Professional Documents
Culture Documents
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSETUJUAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
Dengan
kerendahan
hati,
keikhlasan
dan
pikiran,
kupersembahkan kepada:
Bapak
ibu
yang
selalu
memberikan dorongan, doa, dan
terima kasih atas semua cinta,
kasih sayangnya yang tidak
akan termakan oleh jaman.
Almamaterku UMS.
KATA PENGANTAR
4. Ibu Umi Budi Rahayu, SST. FT, M.Kes Selaku Pembimbing Akademik
Program Studi Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta
5. Bapak Andry Ariyanto, SST. FT, Selaku pembimbing karya tulis ilmiah
6. Segenap Dosen-dosen pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan masukan, bimbingan dan
nasehat
7. Bapak dan Ibuku Tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang
serta dorongan yang tiada henti
8. Kakak dan Adik-adikku yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang
serta dorongan yang tiada henti
9. Teman-teman seperjuangan di D-III Fisioterapi Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Harapan penulis Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang
maksimal bagi para pembaca, penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik atas
kekurangan Karya Tulis Ilmiah ini masih akan sangat membantu. Akhir kata saya
selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
iii
HALAMAN MOTTO
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
iix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR GRAFIK
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
RINGKASAN
xiv
ABSTRAK
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
..................................................................................................
..................................................................................................
2
B. Rumusan Masalah
..................................................................................................
..................................................................................................
3
C. Tujuan Penulisan
..................................................................................................
..................................................................................................
3
D. Manfaat
..................................................................................................
..................................................................................................
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
..................................................................................................
..................................................................................................
6
B. Biomekanik Lumbal
10
..................................................................................................
..................................................................................................
19
C. Objek Yang Dibahas
..................................................................................................
..................................................................................................
28
D. Teknologi Intervensi Fisioterapi
..................................................................................................
..................................................................................................
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
..................................................................................................
..................................................................................................
47
B. Kasus Terpilih
..................................................................................................
..................................................................................................
47
C. Instrumen Penelitian
..................................................................................................
..................................................................................................
47
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
..................................................................................................
..................................................................................................
49
E. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
..................................................................................................
..................................................................................................
49
F. Teknik Analis Data
..................................................................................................
..................................................................................................
50
BAB IV
11
BAB VI
12
..................................................................................................
..................................................................................................
92
B. Saran
..................................................................................................
..................................................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
14
42
52
58
84
67
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
10
12
12
32
33
43
56
56
14
57
43
43
44
45
45
46
DAFTAR GRAFIK
83
84
Grafik 4.3 Hasil pemeriksaan skala jette untuk kemampuan berdiri dari duduk 68
Grafik 4.4 Hasil pemeriksaan skala jette untuk kemampuan berjalan 15 meter
68
Grafik 4.5 Hasil pemeriksaan skala jette untuk kemampuan berjalan tiga trap
86
15
DAFTAR LAMPIRAN
16
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA KASUS ISCHIALGIA DEXTRA DENGAN MODALITAS
INFRA RED, TENS, DAN TERAPI LATIHAN
DI RUMAH SAKIT DR. SOEDJONO MAGELANG
(Dessy Kurniawati)
J100 070 035
RINGKASAN
Ischialgia adalah penyempitan pada n. Ischiadicus. Penyebab terjadinya bisa
dikarenakan proses degenerasi pada discus intervertebralis (terjadi osteofit di
ujung tulang) yang dapat menimbulkan nyeri. Adanya nyeri tersebut
menyebabkan penderita cenderung mencari posisi yang enak meskipun salah. Dan
posisi yang salah tersebut lama-kelamaan akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan gerak dan fungsi.
Permasalahan yang muncul antara lain permasalahan kapasitas fisik berupa
adanya nyeri tekan, gerak dan diam pada pinggang bawah, adanya spasme pada
otot piriformisdan permasalahan kapasitas fungsional yang berupa gangguan saat
aktivitas sholat (rukuk/membungkuk), gangguan jongkok berdiri, angkat junjung
barang dan saat duduk lama.
Untuk mengetahui seberapa besar derajat permasalahan yang timbul maka perlu
dilakukan pemeriksaan, yaitu untuk derajat nyeri dengan VDS dan Pemeriksaan
aktivitas fungsiponal dengan skala jette.
