You are on page 1of 14

Daftar isi

Kata pengantar...........................................................................................................1

Bab I laporan kasus...................................................................................................3

Bab II permasalahan..................................................................................................4

Bab III pembahasan...................................................................................................5

Bab IV kesimpulan13

Bab V Daftar pustaka................................................................................................14

Bab 1
Laporan kasus

Seorang bayi laki-laki usia 1 hari dengan keluhan kuning seluruh tubuh ,lahir secara spontan
dari seorang ibu berusia 39 tahun,P2A0 dengan usia gestasi 39 minggu,berat lahir 3400 gram,
APGAR score menit 1=9 menit ke 5=10. Anak ke 1 berusia 4 tahun lahir spontan dengan
berat lahir 3200 gram kehamilan cukup bulan.

Kata kunci : ikterus neonatorum,gestasi,cepalhematoma,apgar score .

Terminologi

Gestasi : periode waktu bayi berada di dalam rahim.

Lama penuhnya periode gestasi antara 38 minggu 42 minggu ( dihitung dari hari pertama
menstruasi terakhir )

Ikterus neonatorum : perubahan warna menjadi kuning yang terjadi pada neonatus / bayi-bayi
yang baru lahir

Cepalhematoma : perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan periostium karena


tarikan / tekanan jalan lahir

Apgar score : suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi
sesaat setelah lahir

Bab II
Masalah

Adanya ikterus seluruh tubuh


Cepalhematoma
Trauma lahir
Lingkar kepala tidak normal
Respiratory rate abnormal
Kadar bilirubin yang tinggi

Bab III
4

Pembahasan
ikterus neonatorum

3.1 DEFINISI
Ikterus (jaundice) adalah warna kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa, dan
ekskresi akibat hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.

3.2. ETIOLOGI
Penyebab ikterus dapat dibai kepada tiga fase ysitu :
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
Kelainan sel darah merah

Infeksi seperti malaria, sepsis

Toksin yang berasala dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang
berasala dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis

2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi
kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan
di ekskresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang
sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoselular
Kerusakan sel hati menyebabkan kojugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin
darah akan mengadakan tegurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi
pada keadaan hepatitis, sirosis hepatis, tumor, bahan kimia, dan lain-lain.

3.3. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus
yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kelahirannya.
Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 50% pada bayi baru
lahir yang cukup bulan dan 75% pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Angka kejadian
ikterus ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara, klinik, dan waktu yang tertentu. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini
mengalami banyak kemajuan.
Di Indonesia, diperoleh data ikterus neonatorum dari rumah sakit pendidikan. Sebuah studi
cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto
Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas
12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.

3.4. PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan umumnya darah ibu dan darah bayi tidak bercampur. Sirkulasi darah ibu
dan bayinya terpisah oleh membran plasenta. Oksigen, karbon dioksida, nutrisi, obat-obatan
tertentu dan beberapa virus dapat melewati membran plasenta. Namun, beberapa kondisi
dapat menyebabkan dua jenis darah dapat bercampur, seperti keguguran, trauma dan
kelahiran, dan kadang-kadang mereka dapat bercampur untuk alasan yang tidak diketahui.
Seorang ibu yang bergolongan darah O membentuk antibodi jika bayinya bergolongan darah
A dan atau B. Antibodi ini kemudian bisa melintasi membran plasenta ke dalam sirkulasi bayi
dan dapat menyebabkan kerusakan beberapa sel darah merah bayi. Penghancuran sel darah
merah ini menyebabkan peningkatan produksi bilirubin. Jika terlalu banyak bilirubin yang
diproduksi, bayi tersebut tidak mampu mengeliminasi bilirubin itu sendiri dengan baik
sehingga menyebabkan penyakit ikterus.
Faktor risiko dari bayi yang dapat menyebabkan ikterus pada kasus ini adalah adanya
cephalohematoma akibat persalinan vakum ekstrasi. Trauma pada kepala bayi menyebabkan
adanya perdarahan dimana perdarahan ini menyebabkan hancurnya beberapa sel darah merah
bayi. Penghancuran ini menyebabkan jumlah heme meningkat, hal ini menyebabkan
pembentukan bilirubin indirek meningkat. Ketidakadekuatan bayi untuk mengeliminasi
bilirubin menyebabkan penyakit ikterus.

