Professional Documents
Culture Documents
BAB II
STUDI PUSTAKA
II-1
1) Golongan 1:
Sepeda motor (MC) dengan 2 atau 3 roda (meliputi sepeda motor
dan kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
2) Golongan 2:
Sedan, jeep dan station wagon (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3) Golongan 3:
Opelet, pick-up oplet, combi dan minibus (sesuai sistem klasifikasi
Bina Marga)
-
4) Golongan 4:
Pick-up, micro truck dan mobil hantaran atau pick-up box (sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga)
-
II-2
Kendaraan barang dengan muatan sumbu terberat 5 ton (MST5, STRT) pada sumbu belakang dengan as depan 2 roda dan as
belakang 2 roda
II-3
8) Golongan 8:
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliput
sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga). Catatan: dalam hal ini kendaraan bermotor
tidak dianggap sebagai unsur lalu-lintas, tetapi sebagai unsur
hambatan samping.
2.2.2. Kecepatan Rencana (VR)
Kecepatan rencana pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan
bergerak dengan aman dan nyaman secara menerus. Kecepatan rencana
sesuai dengan klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2. 1 Kecepatan Rencana (V R )
Kecepatan Rencana, VR
Fungsi
(km/jam)
Datar
Bukit
Pegunungan
Arteri
70-120
60-80
40-70
Kolektor
60-90
50-60
30-50
Lokal
40-70
30-50
20-30
... 2- 1
II-4
LHR =
... 2- 2
... 2- 3
Keterangan:
Y : Besarnya nilai yang diketahui
A : Konstanta
B : Koefisien variabel X
X : Data sekunder dari periode awal
Sedangkan harga a dan b dapat dicari dari persamaan :
X = n.a + X
... 2- 4
XY = a. X + b. X
... 2- 5
2. Metode eksponensial
Perhitungan pertumbuhan lalu lintas dengan metode eksponensial
dihitung berdasarkan LHRn, LHR0.
II-5
... 2- 6
Keterangan:
LHRn
LHR0
= umur rencana
... 2- 7
Keterangan :
LHRT
VLHR (smp/hari)
Faktor k (%)
> 50000
46
30000 50000
68
10000 30000
68
5000 10000
8 10
1000 5000
10 12
< 1000
12 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Antar Kota, 1997
II-6
Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada
ruas jalan tertentu persatuan waktu, yang dinyatakan dalam kend/jam (Qkend)
atau smp/jam (Qsmp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total)
dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan
ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris utuk
berbagai tipe kendaraan sesuai keterangan pada pembagian tipe kendaraan
sebelumnya.
2.2.5. Nilai Konversi Kendaraan
II-7
Tabel 2. 3 Nilai EMP Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 UD)
EMP
Tipe
Alinyemen
Arus Total
(kend/jam)
MHV
LB
LT
MC
Lebar Jalur Lalu Lintas (m)
<6
Datar
Bukit
Gunung
6-8
>8
1,2
1,2
1,8
0,8
0,6
0,4
800
1,8
1,8
2,7
1,2
0,9
0,6
1350
1,5
1,6
2,5
0,9
0,7
0,5
1900
1,3
1,5
2,5
0,6
0,5
0,4
1,8
1,6
5,2
0,7
0,5
0,3
650
2,4
2,5
5,0
1,0
0,8
0,5
1100
2,0
2,0
4,0
0,8
0,6
0,4
1600
1,7
1,7
3,2
0,5
0,4
0,3
3,5
2,5
6,5
0,6
0,4
0,2
450
3,0
3,2
5,5
0,9
0,7
0,4
900
2,5
2,5
5,0
0,7
0,5
0,3
1350
1,9
2,2
4,0
0,5
0,4
0,3
II-8
Tabel 2. 4 Nilai EMP Jalan Empat LajurDua Arah Terbagi & Tak Terbagi
Arus Total (kend/jam)
Tipe
Alinyemen
EMP
Jalan terbagi
per-arah
(kend/jam)
Jalan tak
terbagi total
(kend/jam)
1,2
1,2
1,6
0,5
1000
1700
1,4
1,4
2,0
0,6
1800
3250
1,6
1,7
2,5
0,8
2150
3950
1,3
1,5
2,0
0,5
1,8
1,6
4,8
0,4
750
1350
2,0
2,0
4,6
0,5
1400
2500
2,2
2,3
4,3
0,7
1750
3150
1,8
1,9
3,5
0,4
3,2
2,2
5,5
0,3
550
1000
2,9
2,6
5,1
0,4
1100
2000
2,6
2,9
4,8
0,6
1500
2700
2,0
2,4
3,8
0,3
Datar
Bukit
Gunung
MHV
LB
LT
MC
Keterangan:
