Professional Documents
Culture Documents
105070107111037
105070104111011
Pembimbing :
dr. Anik Puryatni, SpA
dr. Tjahyo Suryanto
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan tertinggi di
2013).
Prevalensi tertinggi Malnutrisi Energi Protein (MEP) berada pada anak di
bawah umur 5 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Berdasarkan lama dan
beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP
derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi
kurang belum dijumpai gejala klinis yang khas, namun gizi buruk disamping
gejala klinis didapatkan pula kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis.
Kwashiokor, marasmus, dan kombinasi kwasiokor-marasmur merupakan bentuk
klinis dari gizi buruk (Mengistu K, Alemu K, Destaw B., 2013).
Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara
berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang
terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di negara berkembang berkaitan
dengan defisiensi energi dan protein sekaligus. Masalah malnutrisi atau
kekurangan nutrisi pada anak usia bawah lima tahun dapat mengganggu proses
tumbuh kembang secara fiskal maupun mental. Hal ini dapat memberikan
dampak yang negatif pada sumber daya manusia pada masa mendatang.
Dari data yang disampaikan diatas, maka dirasa perlu bagi seorang
dokter umum untuk mampu mendiagnosis dan menatalaksana gizi, terutama
masalah gizi buruk yang bersifat kronis yaitu marasmus. Dengan ini diharapkan
dokter umum sebagai lini pertama dalam pelayanan kesehatan mampu
mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana menegakkan diagnosis dan tatalaksana gizi buruk pada
anak?
1.3 Tujuan Penulisan
Memahami cara mendiagnosa dan menatalaksana anak dengan
gizi
buruk.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pemahaman penulis
tentang
marasmus,
baik proses
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
2.1.1
Gizi Buruk
Gizi buruk akut atau malnutrisi akut berat (MAB) menurut WHO adalah
keadaan dimana seseorang tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB < - 3
SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema nutrisional,
dan pada anak umur 5-59 bulan lingkar lengan atas (LLA) < 110 mm. Secara
mendetail, klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat derajatnya dijelaskan
pada tabel berikut ini :
Indeks
BB / U
TB / U
BB / TB
Simpangan Baku
2 SD
Status Gizi
Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD
Gizi Baik
Gizi Kurang
<-3 SD
-2 SD sampai +2 SD
Gizi Buruk
Normal
< -2 SD
2 SD
Pendek
Gemuk
-2 SD sampai +2 SD
Normal
< -2 SD sampai -3 SD
Kurus
< -3 SD
Sangat Kurus
Berikut klasifikasi penentuan gizi buruk pada anak menurut (Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA, KEMENKES RI, 2011)
2.1.2
Marasmus
Malnutrisi Energi-Protein (MEP) adalah defisiensi yang disebabkan oleh
ketidakcukupan asupan protein, sumber energi, atau keduanya. MEP juga dapat
dideskripsikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. Defisiensi protein dan energi dapat terjadi
bersamaan, namun bila defisiensi salah satu di antara nutrisi tersebut lebih berat,
maka disebut dengan marasmus atau kwarshiorkor (Mller O, Krawinkel M,
2005).
Marasmus adalah salah satu bentuk MEP yang terutama disebabkan oleh
kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama dan ditandai dengan retardasi
pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif.
Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang disebabkan oleh defisiensi
makanan sumber energi (kalori) dapat terjadi bersamaan/tanpa disertai defisiensi
protein (Mengistu K, Alemu K, Destaw B., 2013).
