You are on page 1of 23

MAKALAH FORMULASI TABLET

ANTIHISTAMIN
CHLORPHENIRAMINI MALEAT
( CTM )

NAMA KELOMPOK :
1. NABILA FAUZIAH ( 1343050130 )
2. SHINTA SILVIANA
3. INDRI APRIYANTI PUTRI
4. SRI LUCYANAWATI

Jl. Sunter Permai Raya Sunter Agung Podomoro


Jakarta Utara 14356

BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua
makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun
menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang yang dimaksud dengan obat adalah suatu
bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau
kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperindah tubuh
atau bagian tubuh manusia. Sediaan obat dibuat dan disimpan sedemikian rupa dengan
memperhatikan sifat bahan obat yang digunakan, sehingga efektivitas optimal dan sifat tidak
merusaknya, terjamin. Konsentrasi dan jumlah bahan penolong yang digunakan dalam
pembuatannya harus tersatukan dengan bahan aktifnya (Voigt, 1994).
Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan
yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami
perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan
tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak, biaya pembuatannya lebih sederhana,
dosisnya tepat, mudah pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika
dibandingkan dengan sediaan yang lain (Lachman, et al., 1994).
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995).
Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan penambahan
bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat
memiliki bentuk silinder, kubus, batang, atau cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru.
Garis tengah tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g (Voigt, 1995).

Metode Pembuatan Tablet


Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol
atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk
meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995). Butiran
granulat yang diperoleh, partikel-partikelnya mempunyai daya lekat. Daya alirnya menjadi
lebih baik sehingga pengisian ruang cetak dapat berlangsung secara kontiniu dan homogen.
Keseragaman bentuk granulat menyebabkan keseragaman bentuk tablet (Voigt, 1995).
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan
larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan
dalam lemari pengering pada suhu 40-50C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan
mesin tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan
langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, et al.,
1994). Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugg atau dikompresi
menjadi tablet yang besar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup
keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini
dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin
ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).
c. Kompresi Langsung
Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida, dan
metenamin bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga memungkinkan untuk langsung
dikompresi tanpa memerlukan granulasi(Ansel, 1989). Istilah kempa langsung telah lama
digunakan untuk memperkenalkan pengempaan senyawa kristalin tunggal (biasanya garam
anorganik dengan struktur kristal kubik seperti natrium klorida, natrium bromida, atau kalium
bromida) menjadi suatu padatan tanpa penambahan zat-zat lain. Hanya sedikit bahan kimia
yang mempunyai sifat alir, kohesi, dan lubrikasi di bawah tekanan untuk membuat padatan
seperti ini (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet
dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi,
disintegran, dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan
membentuk suatu padatan yang kokoh. Tidak ada prosedur praperlakuan granulasi basah atau
kering yang diperlukan pada campuran serbuk (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Keuntungan metode kempa langsung yaitu :
1. Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit
2. Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang
dipergunakan juga lebih sedikit.
3. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab.
4. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi
langsung menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi partikel halus sehingga tidak melalui
proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu. Modifikasi lanjut dari proses kempa
langsung adalah penggunaan penggerusan pracampur zat aktif keras dengan satu atau lebih
pengisi dan penambahan pengisi dan pengikat lain sebelum campuran akhir dikempa
langsung (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Keuntungan tablet dibandingkan dengan sediaan yang lain:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari
semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang rendah.
2. Ongkos pembuatannya paling rendah.
3. Sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.
4.Paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan.
5.Mempunyai sifat stabilitas mikrobiologis yang paling baik (Lachman, et al., 1994).