EMP Bus Besar (LB) adalah 2,5 untuk arus <1000 kend/jam dan
2,0 untuk keadaan lainnya
... 2- 8
Keterangan:
FV
FVW
II-10
MHV
LB
LT
MC
datar
83
67
86
64
64
bukit
71
56
68
52
58
gunung
62
45
55
40
55
datar
78
65
81
62
64
bukit
68
55
66
51
58
gunung
60
44
53
39
55
datar
74
63
78
60
60
bukit
66
54
65
50
56
gunung
58
43
52
39
53
68
60
73
58
55
datar SDC B
65
57
69
55
54
datar SDC C
61
54
63
52
53
bukit
61
52
62
49
53
gunung
55
42
50
38
51
6 lajur terbagi
4 lajur terbagi
Berdasarkan MKJI tahun 1997 nilai dari faktor ini dapat dilihat
pada Tabel 2.6 berikut ini:
II-11
Tipe Jalan
(FVW)
(km/jam)
Datar: SDC = A,B
Gunung
per lajur
4 lajur dan 6
lajur terbagi
2 lajur
tak terbagi
3,00
-3
-3
-2
3,25
-1
-1
-1
3,50
3,75
3,00
-3
-3
-1
3,25
-1
-1
-1
3,50
3,75
total
5
6
7
8
9
10
11
-11
-3
0
1
2
3
3
-9
-2
0
1
2
3
3
-7
-1
0
0
1
2
2
II-12
Tipe Jalan
Kelas
Hambatan
Samping
(SFC)
4 lajur
terbagi
4/2 D
Tipe Jalan
2 lajur
tak terbagi
2/2/UD
1,5 m
2m
Sangat rendah
1,00
1,00
1,00
1,00
Rendah
0,98
0,98
0,98
0,99
Sedang
0,95
0,95
0,96
0,98
Timggi
0,91
0,92
0,93
0,97
Sangat tinggi
0,86
0,87
0,89
0,96
Kelas
Hambatan
Samping
(SFC)
4 lajur
tak terbagi
4/2 UD
1,0 m
1,0 m
1,5 m
1,00
2m
Sangat rendah
1,00
1,00
1,00
Rendah
0,96
0,97
0,97
0,98
Sedang
0,92
0,94
0,95
0,97
Tinggi
0,88
0,89
0,90
0,96
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Timggi
Sangat tinggi
0,81
1,00
0,96
0,91
0,85
0,76
0,83
1,00
0,97
0,92
0,87
0,79
0,85
1,00
0,97
0,93
0,88
0,82
0,95
1,00
0,98
0,97
0,95
0,93
... 2- 9
Dimana:
FFV6,SF = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk 6 lajur
FFV4,SF = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk 4 lajur
II-13
2.2.6.5.
Tipe Jalan
0
25
50
75
100
Arteri
1,00
0,99
0,98
0,96
0,95
Kolektor
0,99
0,98
0,97
0,95
0,94
Lokal
0,98
0,97
0,96
0,94
0,93
Arteri
1,00
0,99
0,97
0,96
0,945
Kolektor
Lokal
0,97
0,95
0,96
0,94
0,94
0,92
0,93
0,91
0,915
0,895
4 lajur terbagi
25
50
75
100
Arteri
1,00
0,98
0,97
0,96
0,94
Kolektor
Lokal
0,94
0,90
0,93
0,88
0,91
0,87
0,90
0,86
0,88
0,84
... 2- 10
II-14
Keterangan :
C
Co
II-15
4 Lajur Terbagi
Datar
1900
Bukit
1850
Gunung
1800
1700
Bukit
1650
Gunung
1600
3100
Bukit
3000
Gunung
2900
II-16
FCW
(m)
4 Lajur Terbagi
Per Lajur
6 Lajur Terbagi
3,0
0,91
3,25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,03
Per Lajur
3,0
0,91
3,25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,03
0,69
0,91
1,00
1,08
1,15
10
1,21
11
1,27
II-17
FC
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
2 Lajur
2/2
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
4 Lajur
4/2
1,00
0,975
0,95
0,925
0,90
FCSF
Tipe Jalan
Kelas Hambatan
Samping (SFC)
Lebar Bahu Efektif Ws (m)
0,5 m
1m
1,5 m
2m
VL
0,99
1,00
1,01
1,03
0,96
0,97
0,99
1,01
0,93
0,95
0,96
1,99
0,90
0,92
0,95
0,97
VH
0,88
0,90
0,93
0,96
2/2 UD dan
VL
0,97
0,99
1,00
1,02
4/2 UD
0,93
0,95
0,97
1,00
0,88
0,91
0,94
0,98
0,84
0,87
0,91
0,95
VH
0,80
0,83
0,88
0,93
4/2 D
II-18
... 2- 11
Dimana :
FC 6, SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan 6 lajur
FC 4, SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan 4 lajur
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
2.2.8. Tingkat Pelayanan
Q
C
... 2- 12
Keterangan:
Q = volume kendaraan (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)
Bila Derajat Kejenuhan (DS) yang didapat < 0,75, maka jalan tersebut
masih memenuhi/ layak ( tidak terjadi kemacetan). Sedangkan apabila Derajat
Kejenuhan yang didapat > 0,75 maka harus dilakukan kajian lebih lanjut agar
tidak terjadi kemacetan.