Marasmus dibedakan dengan kwarshiorkor yang juga merupakan bagian
dari MEP berdasarkan sistem penilaian McLaren yang dikenal sebagai McLaren
Scoring System seperti berikut (Pardede N., 2008):
GEJALA KLINIS / LABORATORIS
Edema
Dermatosis
Edema disertai dermatosis
Perubahan pada rambut
Hepatomegali
Kadar Albumin
Kadar Protein
<1,00
< 3,25
1,00 1,49
3,25 3,99
1,50 1,99
4,00 4,75
2,00 2,49
4,75 5,49
2,50 2,99
5,50 6,24
3,00 3,49
6,25 6,99
3,50 3,99
7,00 7,74
> 4,00
> 7,75
ANGKA
3
2
6
1
1
7
6
5
4
3
2
1
0
Interpretasi nya adalah bila skor total 0-3 maka tergolong marasmus, bila
skor total| 4-8 maka marasmus-kwashiorkordan bila skor total maka 9-15
tergolong kwashiorkor.
2.1.3
Kwasiorkor
5
Edema
Perubahan mental
Perubahan rambut
Perlemakan hati
Dermatosis (skin lesions)
Infeksi
Marasmik Kwasiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Epidemiologi
Malnutrisi Energi-Protein (MEP) merupakan salah satu dari empat
kekurangan gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita. Sebagai contoh,
ditemukan 47% dari kasus gizi buruk RS DR. Soetomo Surabaya dan 42% dari
kasus gizi buruk RS. Dr. Pirngadi Medan adalah gizi buruk jenis marasmus
(KEMENKES RI, 2011).
2.3
Etiologi
Marasmus merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selan faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain
pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir yang diduga berpengaruh
terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar, berikut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya marasmus (Mclaren DS., et al., 1967):
a) Faktor diet
Rendahnya kualitas dan kuantitas diet yang dikonsumsi.
b) Faktor sosial
Pantangan mengkonsumsi bahan makanan tertentu yang sebenarnya
makan anak
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua mengenai pemberian
struktur
bawaan
juga
berpengaruh
terhadap
terjadinya
d) Faktor lain
Faktor pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir yang diduga
yang cukup
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, hiperkalsemia idiopatik,
dan
merupakan
predisposisi
untuk
Patofisiologi
Berbagai ulasan mengenai proses patofisiologi yang terjadi pada
Massa tubuh : massa tubuh menurun secara signifikan dengan berbagai cara.
Air tubuh total : Proporsi kandungan air dalam tubuh meningkat seiring
dengan peningkatan derajat keparahan MEP (marasmus atau kwarshiorkor)
dan berhubungan dengan hilangnya massa lemak, yang rendah akan air.
Edema secara signifikan terdapat pada kwarshiorkor namun juga dapat terjadi
pada marasmus atau sering pada marasmus-kwarshiorkor. Peningkatan air
ekstraseluler proporsional terhadap peningkatan air tubuh total. Selama hari
pertama terapi, sebagian air ekstraseluler bergerak menuju kompartemen
intraseluler dan sebagian lagi hilang melalui urin, menyebabkan penurunan
berat badan awal yang dapat diamati dengan terapi.
Massa organ lain : Otak, skeleton, dan ginjal dipertahankan namun liver,
jantung, pankreas, dan saluran cerna adalah yang pertama dipengaruhi.
Penilaian massa lemak dan otot : Seperti yang dijelaskan di bawah ini,
penilaian hilangnya massa lemak dan otot dapat secara klinis dilakukan
dengan mengukur lingkar lengan atas (lihat gambar di bawah) atau ketebalan
lipatan
kulit,
seperti
lipatan
kulit
bagian
trisep.
Diagram
tersebut
Gambar 1. Dasar fisiopatologis pengukuran lingkar lengan atas pada anak usia
10
Elektrolit lain : Konsetrasi sodium plasma secara umum berada dalam rentang
nilai normal, namun dapat rendah, yang menjadi tanda buruknya prognosis.
Meskipun begitu, kadar sodium intraseluler meningkat pada otak, otot, dan
leukosit maupun eritrosit, menjelaskan ekskresi sodium dalam hari pertama
pemulihan.
Beberapa
studi
menunjukkan
perkembangan
pemulihan
tersebut.
Sebuah
ulasan
Cochrane
menyimpulkan
jika
suplementasi seng secara jelas bermanfaat pada anak usia 6 bulan atau lebih
dengan diare di area yang tingkat mortalitas akibat diare tinggi.