BAB I
Analisis Farmakologi

Mekanisme Obat
Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu
antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun, dalam
penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri.
Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun
influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat
beristirahat.
CTM adalah obat antihistamin yang mempunyai nama dagangnya yaitu CTM dan
mengandung Chlorpheniramini maleas 4 mg, itu artinya nama obat ini bukan merupakan isi
kandungan melainkan hanyalah sebuah nama merek obat tersebut. Histamin merupakan zat
yang diproduksi oleh tubuh yang dapat menyebabkan seseorang bersin, mata berair, gatalgatal dan reaksi alergi lainnya. Oleh karena itu CTM merupakan obat yang bisa meredakan
gejala-gejala alergi yang ditimbulkan oleh histamine.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi
dan Terapi edisi IV(FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging
dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Menurut Dinamika Obat (ITB,1991),CTM merupakan salah satu antihistaminika H1
(AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan
dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin. Di dalam tubuh adanya stimulasi
reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar,
kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe.
Jika histamine mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai
rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan
tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada
sistem imun. CTM sebagai AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus
dan bermacam-macam otot polos.

Farmakodinamik dari antagonism terhadap Histamin, AH1 menghambat efek


histamine pada pembulih darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu,
AH1 bermanfaat mengibati hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai dengan
penglepasan histamine endogen berlebihan. Secara umum, AH1 efektif menghambat kerja
histamn pada otot polos usus dan bronkus. Bronkokonstriksi akibat histamine dapat dihambat
oleh AH1. Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine, dapat dihambat
dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan berbagai reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1,
karena disini bukan histamine yang berperan tetapi autakoid lain yang dilepaskan. Efektivitas
AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat
histamine. Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan
yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah, dan eksitasi.
Dosis AH1umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk,
berkurangnya kewaspadaan, dan waktu reaksi yang lambat. Beberapa obat AH1 juga efektif
untuk menghambat mual dan muntah untuk akibat peradangan labirin atau sebab lain.
Beberapa AH1 bersifat anestetik local dengan intensitas berbeda. Banyak AH1 bersifat mirip
atropine. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolonergik ini dapat timbul
pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Efek Farmakologi
Klorfeniramin adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat dan derajat
toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan dan sering kali digunakan dalam obat
batuk. Klorfeniramin maleat merupakan antihistamin jenis antagonis reseptor H-1 yang
bekerja dengan cara memblokir reseptor H-1 dengan menyaingi histamin pada resptornya di
otot licin didnding pembuluh darah dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi
alergi (Tjay, 2002).
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping
dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM
sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Namun sebagaimana
sebagian besar obat yang mempunyai efek samping, obat ini juga mempunyai efek samping
mengantuk sehingga tak jarang obat ini sering dijadikan obat tidur. Sebernarnya kurang tepat
apabila obat ini di jadikan obat kantuk, karena oabat ini mempunyai efek resintensi, artinya
semakin lama kita menggunakan CTM berarti semakin kurang efek kantuknya. Efek samping
lain dari CTM adalah Sedasi, gangguan gastro intestinal, efek muskarinik, hipotensi,
kelemahan otot, tinitus, eufria, sakit kepala, merangsang susunan saraf pusat, reaksi alergi,
kelainan darah.

Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan
gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek
samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu
bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu,
pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Jadi
sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping
dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat
pengikatan histamin pada resaptor histamin.
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsopsi dengan baik. Efeknya timbul 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Tempat utama biotransformasi
AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin
setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Dosis
Dosis terapi 4 mg dalam satu tablet dimana AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan
dan waktu reaksi yang lambat. Dosis pemakaian CTM adalah sebagai berikut: untuk dewasa
dosisnya, 3 4 kali sehari 0.5 sampai 1 tablet. Untuk anak-anak 6 12 tahun, dosis
pemakaiannya, 0.5 x dosis dewasa. Sedangkan untuk anak-anak 1 6 tahun, dosisnya adalah
0.25 x dosis dewasa. Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek berarti pada sistem
kardiovaskular.