II-19
Metode Langsung
Membutuhkan sumber daya yang sangat besar baik itu sumber daya
manusia, biaya maupun waktu.
manusia (galat mencatat atau menaksir) cukup besar. (Tamin, O. Z., 2000)
B.
II-20
Tid = tid . E
... 2- 13
Dimana:
Tid
tid
= tingkat pertumbuhan
Metode Seragam
... 2- 14
II-21
Dimana :
T
= Tingkat pertumbuhan
Zona
1
2
1
10
60
2
80
20
3
20
130
4
100
80
dd
210
290
Dd
420
435
Ed
2
1.5
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
80
100
10
60
250
250
1
4
50
50
50
20
170
515
3.03
oi
200
250
210
260
920
Oi
300
250
420
650
Ei
1.5
1
2
2.5
1620
1.76
Zona
1
2
1
18
106
2
141
35
3
35
229
4
176
141
dd
370
511
Dd
420
435
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
141
176
18
106
441
250
4
88
88
88
35
299
515
oi
353
440
370
458
1620
Oi
300
250
420
650
1620
II-22
B.1.2.
Metode RataRata
Et + Ed
,
2
Ei =
Ti
ti
dan Ei =
Td
td
... 2- 15
Dimana:
Ei , Ed
Ti , Td
ti , tid
Dimana:
Ti
Ei
dan Ed
Zona
1
2
3
1
17.5
90
100
2
120
25
100
3
40
227.5
15
4
225
160
105
dd
402.5
502.5
320
Dd
420
435
250
Ed
1.043
0.866
0.781
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
4
113.2
100.7
125.7
55.3
394.9
515
1.304
oi
320.7
345.7
408.2
545.3
1619.9
Oi
300
250
420
650
Ei
0.935
0.723
1.029
1.192
1620
1.001
Zona
1
2
1
16
66
2
85
14
3
41
189
4
279
166
dd
421
435
Dd
420
435
Ed
0.999
1
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
74
54
13
110
250
250
1
4
144
98
178
95
515
515
1
oi
300
250
420
650
1620
Oi
300
250
420
650
Ei
1
1
1
1
1620
1
II-24
B.1.3.
Metode Fratar
Tid = tid . Ei . Ed .
... 2- 16
Li =
Ld =
B.1.4.
Metode Detroid
... 2- 17
Zona
1
2
1
17
76.7
2
90.9
17
3
45.4
221.5
4
284
170,4
dd
437.3
485.6
Dd
420
435
Ed
0.96
0.896
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
68.1
56.8
11.4
85.2
221.5
250
1.129
4
129
86
172
86
473.1
515
1.089
oi
290.8
250.7
450.3
625.5
1617.2
Oi
300
250
420
650
Ei
1.031
0.997
0.933
1.039
1620
1.002
Seperti halnya dengan metode rata rata dan fratar, proses diulang
sampai dicapai tingkat kesesuaian yang diinginkan (Ti = Ti(G)). Hal
II-25
Zona
1
2
1
16
68
2
82
15
3
40
189
4
283
164
dd
421
436
Dd
420
435
Ed
0.999
0.999
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
B.1.5.
3
75
61
12
101
249
250
1.001
4
141
92
180
102
515
515
1
oi
300
250
421
650
1620
Oi
300
250
420
650
Ei
1
1
0.999
1
1620
1.002
Metode Furness
... 2- 18
Zona
1
2
1
15
90
2
80
20
3
40
260
4
250
200
dd
385
570
Dd
420
435
Ed
1.091
0,763
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
120
100
20
150
390
250
0.641
4
75
50
100
50
275
515
1.873
oi
300
250
420
650
1620
Oi
300
250
420
650
Ei
1
1
1
1
1620
1.002
Zona
1
2
1
16.4
68.7
2
87.3
15.3
3
43.6
198.4
4
272.7
152.6
dd
420
435
Dd
420
435
Ed
1
1
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
76.9
64.1
12.8
96.2
250
250
1
4
140.5
93.6
187.3
93.6
515
515
1
oi
302.4
260.3
442.2
615.1
1620
Oi
300
250
420
650
Ei
0.992
0.961
0.95
1.057
1620
1
Zona
1
2
1
16
68
2
82
15
3
40
188
4
282
164
dd
420
435
Dd
420
435
Ed
1
1
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
75
61
12
102
250
250
1
4
141
92
180
102
515
515
1
oi
300
250
421
649
1620
Oi
300
250
420
650
Ei
1
1
0.999
1.001
1620
1
... 2- 19
Dimana:
Tid
Dd
f (Cid) = fungsi
hambatan
yang
dianggap
sebagai
ukuran
Ai =
dan Bd =
, fungsi Tanner
II-28
B.2.1.