Vitamin : Baik vitamin yang larut air seperti vitamin A, D, E, dan K maupun
vitamin yang larut air seperti vitamin B6, B12, dan asam folat, harus
diadministrasikan secara sistematis.
Vitamin A penting untuk fungsi retina, efek tropik pada jaringan epitel, dan
memegang peranan mayor sebagai antioksidan. Defisit vitamin A berpengaruh
11
pada fungsi visual (seperti konjungtivitis, ulkus kornea, night blindness, dan
buta mata total), fungsi saluran cerna, respirasi, dan urinarius.Terlebih lagi,
program suplementasi vitamin A terbukti menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas, khusunya pada diare dan campak.
Defisiensi vitamin dan mikronutrien bisa dibedakan menjadi 2 kategori.
Pasien dengan defisiensi nutrien tipe 1 memberikan gambaran klinis spesifik
dan lambat. Namun sebaliknya, pasien dengan defisiensi nutrien tipe 2 sulit
diidentifikasi karena lever darah tidak memungkinkan dan manifestasi klinis
tidak spesifik, seperti retardasi pertumbuhan dengan defisiensi ringan serta
penurunan berat badan dengan defisiensi signifikan. Terlebih lagi, defisiensi
nutrien tipe 2 sering kombinasi. Maka dari itu, defisiensi-defisiensi tersebut
global dan membutuhkan rehabilitasi nutrisi global, seperti solusi terstandar
dari WHO. Berikut adalah karakteristik defisiensi tipe 1 dan 2, berdasarkan
pada Laporan Golden tahun 1991 :
a. Defisiensi Tipe 1
-
b. Defisiensi Tipe 2
-
Interaksi nutrisi
Selenium
Asam Askorbat
Yodium
Retinol
Besi
Tokoferol
Tembaga
Kalsiferol
Kalsium
Asam Folat
Mangan
Vitamin B-12
Thiamin
Piridoksin
Riboflavin
b. Nutrien Tipe 2
-
Sodium
Magnesium
Sulfur
Seng
Asam
esensial
Fosfor
Air
amino
Potassium
3) Perubahan Metabolik
-
tingkat
berhubungan
intoleransi
dengan
glukosa
tahanan
tertentu
perifer
masih
diteliti,
terhadap
insulin
kemungkinan
atau
dengan
hipokalemia. Pada awal inisiasi renutrisi atau pada hubungan antara diare
atau infeksi, resiko signifikan dan bahkan fatal terjadinya hioglikemia.
-
termasuk selama malam hari untuk mencegah kematian pada pagi hari.
Terlebih lagi, pencernaan karbohidrat terganggu oleh penurunan produksi
amilase pankreas. Malabsoprsi laktosa sering terjadi namun secara umum
tanpa disertai konsekuensi klinis. Pada sebagian besar kasus, re-nutrisi
menggunakan susu dimungkinkan.
15
Saluran cerna : saluran cerna dari mulut hingga rektum dipengaruhi oleh
karena malnutrisi ini. Permukaan mukosa menjadi tipis dan halus, dan fungsi
sekresi terganggu. Terdapat penurunan ekskresi HCl gaster dan perlambatan
peristaltik, menyebabkan overgrowth bakteri dalam duodenum. Volume liver
biasanya
menurun,
seperti
halnya
organ-organ
lain.
Hepatomegali
16
pada derajat signifikan, terjadi penurunan ukuran kelenjar tiroid dan terdapat
reperkusi pada fungsi otak dan perkembangan psikomotor. Pada bentuk yang
kurang serius, level insulin rendah dan berkontribusi pada intoleransi glukosa
pada derajat tertentu, khususnya pada kwarshiorkor. Sehingga, diet tinggi
karbohidrat tidaklah tepat. Hormon pertumbuhan awalnya berada dalam
rentang normal namun secara progresif menurun.
ini :
17
(-2
SD
Apabila kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD
hingga
SD)
maka
terjadilah
kwarshiorkor
(malnutrisi
akut/
2.5
Penegakan Diagnosis
perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau
konstipasi (WHO, 2009).
