You are on page 1of 31

Referat

PSORIASIS

Nama: Gracia Fensynthia


NIM: 1061050089
Penguji:
Dr. Soetirto Basuki, Sp.KK.

FAKULTAS KEDOKTERAN UKI


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT
KULIT DAN KELAMIN
RSUD TARAKAN
PERIODE 15 DESEMBER 24 JANUARI 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nyalah maka referat ini
dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dr.
Soetirto Basuki, Sp.KK serta teman-teman sejawat kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta yang telah membantu dalam
penyelesaian referat ini. Referat ini mengangkat tema tentang psoriasis. Penulis mengharapkan
agar referat ini dapat membantu pendekatan klinis dan penatalaksanaan psoriasis dari
menetapkan diagnosis sampai dengan penatalaksanaan secara holistik. Semoga referat ini dapat
berguna bagi pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai psoriasis. Penulis menyadari
bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan referat ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk membaca referat ini.

Jakarta, 21 Januari 2015


Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .... 02
Daftar Isi . 03
Daftar Gambar 04
Daftar Tabel 05
Bab I. Pendahuluan . 06
Bab II. Pembahasan 07
II.1. Definisi ........ 07
II.2. Epidemiologi ... 07
II.3. Etiopatogenesis ....... 09
II.4. Gejala Klinis ... 11
II.5. Histopatologi ...... 21
II.6. Pemeriksaan Laboratorium ................... 22
II.7. Diagnosis ... 23
II.8. Diagnosis Banding ..... 23
II.9. Pengobatan . 24
II.10. Edukasi Pasien . 35
II.11. Prognosis .................... 36
Bab III. Kesimpulan ........................ 37
Daftar Pustaka 38

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tempat predileksi dari psoriasis .... 12
Gambar 2.2. Pasien psoriasis dengan kulit cerah ... 13
Gambar 2.3. Plak kronis psoriasis .. 13
Gambar 2.4. Plak kronis psoriasi yang menyebar ............................. 13
Gambar 2.5. Pasien dengan kulit gelap .. 14
Gambar 2.6. Pasien Afrika-Amerika dengan plak keunguan yang tebal ... 14
Gambar 2.7. Plantar kaki psoriasis . 14
Gambar 2.8. Psoriasis pada kuku ... 15
Gambar 2.9. Psoriasis arthtritis .. 16
Gambar 2.10. Psoriasis vulgaris ..... 17
Gambar 2.11. Pasien psoriasis gutata . 18
Gambar 2.12. Psoriasis inversa pada daerah siku .. 18
Gambar 2.13. Psoriasis pustulosa palmar .. 19
Gambar 2.14. Psoriasis von Zumbusch . 21
Gambar 2.15. Psoriasis von Zumbusch . 21

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik 08

BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis
dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis merupakan
1

penyakit hiperproliferatif dan inflamasi kronis pada kulit dengan manifestasi klinis serupa pada
tiap etnik. Penyakit ini berhubungan dengan penyakit hiperproliferatif kulit derajat ringan sampai
dengan berat dan peradangan sendi. Onset penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia
dan genetik, dan dicetuskan oleh berbagai faktor internal dan eksternal, seperti cedera fisik pada
kulit, pengobatan sistemik, infeksi, dan stres emosional. Kasus psoriasis sering dijumpai dan
2

meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens psoriasis tersebar
1

di seluruh dunia, namun prevalensinya bervariasi pada etnik dan daerah geografisnya. Terapi
psoriasis memiliki variasi minimal pada tiap etnik.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis
dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Ausplitz, dan Kobner. Psoriasis juga disebut
1

psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis
pustulosa.

