You are on page 1of 31

PENDIDIK DAN PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK

Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu
bangsa, hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks
kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan,
sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan
peran dan tugasnya di masyarakat.
Dengan mengingat hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus
mengembangkan profesi pendidik (Guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu
bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas
pendidikan baik proses maupun hasilnya.
Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar civil effect dari
profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai, namun hal itu tidak serta-merta
menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu, sebab dalam konteks individu
justru kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal yang paling utama yang
dapat memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayakannya
merupakan suatu keharusan agar kemampuan pengembangan diri para pendidik makin
meningkat.
Dengan demikian, dapatlah difahami bahwa meskipun perlindungan hukum itu
penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya
pengembangan profesi, ini didasarkan beberapa alasan yaitu :
Perlindungan hukum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi penguatan profesi
pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi pengembangan profesi pendidik otomatis
terjadi
Perlindungan hukum dapat memberikan kekuasan legal (legal power) pada pendidik, namun
akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam pelaksanaan peran dan tugasnya di bidang
pendidikan
Pengembangan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus
memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan
tugasnya di bidang pendidikan

Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian (expert power) pada
pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan penting dalam
proses pendidikan bangsa.
Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri agar dalam
menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kepentingan pembangunan bangsa yang
maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Strategi Pengembangan profesi Pendidik/Guru
Strategi perubahan paradigma. Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi
agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi
pelayanan, bukan dilayani.
Strategi debirokratisasi. Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi
yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik

PENDIDIKAN PROFESI GURU

Menurut Dedi Supriyadi (1999) menyatakan bahwa guru sebagai suatu profesi di
Indonedia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat
kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi lainnya, sehingga
guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi profesional.Pekerjaan
profesional berbeda dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan
kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan
yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
khususnya dipersiapkan untuk itu.Pengembangan profesional guru harus diakui sebagai suatu
hal yang sangat fundamental dan penting guna meningkatkan mutu pendidikan.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru : Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999)
bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaanpekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan
masyarakat umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu.
Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang
melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan
keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan
segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.Lebih lanjut Pidarta (1997)
mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi
yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu,
pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3).
Ilmu pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam
jangka waktu lama di perguruan tinggi. (4). Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani
klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk
mendapatkan keuntungan finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk
mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi tersebut menetukan
persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku
anggota, memberikan ...

Jabatan Guru Sebagai Profesi


Profesional. Paradigma ini bisa dicapai kalau mereka mengembangkan diri. Mereka,
misalnya, harus berpikir untuk memiliki kecerdasan berganda, karena kecerdasan berganda
juga patut untuk dimiliki oleh guru- guru.Adalah pilihan yang tidak bijak bi ... pendidikan
Indonesia , Ki Hajar Dewantoro, sudah mewarisi kita konsep untuk memiliki kepintaran
berganda, resepnya cukup sederhada yaitu: ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo,
tutwuri handayani.
Umumnya siswa yang tergolong pintar dengan tingkat ekonomi orangtua yang lebih
mapan memilih universitas non kependidikan yang berada di pulau Jawa. Pilihan mereka
untuk kategori karir guru jatuh pada pilihan yang ke sekian. Maka akibatnya kualitas guruguru secara umum cendrung biasa- biasa saja. Adalah suatu hikmah sejak lapangan kerja
menjadi makin sulit dan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi idaman bagi sebagian
siswa di universitas, karena PNS sudah memberi iming- iming hidup enak, ada uang laukpauk dan uang TKD (Tunjangan Kesejahteraan Daerah) maka mereka yang belajar di
Universitas non kependidikan memutar haluan untuk menyerbu program akta kependidikan
agar nanti bisa melamar menjadi guru. Tentu saja hal ini menjadi hak pribadi setiap warga
negara.Kini guru-guru harus memiliki paradigma, bagaimana menjadi guru bermartabat dan
profesional. Paradigma ini bisa dicapai kalau mereka mengembangkan diri. Mereka,
misalnya, harus berpikir untuk memiliki kecerdasan berganda, karena kecerdasan berganda
juga patut untuk dimiliki oleh guru- guru.Adalah pilihan yang tidak bijak bila hanya anak
didik saja yang diminta dan diusahakan untuk mengembangkan diri untuk memiliki
kepintaran berganda. Sementara guru- gurunya dibiarkan saja memiliki kepintaran tunggal
atau tidak pintar sama sekali sebagai seorang guru.

SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN


Sertifikasi guru dalam jabatan adalah guru PNS dan nonPNS yang sudah mengajar
pada satuan pendidik, baik yang diselenggarakan pemerintah daerah maupun masyarakat, dan
sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Dalam rangka sertifikasi guru dalam jabatan, pemerintah telah mengeluarkan
Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Butir-butir
penting pada peraturan tersebut sebagai berikut:
Pasal 1
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk
guru dalam jabatan.
Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diikuti oleh guru dalam jabatan
yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV).
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 2
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji

kompetensi untuk

memperoleh sertifikat pendidik.


Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam bentuk penilaian
portofolio.
Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan pengakuan atas
pengalaman professional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan:
Kualifikasi akademik
Pendidikan dan pelatihan
Pengalaman mengajar
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

Penilaian dari atasan dan pengawas


Prestasi akademik
Karya pengembangan profesi
Keikutsertaan dalam forum ilmiah
Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan
Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat
2 mendapat sertifikasi pendidik.
Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat:
Melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai
nilai lulus.
Mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan ujian.
Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b mencakup kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional.
Sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b mendapat sertifikat pendidik.
Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi
pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.
Tujuan utama sertifikasi guru ialah:
Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Agen pembelajaran berarti pelaku proses
pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila belum layak, guru perlu mengikuti
pendidikan formal tambahan atau pelatihan profesional tertentu.
Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Mutu siswa sebagai hasil proses
pendidikan akan sangat ditentukan oleh kecerdasan, minat dan upaya siswa bersangkutan.

Mutu siswa juga ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran, baik proses
pembelajaran di lingkup sekolah maupun lingkup nasional
Meningkatkan martabat guru. Dengan segala pendidikan formal dan pelatihan yang
telah didikuti, diharapkan guru mampu member lebih banyak kepada kemajuan siswa.
Dengan member lebih banyak, martabat guru akan semakin meningkat.
Meningkatkan profesionalitas guru. Mutu profesionalitas guru banyak ditentukan oleh
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri lain oleh guru bersangkutan. Sertifikasi guru
hendaknya dapat kita jadikan sebagai langkah awal menuju guru yang profesional.
Manfaat Sertifikasi Guru dalam Jabatan ialah:
Melindungi profesi guru dari praktik praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru. Saat ini guru dituntut menerapkan teori dan praktik kependidikan
yang telah teruji ke dalam pembelajaran di kelas. Misalnya, untuk mendisiplinkan siswa, guru
lebih memilih cara-cara pendisiplinan menurut teori kependidikan dan psikologi
utama,bukandengan memukul siswa atau mengancam siswa.

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


Standar Nasional Pendidikan meliputi ; Standar isi, Standar Proses, Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.
1. Secara terperinci, fungsi dan tujuan standar nasional pendidikan adalah sebagai
berikut : Sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
2. Bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Untuk disempurnakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan local, nasional dan global.
Adapun penjelasan dari masing-masing standar nasional pendidikan sebagai berikut :
1. Standar Isi
Dalam pengembangannya, Standar Isi telah dikembangkan oleh BNSP dan menjadi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk suatu pendidikan dasar dan menengah.
Standar isi adalah cakupan materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai komptensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2. Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan, hal ini
sebagaimana yang dicantumkan dalam PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 1 ayat 6.
Cakupan dalam Standar Proses adalah sebagai berikut :

Perencanaan Proses Pembelajaran


Pelaksanaan proses pembelajaran
Penilaian hasil pembelajaran
Pengawasan proses pembelajaran
Standar Kompetensi Lulusan

Apa yang dimaksud dengan SKL ?

SKL atau Standar Kompetensi Lulusan adalah bagian dari Standar Nasional
Pendidikan yang merupakan kriteria kompetensi lulusan minimal yang berlaku di seluruh
wilayah hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Fungsi utama SKL yaitu : kriteria dalam menentukan kelulusan peserta didik pada
setiap satuan pendidikan, rujukan untuk menyusun standar pendidikan lainnya, serta arah
peningkatan

kualitas

pendidikan.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Apa dan bagaimana fungsi dari Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan?
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan adalah kriteri pendidikan prajabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Siapa yang dimaksud dengan pendidik?
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Apa yang dimaksud dengan Standar Sarana dan Prasarana?
Standar ini merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekspresi serta sumber
belajar

lainnya.

6. Standar Pengelolaan Pendidikan


Standar Pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Perencanaan program sekolah/madrasah


Pelaksanaan rencana kerja sekolah
Monitoring dan evaluasi
Kepemimpinan Sekolah/madrasah; dan
Sistem informasi manajemen
Standar Pembiayaan Pendidikan

Apa dan bagaimana fungsi dari Standar Pembiayaan Pendidikan?


Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasional pendidikan
adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi
satuan pendidikan agar dapat berlangsung kegiatan pendidikan yang sesuai dengan standar
nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Dalam rinciannya biaya operasional
terdiri

dari

biaya

investasi,

biaya

operasi

dan

biaya

personal.

8. Standar Penilaian Pendidikan


Standar Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, sedangkan evaluasi pendidikan adalah
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan

pada

setiap

jalur,

jenjang

dan

jenis

pendidikan

sebagai

bentuk

pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.


Demikian rincian dari delapan Standar Nasional Pendidikan yang harus ada dan
dilaksanakan di lembaga pendidikan dasar dan menengah. Semoga penjelasan mengenai
delapan standar nasional tersebut dapat menjadi acuan, referensi bagi anda yang
kesehariannya berada di dunia pendidikan.