Dalam membantu mengatasi permasalahan atau gangguan di atas dapat digunakan
modalitas berupa Infra Red, TENS, dan Terapi Latihan. Dengan modalitas Infra
Red, TENS, dan Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri, spasme dan keseluruhan
17
18
dan rukuk terganggu, jongkok-berdiri terganggu dan duduk terlalu lama sudah
bisa dilakukan).
Kata kunci: Penatalaksanaan
Fisioterapi, Ischialgia Dextra, menggunakan
INFRA RED, TENS DAN TERAPI LATIHAN.
19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
atau nyeri yang di rasakan sepanjang perjalanan nervus ischiadicus. Nyeri tersebut
dirasakan bertolak dari pantat menjalar sampai pertengahan bagian belakang paha
(Shidarta, 1999)
Sebagai seorang fisioterapi yang dapat berperan dalam mengatasi
permasalahan nyeri yaitu dengan pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical
nerve Stimulation dan Terapi Latihan.
B. Rumusan Masalah
Pada kondisi ischialgia dextra, penulis dapat merumuskan masalah, yaitu:
(1) Apakah Infra Red, Transcutaneus Electrical nerve Stimulation dan Terapi
Latihan dapat mengurangi nyeri pada kondisi Ischialgia? (2)Apakah Infra Red,
Transcutaneus Electrical nerve Stimulation dapat mengurangi spasme otot
piriformis? (3) Apakah kemampuan fungsional dasar, fungsional akan meningkat
setelah mendapatkan
2. Tujuan Khusus
a.
b.
pengetahuan
tentang
kondisi
Ischialgia
dan
4. Bagi Pendidikan
Dapat
bermanfaat
bagi
dunia
pendidikan
untuk
lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Struktur tulang vertebra lumbal
Lumbal tersusun dari
lima
tulang
vertebra
yang
membentuk
persendian satu sama lain dan berfungsi untuk menyangga tubuh dan alat gerak
tubuh. Susunan tulang vertebra secara umum terdiri dari korpus, arkus, foramen
vertebra, Diskus Intervertebralis dan prosessus spinosus dan tranversus vertebral
lumbalis.
1) Korpus
Korpus merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu facies anterior yang berbentuk konvek
dari arah samping dan konkaf dari arah kranial ke kaudal serta facies superior
yang berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 (Kapandji, 1990). Korpus vertebra
merupakan struktur tulang yang padat. Pada bagian depan dan belakang korpus
dilapisi oleh vertebra plateau (Borenstein dan wiesel, 1989).
2) Arkus
Arkus merupakan lengkungan simetris di kiri dan kanan yang berpangkal
pada korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radius arkus vertebra dan ada
bagian yang menonjol disebut procesus spinosus (Kapandji, 1990).
3) Foramen vertebra
Foramen vertebra merupakan lubang yang cukup lebar dimana di kedua
belah sisinya ada lekukan yaitu recesus lateral. Bila tulang vertebra tersusun
secara panjang akan membentuk canalis vertebralis yang di dalamnya ada saraf
medula spinalis (Kapandji, 1990).
4) .Discus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan
suatu struktur mayor yang berada di
6
antara korpus vertebra. Kurang lebih 33% dari panjang lumbal diisi oleh diskus
intervertebralis. Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa
fibroelastik yang membungkus nukleus pulposus yang merupakan suatu cairan gel
kolloid
yang
mengandung
mukopolisakarida.
Fungsi
mekanik
diskus
intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua
telapak tangan. Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra
maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis.
Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus pulposus akan melawan
gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan
ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (Cailliet, 1981). Fungsi diskus adalah sebagai bantalan sendi agar pada
tulang vertebra tidak terjadi kontak secara langsung saat menumpu berat badan
maupun saat melakukan gerakan (Borenstein dan Wiesel, 1989).
5. Processus spinosus dan tranversus vertebra lumbalis
Procesus spinosus vertebra lumbal memiliki ukuran lebih besar daripada
ukuran Processus transversus vertebra lumbal. Processus transversus berbentuk
panjang dan langsing,processus spinosus berbentuk pendek, rata, dan berbentuk
segiempat (Pujiastuti, 1993).