II.2 Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa perjalannya
menahun dan residif. Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada
1

anak, usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun. Onset dini
memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan biasanya disertai riwayat
psoriasis pada keluarga. Tidak terdapat perbedaan insidens antara pria dan wanita. Psoriasis
3

mempengaruhi 1,5 2% populasi dari negara barat. Di Amerika Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta
orang menderita psoriasis. Kebanyakan dari mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar
300.000 orang menderita psoriasis generalisata. Prevalensi psoriasis lebih tinggi pada populasi
3

Eropa Utara, secara spesifik pada Skandinavia. Sebaliknya, psoriasis lebih jarang terjadi pada
populasi dengan kulit hitam. Secara spesifik, terdapat beberapa studi yang dipublikasi mengenai
psoriasis di penduduk asli Amerika, Amerika Selatan dan populasi Amerika Latin. Juga tercatat
sejumlah grup kecil dari populasi yang terisolasi di India, Jepang, dan Afrika, studi besar dari
prevalensi psoriasis berdasarkan perbedaan warna kulit belum dilaporkan. Tabel 2.1
menyimpulkan data terbatas yang tersedia.

Tabel 2.1 Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik

II.3 Etiopatogenesis
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan berdasarkan perubahan
histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data laboratorium yang menjelaskan siklus
sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik,
dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat
dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel
melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan
peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag,
terakumulasi di antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada
struktur dermis baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit. Faktor genetik berperan.
2

Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang
orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34 39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat
familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong
adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan
dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2,
sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. Faktor imunologik, juga berperan.
1

Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya
penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan
sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak
didominasi oleh limfosit T CD 8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen
oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3 4 hari,
sedangkan kulit normal lamanya 27 hari.

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di antaranya
stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, juga
alkohol dan merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai
hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata, sedangkan hubungannya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang
sembuh setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus.
Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada
waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada
masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialisis telah
dilaporkan sebagai faktor pencetus.
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:

- Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.


- Faktor- faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian menyebutkan bahwa 68%
penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat
dan hebat.

- Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
- Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.
- Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
- Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim panas,
sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

II.4 Gejala Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbosakral (Gambar 2.1).

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya.
Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapat
berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya
pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus.

Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang
menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas (Gambar 2.2 sampai dengan 2.4). Lokasi plak pada
umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal.

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak
berwarna keunguan denan sisik abu-abu (Gambar 2.5 dan 2.6). Pada telapak tangan dan telapak
kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan
(Gambar 2.7). Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukkan pada kulit menyebabkan plak

psoriatik

yang

lama,

hal

ini

dikenal

dengan

Fenomen

Kobner.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner (isomorfik). Kedua
yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47%
yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana
juvenilis. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
1

goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores

dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintikbintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya demikian: skuama yang
berlapis-lapis itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka
pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan
yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis,
misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan psoriasis dan disebut
fenomen kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50% , yang
agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan
yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan
tanduk di bawahnya (hiperkeratosis subungual), dan onikolisis.

Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menyebabkan
kelainan pada sendi. Penyakit ini umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada
sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30 50 tahun. Sendi membesar, kemudian
terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan. Psoriasis
1

arthritis diklasifikasikan menjadi 5 subgrup: (1) asimetris oligoartrikular arthritis, ditemukan

pada 70% pasien dengan arthritis dan ditandai dengan sausage-shaped digits, (2) keterlibatan
sendi metakarpofalangeal simetris, (3) keterlibatan sendi interfalang distal, dengan deformitas
swan neck, (4) arthritis mutilans, ditandai dengan resorpsi tulang, dan (5) spondilitis atau
spondiloarhtropati. Usia puncak seiktar 40 tahun, dan sering kali onset bersifat akut.

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:

1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak
karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.

2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata,
umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau
morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang
lain baik bakterial maupun viral.1 Pada pasien dengan kulit yang gelap, lesi predominan ungu dan
abu-abu (gambar 2.11).

3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)


Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya.

4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini
kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)


Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain
berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.

6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa,
bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa
palmoplantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa
generalisata akut (Von Zumbusch). Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif,
1

mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompokkelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal
(gambar 2.13).

Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh berbagai
faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat
lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin,
kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain
selain obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial
dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis.
Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah
1

kulit nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam, malese, nausea, anoreksia. Plak
psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa
dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada
plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran
beberapa cm. Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi,
1

di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi. Kelainan3

kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.