KONSEP PENDIDIKAN KEJURUAN


Pendidikan kejuruan dapat diartikan dari berbagai segi. Bila seseorang belajar cara
bekerja, maka orang tersebut mendapatkan pendidikan kejuruan. Byram & Wenrich (1956:

50) menyatakan bahwa dari sudut pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang
cara bekerja secara efektif. Dengan demikian, pendidikan kejuruan berlangsung apabila
individu atau sejumlah individu mendapatkan informasi, pemahaman, kemampuan,
keterampilan, apresiasi, minat dan/atau sikap, yang memungkinkan dia untuk memulai atau
melanjutkan suatu aktivitas yang produktif.
Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari
sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain.
Sebelumnya, Hamalik (2001:24) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu
bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut,
Djohar (2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program
pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan
siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Karakteristik pendidikan kejuruan menurut Djohar (2007:1295-1297) adalah sebagai
berikut:
1. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan
penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu orientasi pendidikan kejuruan tersebut
mengarah pada lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.
2. Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan nyata tenaga kerja di dunia
usaha dan industri.
3. Pengalaman belajar yang didapatkan melalui pendidikan kejuruan meliputi aspek
afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diterapkan baik pada situasi simulasi kerja
melalui proses belajar mengajar, maupun situasi kerja yang nyata dan sebenarnya.
4. Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria, yaitu keberhasilan siswa di
sekolah (in-school success), dan keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school
success. Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan
kurikuler, sedangkan kriteria kedua ditunjukkan oleh keberhasilan atau kinerja lulusan
setelah berada di dunia kerja yang nyata dan sebenarnya.

5. Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya suai (responsiveness) terhadap


perkembangan dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan kejuruan harus dapat
responsif dan proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan
menekankan pada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek
karir anak didik dalam jangka panjang.
6. Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan utama dalam pendidikan
kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi
dunia kerja secara realistis dan edukatif.
7. Hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan
industri merupakan suatu keharusan, seiring dengan tingginya tuntutan relevansi
program pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Djojonegoro (dalam Sudira, 2009) menjelaskan pendidikan kejuruan memiliki multifungsi yang jika dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang besar terhadap
pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi tersebut mencakup: (a) Sosialisasi
yaitu transmisi dan konkritisasi nilai-nilai ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa; (b)
kontrol sosial yaitu kontrol perilaku dengan norma-norma kerjasama, keteraturan, kebersihan,
kedisiplinan, kejujuran, keterbukaan; (c) Seleksi dan alokasi yaitu mempersiapkan, memilih,
dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan permintaan pasar kerja; (d) Asimilasi dan
Konservasi budaya yaitu absorbsi antar budaya masyarakat serta pemeliharaan budaya lokal;
(e) Mempromosikan perubahan demi perbaikan. Pendidikan kejuruan tidak hanya mendidik
dan melatih keterampilan yang ada, tetapi juga harus berfungsi sebagai pendorong perubahan.
Pendidikan kejuruan berfungsi sebagai proses akulturasi atau penyesuaian diri dengan
perubahan dan enkulturasi atau pembawa perubahan bagi masyarakat. Oleh karena itu,
pendidikan kejuruan diharapkan tidak hanya adaptif tetapi juga harus antisipatif.
Selain fungsi di atas, Sudira (2009) juga mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan
juga memiliki tiga manfaat utama yaitu: (a) bagi peserta didik, manfaat yang didapatkan
adalah sebagai peningkatan kualitas diri, peningkatan peluang mendapatkan pekerjaan,
peningkatan peluang berwirausaha, peningkatan penghasilan, penyiapan bekal pendidikan
lebih lanjut, penyiapan diri bermasyarakat, berbangsa, bernegara, penyesuaian diri terhadap
perubahan dan lingkungan; (b) bagi dunia kerja, mereka dapat memperoleh tenaga kerja
berkualitas tinggi, meringankan biaya usaha, membantu memajukan dan mengembangkan

usaha; (c) bagi masyarakat secara keseluruhan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
meningkatkan produktivitas nasional, meningkatkan penghasilan negara, mengurangi
pengangguran.
Terdapat

tiga

model

penyelenggaraan

pendidikan

kejuruan,

sebagaimana

dikemukakan oleh Hadi (dalam Muliaty, 2007:8-9).

Model 1. Dalam model 1 ini, pemerintah tidak memiliki peran, atau perannya hanya
bersifat marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya
liberal, namun model ini juga berorientasi pada pasar (market-oriented model)
permintaan tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan sebagai pemeran utama juga dapat
menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan pada prinsip
pendidikan yang bersifat umum, dan pemerintah dalam hal ini tidak memiliki
pengaruh kuat dalam melakukan intervensi terhadap perusahaan karena dalam hal ini
perusahaan adalah sebagai sponsor dan pendukung dana. Negara-negara yang
menganut model ini adalah Inggris, Amerika Serikat dan Jepang.

Model 2. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan
jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain
silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan
oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun
jenis pekerjaan saat itu. Dalam hal ini, pemerintah sendiri yang melakukan
perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian pendidikan kejuruan. Walaupun
model ini disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat dilaksanakan
sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta
banyak dunia ketiga juga melaksanakan model ini.

Model 3. Pemerintah menyiapkan dan memberikan kondisi yang relatif terpadu


dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta
lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled
market). model ini disebut model sistem ganda (dual system) yang sistem
pembelajarannya dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra
kerja (dunia usaha dan industri) yang keduanya saling membantu dalam menciptakan
kemampuan kerja lulusan yang handal. Negara yang menggunakan sistem ini
diantaranya Swiss, Austria, Jerman dan Indonesia.