8
7
2
9
3
4
5
10
10
11
12
13
Gambar 5.1.
Saraf ektremitas bawah: ikhtisar
tampak depan (ka) (Sobotta, 2002)
Gambar 5.2.
Saraf ektremitas bawah: ikhtisar
tampak belakang (ka) (Sobotta, 2002)
14
15
secara bilateral terjadi fleksi lumbal dan bila bekerja secara unilateral
terjadi lateral fleksi. (4) m. Illiopsoas otot ini merupakan gabungan
dari dua otot, yaitu illiacus dan otot psoas mayor. Otot illiacus
memiliki origo 2/3 di atas fossa illiaca, ditrocantor minor tulang
femur, sedangkan otot psoas mayor berorigo pada processus
transversus vertebra thorakal berakhir sampai seluruh corpus verebra
lumbal. Insertio otot ini yaitu pada throkantor minor tulang femur arah
tersebut di super medial ke intralateral. Oto ini berfungsi untuk flexi
sendi pangkal paha.
Nama Otot
Origo
Insertio
Fungsi
Nervus
16
1.
Proccostales keempat
vertebra lumbalis
sebelah cranial
2.
M. Sakrispinalis
Processus VL 1-2
kearah posterior dan
bergabung menjadi
satu
Pada processus
spinosus Vth 2-8
3.
4.
5.
6.
7.
M.illioposoas
Fossa illiaca, spin
illiaca anterior
inferior, bagian
depan articulationes
coxae
M. Iliacus
M. Psoas major
Permukaan lateral
corpus vertebra
thoracilis ke 12 dan
corpus vertebra
lumbalis I-VI dan I-v,
spina iliaca anterior
superior
Processus costalis
vertebra lumbalis
(Sobotta, 2000)
N. thoracius
XII R.
anterior (N.
inter
costalis)
Persyarafan
dari rami
dorsal C2Th 10.
N.illiohypog
astricus,n.
illiolinguina
lis.
Rr.Muscular
es dari
plexus
lumbalis
Throcantor minor
Exorotasi pada saat m.
gluteus berkontraksi
Processus costalis
vertebra lumbalis
Lateral flexi
Rr.
Posteriores
dan
anteriores n.
spinalis
17
3. Persendian Vertebra
Sistem persendian yang terdapat pada regio lumbal , yaitu:
a. Articulatio inter corpus vertebralis
Persendian ini dibentuk oleh corpus vertebra yang saling
berbatasan, diantaranya terdapat bantalan sendi yang disebut discus
intervertebrali.Macam
persendiannya
adalah
amphiarthrosis.
18
19
b. Vena
Vena lumbalis menuju vena cava inferior saling berhubungan
ke atas vena lumbalis asceden, sedangkan pada tharax menuju ke
cava azigos sebelah kanan menuju ke vena iliaca comunis
selanjutnya ke vena cava inferior.
5. Sistem Persyarafan
Pada persarafan ini yang dibahas nervus Ischiadicus yang dapat
menimbulkan gejala ischialgia. Nervus ischiadicus berasal dari
L4-
S3 (Chusid, 1993).
a) Nervus Femoralis (L2,3,4)
Saraf ini merupakan cabang yang terbesar dari plexus lumbalis.
Saraf ini mensarafi otot-otot m. illiopsoas, m. sartorius, m.
pectineus, m. quadriceps femoris ( Chusid,1983).
b) Nervus iliohypogastricus (T12-L1)
Saraf ini mula-mula terdapat pada permukaan dalam musculus
quadratus lumborum melalui permukaan dorsal dan kemudian
diantara musculus transversus abdominis dan musculus obliqus
internus abdominis. Mensyarafi otot-oto abdomen dan juga
memberi cabang-cabang cutaneus lateral pada paha (Chusid,
1982).
c) Nervus ilioinguinalis (T12-L1)
Saraf ini berjalan agak disebelah inferior nervus iliohypogastricus
dan bersama-sama nervus ini, nervus ilionguinalis mengadakan
20
21
B. Biomekanik Lumbal
Biomekanik columna vertebralis regio lumbal faset sendinya
memiliki arah sagital dan medial sehingga memungkinkan gerakan fleksi-ekstensi,
lateral fleksi, dan rotasi (Kapandji, 1990).