18
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya
adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki
dan 2,5 cm pada perempuan (WHO, 2009).
-
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f.
Penurunan kesadaran
-
(KEMENKES, 2011)
jenderal gizi)
2.6 Tatalaksana Gizi Buruk
-
dalam 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada
tabel berikut :
19
Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi Direktorat Jenderal Bina Gizi
KIA, 2011)
-
- Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol / tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah
dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
- Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
-
n
-
a
-
Prot
ein
g
S
i
8
a
-
n
1
1,5
g/kg
/hari
0
20
1
3
0
k
k
a
l/
ri
a
r
i
1
0
1
5
0
-
m
-
a
l/
g/kg
/hari
g
/
a
R
ri
1
g/kg
0
21
k
k
a
l/
m
/hari
k
g
/
h
a
ri
l
/
k
g
/
h
a
r
i
2.6.1
Hipoglikemia
darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada
2 hari pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak
tidak selalu diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi
lemah, dan kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus
diwaspadai terjadinya hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi
pada anak hanya ditandai dengan mengantuk.
dapat minum
Bolus 50 ml larutan glukosa 10%
pemeriksaan kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54
mg/dl), ulangi pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan
pemberian makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5
C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh
hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia).
-
2.6.2
Hipotermia
-
1. Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
2. Hangatkan anak. Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya).
Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
kanguru).
3. Beri antibiotik sesuai spektrum luas.
-
Pemantauan yang
perlu
melakukan
pengukuran suhu tiap setengah jam hingga mencapai suhu 36.5 C, memastikan
anak selalu tertutup pakaian atau selimut terutama pada malam hari, dan
memeriksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
-
yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu
tertutup pakaian/selimut, mengganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar
anak dan tempat tidur tetap kering, menghindarkan anak dari suasana dingin
(misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis),
memastikan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama
di malam hari, serta memberi makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai
sesegera mungkin (pemberian makan awal), sepanjang hari, siang dan malam.
2.6.3
Dehidrasi
-
Diagnosis
gizi buruk karena tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung
sering didapati pada anak dengan gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Tandatanda dehidrasi pada anak pada umumnya sebagai berikut :
-
Tanda
Cara
Melihat
Letargis
Menentukan
Anak yang
dan
letargis
24
Dia tampak
terhadap
kejadian
-
disekelilingnya
Anak selalu gelisah
dan
rewel
terutama
bila
disentuh
atau
tindakan
Lihat ada air matanya
atau tidak pada saat
Mata cekung
anak menangis
Mata anak yang gizi
buruk selalu
cekung,
mirip
tampak
tanda
apakah
mata
saat timbulnya.
Raba dengan jari yang
kering
Haus
dan
bersih
untuk
menentukan
apakah
lidah
dan
mulutnya kering
Lihat apakah
anak
ingin
meraih
cangkir
saat
anda
beri
Kembalinya cubitan /
turgor kulit lambat
anak
masih
telunjuk
mencubit
kulit
saat
perut
25
dan
perut.
Posisikan
tangan
anda
sejajar/lurus
garis
sisi
dengan
tubuh,
melintang.
bukan
Tarik
lapisan
kulit
dan
jaringan
bawah
kulit
pelan-pelan.
Cubit
Jika
kulit
dikatakan
berat jenis urin (> 1, 030) selain tanda dan gejala klinis khas, antara lain tampak
haus dan mukosa kering (WHO, 2009; IDAI, 2011).
-
Tatalaksana
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 1. Jika
masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml
setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar (IDAI,
2011).
-
Resep Resomal
26
Jumlah
1 sachet (200ml)
10 g
8 ml
400 ml
Bahan
Oralit
Gula Pasir
Bubuk KCl
Ditambah air sampai menjadi
-
Jumlah
1 sachet (200ml)
10 g
0.8 g
400
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka
Magnesium :
-
(kenari, almond, kacang mete, kacang tanah, kedelai), ikan, buah (alpukat,
kismis, tomat, labu), dan produk susu.