BAB II
Farmasetika

Tablet dibuat dari bahan aktif dan bahan tambahan yang meliputi bahan pengisi,
penghancur, pengikat dan pelicin. Salah satu bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan
tablet adalah klorfeniramin maleat. Klorfeniramin maleat kurang menguntungkan jika dibuat
secara granulasi basah karena pada granulasi basah diperlukan adanya air serta pengeringan.
Pembuatan tablet klorfeniramin maleat secara granulasi kering juga kurang mendukung
karena pada proses tersebut diperlukan tekanan yang relatif besar yang akan mempengaruhi
kestabilan klorfeniramin maleat. Oleh sebab itu, metode kempa langsung merupakan metode
pembuatan klorfeniramin maleat yang menguntungkan.
Dalam menghasilkan tablet secara umum yang memenuhi persyaratan, diperlukan
bahan-bahan penolong yang digunakan pada pembuatan tablet yang diharapkan dapat
meningkatkan sifat aliran dan kompaktibilitasnya.
Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan tablet, umumnya terdiri dari :
1) Bahan Pengisi (Filler/Diluent)
Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume dan berat tablet. Bahan ini
ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa (Anonim, 1995). Bahan pengisi
ini menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984). Bahan
pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal
(Anonim, 1995).
2) Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat
(Lachman et.,al, 1994). Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan
daya tahan tablet. Bahan pengikat sangat membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan
pengikat yang digunakan adalah mucilage amili, gelatin, gom arab, tragakan, derivate
selulosa dan polivinil pirolidon. Penambahan bahan pengikat tidak boleh terlalu lebih atau
kurang, bila terlalu lebih biasanya akan dihasilkan granul yang keras untuk dibuat tablet atau
sebaliknya bila kurang akan dihasilkan tablet yang cenderung lunak dan rapuh (Banker and
Anderson,1986).

3) Bahan Penghancur (Disintegrant)


Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak dengan
cairan. Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen tablet
sehingga akan mempermudah terlepasnya obat dari tablet .Bahan penghancur ditambahkan
untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran
pencernaan. Dapat juga berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan
menyebabkan tablet pecah menjadi bagian- bagian. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin
sangat menentukan kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang
diharapkan (Banker and Anderson, 1986). Jenis bahan penghancur yang umum digunakan
adalah amilum, derivate selulose, asam alginate, veegum, koalin dan bentonit.
4) Bahan Pelicin (Lubricant)
Berdasarkan fungsinya bahan pelicin dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a) Lubricant
berfungsi untuk mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan dinding ruang cetakan
(die) dan antara dinding die dengan punch, sehingga tablet mudah dikeluarkan dari
cetakan.
b) Glidant
berfungsi untuk mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir dari hopper ke
ruang cetak ( die), sehingga memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan
dikempa dan akan berpengaruh pada keseragaman bobot tablet.
c) Anti adherent
berfungsi mencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan punch. Sebagai
bahan pelicin yang biasa digunakan adalah magnesium stearat, aerosil, talk dan
kalsium stearat. Jumlah pelicin yang digunakan pada pembuatan tablet yang satu
dengan yang lain berbeda-beda mulai dari yang sedikit kira-kira 0,1 % dari berat
granul sampai sebanyakbanyaknya 5% (Ansel, 1989).
Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk konsentrasi 5% tepung jagung konsentrasi
5-10%, koloid-koloid silika seperti cab-o-sil atau siloid atau aerosil dalam konsentrasi 0,253% (Lachman et.,al., 1994).

Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet


Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari tablet yang
dihasilkan, pemeriksaan kualitas tablet meliputi :
a. Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot
pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang
ditentukan dalam Farmakope Indonesia edisi III (Anonim, 1979). Penyimpangan
bobot yang dipersyaratkan oleh Farmakope Indonesia adalah sebagai berikut :
Faktor yang mempengaruhi keseragaman bobot kondisi peralatan yang digunakan dalam
proses pentabletan, seperti berubahnya pengaruh tekanan (Anonim, 1979).
Tabel 1.Persyaratan penyimpangan bobot (Anonim, 1979)
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
Bobot rata-rata (mg)

25 mg atau kurang

15

30

25 mg 150 mg

10

20

151 mg- 300 mg

7.5

15

Lebih 300 mg

10

b. Kekerasan Tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama
pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari
tekanan pengempaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan
kompresi dan sifat bahan yang dikempa, kekerasan tablet yang baik antara 4 8 kg
(Parrott,1971).

c. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan
dan goncangan. Besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian. Alat
yang digunakan adalah friabilator tester. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapuhan antara
lain banyaknya kandungan serbuk (Fines). Kerapuhan di atas 1 % menunjukkan tablet yang
rapuh dan dianggap kurang baik (Banker and Anderson, 1986). Tablet bagus bila tablet yang
diuji tidak boleh berkurang lebih dari 1% dari berat tablet uji (Mohrle, 1989).
d.Waktu Hancur Tablet
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium
yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kassa alat pengujian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan
kekerasan tablet. Kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih
dari 15 menit (Anonim,1979). Waktu hancur yang semakin cepat maka semakin cepat pula
pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat bagi tubuh.
Pemeriksaan Keseragaman Kandungan Zat Aktif
Keseragaman kandungan zat aktif dapat diterapkan dengan salah satu dari dua
metode, yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Tablet memenuhi
keseragaman kandungan zat aktif jika kadar 10 tablet yang diperiksa memberikan hasil dalam
batas 92,5% sampai 107,5% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
Preformulasi :
A. Struktur Kimia dan karakteristik
CTM atau klorofeniramin maleat mengandung gugus klor, 2-dimetilamino-etil benzil
dan gugus piridina maleat.
B. Bobot Molekul
CTM atau klorfeniramin maleat memiliki berat molekul 390,67 g/mol.
C. Metode Analitik
prosedur analisis kimia CTM dilakukan menggunakan metode Spektrofotometri
dengan menganalisis serapan cahaya oleh gugus kromofor yang terdapat dalam
struktur kimia CTM. Dari serapan cahaya ini dapat diketahui nilai serapannya

(absorbansi). Dengan demikian dapat diketahui kadar dari tablet CTM yang dibuat
dengan cara memplot nilai absorbansi yang diperoleh pada persamaan regresi linier
dari kurva baku CTM.
Bahaya potensial dan Toksikologi
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping
dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM
sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Dosis terapi AH1
umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk,
berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan
bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut
melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat
yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Jadi sebenarnya rasa kantuk yang
ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut.
Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin
pada resaptor histamin. Efek samping : Sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik,
hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dan
kelainan darah. Jadi aturan pakainya yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan dosisnya,
karena sebenarnya satu butir CTM saja sudah cukup. Dosis yang diperlukan untuk
menimbulkan efek kantuk adalah seperempat tablet CTM. Sehingga perlu diingatkan pada
masyarakat bahwa penambahan dosis yang tidak terbatas maah akan menimbulkan efek
toksik (racun).
Formulasi :
CTM atau klorfeniramin maleat dibuat dalam bentuk tablet yang berisi zat aktif dan
eksipiennya. Yanuar, et.,al, (2003) telah melakukan penelitian yaitu preparasi dan
karakterisasi selulosa mikrokristal dari nata de coco untuk bahan pembantu pembuatan tablet
yang menggunakan nata de coco yang diperoleh dari pasaran. Berdasarkan interpretasi data
spektrum inframerah dan spektrum difraksi sinar-x terlihat bahwa selulosa mikrokristal
mempunyai kemiripan dengan Avicel PH-102 yang sering digunakan sebagai pengisi dalam
tablet CTM dengan rumus empirik (C6H10O5)n sehingga dari menelitian ini memungkinkan
kita untuk menggunakan selulosa mikrokristal dari nata de coco sebagai bahan pembantu
pembuatan tablet. Pada awalnya, selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan
kapas. Produk komersial selulosa mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan
berkayu, misalnya konifer (Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).
Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari
kulit kacang kedelai, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tongkol jagung, bambu
India dan lain-lain (Ejikeme, 2008).