3.5. GEJALA KLINIS


Gejala klinis Ikterus Patologis

Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut, ekstremitas berwarna kuning

Letargi

Kemampuan mengisap menurun

Kejang

Penurunan berat badan yang berlebihan

Apneu

Adanya muntah

Ketidakstabilan suhu

Urin berwarna gelap atau urin positif mengandung bilirubin

Takipneu

Feses terang

Ikterus menetap lebih dari 3 minggu

3.6.FAKTOR RESIKO IKTERUS


Faktor resiko ikterus neonatorum, antara lain :
A Faktor maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia,yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik

B Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

C Faktor Neonatus

Prematuritas

Faktor genetik
7

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

3.7. ANAMNESIS

golongan darah dan rhesus ibu dan anak

-cara persalinan
-sudah berapa lama terjadi icterus
o mana saja bagian tubuh yang terlihat kuning
o riwayat penyakit G6PD, incompability,Diabetes Melitus
o Riwayat anak sebelumnya

3.8. PEMERIKSAAN FISIK

Usia kehamilan
Aktifitas / pemberian asupan
Kadar icterus
Pallor
Hepatosplenomegali
Memar
Cepalhematoma

3.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Morfologi darah(Mikroferosit ,retikulosit,G6PD).

Bilirubin direct dan indirect

Pemeriksaan golongan darah (ABO)


8

Pemeriksaan retikulosit

Pemeriksaan penyaringan 6gpd

3.10. PENATALAKSANAAN KASUS


1. Pencegahan
hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a Pengawasan antenatal dengan baik
b Menghindari obat-obatan yang meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan
kelahiran
c Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
d Pemberian makanan yang dini
e Pencegahan infeksi
2. Penanganan
a Fototerapi :
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin.
Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah
sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui
urine (urobilinogen), dan feses (sterkobilin)
Menggunakan cahaya Fluorecent, lama penyinaran < 100 jam, jarak bayi dan
lampu 40-50 cm, posisi berbaring tanpa pakaian (daerah mata dan alat kelamin
ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (karbon)
Posisi bayi diubah setiap 1-6 jam
b Fenobarbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatic glukoronil transferase yang meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu , sintesis
protein yang dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
c Transfuse tukar
Menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang terhemolisis
Indikasi : bilirubin indirek 20 mg/dL atau bila sudah tidak tertangni dengan
fototerapi
d Antibiotik
Diberikan terkait dengan adanya infeksi

Grafik nomogram butani

3.10. KOMPLIKASI

Gangguan Nutrisi dan pertumbuhan


Gangguan tidur
Hilang pendengaran
Gangguan penglihatan

Kala persalinan
Kala I
: Dimulai
dari saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10cm) proses berlangsung 18-24 jam
a

Fase laten
:
berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3cm

b Fase aktif

Fase ekselerasi dalam waktu 3 jam pembukaan 3cm tersebut menjadi 4cm

Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat


cepat dari 4cm menjadi 9cm

Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam


pembukaan dari 9cm menjadi lengkap

Kala II
menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali.

: Harus

Primigravida : 1,5 jam, multigravida


: 0,5 jam
Kala III : setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus kontraksi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir.
Kala IV : Dimulai saat plasenta lahir sampai 2 jam pertama post partum.

3.11. KOMPLIKASI
Kern icterus atau ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan
oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin
indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern icterus bersifat
multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh
albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak,
dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan
perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus.

10

Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL
dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran
tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain:
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.

2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic
neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,
tremor), gangguan pendengaran.
3.12.

PENCEGAHAN

Inisiasi menyusui dini


Pemberian cukup minum pada bayi
Meminimalisir faktor resiko
Sering berjemur
Pengawasan ante-natal yang baik
Pencegahan infeksi
Pengguna fenorbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus

3.13. PROGNOSIS KASUS

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru
tampak setelah beberapa lama kemudian.

11

Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan
minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan
epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan
pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka
sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik
dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman
pendengarannya.

Bab IV
Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat
12

merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% 50% pada bayi yang lahir
cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran
empedu, dan lain-lain.

Berbagai Jenis Ikterus Neonatorum:


a. Ikterus Fisiologis
b. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
c. Ikterus Hemolitik
d. Ikterus Obstruktiva
e. Kern Ikterus

Bab V
Daftar Pustaka

13

1. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed 28. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Marcdante, Karen J., Robert M. Kliegman, Hal B. Jenson, Richard E. Behrman. 2011.
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed 6. Singapura : Saunders Elsevier.
3. Sukandi A, et al. 2002Ikterus Neonatorum Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak, FKUP/RSHS.64-68.
4. Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. YBPSP, Jakarta.
5. Sutedjo, AY. 2006.Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta:Amara Books.
6. Atlas Hematologi Krzysztof Lewandowski, MD dan Andrzej Hellmann, MD

14

You might also like