1). Gerak fleksi
Gerak fleksi vertebra terjadi pada bidang sagital dan sudut normal gerakan
ini adalah sekitar 80. Khusus untuk lumbal, sudut gerakan normalnya adalah
sekitar 40 (Borenstein dan Wiesel, 1989). Otot penggerak utamanya adalah m.
rectus abdominis, dibantu oleh m. obliqus externus abdominis, m. obliqus internus
abdominis, m. psoas mayor, dan m. psoas minor (Hislop dan Jaqueline, 1995).
Pada gerakan ini, korpus vertebra superior terangkat dan bergeser
perlahan ke anterior hingga diskus bagian anterior berkurang ketebalannya,
sedangkan bagian posterior bertambah ketebalannya. Nucleus pulposus bergerak
ke posterior mengulur serabut posterior dari annulus fibrosus. Pada saat yang
bersamaan, prosessus interarticularis inferior dari vertebra bergeser ke superior
dan bergerak dari prosessus articularis inferior vertebra di bawahnya. Akibatnya,
ligamen yang melekat pada persendian di antara prosessus artikularis menjadi
terulur maksimal. Ligamen yang membatasi gerakan ini adalah ligamen
supraspinosus, ligamen longitudinal posterior, serta ketegangan otot ekstensor
(kapandji, 1990).
2) Gerak ekstensi
Gerakan ekstensi terjadi pada bidang sagital dengan sudut normal yang
dibentuk sekitar 25 dengan otot penggerak utama adalah kelompok otot-otot
22
23
ini dibatasi otot penggerak rotasi sisi yang berlawanan dan juga ligamen
interspinosus (Kapandji, 1990).
6. Patologi
Yoeman menekankan hubungan klinis dengan anatomis saraf siatik dan
otot piriformis. Mekanisme patofisiologi iritasi atau cedera saraf oleh otot ini
tidak jelas. Dikira berbagai hubungan anatomis saraf ini atau cabangnya terhadap
otot merupakan faktor dasar. Pecina menemukan 6% saraf siatik melalui antara
dua bagian tendinosa otot piriformis. Percabangan saraf yang tinggi dengan
bagian peroneal saraf melalui otot tidak jarang. Rotasi kedalam, lebih dari rotasi
keluar, dari panggul diketahui sebagai penyebab kompresi saraf oleh dua bagian
tendinosa otot. Namun variasi anatomis ini jauh lebih banyak dari yang
bergejala.Penyebab jeratan saraf siatik lain juga jarang Banerjee dan Hall
melaporkan kasus jeratan oleh band miofasial dibagian distal paha. Jeratan yang
terjadi sekunder atas fibrosis yang diinduksi oleh injeksi pentazosin.Kompresi
simtomatik saraf siatik bisa oleh hematoma retroperitoneal karena komplikasi
terapi antikagulan atau bedah panggul.Gangguan saraf siatik bisa diseabkan
bocornya akrilik kedaerah posterior sendi panggul saat penggantian panggul total.
Temuan EMG subklinis abnormal dijumpai pada kebanyakan pasien yang
mengalami penggantian panggul.Aneurisma arteria iliaka juga mengganggu saraf
siatik. Etiologi non struktural diantaranya adalah : gangguan saraf diabetik atau
vaskuler, yang bisa memberikan gejala serupa. Penyebab kira-kira 50% tentang
pasien dengan piriformis sindrom mempunyai suatu sejarah trauma, misalnya
suatu memar pada pantat langsung atau hip mengalami dislokasi, yang sisanya
24
50% tentang kasus dari serangan secara spontan, sehingga perlakuan dokter harus
mempunyai suatu kecurigaan yang tinggi untuk masalah ini.(Yanuar, 2002).
7. Etiologi
Menurut Sidharta (1983), penyebab ischialgia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a.
25
endorotasi dan adduksi, kemudian knee didorong ke medial. Tes ini untuk
membuktikan adanya kelainan pada sendi sakroilliaka.
b.
c.
26
(DM), masuk angin, flu, sakit kerongkongan dan nyeri pada persendian.