Ada beberapa masalah selama produksi produk selulosa. Masalah ini mencakup
polusi yang terjadi selama proses pulping dan bleaching selama pemurnian serat selulosa dan
sejumlah besar residu cair serta toksin yang dilepaskan dari selulosa (Chen, et al., 2010).
Selain itu, penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat
mengurangi ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutan secara besar-besaran.
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari
sumber nonkayu sebagai sumber alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang
disebabkan oleh penggunaan kayu dalam pembuatan selulosa mikrokristal (Behin, et al.,
2008).
Berdasarkan masalah di atas, digunakan nata de coco sebagai alternatif sumber
selulosa mikrokristal karena nata yang merupakan selulosa bakteri mempunyai keunggulan
antara lain kemurnian, daya regang dan daya serap air yang lebih tinggi daripada selulosa
tumbuhan (Chawla, et al., 2008).
Perhitungan dan Penimbangan
Menurut buku Formularium Nasional Edisi ke-II tahun 1978. Resep dari Tablet
Klorfrniramina adalah
Komposisi

Tiap tablet mengandung:

Chlorpheniramini Maleas

4 mg

Zat tambahan yang cocok

secukupnya

Penyimpanan.

Dalam wadah tertutup rapat.

Dosis.

Dewasa: 3 sampai 4 kali sehari setengah sampai 1 tablet.


Anak: bayi. 3 sampai 4 kali sehari seperempat tablet.
Anak berumur dibawah 12 tahun, 3 sampai 4 kali sehari
setengah tablet.

-Formulasi Baru tablet CTM


Formula tablet CTM dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari nata de coco. Dibuat
formula untuk 1000 tablet, berat pertablet 200 mg dan penampang tablet 9 mm.
Berat 1000 tablet

= 1000 tablet x 0,2 gram = 200 gram

Klorfeniramin maleat

= 1000 tablet x 0,004 gram = 4 gram

Amilum manihot 5 %

= 5% x 200 gram = 10 gram

Magnesium Stearat

= 1% x 200 gram = 2 gram

Talkum = 1% x 200 gram = 2 gram


Selulosa mikrokristal

= 200 gram ( 10 + 2 +2+ 4) gram


= 182 gram

Pembuatan
1. Dimasukkan g klorfeniramin maleat ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan
dengan 10 g amilum manihot, selanjutnya tambahkan 2 g magnesium stearat dan 2
g talkum sambil digerus.
2. Tambahkan sedikit demi sedikit selulosa mikrokristal sambil terus digerus sampai
semua komponen homogen.
3. Dilakukan uji preformulasi dan kemudian dicetak menjadi tablet dengan diameter
9 mm.
Evaluasi Fisika Sediaan
Appearance (penampilan)
-shape (bentuk) : tablet
-warna
: putih
-permukaan
: rata

Uji Keseragaman bobot


Dilakukan uji keseragaman diambil tablet klorfeniramin maleat dengan bahan pengisi
selulosa mikrokristal dari nata de coco dengan persyaratan:
Untuk bobot rata-rata 151 mg sampai dengan 300 mg, penyimpangan untuk kolom A adalah
tidak lebih dari 7,5 % dan kolom B tidak lebih dari 15 %.
Uji Friabilitas Tablet
Uji Friabilitas Tablet = a-b /a x 100%
Dimana:
a = bobot 20 tablet sebelum diputar dengan friabilator (gram)
b = bobot tablet sesudah diputar dengan friabilator (gram)
F = Friabilitas (%)
Syarat friabilitas tablet:
Kehilangan bobot tidak boleh lebih dari 0,8 % (F 0,8%).
Uji Kekerasan tablet
Uji ini dilakukan untuk emnjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanis pada
proses pengemasan dan penghantaran. Prosedurnya diambil 20 tablet diambil secara acak
laludiukur kekerasannya menggunakan hardness tester.
Uji Waktu Hancur
Dilakukan dengan memasukkan 5 tablet kedalam keranjang, naik turunkan keranjang
secara teratur 30 kali tiap menit, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang
tertinggal di atas kas, kecuali melalui melalui fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali
dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari
15 menit untuk tablet tidak bersalut.