Model UCGR
... 2- 20
Dimana:
Ai = 1, untuk seluruh i
Bd = 1, untuk seluruh d
(Tamin, O. Z., 2000)
Tabel 2. 22 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan pada Setiap Zona
Zona
1
2
1
2
3
4
Dd
300
200
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
150
350
Oi
200
300
350
150
1000
II-29
Zona
1
2
1
5
20
2
15
10
3
55
25
4
25
15
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
35
50
10
45
4
50
25
30
5
Zona
1
2
1
0.621145 0.148858
2
0.239651 0.385821
3
0.00531 0.092462
4
0.092462 0.239651
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
3
0.035674
0.008549
0.385821
0.013764
4
0.008549
0.092462
0.057433
0.621145
Zona
1
2
3
1
209
33
6
2
121
130
2
3
3
36
114
4
23
40
2
dd
356
240
124
Dd
300
200
150
Ed
0.842
0.834
1.215
Bd
1
1
1
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
B.2.2.
4
3
54
39
183
280
350
1.249
1
oi
252
307
192
248
1000
Oi
200
300
350
150
Ei
0.794
0.976
1.818
0.604
Ai
1
1
1
1
1000
Model PCGR
untuk seluruh i
Zona
1
2
3
1
166
27
5
2
118
127
2
3
6
66
207
4
14
23
1
dd
304
244
214
Dd
300
200
150
Ed
0.987
0.821
0.699
Bd
1
1
1
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
B.2.3.
4
3
53
72
110
238
350
1470
1
oi
200
300
350
150
1000
Oi
200
300
350
150
Ei
1
1
1
1
Ai
0.00446
0.00547
0.0102
0.00339
1000
Model ACGR
Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan
juga tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama
dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan
pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Sehingga
syarat batas yang digunakan adalah sebagai berikut:
untuk seluruh d
II-31
Zona
1
2
3
4
1
176
28
7
4
2
102
108
3
68
3
3
30
138
49
4
20
34
2
228
dd
300
200
150
350
Dd
300
200
150
350
Ed
1
1
1
1
Bd
0.00472 0.00468 0.00681 0.00701
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
B.2.4.
oi
215
281
220
284
1000
Oi
200
300
350
150
Ei
0.929
1.069
1.59
0.528
Ai
1
1
1
1
1000
Model DCGR
Ai =
Bd =
Pengulangan
1
3
5
7
9
11
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
II-32
Pengulangan
0
2
4
6
8
10
Zona
1
2
3
4
1
170
22
3
4
2
114
101
1
84
3
7
63
145
135
4
10
14
0
126
dd
300
200
150
350
Dd
300
200
150
350
Ed
1
1
1
1
Bd
0.97663 0.80853 0.59983 1.60876
Sumber: Tamin, O. Z., 2000
oi
200
300
350
150
1000
Oi
200
300
350
150
Ei
1
1
1
1
Ai
0.00467
0.00539
0.01196
0.0024
1000
Klasifikasi Jalan
II-33
b.
c.
2.
Persimpangan
dengan
pengaturan
tertentu,
tidak
II-35
b.
c.
Ideal
Kolektor
Minimum
Lebar
Lebar
Bahu
Jalur
(m)
(m)
4,5
1,0
Ideal
6,0
Lebar
Bahu
(m)
1,5
7,0
1,5
Lokal
Minimum
Lebar Lebar
Jalur Bahu
(m)
(m)
4,5
1,0
<3000
6,0
Lebar
Bahu
(m)
1,5
3000-10000
7,0
2,0
10001-25000
7,0
2,0
7,0
2,0
7,0
2,0
**)
>25000
2n x 3,5*)
2,5
2 x 7,0*)
2,0
2n x 3,5*)
2,0
**)
Lebar
Jalur (m)
6,0
1,5
Lebar
Jalur (m)
6,0
Ideal
Lebar Lebar
Jalur Bahu
(m)
(m)
6,0
1,5
1,5
Minimum
Lebar Lebar
Jalur Bahu
(m)
(m)
4,5
1,0
7,0
1,5
6,0
1,0
**)
**)
II-36
Tipe jalan ditentukan sebagai jumlah lajur dan arah pada suatu ruas
jalan dimana masing masing memiliki karakteristik geometrik jalan yang
digunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas dan kapasitas jalan
sebagai berikut:
1. Jalan Satu Arah (1 3/1)
- Lebar jalan 7 meter
- Lebar bahu paling sedikit 2 m pada setiap sisi
- Tanpa median
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1 3 juta penduduk
- Digunakan pada alinyemen datar
2. Jalan Dua Lajur Dua Arah (2/2 UD)
- Lebar jalan 7 meter
- Lebar bahu paling sedikit 2 meter pada setiap sisi
- Tanpa median
- Pemisah arus lalu lintas adalah 50 50
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1 3 juta penduduk
- Digunakan untuk alinyemen datar
3. Jalan Empat Lajur Dua Arah (4/2)
a.