Kecenderungan yang digunakan di Indonesia adalah Model 3, yang pelaksanaan


pendidikan sistem ganda tersebut dilaksanakan di dua lokasi yaitu di sekolah dan di industri
sebagai mitra kerja sekolah kejuruan. Menurut Djojonegoro (dalam Muliaty, 2007:9)
pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah
dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh.

KEBIJAKAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Studi Implementasi kebijakan merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang
mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan atau keputusan kebijakan (biasanya
dalam bentuk undang undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif,
atau Dekrit Presiden). Van Horn dan Van Meter (dalam Abdul Wahab 1997) merumuskan
proses implementasi sebagai tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu
individu/pejabat pejabat atau kelompok kelompok pemerintah maupun pihak swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan
Meskipun Van Horn dan Van Meter maupun Friedrich mengungkap bahwa implementasi
kebijakan hanya dapat diukur dari tujuan kebijakan yang disusun sebelumnya, namun
pendapat tersebut secara implisit sejalan dengan pendapat Hartono ,Parsons (1997) , Islamy
(1997), Pressman dan Wildavsky (dalam Abdul Wahab ,1997) dan Udoji (dalam Abdul
Wahab ,1997), yang menilai implementasi dari sisi dampaknya secara langsung.
Masih terkait dengan konsep dan pengertian implementasi, Lineberry (1978) juga
mengatakan bahwa proses implementasi setidak tidaknya memiliki elemen elemen berikut:
(1) pembentukan unit organisasi baru dan pelaksana
(2) penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating
procedures/SOP)
(3) koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran pada kelompok sasaran, pembagian
tugas di dalam dan di antara dinas-dinas dan badan pelaksanaan
(4) pengalokasian sumber sumber untuk mencapai tujuan. Komponen proses
implementasi seperti itu secara langsung berkaitan dengan apa yang dianalisis oleh
Mazmanian dan Sabatier (1987). Mereka menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan
publik harus diperhatikan dari sisi kontrol dan koordinasinya secara ketat untuk mencapai
hasil
Berkaitan dengan hal tersebut Gupta (2001) menjelaskan bahwa proses implementasi
kebijakan publik adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah kebijakan diadopsi (adopted)
atau disahkan oleh yang memiliki otoritas untuk kebijakan bersangkutan. Dengan demikian
maka implementasi kebijakan publik seringkali dikaitkan dengan proses administratif di
mana ditemukan banyak proses dan aktivitas organisasional dalam proses dan pendekatan

yang

dilakukannya.

Berdasarkan pandangan tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa proses implementasi


kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan badan administratif yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri
kelompok sasaran (target group), melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan kekuatan
politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku
dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang
diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (unintended/ negative effects).
Hal ini diperkuat oleh pendapat yang diungkap oleh Bardach (dalam Patton and
Sawicki,1986) dan Steiss and Daneke (dalam Patton and Sawicki,1986) bahwa proses
kebijakan (implementation process) merupakan seperangkat permainan dalam mana banyak
actor melakukan manuver tertentu untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Biasanya
digunakan metode permainan (game) sebagai upaya untuk memperoleh lebih sumber daya
kebijakan, seperti mekanisme monitoring, menegosiasikan kembali sasaran yang telah
dirumuskan setelah program berjalan, dan atau dengan jalan menambah berbagai elemen baru
dari program yang telah ada selama ini.
Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara
mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan
tujuan-tujuan kebijakan .

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya
aparatur, terutama untuk peningkatan profesionalime yang berkaitan dengan, keterampilan
administrasi dan keterampilan manajemen (kepemimpinan). Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Soekijo (1999:4) bahwa untuk meningkatkan kualitas kemampuan yang menyangkut
kemampuan kerja, berpikir dan keterampilan maka pendidikan dan pelatihan yang paling
penting diperlukan.
Pelatihan (training) dimaksudkan untuk menguasai berbagai keterampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu terinci dan rutin (Handoko, 1995:104). Pelatihan merupakan
proses pendidikan jangka pendek bagi karyawan operasional untuk memperoleh ketrampilan
operasional sistematis. Sedangkan menurut Wijaya (1995:5) pendidikan dan pelatihan akan
memberikan bantuan pada masa yang akan datang dengan jalan pengembangan pola pikir dan
bertindak, terampil berpengetahuan dan mempunyai sikap serta pengertian yang tepat untuk
pelaksanaan pekerjaan.
Antara pendidikan dan pelatihan pada dasarnya ditak berbeda sebagaimana dikemukakan
oleh Sumarno (1990), pendidikan merupakan proses pengalaman yang menghasilkan
pengalaman yang menghasilkan kesejahtraan pribadi, baik lahiriah maupun batiniah.
Pelatihan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka
mengalihkan suatu pengetahuan dari sesorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Secara umum pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
personil dalam meningkatkan kecakapan dan keterampilan mereka, terutama dalam bidangbidang yang berhubungan dengan kepemimpinan atau manajerial yang diperlukan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa
pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian, pada pasal 31 mengatur tentang pendidikan dan pelatihan pegawai
negeri sipil (PNS) yaitu untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya,
diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan PNS.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan dalam suatu proses belajar baik secara
formal maupun informal adalah untuk meningkatkan, kemampuan, keahlian, mutu,
kepemimpinan, keterampilan, dan pengabdian. Maka peranan pendidikan dan pelatihan