Ischialgia ini dapat disembuhkan dengan menggunakan NSAID (non-steroid anti
inflammatory drugs). Gejala utama neuritis Ischiadikus primer adalah adanya
nyeri yang dirasakan berasal dari daerah antara sacrum dan sendi panggul,
tepatnya pada foramen infrapiriforme atau incisura ischiatika dan menjalar
sepanjang perjalanan n. ischiadikus dan lanjutannya pada n. peroneus communis
dan n. tibialis. Neuritis ischiadikus primer timbul akut, sub akut dan tidak
berhubungan dengan nyeri punggung bawah kronik. Neuritis ischiadikus dapat
diketahui dengan adanya nyeri tekan positif pada n. ischiadikus, m. tibialis
anterior dan m. peroneus longus
8. Perubahan Patologi
Penekanan pada serabut N. Ischiadicus pada sekitar sendi panggul oleh
berbagai sebab akan memberikan perangsangan sehingga akan menimbulkan
nyeri yang bertolak dari pada panggul bawah dan menjalar sampai dengan tungkai
dan nyeri ini dirasakan pada satu tungkai saja, karena ada nyeri maka timbul
spasme pada otot-otot yang dilewati. Seperti m. Gluteus, m. Triceps surae, m.
Hamstring dan pada otot-otot pada vertobra lumbosacral (Sindharta, 1994).
Nyeri akan menyebabkan perubahan pola jalan Antalgic gait pada sisi
yang sehat, Gangguan sensorik juga terjadi sesuai dengan daerah sensorik N.
Ischiadicus yaitu adanya rasa kesemutan (paraesthesia) dan hipoaesthesia
(Sindharta, 1994)
Ischialgia atau nyeri punggung yang menjalar pada tungkai bisa
disebabkan oleh karena trauma baik trauma langsung atau tidak langsung
27
misalnya, trauma langsung yaitu kecelakaan atau jatuh dari sepeda motor, itu bisa
menyebabkan cidera pada tulang belakang sehingga lama kelamaan akan
menyebabkan osteofit oleh karena adanya proses degenerasi yang berjalan terus
menerus maka nucleus menjadi kecil sehingga anulus fibrosus menggalami
penekanan dan sering menonjol ke belakang bagian lateral. Penonjolan ini
menyebabkan penekana pada medula spinalis atau serabut saraf pleksus lumbal.
Osteofit tersebut lama kelamaan jika tidak segera diobati akan menjadi
Ischiadicus yaitu nyeri yang menjalar pada tungkai karena adanya penekanan
nervus Ischiadicus (Purwohudoyo, 1983).
Ischialgia oleh karena adanya penekanan saraf Ischiadicus menyebabkan
nyeri seperti sakit gigi (berdenyut ) seperti bisul mau pecah dan linu.Nyeri hebat
dirasakan bertolak dan vertebra lumbosacralis dan menjalar menurut perjalanan
nervus Ischiadicus dan lalu pada nerves peroneus atau nervus tibialis makin jauh
tetapi nyeri makin begitu hebat dan lokasi nyerinya jika diadakan flexi hip dengan
lutut lurus dan rasa nyeri timbul jika nervus Ischiadicus ditekan pada kulit
diantaranya tuberusitas ischii dan trokantor major pada regio poplitea atau
dibelakang maleolus medialis.
9. Tanda dan gejala klinis
Penderita nyeri pinggang bawah akan didapat gambaran sebagai berikut:
a) Gejala yang khas ischialgia adanya rasa nyeri yang menjalar dari bawah
pinggang sampai kaki, distribusi nyeri sesuai dengan perjalanan N. Ischiadicus.
Ada nyeri tekan pada daerah lumbo sakral seperti daerah tuberositas Ischiadicus
major, gluteus maksimus, kadang sepanjang bagian belakang tungkai atas di
28
bawah maleolus medialis, sepanjang tendon achilos dan pada bagian telapak
kaki (Chusid, 1993).
b) Spasme
Pada ischialgia sering juga dijumpai adanya spasme pada otot-otot
paravertebra lumbal, gluteus, gastrocnemius dan hamstringnya.Oleh karena nyeri
sehingga otot-otot tidak mampu bekerja secara maksimal.