Zinc :
-
Daging (sapi, ayam), makanan laut (tiram, lobster, kepiting), produk susu,
kacang-kacangan (kedelai)
Tembaga :
-
mete, kedelai,
alpukat, keju, jamur shitake, sayur hijau, kentang, daging, kelapa, pepaya,
apel.
-
Pemantauan
27
setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya.
-
M
o
ni
t
o
ri
n
g
W
a
kt
u
P
e
r
n
af
a
s
a
n
D
e
n
y
u
t
N
a
di
P
r
o
d
u
k
si
u
ri
n
:y
a
ti
d
a
k
F
r
e
2 jam
pertama
- 15. - 16.0
00
0
- 17.0
0
- 18.0
0
- 19.0
0
- 20.0
0
- 21.0
0
28
k
u
e
n
si
B
A
B
F
r
e
k
u
e
n
si
M
u
n
ta
h
T
a
n
d
a
R
e
hi
d
r
a
si
A
s
u
p
a
n
R
e
S
o
M
al
(
m
l)
A
s
u
p
a
n
29
F
7
5
(
m
l)
Waspada
terhadap
gejala
kelebihan
cairan,
yang
sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian (IDAI, 2011).
Selalu evaluasi mengenai frekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan
jumlah produksi urin, frekuensi buang air besar dan muntah.
-
Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella
yang sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit merupakan tanda-tanda
keberhasilan rehidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan
tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting
untuk memantau berat badan.
-
Jika
ditemukan
tanda
kelebihan
cairan
(frekuensi
napas
Pencegahan
Tatalaksana
2.6.5
Infeksi
-
demam, seringkali tidak ada, dan infeksi sering tersembunyi (IDAI, 2011). Infeksi
merupakan komplikasi utama pada anak dengan MEP, namun seringkali tidak
menunjukkan tanda dan gejala klasik. MEP juga menjadi penyebab umum kedua
dari defisiensi imun sehingga penderita rentan mengalami infeksi.
-
Tatalaksana
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per
oral (25 mg sulfamethoxazole + 5 mg trimethoprim/kgBB setiap 12 jam
selama 5 hari.
31
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau
tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak
tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama
5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah:
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari (IDAI, 2011).
-
mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri
mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti adanya infestasi
cacing (WHO, 2009).
-
Ber
at
(125 mg/tab)
Ba
-
4-
Pirantel Pamoat
dan
6 -
Dosis Tunggal
tablet
tablet
1 tablet
< 8
-
9-
Kg
8 <
10
1-
Kg
10
- <
14
32
3-
Kg
14
1 tablet
- <
19
Kg
Pemantauan
Meskipun sering ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada
periode awal (stabilisasi, transisi), tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu
kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparat besi dapat memperburuk
keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan
merusak membran sel dan berakibat fatal (IDAI, 2011).
-
Tatalaksana
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :
-
Dosis
(IU)
<
50
000
(1/2
kapsul
Tabel 6.
6
1-
Biru)
100 000
Dosis vitamin A
anak (IDAI, 2011)
(1 kapsul
-
Biru)
200 000
(1 kapsul
Merah)
33
Suplemen multivitamin
Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
2.6.7
secara hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas
homeostasisnya berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera
mungkin setelah pasien masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan
energi dan protein secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar
(IDAI, 2011).
-
Tatalaksana
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritas rendah dan
rendah laktosa (F-75)
Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75
yang ditentukan harus dipenuhi (IDAI, 2011).
-
VOLUME/K
VOL
GBB/PEMB
UM
ERIAN
E/K
GB
34
B/H
-
11 ml
16 ml
22 ml
ARI
130
ml
130
ml
130
ml
s
-
(Tabel 7) dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada
F-75 yang berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau
maizena sehingga lebih menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang
lebih rendah, tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baik bagi anak gizi buruk
dengan diare persisten (WHO, 2009).
