Professional Documents
Culture Documents
Nama : An Rismawati
Pasien :
Nama Klinik :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Terdaftar sejak :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : DHF grade I, demam tinggi, mual, muntah, nyeri kepala,
nyeri ulu hati, nyeri pada persendian, rumple leed +, trombositopenia, peningkatan
hematokrit
2. Riwayat Pengobatan : Parasetamol
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya
4. Riwayat Keluarga/ Lingkungan : anak pertama dari 2 orang bersaudara, tinggal bersama
orang tua tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama orang tua dan lingkungan
kurang bersih.
7. Lain-lain :
Rumple leed (+)
Hb: 13,7 gr/dL
Hematokrit: 43,6%
Trombosit: 19.000/mm3
Leukosit : 7,1/ mm3
Daftar Pustaka :
Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
Chen Khie, Pohan Herdiman, Sinto Robert. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicinus 2009 ; 22 : 3-8.
Pedoman Tata Laksana DBD. Dinkes Sulawesi Selatan. Diunduh dari: www.dinkessulsel.go.id Pada tanggal: 05 April 2015.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis DHF
2. Tata laksana pasien DHF dan mengatasi kegawatannya
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, terus-menerus,
tidak berkeringat, tidak menggigil. Demam tidak disertai kejang.
Mual dan muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah 5x, sebanyak
2
Buang air kecil terakhir 1 jam yang lalu, jumlah dan warna biasa.
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : tinggal bersama keluarga. Tidak ada anggota
keluarga /yang menderita sakit seperti ini.
2. Objektif :
Vital sign
Umur
: 12 tahun
BB
: 27 kg
TB
: 125cm
Kesadaran
Suhu
: 39,6o C
Pemeriksaan sistemik
Mata
Abdomen :
Hb
Hematokrit : 43,6 %
Eritrosit
Leukosit
: 7,100/ mm3
Trombosit : 19.000/mm3
: 13,7 g/dl
dikeluarkan
zat
anafilaktik
yang
2.
3.
Manifestasi Klinis
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa
timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya
timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan
tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan
leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan
adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi,
perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai
dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada
penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD
dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi
dan asites.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan
muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada
bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya
membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.
Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit
terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang
sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus
berat penderita dapat mengalami syok.
Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit,
sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi
yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan
nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat
unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau
oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis
relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor
XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus
DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan
pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah
kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit
ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <
20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati
stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi
dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat
menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat
saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya
terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul
ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu
6
makan.
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu
banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti
ensefalopati dan gagal hati.
Diagnosis DHF (WHO 1997)
1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
Peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
Penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht
normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
SSD
Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :
Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun
terpenting yang perlu diperhatikan adalah pemantauan baik secara klinis maupun secara
laboratoris.
Terapi nonfarmakologis meliputi: tirah baring dan pemberian makanan dengan gizi yang
cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi pencernaan.
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah.
atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit
dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun
hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin
6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi
darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah
Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung
natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu
dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping
pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat.
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka
cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak
10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam
rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit) dan
diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.
10
11
12
13
Hematokrit stabil
Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).
4. Plan :
Diagnosis : Observasi febris hari ke IV susp. DHF grade I
Pengobatan :
IVFD asering 210 cc/1 jam 150 cc/1 jam maintenance 100 cc/jam
Banyak minum
Pendidikan :
Kepada orangtua dijelaskan mengenai penyakit ini dan cara mencegahnya.
Apabila ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala demam dengan adanya tanda
kebocoran cairan segera bawa ke rumah sakit. Pencegahan pada penyakit ini sangat
penting karena faktor resiko penyakit ini adalah faktor lingkungan dimana keluarga/
lingkungan harus menjaga kebersihan lingkungan dengan cara 3M (menguras bak,
14
: 38,6o C
- Laboratorium
:
- Hb
: 14,3 g/dl
- Hematokrit : 44,7 %
- Leukosit
: 6,400/ mm3
- Trombosit : 37.000/mm3
- NS 1
: (-)
A: DHF grade I
P:
Banyak minum
15
: 36,5o C
- Laboratorium
:
- Hb
: 13,7 g/dl
- Hematokrit : 43,6%
- Leukosit
: 7,100/ mm3
- Trombosit : 50.000/mm3
A: DHF grade I
P:
Banyak minum
16
- Suhu
A: DHF grade I
P:
Pasien BLPL
17