7. Eritroderma Psoriatik
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi
karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar, yakni eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. Manifestasi klinis tipe ini, difus,
1

eritema generalis dan sisik yang meluas. Kulit merasa hangat dan aliran darah kutaneus
meningkat.

II.5 Histopatologi
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis dan akantosis.
Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut pula abses Munro. Selain itu
terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis. Aktivitas mitosis sel epidermis
1

tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan
stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel
(parakeratosis). Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang
berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak
papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel radang
limfosit dan monosit.

II.6 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur. Pada
pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan epidermis (akantosis), dan
penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papilla dermal, peningkatan mitosis sel
keratinosit, fibroblast dan endothelial, parakerotik hiperkeratosis, serta inflamasi sel dermis
(limfosit dan monosit) dan epidermis (limfosit dan polimorfonuklear), membentuk mikroabses
Munro pada stratum korneum. Pemeriksaan serologi dapat ditemukan titer antistreptolisin pada
3

psoriasis gutata akut dengan infeksi streptokokus yang mendahuluinya. Onset mendadak dari
psoriasis dapat berhubungan dengan infeksi HIV. Penentuan status serologi HIV hanya
diindikasikan pada pasien dengan risiko tinggi. Asam urat serum meningkat pada 50% pasien,
biasanya berkolerasi denan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan artritis gout.

Penurunan kadar asam urat menunjukkan efektivitas terapi. Pemeriksaan kultur diambil dari
tenggorokan untuk mengetahui infeksi Streptococcus group A- hemolitikus.

II.7 Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis berupa papul dan plak eritematosa khas
dengan skuama tebal berwarna perak pada tempat-tempat yang klasik. Pada kasus psoriasis
gutata dapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan karena streptokokus; riwayat psoriasis pada
keluarga juga membantu, khususnya bila lesi awal yang ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai
temuan tambahan. Kadang-kadang diperlukan biopsi untuk membedakan penyakit ini dari
penyakit papuloskuamosa lainnya. Ambil spesimen biopsi dari lesi yang belum diobati dan yang
paling berkembang.

II.8 Diagnosis Banding


Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas, maka
harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis eritroskuamosa. Pada
1

diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas,
yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin, dan fenomena
Auspitz. Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi hanya di
1

pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis


gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Sifilis stadium II dapat menyerupai
1

psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat,
perbedaannya pada sifilis terdapat sanggama tersangka, pembesaran kelenjar getah bening
menyeluruh, dan tes serologik untuk sifilis (T.S.S) positif. Dermatitis seboroik berbeda dengan
1

psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat
yang seboroik. Psoriasis gutata akut didiagnosis banding dengan erupsi obat makulopapular,
1

sifilis sekunder dan pityriasis rosea. Plak dengan sisik kecil didiagnosis banding dengan
dermatitis seboroik, likenplanus kronis simpleks, tinea korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis
dengan plak luas didiagnosis banding dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis
pada daerah scalp didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik. Psoriasis
inverse didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo, penyakit Paget ekstramammae.
Psoriasis pada kuku didiagnosis banding dengan onikomikosis.

II.9 Pengobatan
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan psoriasis gutata
yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi tersebut diobati umumnya
psoriasis akan sembuh sendiri.1

II.9.1 Topikal
II.9.1.1 Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah anti radang.
Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:

- Fosil, misalnya iktiol.


- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif
ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari
kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah
1

menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya
iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu
bara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma. Ter yang berasal dari kayu kurang
1

nyaman bagi penderita karena berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan
likuor karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 5%, dimulai
1

dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif,
maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan
konsentrasi 3 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap.

II.9.1.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada
lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salap.
1

Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi

kuat pada muka dapat memberik efek samping diantaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat
atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan
frekuensinya dikurangi.

II.9.1.3 Ditranol (Antralin)


Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian.
Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 % dalam pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian
hanya jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.

II.9.1.4 Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g.
Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salep
betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan
tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa
hari obat dihentikan.

II.9.1.5 Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan
normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel
radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05%
dan 0,1%. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal,
rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.