Lebar lajur 3,5 meter (lebar lajur lalu lintas total 14 meter)
Tanpa median
b.
Lebar lajur 3,5 meter (lebar lajur lalu lintas total 14 meter)
Dengan median
Superelevasi (e)
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
II-38
2)
Jari-Jari Tikungan
Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
2
Rmin =
(V R )
127.(e max + f max )
... 2- 21
Keterangan :
Rmin = jari-jari tikungan minimum (m)
VR
(f = 0,14 0,24)
3)
Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung transisi pada alinyemen
horizontal dan sebagai pengantar dari kondisi lurus ke lengkung penuh secara
berangsur-angsur. Pada lengkung peralihan, perubahan kecepatan dapat
terjadi secara berangsur-angsur serta memberikan kemungkinan untuk
mengatur pencapaian kemiringan (perubahan kemiringan melintang secara
berangsur-angsur).
2.5.2. Jenis Tikungan pada Perencanaan Alinyemen Horizontal
II-39
T
E
LC
CT
TC
Rc
1/2
Ls fiktif (Ls')
Ls fiktif (Ls')
1/4 Ls'
3/4 Ls'
TC
1/4 Ls'
3/4 Ls'
CT
+ e max
en
en
- e max
1
2
3
BAG. LURUS
(TANGEN)
en
CL
ex
C
L
BAG. LURUS
(TANGEN)
en
POTONGAN 1
en
POTONGAN 2
POTONGAN 3
emax CL
JALUR
emax
JALUR
SISI LUAR
SISI DALAM
Keterangan :
Rc
PI
TC/CT
= sudut tangen ()
II-40
Lc
... 2- 22
E = Rc . tan 1/4
... 2- 23
( R 2 + T 2 ) - Rc
... 2- 24
E = R .(sec 1/2 1)
... 2- 25
Lc = 0,01745 . Rc
... 2- 26
Lt = Lc
... 2- 27
E =
Jenis tikungan ini dapat digunakan pada tikungan dengan jari - jari
besar dan sudut tangen () relatif kecil. Pada umumnya tipe tikungan ini
dipakai pada daerah dataran, tetapi juga tergantung pada besarnya kecepatan
rencana dan radius tikungan.
II-41
2) SpiralCircleSpiral (SCS)
PI
E
T
Yc
Yi
Lc
SC
CS
Tk
Xc
XL
Rc
Ls
TS
Rc
Xm
? Rc
+
Rc
ST
LS
x
SC
TS
en
1
2
3
4 5
en
+ emax
- emax
CS
ST
en
CL
en
CL
en
POTONGAN 1
0%
POTONGAN 2
POTONGAN 3
en
CL
en
ex
CL
ex
CL
emax
POTONGAN 4
POTONGAN 5
emax
JALUR
SISI LUAR
JALUR
SISI DALAM
II-42
Keterangan :
PI
TS
SC
CS
Rc
Lc
Ls
Rc
Xm
Rc
= sudut spiral
si
VR T
T = 1 3 det ik
3,6
... 2- 28
Ls =
0,022.VR 3 2,727.VR e
RC C
C
... 2- 29
LS =
(e max en ) VR V
3,6 re
70 km
VR 80 km
jam
jam
re = 0,035 m / m / det ik
... 2- 30
re = 0,025 m / m / det ik
II-43
Yc =
Ls 2
6 Rc
s =
Ls
= 28,648Ls/Rc dalam ()
2 Rc
;( dengan Ls minimum )
... 2- 31
... 2- 32
Rc = Y + Rc (cos s 1)
... 2- 33
Xm = Ls Rc sin s
... 2- 34
= (Rc + Rc) tg /2
... 2- 35
T = Xm +
... 2- 36
Lc = Rc S / 180
... 2- 37
Lt = Lc + 2 Ls
E=(
Rc + Rc
) Rc
cos / 2
... 2- 38
... 2- 39
Pada tikungan jenis ini, dari arah tangen ke arah circle memiliki
spiral yang merupakan transisi dari bagian luar kebagian circle. Adanya
lengkung spiral adalah lengkung transisi pada alinyemen horizontal.
Lengkung spiral sebagai pengantar dari kondisi lurus ke lengkung penuh
secara berangsur-angsur. Pada bagian ini terjadi gaya sentrifugal dari 0
sampai dengan maksimum ketika kendaraan memasuki dan meninggalkan
lengkung tersebut.