BAB IV
Analisis Kimia

Identifikasi Zat Aktif


Identifikasi CTM atau klorfeniramin maleat dilakukan dengan cara:
1. Spekturm serapan ultraviolet larutan 0,002 % b/v dalam asam sulvat 0,1 N setebal 2
cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350 nm menunjukkan
maksimum hanya pada 265 nm; serapan pada 265 nm lebih kurang 0,85.
2. Lakukan kromatografi lapis tipis yang tertera pada kromatografi, menggunakan
silikagelG/F-254 P sebagai zat jerap, panaskan lempeng pada suhu 105 selama 30
menit. Sebagai fasa bergerak digunakan 5 campuran 5 bagian volume etilasetat 3
bagian volume methanol P dan 2 bagian volume asam asetat encer P. totolkan terpisah
masing-masing 2 ul larutan dalam kloroform P yang mengandung (1) 0,5 % b/v zat uji
dan (2) 0,5 % b/v klorfeniramina maleat PK. Angkat lempeng, biarkan kering diudara,
amati dengan lampu ultraviolet 254 nm. Dua bercak utama yang diperoleh dengan
larutan (1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2). Semprot lempeng
dengan Larutan kaliun iodobismutat encer P. bercak utama yang diperoleh dari larutan
(1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2).
3. Larutan 500 mg dalam 5 ml air, tambahkan 2 ml ammonia P. sari 3 kali, tiap kali
dengan 5 ml kloroform P. uapkan lapisan air hingga kering, tambahkan 0,2 ml asam
sulfat encer P dan 5 ml air. Sari 4 kali, tiap kali dengan 25 ml eter P. uapkan kumpulan
sari eter dengan mengalirkan udara panas; suhu suhu lebur sisa lebih kurang 130.
Evaluasi Kimia Sediaan
Magnesium Stearat
Nama : Magnesium Oktadekanoat, Asam Dekanoat
-

Evaluasi organoleptik
Pemerian berupa serbuk halus dan voluminus, putih, bau khas dan mudah melekat di
kulit dan bebas dari butiran.

Evaluasi kelarutan
Kelarutannya tidak larut dalam etanol, air dan eter.

Talk
-

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik


Alasan penggunaannya karena bersifat lemak dan tersedia dalam ukuran partikel
kecil. Logam stearat meerupakan yangpaling efisien dan lazim digunakan. Pada
umumnya lubrikan ini tidak reaktif, tetapi sedikit bersifat basa. Logam stearat
berfungsi sebagai glidan dan anti adheren.

Evaluasi organoleptik
Pemerian berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu dan berkilat,
tidak berbau dan mudah melekat di kulit dan bebas dari butiran.
Evaluasi kelarutan
Tidak larut dalam etanol, air dan praktis tidak larut dalam eter (anonim,1995)
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik
Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan. Talk digunakan secara luas dan
mempunyai sifat menguntungkan yaitu lebih unggul daripada pati dalam
meminimalkan setiap kecenderungan zat yang melekat pada permukaan pons, suatu
sifat yang kadang kadang digolongkan sebagai antiaderen.

Amilum
- Evaluasi organoleptik
Bentuknya berupa serbuk sangat halus, putih dan tidak berbau.
- Evaluasi kelarutan
Mudah larut dalam NaOH dan praktis tidak larut dalam air dan asam diluet dan
pelarut organik lainnya (anonim,1995)
- Penyimpananya dalam wadah tertutup tertutup rapat
Digunakan sebagai pengikat serbaguna untuk menghasilkan tablet yang
terdesintegrasicepat dan granulasi yang hanya dibuat dengan menggunakan pati
sebagai pengikat internal dan digranulasi dengan air. Pati merupakan pengabsorsi
minyak yang baik. Selain itu dapat digunakan sebagai desintegran yang membantu
hancurnya tablet.