II.9.1.6 Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan),
ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari,
fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi
emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

II.9.1.7 Fototerapi
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi
sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan
sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen)
dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara
Goeckerman.1 Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular,
dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor karbonis
detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB
pertama 12 -23 mJ menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali
dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan
ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik dicapai pada
73,3% kasus terutama tipe plak.1 Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan
terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4x seminggu.
Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 4 minggu, setelah itu dilakukan terapi
pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat
digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa. Beberapa peneliti mengatakan
pada pemakaian yang lama kemungkinan akan terjadi kanker kulit.

Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari
batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar
tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama
pengobatan 4 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih
efektif daripada UVA.

II.9.2 Sistemik
II.9.2.1 Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis. Dimulai dengan prednisone dosis rendah 3060 mg, atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-

lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.

II.9.2.2 Sitostatik
Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya ialah untuk
psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang
sukar terkontrol dengan obat standar. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim
1

dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan
hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan
sintesis. Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan,
5

penyakit infeksi aktif (misalnya tuberculosis, ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis).

Cara penggunaan metotreksat ialah demikian. Mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg
per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek
yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu
dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg 5 mg per
minggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah
diberikan i.m. 7,5 mg 2,5 mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak
menimbulkan efek samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol dosis
diturunkan dan masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.

Setiap 2 minggu diperiksa Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit dan urin lengkap.
Setiap bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3500,
metotreksat agar dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total
mencapai 1,5 g. kalau fungsi hepar abnormal, biopsi dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g.

Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik, kehamilan, penyakit


infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis.
Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan kromosom, aktivasi
tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien.
Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat
terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya
leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis portal dan
sirosis hepatik.

Pada psoriasis arthritis, penggunaan obat ini harus digunakan secara dini untuk mencegah
kerusakan tulang. Metotreksat satu kali dalam seminggu dapat digunakan sebagai lini pertama,
infliximab atau etanercept juga memiliki efektivitas tinggi.

II.9.2.3 DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa tipe Barber
dengan dosis 2100 mg/hari. Efek sampingnya ialah anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan
agranulositosis.

II.9.2.4 Etretinat (tegison, tigason)


Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang
sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk
psoriasis pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat
tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosisnya
1

bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis
dapat dinaikkan menjadi 1 mg/kgbb/hari.1 Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering,
selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan.

Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek sampingnya
dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari,
dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.

II.9.2.5 Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat kalsineurin. Kalsineurin
adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memegang peranan kunci dalam defosforilasi
protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah
mengalami defosforilasi, NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk
mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin
juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF- yang merupakan
penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi TGF- diduga memegang

peranan penting pada efek imunosupresan siklosporin. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya
5

1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik,
hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.

II.9.2.6 Antibodimonoklonal dan Protein Fusi


Beberapa protein, ditargetkan secara spesifik pada reseptor yang berhubungan pada sel T
atau sitokin, sudah dibuktikan dan sedang dikembangkan. Terapi ini harus dikerjakan oleh
spesialis dermatologi yang familiar dengan dosis, interaksi obat dan efek samping jangka pendek
maupun jangka panjang. Alefacept adalah protein fusi antigen berhubungan dengan human
3

lymphocyte function (LFA)-3-IgG1 yang mencegah interaksi LFA 3 dan CD2. CD2 mengatur
memori efektor sel T (CD45Ro), yang menjelaskan deplesi sel oleh Alefacept. Obat ini diberikan
intramuscular satu kali dalam seminggu, tetapi lebih dari sepertiga pasien tidak memberikan
respons dengan alasan yang tidak diketahui. Pemberian secara berulang dapat meningkatkan
respons dan dapat memungkinkan remisi jangka panjang. Efalizumab adalah antibodi
3

monoclonal humanized anti CD1 yang menghambat interaksi LFI-1 dengan molekul adhesi
intrasel ligan. Obat ini diberikan subkutan satu kali dalam seminggu dan memiliki efektivitas
tinggi, tetapi beberapa pasien menunjukkan eksaserbasi dari penyakit. Antagonis Tumor
3