II-44
3) SpiralSpiral (SS)
PI
ES
YC
TS
Xc
Y
CS
SC
P
Rc
Rc
TS
ST
+ e max
e = 0%
e normal
- e max
Sisi Dalam Tikungan
en
CL
en
POTONGAN 1
POTONGAN 2
POTONGAN 3
0%
CL
en
emax CL
JALUR
SISI LUAR
emax
JALUR
SISI DALAM
Rc= 0 = 2s
... 2- 40
Lc = 0 Lt = 2Ls
... 2- 41
Ls =
s Rc
2Rc
2s Ls =
360
28,648
... 2- 42
T = (Rc + P) tg /2 + K
... 2- 43
E = (Rc + P) sec /2 Rc
... 2- 44
II-45
berbentuk Spiral-Spiral, prinsipnya hampir sama dengan tipe Spiral-CircleSpiral, hanya di sini tidak digunakan lengkung Circle, Lc=0 hingga Lt = 2Ls.
2.5.3. Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju tikungan, seringkali
tak dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini
disebabkan karena :
1. Pada waktu membelok yang memberi tanda belokan pertama kali
hanya roda depan, sehingga lintasan roda belakang agak keluar lajur
(Off Tracking).
2. Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berhimpit, karena bemper depan
dan belakang kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda
dengan lintasan roda depan dan roda belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan
lintasannya tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungantikungan tajam atau pada kecepatan yang tinggi.
Untuk menghindari hal itu maka pada tikungan-tikungan yang tajam
perkerasan jalan perlu diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor
dari jari-jari lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan
rencana yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan.
Pada umumnya truk tunggal digunakan sebagai jenis kendaraan dasar
penentuan tambahan lebar perkerasan yang dibutuhkan. Tetapi pada jalanjalan dimana banyak dilewati kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer
merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk kendaraan rencana.
Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari:
1. Off Tracking
Untuk
perencanaan
geometrik
jalan
antar
kota,
Bina
Marga
II-46
pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelokkan dan tinjauan
dilakukan pada lajur sebelah dalam.
Rumus :
B = RW Ri
... 2- 45
... 2- 46
... 2- 47
Ri = Rw B
... 2- 48
... 2- 49
... 2- 50
Keterangan :
B
Rc
Rc = (Ri + 0,5b) + (p + A)
... 2- 51
(Ri + 0,5b) = Rc - (p + A)
... 2- 52
... 2- 53
II-47
Ri = (Rw2 - (p + A) 2 - 0,5b
... 2- 54
Z = 0,105 V/R
... 2- 55
Keterangan :
V = Kecepatan (Km/jam)
R = Radius lengkung (m)
Kebebasan samping di kiri dan kanan jalan tetap harus dipertahankan demi
keamanan dan tingkat pelayanan jalan. Kebebasan samping (C) sebesar 0,5
m , 1 m, dan 1,25 m cukup memadai untuk jalan dengan lebar lajur 6 m, 7
m, dan 7,50 m.
Pada Gambar 2.4 berikut ini dapat dilihat pelebaran perkerasan pada
tikungan:
II-48
Bt
C/
2
L
C/2
P
C/
2
b
B
Rc
Rw
Rl
a
A
b
Bn
II-49
e max + f m = V / (127 x R)
... 2- 56
Keterangan :
e max
fm
II-50
= g1 - g 2
... 2- 57
Keterangan :
g1, g 2
E=
.L
800
... 2- 58
Keterangan :
E = jarak antara lengkung vertikal dengan PPV (m)
L = panjang lengkung vertikal (m)
II-51
PPV
PLV
EV
ELEV. RENCANA
PTV
STA
1
2
LV
STA
STA
LV
L=
S 2 .
... 2- 59
( 2h1 + 2h2 ) 2
Jika S > L, maka :
L = 2S -
2 h1 + h2
... 2- 60
Keterangan :
L
II-52
h1
h2
ANA
EV
PPV
STA
1
2
LV
PTV
STA
STA
LV
II-53
L=
S 2
150 + 3,5S
... 2- 61
L = 2S -
150 + 3,5S
... 2- 62
L=
V 2
390
... 2- 63
Keterangan :
L
maksimum
dimaksudkan
untuk
memungkinkan
120
110
100
80
60
50
40
< 40
10
10
II-54
Kelandaian (%)
4
10
80
630
460
360
270
230
230
200
60
320
210
160
120
110
90
80
D = Terbagi
II-55
Kelas
Arteri
I
II, IIIA
3,75
3,5
Kolektor
IIIA, IIIB
Lokal
IIIC
2.5.6.4. Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik
Memisahkan 2 Jalur Lalu Lintas Yang Berlawanan Arah.