adalah untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme aparatur yang terencana dan


berkesinambungan.
Alasan utama perlunya pendidikan dan pelatihan bagi aparatur pemerintah adalah:
a) Perlunya pembaharuan dan penyempurnaan di bidang administrasi untuk dapat
menanggulangi dan mendukung sosial ekonomi,
b) Perluasan fungsi-fungsi pemerintah yang harus dilaksanakan,
c) Kenyataan masih langkanya tenaga-tenaga aparatur yang cukup ahli (Sarwono, 1993:75).
Selanjutnya dalam Dilat kuliah administrasi kepegawaian disebutkan bahwa
pendidikan dan pelatihan aparatur berorientasi pada:
a) Pelaksanaan program pembangunan,
b) Pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas pokok instansi yang bersangkutan,
c) Peningkatan produktivitas kerja,
d) Peningkatan kemampuan dan dedikasi dan motivasi aparatur (Sarwono, 1993:75).
Selain itu pranan pendidikan dan pelatihan yang diberikan identik dengan tujuan yang
melekat pada pendidikan dan pelatihan itu sendiri. Istruksi Presiden Nomor 34 Tahun 1972
menyatakan bahwa, tujuan pendidikan dan pelatihan, adalah:
a) Membina, memelihara, meningkatkan dedikasi aparatur sebagai unsur aparatur negara,
abdi negara dan abdi masyarakat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah,
b) Meningkatkan mutu aparatur agar lebih mampu dan tinggi motivasinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya secara berdaya guna dan berhasil
guna,
c) Membina aparatur agar menjadi aparatur yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa
untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan tujuan khusus pendidikan dan pelatihan adalah:

a) Mengusahakan perbaikan sikap dan kepribadian aparatur negara serta dedikasinya sesuai
dengan tuntutan tugas dan jabatan yang sedang maupun yang kan dijabatnya,
b) Meletakkan dasar bagi terwujudnya sistem penhargaan berdasarkan kinerja dan
pengembangan kinerja paratur negara,
c) Membina kesatuan berpikir dan kesatuan bahasa dikalangan aparatur negara dalam rangka
terwujudnya kesatuan gerak yang meliputi pembinaan kerja sama,
d) Meletakkan usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparatur negara yang
meliputi perkembangan peningkatan dan pemeliharaan keterampilan,
e) Mengembangkan dan membina motivasi dalam melaksanakan pembangunan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas disimpulkan peranan pendidikan dan pelatihan
dalam menunjang kinerja aparatur pemerintah adalah terletak pada orientasi kepemimpinan,
produktivitas, kerja sama, serta kemampuan dedikasi, dan motivasi kerja dari aparatur yang
melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

PENGELOLAAN KURIKULUM DI INDONESIA

Pasal 1 butir 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang
bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa.
Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu :

Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan
memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak
memperoleh pendidikan khusus.

ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak
memperoleh pendidikan khusus.

Kegiatan-Kegiatan Pengelolaan Kurikulum

Kegiatan yang berkaitan dengan tugas guru

1. Pembagian tugas membelajarkan


2. Pembagian tugas membina kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran

1. Penyusunan jadwal pelajaran


2. Penysunan program pelajaran
3. Pengisian daftar kemajuan kelas
4. Kegiatan mengelola kelas
5. Penyelenggaraan evaluasi hasil belajar

6. Laporan hasil belajar Kegiatan bimbingan dan penyuluhan


Bentuk pengorganisasian kurikulum :
Ada empat bentuk pengorganiasasian kurikulum yang bisa diterapkan di lembaga pendidikan
yaitu:
a. Separated subject curriculum
Kurikulum ini menyjikan segala bahan pelajaran dalam bernagai macam mata pelajaran yang
tepisah-pisah satu sama lain dan juga antara satu kelas dengan kelas yang lain.
b. Correlated curriculum
Bentuk ini menghendaki agar mata pelajaran satu sama lain ada hubungan walaupun mungkin
batas-batas yang satu ddengan yang lain masih dipertahankan. Korelasi dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara :
1) Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental.
2) Terdapat hubungan yang lebih erat apabila suatu pokok bahasan tertentu dibahas dalam
berbagai mata pelajaran.
3) Mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing
c. Integrated curriculum
Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan
menyajikan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Semua ini dimaksudkan agar anak
dapat dibentuk menjadi pribadu yang integrated yakni manusia yang selaras dengan
lingjungan hidupnya.
d. Core curriculum
Pada prinsipnya core curriculum memberikan pelajaran yang umum.
Kegiatan Pokok Operasional Kurikulum