Selulosa Mikrokristal
- Evaluasi organoleptik
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih,
tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang
menyerap. Selulosa mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran
partikel dan tingkat kelembapan sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang
berbeda ( Rowe, et al., 2009).
CTM Atau Klorfeniramin Maleat
- Evaluasi organoleptik
Pemerian berupa serbuk hablur, putih, dan tidak berbau.
- Evaluasi kelarutan
Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5. Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam
etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Ditjen POM,
1995).

BAB V
Pengemasan dan Informasi obat

Pengemasan
Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang
dikemas produk, antara lain : strip/blister, botol, ampul, vial, plastic, dan lain-lain. Fungsi
utama kemasan adalah sebagai pelindung produk. Kemasan juga sangat vital untuk
mempertahankan kualitas produk. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Kemasan yaitu
sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus sediaan farmasi dan alat kesehatan baik yang bersentuhan langsung maupun
tidak. Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan
bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi
berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Kemasan yang digunakan dalam sediaan tablet biasanya menggunakan kemasan
Strip/Blister, begitu pula dengan obat CTM yang mempunyai kemasan yang sama dengan
tablet. Strip/blister merupakan kemasan yang menganut sistem dosis tunggal, biasanya untuk
sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet, dan lain-lain) per oral. Kemasan strip dibentuk dengan
mengisi dua rangkaian lapis tipis yang fleksibel dan dapat disegel panas melalui suatu
gulungan perekat yang dipanaskan, atau suatu piring yang dapat bergerak dan dipanaskan.
Produk dijatuhkan ke dalam kantung yang dibentuk sebelum akhirnya disegel. Suatu strip
yang panjang terbentuk, umumnya terdiri dari beberapa bungkusan, tergantung dari kapasitas
mesin kemasannya. Strip berisi kemasan obat dipotong panjangnya sesuai dengan jumlah
kemasan yang diinginkan.
Produk yang disegel antara dua lembaran lapisan tipis itu biasanya mempunyai suatu
segel di sekitar setiap tablet, dan biasanya dipisahkan dari bungkus-bungkus yang berdekatan
karena adanya perforasi.
Bahan kemasan dapat berupa kertas, kertas timah (alumunium foil), plastik/selofan,
sendiri atau dalam bentuk kombinasi. Jika penampilan suatu produk dirasa penting, dapat
menggunakan selofan yang dapat disegel panas atau poliester yang dapat disegel panas.
Apalagi bagian muka dan bagian belakang suatu kemasan dapat menggunakan bahan-bahan
yang tidak sama. Pemilihan bahan yang digunakan tergantung pada tuntutan produk dan
mesin.

Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin termoplastik


dengan pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastik yang lembek itu ke dalam
suatu cetakan. Sesudah mendingin, lembaran dilepas dari cetakan dan berlanjut ke bagian
pengisian dari mesin kemasan.
Blister setengah keras yang terjadi sebelumnya diisi dengan produk, dan ditutup
dengan bahan untuk bagian belakang yang dapat disegel dengan pemanasan. Bahan untuk
bagian belakangnya atau tutupnya, dapat digunakan dari jenis yang bisa didorong atau jenis
yang dapat dikelupas.
Bahan-bahan yang umum digunakan untuk blister yang dapat dibentuk dengan panas
adalah plivinil klorida (PVC), kombinasi PVC/polietilen, polistiren, dan polipropilen. Karena
alasan ekonomi dan karena sifat kerja beberapa mesin, blister pada kebanyakan unit kemasan
terbuat dari PVC. Sebagai tambahan perlindungan terhadap lembab, lapisan poliviniliden
klorida (saran) atau poliklorotrifluoroetilen (aclar) boleh dilaminasikan pada PVC. Daya
hambat lembab dari PVC/aclar lebih unggul dibandingkan dengan PVC yang berlapis saran,
terutama jika lama disimpan pada kelembaban yang sangat tinggi.
Indikasi AH1 berguna untuk pengibatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe
eksudatif akut misalnya pada polinosis dan utkaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan
menghambat efek histamine yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi.
AH1 tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab
berbagai gangguan alergik. Keadaan ini dapat diatasi hanya dengan menghindari allergen dan
desensitisasi. AH1dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan
tenggorokan pada pasienseasonal hay fever. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan oleh
debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama. Kongesti hidung
kronik lebih refrakter terhadap AH1. AH1 tidak efektiv pada rhinitis vasomotor.
Manfaat AH1 untuk mengobati batuk pada anak dengan asma diragukan, karena
AH1 mengentalkan sekresi bronkus, sehingga dapat menyulitkan ekspektorasi. AH1 efektif
untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya kurang baik.
Kadang-kadang AH1 dapat mengatasi dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan
serangga.

AH1 efektif untuk dua per tiga kasus verigo, mual dan muntah. AH1 efektif sebagai
anti muntah pasca bedah, mual dan muntah waktu hamildan setelah radiasi. AH1 juga dapat
digunakan untuk mengobati penyakit meniere dan gangguan vestibularlain. Penggunaan
AH1 lain ialah untuk mengobati pasien paralisis agitans (penyakit Parkinson) yaitu
mengurangi rigiditas dan tremor. Sifat anastetik local AH1 digunakan untuk menghilangkan
gatal-gatal. Tetapi harus diingat bahwa pada penggunaan topical, AH1 ini bias menyebabkan
sensitivitas kulit.
Efek samping, pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun
jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi
yang besar dalam toleransi terhadap obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini
sangat mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering adalah
sedasi. Pada anak-anak, obat ini akan mengentalkan dahak sehingga menyulitkan kerja
ekspektoran. CTM juga kurang bermanfaat sebagai dekongestan. Mereka bisa mengatasi
penyempitan bronkos tetapi tidak cukup kuat untuk menjadi bronkodilator. CTM mempunyai
sifat antikolinergik sehingga bisa menimbulkan kesukaran pada buang air kecil. Obat ini
jarang dijual dalam bentuk tunggal dan sering menimbulkan mulut kering serta gangguan
buang air kecil. Gejala lainnya dapat berupa mual dan muntah sehingga obat ini harus
dimakan sesudah makan. Ancaman keracunan obat ini terbuka lebar karena sering tersedia
dirumah. Sekitar 20-30 tablet yang dimakan seorang anak dapat menyebabkan kematian.

PENUTUP

1.CTM atau klofeniramin maleat) adalah obat golongan antihistamin H1 sebagai obat
antialergi dengan reaksi alergi ringan sampai sedang dan obat untuk anafilataksis.
2 .CTM adalah obat bebas terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar
isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.
3. Formulasi dari obat CTM bisa menggunakan bahan lain atau pengganti yaitu selulosa
mikrokristal dari nata de coco sebagai pengisi tablet.
4. Analisis zat aktif dapat dilakukan dengan Spekturm serapan ultraviolet dan kromatografi
lapis tipis.
5. Uji fisika sediaan tablet CTM adalah uji keseragaman bobot, uji friabilitas tablet , uji
kekerasan tablet, uji waktu hancur.
6. Pengemasan tablet CTM dapat dikemas dalam bentuk strip/blister.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Azwar, Bahar. 2011.Bijak Mengonsumsi Obat Flu.Penerbit Kawan Pustaka : Jakarta.
Ditjen POM. (1979). Famakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Tjay,T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media Komputindo.

You might also like