2)
3)
bahan campuran beraspal sebagai lapisan permukaan serta bahan berbutir pada
lapisan bawah. Struktur perkerasan lentur terdiri atas :
1) Lapis permukaan (Surface Course)
Fungsi lapis permukaan ini adalah :
a) Sebagai bahan perkerasan yang mempunyai kualitas material jauh di
atas kualitas material yang berada di bawahnya sehingga dapat
memikul sebagian besar beban lalu lintas untuk melindungi lapisan di
bawahnya yang lebih rentang terhadap kerusakan akibat beban lalu
lintas.
b) Sebagai lapis kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca
2) Lapis pondasi (Base Course)
Fungsi lapis pondasi ini adalah :
a) Menahan beban roda dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya
b) Sebagai lantai kerja bagi lapis permukaan
c) Sebagai lapis peresapan untuk pondasi di bawahnya
3) Lapis pondasi bawah (Sub Base Course)
Fungsi lapis pondasi bawah ini adalah :
a)
b)
c)
d)
II-57
Tanah dasar adalah permukaan tanah asli atau permukaan galian/ timbunan
yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian jalan
lainnya. Pemadatan harus dilaksanakan secara baik agar tidak terjadi penurunan
yang tidak merata akibat beban lalu lintas. Lapis perkerasan lentur dapat dilihat
pada gambar 2.7. berikut ini:
LAPIS PERMUKAAN
(SURFACE COURSE)
LAPIS PONDASI ATAS
(BASE COURSE)
II-58
... 2- 64
Keterangan :
C
LHR awal
II-59
Jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16
ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.
Rumus :
LEA = C . LHRakhir . E
... 2- 65
Keterangan :
C
LHRakhir
... 2- 66
Keterangan :
LEA
LEP
... 2- 67
= LET / FP
II-60
Keterangan :
FP
= Faktor penyesuaian
LET
UR
= Umur Rencana
II-61
b.
c.
Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari
masing-masing nilai CBR.
d.
e.
DDT
... 2- 68
9. Indeks Permukaan
Indeks Permukaan adalah nilai kerataan/ kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat.
Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana sebagaimana Tabel 2.34 berikut ini:
II-62
IPo
Roughness *) (Mm/Km)
LASTON
4
3,9 3,5
1000
> 1000
LASBUTAG
3,9 3,5
3,4 3,0
2000
> 2000
HRA
3,9 3,5
3,4 3,0
2000
> 2000
BURDA
3,9 3,5
< 2000
BURTU
3,4 3,0
< 2000
LAPEN
3,4 3,0
2,9 2,5
3000
> 3000
LATASBUM
2,9 2,5
BURAS
2,9 2,5
LATASIR
2,9 2,5
JALAN TANAH
2,4
JALAN KERIKIL
2,4
II-63
LER*)
Lokal
Kolektor
Arteri
Tol
< 10
1,0 - 1,5
1,5
1,5 2,0
10 - 100
1,5
1,5 2,0
100 - 1000
1,5 - 2,0
2,0 2,5
> 1000
2,0 2,5
2,5
2,5
Curah Hujan
Kelandaian I
(< 6%)
Kelandaian II
(6-10%)
Kelandaian III
(> 10%)
% Kelandaian Berat
30%
> 30%
30%
> 30%
30%
> 30%
Iklim I
< 900mm/Th
0,5
1,0-1,5
1,5-2,0
1,5
2,0-2,5
Iklim II
900mm/Th
1,5
2,0-2,5
2,5-3,0
2,5
3,0-3,5
... 2- 69
dimana :
a1,a2,a3
D1, D2, D3
II-64
Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1
a2
a3
MS
Kt (kg) CBR (%)
(kg)
0,4
744
0,35
590
0,32
454
0,3
340
0,35
744
0,31
590
0,28
454
0,26
340
0,3
340
HRA
0,4
744
Laston
0,26
340
Aspal Macadam
0,25
Lapen (Mekanis)
0,2
Lapen (Manual)
0,28
590
Laston atas
0,26
454
0,24
340
0,23
Lapen (Mekanis)
0,19
Lapen (Manual)
0,15
22
0,13
18
0,15
22
0,13
18
0,14
100
0,13
80
0,12
60
0,13
70
Laston
Lasbutag
0,12
50
0,11
30
0,1
20
Tanah / Lempung
kepasiran
1.
Lapis Permukaan
Tebal
minimum
Bahan
< 3,00
3,00 6,70
6,71 7,49
7,5
7,50 9,99
7,5
Lasbutag, laston
10,00
10
Laston
Lapis Pondasi
Tebal
minimum
< 3,00
15
3,00 7,49
20
10
7,50 9,99
20
15
10 12,14
12,25
20
25
Bahan
II-66
3.
II-67
2.6.2.
untuk
perencanaan
perkerasan
kaku
ada
1.
Besaran-besaran rencana
Menurut rencana didasarkan pada jumlah sumbu kendaraan niaga
(Comercial Vehicle) kurang lebih 2 tahun terakhir.