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa seorang kepala sekolah mempunyai tanggung
jawab dalam memenej kurikulum yang akan di terapkan di sekolah yang dipimpinnya. Oleh
sebab itu, kepala sekolah harus mengetahui hal-hal yang menyangkut pengelolan kurikulum
yang nantinya akan menetukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Menurut Imron Fauzi pelaksanaan dan pembinaan kurikulum meliputi tiga hal, yakni:
1. mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum di dalam kurikulum sekolah
yang bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan
pengajaran
2. menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi-materi, sumbersumber dan metode-metode pelaksanaanya, disesuaikan dengan pembaharuan
pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan mesyarakat dan lingkungan sekolah.
Kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang harus didikuti dan diturut begitu saja dengan
mutlak tanpa perubahan dan penyimpangan sedikitpun. Kurikulum meripakan pedoman bagi
para guru dalam menjalankan tugasnya.
Sejalan dengan Fauzi, Ary Gunawan mengemukakan bahwa secara operasional kegiatan
administrasi/manajemen kurikulum itu meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu: Kegiatan yang
berhubungan dengan tugas guru, kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik, kegiatan
yang berhubungan dengan seluruh civitas akademika atau warga sekolah/lembaga
pendidikan.
a. Kegiatan yang berhubungan dengan guru
1. Pembagian jam mengajar.
2. Tugas dalam mengikuti jadwal pelajaran Ada tiga jenis jadwal pelajaran untuk guru
yaitu; jadwal pelajaran kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
3. Tugas guru dalam kegiatan PBM
Tugas ini merupakan serangkaian kegiatan pengajaran / instruksional untuk mencapai hasil
pengajaran yang optimal, yaitu:
1. Membuat persiapan / perencanaan pembelajaran
2. Melaksanakan pengajaran

3. Mengevaluasi hasil pengajaran


b. Kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik
Kegiatan-kegiatn peserta didik demi suksesnya PBM tertera dalam jadwal kegiatan belajar
yang telah disusun oleh sekolah secara pedagogis beserta jadwal tes/ulangan/ujian, dan
jadwal kegiatan belajar yang diatur sendiri oleh siswa dalam strategi menyukseskan hasil
studinya. Seorang pelajar atau mahasiswa yang studinya aktif dan kreatif biasa menyusun
jadwal untuk waktu-waktu belajar, rekreasi/rileks, tugas sosial, membaca koran, dan
sebagainya.
c. Kegiatan yang behubungan dengan seluruh civitas akademika
Kegiatan ini merupakan sinkronisasi segala kegiatan sekolah yang kurikuler, ekstrakurikuler,
akademik / non akademik, hari-hari kerja, libur, karyawisata, hari-hari besar nasional agama
dan sebagainya.
Demikianlah tiga hal pokok yang berhubungan dengan kegiatan operasional dari kurikum
yang seyogyanya harus diperhatikan oleh seorang kepala sekolah. Seorang kepala sekolah
bertanggung jawab menugaskan stafnya dalam bidang kurikulum untuk mengawasi hal-hal
yang tersebut diatas demi tercapai dan suksesnya tujuan pendidikan.
Disamping ketiga kegiatan pokok tersebut di atas, nampaknya masih perlu di ketengahkan
kegiatan-kegiatan penunjang PBM untuk dibahas yaitu bimbingan dan penyuluhan atau
bimbingan dan konseling, usaha kesehatan sekolah (UKS), dan perpustakaan. Dalam upaya
meningkatkan suksesnya PBM, maka beberapa kendala PBM perlu diatasi, yaitu faktor
kelengkapan bahan bacaan.

Faktor kesehatan nonfisik / psikologis

Seorang peserta didik bisa kurang sukses dalam PBM bila jiwanya mengalami
gangguan/distorsi, seperti sedang patah hati, risau, mengalami gangguan rumah tangga,
gangguan sosial / ekonomi dan gangguan-gangguan lain yang dapat mempengaruhi psikis.
Dalam kondisi seperti kasus-kasus di atas sebaiknya siswa atau mahasiswa segera pergi ke
petugas BP atau BK sekolah atau Perguruan Tinggi untuk mendapatkan penyelesaian masalah
secara baik, melalui diagnosis, prognosis, terapi dan tindak lanjut seperlunya.

Faktor kesehatan fisik

Seorang peserta didik bisa kurang sukses atau terganggu PBM-nya bila di sekolah tiba-tiba ia
sakit kepala, sakit perut, terluka (ringan), demam dan lain sebagainya. Maka ia dapat segera
meminta untuk mengobati sakitnya agar dapat kembali mengikuti PBM dengan baik. Dengan
demikian jasa UKS di sekolah adalah sebagai penunjang PBM, siswapun tidak perlu
kehilangan pelajaran terlalu banyak.

Faktor kelengkapan bahan bacaan

Seorang peserta didik bisa kurang sukses atau terganggu PMB-nya karena kurang lengkap
bahan bacaannya, maka ia dapat segera memanfaatkan jasa perpustakaan sekolah, sehingga ia
terbebas dari gangguan PBM. Jika ditinjau dari fungsinya, perpustakaan bukan hanya sebagai
tempat penyimpan buku dan sebagai penunjang kegiatan PBM. Maka perpustakaan lebih
tepat masuk dalam administrasi kurikulum bersama BP dan UKS.