10. Diagnosa Medis
Mendiagnosa nyeri punggung bawah harus sesuai keadaan sebenarnya
yang dapat diungkapkan oleh anamnesa dan tindakan pemeriksaan (diagnostik
fisik). Pada penderita dengan ischialgia. Dengan didukung data rontgen dan
ditambah lagi faktor pendukung berupa keluhan atau gejala diutarakan penderita.
11. Diagnosis banding
a. Stenosis spinalis
Vertebra lumbosacralis yang sudah banyak mengalami penekanan,
penarikan, benturan dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari seseorang, yang
akan memperlihatkan kelainan degeneratif disekitar diskus intervertebralis dan
persendian fasetal posteriornya.
Keluhan utamanya, pada waktu duduk atau baring tidak ada apa-apa yang
dirasakan. Tetapi setelah jalan beberapa puluh atau ratus meter, mulai merasa
nyeri panas di pantat, dan kedua tungkai. nyeri panas di pantat, dan kedua tungkai.
Nyeri panas itu bertambah sampai tidak bertahan lagi sehingga pasien jatuh kalau
perjalanan dilanjutkan istirahat sebentar meredakan perasaan nyeri panas itu .
29
b. Klaudikasio Intermitten
Merupakan nyeri yang menjalar pada tungkai satu sisi atau kedua sisi yang
timbul sewaktu jalan 100m. Bila dipakai untuk berjalan rasa sakit atau nyeri itu
timbul dan rasa itu hilang sewaktu di pakai istirahat, hal ini disebabkan gangguan
peredaran darah pada tungkai.
12. Prognosis
Prognosis merupakan perkiraan dari perkembangan penyakit yang diderita.
Dalam kasus ini prognosis mencakup 4 aspek antara lain: qua ad vitam yaitu
mengenai perkiraan penyakit terhadap hidup matinya penderita.Qua ad sanam
yaitu mengenai penyakit terhadap kesembuhan penderita. Qua ad fungsionam
yaitu mengenai perkiraan kemampuan fungsional dari organ tubuh penderita yang
mengalami cidera, serta Qua ad cosmeticam yaitu mengenai penampilan penderita
akibat cidera yang diderita, hasil atau perkiraannya semua baik.
13. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita ischialgia antara lain:
a. Kekakuan sendi terjadi akibat tungkai dan kaki jarang digerakkan dalam
waktu yang lama sehingga terjadi perlengketan jaringan dan kemampuan
mobilitas sendi menurun.
b. Atropi otot terjadi karena rasa nyeri ssehingga otot tidak dikontraksikan
yang akan mempercepat proses atropi, atropi ini bisa disebut disuse atropi.
c. Kontraktur otot cenderung terjadi pada kelompok otot antagonis dari
otot yang paralisis yang dikarenakan kontraksi otot tanpa melawan tahanan terusmenerus.
30
31
memfasilitasi
nyeri
dengan
cara
mensitisasi
nosiseptor
tanpa
32
Verbal Discriptive Scale merupakan metode yang baik, sensitif dan dapat
diulang untuk mengekspresikan beratnya nyeri. Alat ukur ini dapat diterapkan
pada semua pasien tanpa memandang bahasa.
Pengukuran derajat nyeri
Parameter yang penulis gunakan yaitu menggunakan skala verbal
discriptive scale (VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala
penilaian yaitu :
1) Tidak nyeri
2) Nyeri sangat ringan
3) Nyeri ringan
4) Nyeri tidak begitu berat
5) Nyeri cukup berat
6) Nyeri berat
7) Nyeri tidak tertahankan (Pujianto, 1994).
2. Spasme Otot
Spasme Otot muncul akibat adanya efek defend mechanisme dari tubuh
akibat adanya reaksi radang dari tubuh itu sendiri atau bagian tubuh tertentu dan
biasanya bersifat lokal. Reaksi lain adalah penderita berusaha menghindari
gerakan yang menyebabkan nyeri. Apabila dibiarkan terus menerus akan
mengakibatkan kekakuan sendi lumbal dan gangguan fungsional, untuk
mengetahui spasme otot dapat dilakukan dengan cara palpasi, yaitu dengan cara
meraba, menekan, memegang organ atau bagian tubuh pasien, misal: terasa
tegang, kaku atau lunak.