2. Karakteristik kendaraan :
... 2- 70
Keterangan :
JKN
II-68
R=
(1 + i ) UR 1
i
... 2- 71
R=
(1 + i ) UR 1
+ (UR URm){(1 + i )^ URm 1}
i
... 2- 72
JSKN x % JSKNHi x C x FK
... 2- 73
Keterangan :
JSKN
= Koefisien distribusi
FK
II-69
Jumlah Lajur
1 Arah
2 Arah
1 Lajur
2 Lajur
0,7
0,5
3 Lajur
0,5
0,475
4 Lajur
0,5
0,45
5 Lajur
0,5
0,425
6 Lajur
0,5
0,40
Jalan tol
: Fk = 1.20
Jalan Arteri
: Fk = 1.10
Kolektor/local
: Fk = 1.00
... 2- 74
... 2- 75
ACI 318-83
fr
II-70
Pilih suatu tebal pelat tertentu (h1) untuk setiap kombinasi dan beban
sumbu, dengan menggunakan grafik dan tabel sebagai berikut:
II-71
II-72
II-73
TF =
Ni', 100%
... 2- 76
i =1 n
Keterangan :
i
Ni
Ni
Ni
.lt.i
MR
.lt.i
MR
0,50 , maka Ni =
... 2- 77
II-74
II-75
L M h g
2 fs
... 2- 78
Keterangan :
As = Luas tulangan yang dibutuhkan mm2/m lebar
Bila L 13 m As = 0,1 % x h x b
8. Penulangan pada perkerasan beton menerus
Ps =
100 fb
(1,3 0,2 F )
( fy nfb)
... 2- 79
Keterangan :
Ps = Prosentase tulangan memanjang terhadap penampang beton
fb = Kuat tarik beton (0,4 0,5 MR)
fy = Tegangan leleh baja
n
Ps min = 0,6 %
II-77
Lcr =
fb 2
n. p 2 .u. fp ( S .Eb fb)
... 2- 80
Keterangan :
Lcr = Jarak antara retakan teoritis
fb = Kuat tarik beton (0,4 0,5 MR)
n
d
1 2
d
4
bk
d
II-78
II-79
2.7.2.
... 2- 81
Kr =
... 2- 82
Sx =
( Xi Xrata rata )
i =1
(n 1)
... 2- 83
Keterangan :
Xrt = Curah hujan rata-rata (mm)
Kr = Faktor frekuensi Gumble
Sx = Standar deviasi
n = Banyaknya data hujan
Tr = Periode ulang curah hujan
2.7.3.
I=
R 24
.
24 Tc
0 , 67
... 2- 84
Keterangan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
Tc = Time of consentration (jam)
R = curah hujan maksimum rencana (mm)
II-80
2.7.4.
Tc =
L
... 2- 85
V
Keterangan :
Tc = waktu pengaliran (detik)
L = panjang pengaliran (m)
V = kecepatan aliran (m/dtk)
Kecepatan aliran (V)
H
V = 72.
L
0, 6
... 2- 86
Keterangan :
V = kecepatan aliran (m/dtk)
H = perbedaan elevasi hulu dengan elevasi hilir (m)
L = panjang pengaliran (m)
2.7.5.
CIA
3,6
... 2- 87
Q = 0,278 . C . I . A
... 2- 88
Keterangan :
Q
dengan jumlah curah hujan. Besar kecilnya nilai koefisien limpasan ini
dipengaruhi oleh kondisi topografi dan perbedaan penggunaan tanah.
Berikut ini disajikan besarnya koefisien Run Off menurut
keadaan daerah dalam Tabel 2.42.berikut ini:
Tabel 2. 41 Koefisien Run Off
Kondisi daerah pengaliran dan sungai
Harga dari f
0,75-0,9
0,70-0,80
0,50-0,75
0,45-0,60
0,70-0,80
0,75-0,85
0,45-0,75
0,50-0,75
... 2- 89
V = K . R2/3. I 0,5
... 2- 90
R=
F
O
... 2- 91
Keterangan :
Q = debit pengaliran
II-82
V = kecepatan pengaliran
K = koefisien kekasaran = 40
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan dasar saluran arah memanjang
F = luas penampang basah
O = keliling penampang basah
2.7.6.
Bangunan Drainase
Marka Jalan
II-84
Rambu
Rambu Peringatan
Untuk memberi peringatan kemungkinan adanya bahaya atau
tempat berbahaya di bagian jalan depannya.
Wajib ditempatkan pada jarak 80 meter sebelum tempat bahaya.
Warna dasar kuning dengan lambang atau tulisan warna hitam.
2.
II-85
b) Rambu Perintah :
Untuk menyatakan sesuatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
pemakai jalan.
Wajib diletakkan sedekat mungkin dengan awal titik kewajiban.
Warna dasar biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih.
c) Rambu Petunjuk
Untuk memberi informasi mengenai jurusan jalan, situasi, kota,
tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan.
II-86