SUPERVISI PENDIDIKAN
Supervisi adalah segenap aktifitas yang dilakukan oleh personil sekolah yang ada
hubungannya dengan orang dewasa dan benda-benda untuk memelihara atau mengubah cara
kerja sekolah yang berpengauh langsung terhadap proses pembelajaran, dan digunakan untuk
meningkatkan aktiviatas belajar siswa. Supervisi sesungguhnya sangat berkaitan dengan
aspek pengajaran, tetapi tidak berorientasi langsung pada siswa. Supervisi merupakan salah
satu fungsi pokok sekolah, bukan tugas atau pekerjaan spesifik, dan bukan pula sebagai
perangkat teknik-teknik. Supervisi pengajaran atau akademik diarahkan untuk memelihara
dan mengembangkan proses belajar mengajar di sekolah. (Harris, 1975, menurut kutipan
Sergeovani dan Starrat, 1979).
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa supervisi pendidikan adalah
segenap usaha baik yang berupa teknis administrative maupun teknik edukatif yang
dilakukan oleh seorang supervisor (seorang penilik SD, kepala sekolah atau guru biasa yang
memberikan bantuan untuk anggota staf lain dalam rangka meningkatkan kualitas pendidik
dalam mengajar) untuk memperbaiki, menciptakan dan mengembangkan situasi belajar yang
lebih baik guna tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
2.

Tujuan Supervisi Pendidikan


Secara umum sebenarnya sudah terimplisit dalam definisi-definisi supervisi yang

dikemukakan dimuka. Tujuan umum dari supervisi pendidikan adalah membantu


mengembangkan situasi belajar kearah yang lebih baik. Burton dan Bruecker (1979, menurut
kutipan Sergeovani, 1979) menggariskan tujuan supervise pendidikan sebagai berikut :

Tujuan utama dari supervisi pendidikan adalah meningkatkan pertumbuhan


siswa yang pada giliranya diharapkan dapat mengembangkan masyarakat.

Tujuan kedua supervisi pendidikan secara umum adalah untuk melengkapi


kepemimpinan di dalam memelihara kesinambungan dan readaptasi progam
pendidikan sepanjang tahun, dari jenjang satu kejenjang yang lainnya, dan dari
daerah pengalaman belajar yang satu kedaerah pengalaman belajar yang lain.

Tujuan langsung (khusus) supervisi pendidikan adalah mengembangkan


kegiatan belajar mengajar secara kooperatif dan menyenangkan.

SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA


Data dan informasi ketenaga-kerjaan sangat penting bagi penyusunan kebijakan,
stategi dan program ketenagakerjaan dalam rangka pembangunan dan pemecahan masalah
ketenagakerjaan saat ini dan masa datang. Kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan
yang baik dan benar sangat ditentukan oleh kondisi data dan informasi ketenagakerjaan yang
baik pula. Apabila telah tersusun kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan maka
kemungkinan besar masalah ketenagakerjaan akan dapat dipecahkan secara benar pula.
Untuk dapat menyediakan data dan informasi ketenagakerjaan yang akurat dan benar tersebut
sangat ditentukan oleh dukungan sistem informasi ketenagakerjaan yang baik dan handal.
Sistem informasi ketenagakerjaan yang dimaksud disini menyangkut arus data dan informasi
dari sumber data ke tempat pengolahan dan seterusnya ke pengguna data dan informasi
ketenagakerjaan khususnya para pengambil dan penyusun kebijakan, strategi dan program
ketenagakerjaan. Dalam era otonomi saat ini, masalah arus data dan informasi
ketenagakerjaan ini mengalami kemunduran.
Sumber data ketenagakerjaan seperti instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan yang berada di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak pernah
lagi mau mengirim data dan informasi ke pusat .Kondisi ini telah mempengaruhi keberadaan
data dan informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya data dan informasi ketenagakerjaan
yang dipergunakan saat ini masih bertumpu pada data dan informasi ketenagakerjaan yang
bersifat makro. Data dan informasi ketenagakerjaan makro tersebut, sampai saat ini belum
mampu untuk menjawab berbagai tantangan dan masalah ketenaga-kerjaan yang dihadapi.
Hal-hal yang bersifat mikro seperti data dan informasi pelatihan, hubungan industrial
(perselisihan dan pemogokan kerja) dan penempatan tenaga kerja dalam negeri dan luar
negeri serta keselamatan, kecelakaan dan kesehatan kerja, usaha-usaha untuk peningkatan
produktivitas kerja dan pengupahan masih belum tersedia dengan baik dan benar.
Memperhatikan permasalahan diatas, maka sudah seharusnya dibangun suatu sistem
informasi ketenagakerjaan era baru, dengan tujuan agar data dan informasi ketenagakerjaan
yang bersifat mikro tersebut dapat tersedia dengan baik dan benar. Pembangunan sistem
informasi ketenagakerjaan seperti itu tidaklah mudah untuk diwujudkan, karena menghadapi

berbagai tantangan. Akan tetapi ada pepatah mengatakan : ?Masih ada jalan ke Roma?, yang
berarti kalau diusahakan dan dipikirkan secara terus menerus maka sistem informasi
ketenagakerjaan era baru dapat terbangun yang akhirnya data dan informasi ketenagakerjaan
yang akurat dan kontiniu baik yang bersifat makro maupun mikro dapat disediakan dengan
baik dan benar.