-
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu
bubuk sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.Tambahkan
air hangat dan larutan mineral-mix sedikit demi sedikitsambil diaduk sampai
homogen dan volumenya menjadi 1000 ml.Larutan ini bisa langsung diminum
atau dimasak selama 4 menit.
Untuk
F-75
maizena,larutan
yang
menggunakan
harus
dididihkan
campuran
(5-7
tepung
menit)
dan
beras
atau
mineral-mix
setiap2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila
terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan
danajari orang tua atau penunggu pasien.Pemberian makan sepanjang malam
hari sangat penting agar anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa
dapat meningkatkan risiko kematian) (WHO, 2009).
-
Apabila
pemberian
makanan
per
oral
pada
fase
awal
tidak
Pemantauan
Muntah
2.6.8
Tumbuh Kejar
-
pemberian makan dalam pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan berat
badan yang cepat (>10 g/kg/hari). Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah
F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100 ml (IDAI, 2011).
-
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan.
hingga
mencapai
pemberian
formula
mencapai
150
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI, tetapi pastikan
anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak
mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makananterapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g juga dapat digunakan
pada fase rehabilitasi.
-
STAB
ILISA
SI
I
T
A
S
80-
I
1
100
kkal/k
gBB/
hr
37
1-1.5
r
2
r
4
g/kgB
B/hr
130
r
1
r
1
ml/kg
BB/hr
atau
100
ml/kg
BB/hr
bila
edem
m
38
berat
B
B
/
h
r
Tabel 10. Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase
pemberian makanan (WHO, 2011)
Pemantauan
Frekuensi napas
Frekuensi nadi
-
Pemberian makan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula
tumbuh-kejar
Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
(catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup untuk
mendukung tumbuh kejar yang cepat)
Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan, plot pada
formulir pemantauan berat badan.
Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari
2.6.9
Stimulasi Sensorik
-
2.6.10
maka anak sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupum mungkin BB/U masih
rendah karena umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik
dan stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada
orang tua atau pengasuh bagaimana :
-
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis
dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut (KEMENKES
RI, 2011) Direktorat Bina Gizi 2011
persediaan
bahan
makanan
setempat
yang
memadai
BAB III
KESIMPULAN
43
LAPORAN KASUS
Keadaa
Pemeriksaan Fisik
n Umum
Tanda-
tanda Vital
Status
Denyut jantung
Laju napas
Suhu aksila
: 36,70C
Sat O2
: 98 %
Berat Badan
Antropometri
-
Kepala
Panjang Badan
: 9,5 kg
%BBI
:91,6%
Bentuk
benjolan dan
: normosefal
Ukuran
-
Rambut
dicabut
-
Wajah
sianosis (-)
Mata
normal,
-
sekret(-)
Hidung
: bentuk simetris, deviasi (-), sekret
(-), perdarahan (-), hiperemi (-), pernapasan
Leher
Inspeksi
Palpasi
45
Toraks
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Clavicular
Auskultasi
Line sinistra
: bunyi jantung S1, S2 tunggal regular,
Inspeksi
Palpasi
bernafas
Auskultasi
-
SuaraNapas
Ronki
Wheezi
ng
anan
-
Ki
ri
V
esikular
esikular
esikular
esikular
Kanan
esikular
V
esikular
Kiri
anan
-
Kiri
- -
K -
- -
- -
Abdome
Inspeksi
: Flat
n
46
Perkusi
: meteorismus (-), shifting
dullness (-),
undulasi (-).