necrosis factor (TNF) yang efektif terhadap psoriasis adalah infliximab, adalimumab, dan
etanercept. Infliximab adalah antibodi monoclonal dengan spesifitas, afinitas, dan aviditas tinggi
untuk TNF . Obat ini diberikan secara infus intravena pada minggu 0, 2 dan 6 dan memiliki
efektivitas tinggi pada psoriasis (meskipun untuk saat ini hanya FDA yang mengizinkan untuk
arthritis psoriasis). Adalimumab juga sangat efektif. Adalimumab merupakan antibodi
monoclonal rekombinan manusia (human recombinant monoclonal antibody) yang memiliki
target spesifik pada TNF . Obat ini diberikan secara subkutan setiap minggu dan memiliki
efektivitas serupa dengan infliximab. Etanercept merupakan human recombinant, melarutkan
reseptor TNF yang mengikat TNF dan menetralkan aktivitasnya. Obat ini diberikan secara
subkutan dua kali seminggu dan kurang efektif dibandingkan infliximab dan adalimumab tetapi
sangat efektif pada arthritis psoriasis.

II.9.2.7 Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara penderita Parkinson
yang sekaligus juga menderita psoriasis ada yang membaik psoriasisnya dengan pengobatan
levodopa. Menurut uji coba yang dilakukan, obat ini berhasil menyembuhkan kira-kira sejumlah
40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250 mg 3 x 500 mg. Efek sampingya berupa mual,
muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.

II.10 Edukasi Pasien


Edukasi pada pasien yang dapat diberikan antara lain:

- Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan penyakit bukan untuk
menyembuhkan.
- Beritahu pasien tentang peran stress dalam menyebabkan psoriasis. Bicarakan masalah gaya
hidup (seperti olah raga, menghindari alcohol yang berlebihan) dan pengenalan stress.
- Jelaskan bahwa penambahan secara bertahap dan berhati-hati paparan sinar matahari dapat
membantu mengendalikan penyakit, tetapi tekankan untuk menghindari sengatan sinar matahari.
Gunakan tabir surya pada daerah-daerah yang tidak terkena penyakit tetapi terpapar sinar
matahari (misalnya wajah).
- Ajari pasien untuk menghentikan obat-obat topikal bila daerah yang terkena telah sembuh dan
alihkan ke obat berpotensi terendah yang masih dapat mengendalikan timbulnya lesi baru.

II.11 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi psoriasis bersifat kronis dan
residif. Psoriasis gutata akut timbul cepat. Terkadang tipe ini menghilang secara spontan dalam
1

beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini berkembang menjadi psoriasis plak
kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat remisi setelah beberapa bulan atau tahun, dan dapat
saja rekurens sewaktu-waktu seumur hidup.

Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai dengan remisi
dan eksaserbasi yang tidak dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang menjadi
psoriasis tipe ini. Pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata sering dibawa ke dalam ruang

gawat darurat dan harus dianggap sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah
menunjukkan negatif. Relaps dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun. 3

BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis
dan transparan. Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter,
1

faktor psikis, infeksi fokal, penyakit metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca.

Psoriasis dapat digolongkan berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis
gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, dan
eritroderma psoriatik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan
1

kultur. Pemberian terapi dapat berupa topikal, oral, maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak
3

menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Djuanda A., Hamzah M., Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2007.h.189-95.
2. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P., Taylor S.C., Editors.
Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw Hill;2009.h.139-146.
3. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A. Fitzpatricks color atlas and
synopsis of clinical dermatology. Edisi keenam. New York:Mc Graw Hill;2009.h.53-71.
4.

Siregar

R.S.

Psoriasis.

Dalam

Harahap

M.

Ilmu

penyakit

kulit.

Jakarta:

Hipokrates;2000.h.116,9.
5. Nafrialdi, Gan S. Antikanker. Dalam Gan S., Setiabudy R., Nafrialdi, Editors. Farmakologi
dan terapi. Edisi kelima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2007.h.761,4.
6. Goldenstein B., Goldenstein A. Psoriasis. Dalam Goldenstein B., Goldenstein A., Melfiawaty.,
Pendit B.U., Editors. Dermatologi Praktis. Jakarta: Hipokrates;2001.h.187.

You might also like