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk
mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam
wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.Kepemimpinan
adalah suatu kegiatan memengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerja sama
(mengolaborasi dan mengelaborasi potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh consensus
anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa
kehadiran kepemimpinan pendidikan, proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan
berjalan efektif. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang proses keberadaannya
dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah.
B. MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
1. Model KepemimpinanKontinum (Otokratis Demokratis)
Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapacara, yaitu dari cara yang
menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang
menonjolkan sisiek stremlainnya yang disebut denganperilaku demokratis. Perilaku otokratis
padaumumnyab ersifat negatif, ketika sumber kuasa atau wewenang bersal dari adanya
pengaruh pimpinan. Jadi, otoritasberada di tangan pemimpin karena pemusatan kekuatan dan
pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggungjawab penuh, sedangkan
bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya
kepemimpinan ini mempunyai manfaat, antara lain pengambilan keputusan cepat, dapat
memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi
bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratisini adalah pada tugas dan selalu
memberikan arahan kepada bawahannya.
Perilaku demokratis adalah perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kekuasaan atau
weweangn yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat

dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinan berusaha mengutamakan kerjasama dan


team work untuk mencapai tujuan, ketika si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan
bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan disini terbuka bagi diskusi dan keputusan
kelompok. Namun, kenyataannya, perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model
perilaku kepemimpinan yang ekstrem di atas, tetapi memiliki kecenderungan yang terdapat
diantara dua sisi ektrem tersebut.
2. Model Kepemimpinan Ohio
Dalam penelitiannya, universitas Ohio melahirkan teori dua factor tentang gaya
kepemimpinan, yaitu strukturinisiasi dan konsiderasi. Strukturinsiasi mengacu kepada
perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota
kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode
atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku
yang menunjukan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat, dan kehangatan
dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota staffnya (bawahan). Adapaun contoh dari
faktor konsiderasi adalah pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok,
pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat
didekati. Sedangkan, contoh untuk faktor strukturinisiasi adalah pemimpin menugaskan tugas
tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata
tertib dan peraturan standar, dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal hal
yang diharapkan dari mereka.
3. Model Kepemimpinan Likert (Likerts Management System)
Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia
mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu.
Melalui penelitian ini akhirnya Likert berhasil merancang empat system kepemimpinan
seperti yang diungkapan oleh Thoha, yang dikutipoleh E. Mulyasa, yaitu system otoriter,
otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif.
a. Sistem otoriter (sangat otokratis)
Dalam system ini, pemimpin menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan
dan pemerintah dan semua bawahan untuk menjalankannya.

b. Sistem otoriter bijak (otokratis paternalistik)


Perbedaan dengan systems ebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan
dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta kepada bawahan
c. Sistem konsultatif
Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara
pemimpin dan bawahan
d. Sistem partisipatif
Pada system ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja
kelompok di tingkat bawah.
4. Model Kepemimpinan Managerial Great
Jika dalam model ohio, kepemimpinan ditinjaudari sisi strukturinisiasi dan konsideransinya.
Dalam model managerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton, seperti yang
dikutipoleh E. Mulayasa, memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari
perhatiannya terhadap produksi atau tugas dan perhatian pada orang. Perhatian pada produksi
(tugas) adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu, keputusan, prosedur, mutu pelayanan
staff, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran. Sedangkan, perhatian kepada orang adalah
sikap pemimpin yang memperhatikan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan.
5. Model Kontingensi Fiedler
Dalam teori kontingensi (kemungkinan) variabel variabel yang berhubungan dengan
kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu hal yang sangat menentukan pada
gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini perhatian
Fiedler adalah pada perbedaan gaya dan motivasional dari pemimpin.
6. Kepemimpinan Situasional
Artinya, teori ini menekankan pada ciri cirri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan
dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri cirri pribadi ini, dan membantu

pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada
kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.
7. Model KepemimpinanTigaDimensi
Intisari dari model ini terletak pada pemikiran, bahwa kepemimpinan dengan kombinasi
perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin
memiliki efektivitas yang sama pula. Artinya, untuk setiap empat gaya utama perilaku
kepemimpinana, pada masing masing gaya tesebut ada gaya yang lebih atau kurang efektif,
hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi dan dihadapi oleh sosok
pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan tugas yang sama tersebut memiliki
perbedaan. Secara umum, dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu
dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif.
8. Model Kepemimpinan Combat
Beberapa karakteristikdari model combat tersebut, sebagaimana yang dideskripsikanoleh J.
Salusu, sebagaib erikut :
1. Seorang pemimpin harus bersedia menanggung resiko
2. Berusaha menjadi innovator dan untuk itu perlu secara terus menerus belajar.
3. Segera bertindak karena tanpa bergerak seseorang tidak bisa memimpin.
4. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi beroleh lebih banyak,
seorang pemimpin akan berhasil, paling tidak setengahnya. Harapan itu tentu harus diiringi
dengan kemauan keras dan tindakan tindakan yang penuh perhitungan.
5. Pertahankan sikap positif, selalu berfikir yang baik, angkatlah derajat setiap orang yang
bekerja disekitar organisasi karena masing masing mempunyai peranan yang berarti dalam
kehidupan organisasi.
6. Selalu berada di depan dan tidak menyuruh orang lain untuk maju lebih dulu.

You might also like