Palpasi
: abdomen soefl
Hepar
: 1/3 1/3
Lien
Ekstrem
Pe
meriksaan
itas
Atas
-
anan
-
Akr
angat
An
Bawah
K Ki
anan
H
angat
kering
-
Ki
ri
H
al
ri
H
angat
kering
H
angat
kering
kering
Ikt
Ed
ema
Sia
nosis
Pte
chiae
CR
<
<
<
<
emis
erik
T
-
2 detik
2 detik
-
To
2 detik
Kuat
2 detik
nus otot
-
Anus
Neurolo
gis
Ekst
rimitas
Kekuatan
Kan
an
Atas
Baw
ah
-
Kiri
Tonus
anan
N -
N -
Reflek Fisiologis:
Biseps: +2 | +2
Triseps: +2 | +2
Patella: +2 | +2
Achilles: +2 | +2
ReflekPatologis:
-
Refle
k:
-
anan
K -
iri
Hoff
- -
Trom
- -
Babi
- -
Chad
- -
Oppe -
- -
Gord
- -
mann
mer
nski
dock
nheim
-
on
48
Gond -
- -
Scha
- -
a
-
effer
-
Pemeriksaan penunjang
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hasil
Sat
uan
Nilai Rujukan
Kesan
g/d
L
Hemolobin (HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Lain-lain
Faal Hemostasis
PPT
APTT
Kesimpulan
9,90
3,00
15.24
106/
L
103/
L
0
-
30
205
100
33,0
33,0
22,90
-
1,3
0,4
44,6
44,8
8,9
-
10,7
35,8
Norm
%
103/
L
-
fL
pg
g/d
L
%
-
0%
%
%
%
%
-
Detik
detik
-
13,4-17,7
4,0-5,5
4,7-10,3
40-47
142-424
80-93
27-31
32-36
11,5-14,5
0-4
0-1
51-67
25-33
2-5
-
9,4-11,3
24,6-30,6
-
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Normal
Meningkat
Meningkat
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Menurun
-
Meningkat
Meningkat
-
Normal
Normal
-
al
49
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemolobin (HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Lain-lain
-
12,10
3,85
9.49
37,1
231
96,4
31,4
32,6
18,30
-
Evalua
Hapus
an
Darah
Eritosit
:
normo
krom,
anisos
itosis
Hasil
si
0,0
0,0
43,0
48,0
9,0
-
Sat
uan
g/d
L
-
106/
L
103/
L
-
%
103/
L
-
fL
pg
g/d
L
%
-
0%
%
%
%
%
-
Nilai Rujukan
-
13,4-17,7
4,0-5,5
4,7-10,3
40-47
142-424
80-93
27-31
32-36
11,5-14,5
0-4
0-1
51-67
25-33
2-5
-
Kesan
Normal
Menurun
Normal
Menurun
Normal
Meningkat
Meningkat
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Menurun
Meningkat
Meningkat
-
Leuko
sit
kesan
jumlah
normal
-
Tromb
osit
kesan
jumlah
normal
,
terdap
at
giant
50
tromb
osit
-
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
SGOT
78
U/l
0-40
SGPT
130
U/l
0-41
Albumin
FAAL GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT
Kalsium
Natrium
Kalium
Clorida
-
3,75
66,3
0,32
Mg/dl
Mg/dl
9,1
142
4,6
132
Mg/dl
Mmol/l
Mmol/l
Mmol/l
g/l
3,5-5,5
16,6-48,5
<12
7,6-11,0
136-145
3,5-5,0
98-106
-
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal
Meningkat
-
I.
Rencana Terapi
II.
Vitamin A 1x 2500 IU
Vitamin BC 1 x tab
Vitamin C 1x 25mg
Vitamin E 1x 25 IU
Zinc 1 x 2,5 mg
Rencana Monitoring
a. Tanda-tanda vital
b. Intake
c. Balance cairan
d. Jaga dari hipotermi
e. GDA berkala
f.
III.
Cegah dehidrasi
Rencana Edukasi
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang faktor risiko dari penyakit
pasien
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang obat-obatan yang diberikan,
manfaatnya, efek bila tidak diberikan, efek samping obat, dan
penanganan bila terjadi efek yang tidak diinginkan.
4. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan manfaatnya.
52
6.
dan
53