm penyakit menukar seksualm usia dan larangan merokok untuk
mencegah bertambah besarnya resiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu, karena
pada pasien yang perna mengalami penyakit ini, jelas sebelumnya sudah ada faktor
resiko untuk memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik terganggu lagi.
39
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sepilian,
Vicken;
Ellen
W.
Ectopic
Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ektopik.
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawiroharjo.Jakarta.2002.
40
12.
41