33
3. Aktivitas Fungsional
Pemeriksaan aktivitas fungsional adalah suatu proses untuk mengetahui
kemampuan pasien melakukan aktifitas spesifik dalam hubungan dengan rutinitas
kehidupan sehari-hari ataupun waktu senggangnya yang terintegrasi dengan
lingkungan aktivitasnya.
Penilaian berdasarkan indeks status fungsional jette yaitu menilai
bangkit dari posisi duduk, berjalan (15 meter) dan naik tangga. Berdasarkan
indeks ini, status fungsional mempunyai tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu:
1. Nyeri
2. Kesulitan
3. Ketergantungan
aktivitas.
Untuk menilai masing-masing dimensi, menggunakan pilihan ganda yang
masing-masing dimensi dibagi menjadi lima skala untuk dimensi kesulitan dan
ketergantungan dan empat skala jette untuk dimensi nyeri.
a. Nyeri
1. = Tidak nyeri
2. = Nyeri ringan
3. = Nyeri sedang
4. = Sangat nyeri
b. Derajat kesulitan
1. = Sangat mudah
2. = Agak mudah
34
35
2. M. Piriformis
Posisi pasien tidur terlentang, kemudian kaki kanan pasien difleksikan (hip
dan knee) terapis memberi penekanan ke arah adduksi atau ditambah ke arah
caudal. Hasil positif bila ada nyeri dan dipalpasi ada spasme pada tungkai kanan
terutama daerah piriformis.
36
37
38
39
(4)
40
41
42
Penempatan Elektrode
Penempatan elektrode TENS tidak terbatas pada daerah
sekitar nyeri saja. Untuk menentukan fisiologi serta patologi dari kondisi yang
bersangkutan.
Pengertian dasar tentang pola nyeri, sindroma dari berbagai jaringan yang bisa
merupakan sumber nyeri merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dipahami dalam kaitannya dalam pemasangan elektroda.
Metode umum:
a. Pemasangan elektroda pada atau disekitar nyeri
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan paling sering digunakan
sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa
memperhatikan karakter nyeri ataupun letak yang paling optimal dalam
hubungannya dengan penyebab nyeri.
b. Dermatom Dasar
Pemikiran dari pemasangan metode dermatom ialah daerah kulit
tertentu akan mempunyai persyarafan yang sama dengan struktur /
jaringan yang tepat dibawahnya.
c. Segmen sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Satu elektrode diletakkan pola level spinal sedangkan yang
lainnya diletakkan pada dermatom yang berhubungan, titik akupuntur,
Motor point atau trigger point . Selain cara tersebut masih ada cara
yang lain yaitu menempatkan elektroda kedua pada saraf perifer yang
berhubungan yang letaknya superficial.
43
d. Pleksus
Untuk
kesamaan
dan
terkait
dengan
sindrom
nyeri
yang
44
b.
Nyeri ortopaedi
c.
Nyeri ginokologi
d.
Orafasial
45
46
Latihan 3
Posisi tetap tidur tengkurap, kedua tangan diletakkan pada posisi seperti
push up, kemudian tangan menekan lantai sehingga elbow ekstensi badan
terangkat ke atas sampai pinggang terasa batas rasa sakit, pertahankan selama
10 detik dan usahakan pelvis serta kedua tungkai tetap menempel di lantai.
Latihan ini efektif untuk terapi saat akut, juga dapat mengurangi ketegangan
otot otot punggung dan mencegah berulangnya sakit pinggang. Setiap kali
latihan diulangi sampai 10 kali gerakan dilakukan 4 6 kali sehari, apabila satu
tidak ada perubahan atau justru sakitnya bertambah, perlu didiskusikan dengan
dokter.
47
48
dibuat dalam posisi lordosis yang ekstrem dalam beberapa saat, kemudian ke
posisi awal.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah
studi kasus.
B. Kasus Terpilih
Dalam karya tulis ilmiah ini penulis memilih kasus Ischialgia dengan
penatalaksanaan Infra red, Tens dan Mc Kenzie Exercise.
C. Instrumen Penelitian
Variabel dependennya (terikat) adalah rasa nyeri yang bersifat pegal-pegal
trutama pada saat membungkuk, duduk yang lama dan jongkok berdiri.
Sedangkan variabel indenpendennya (bebas) Infra red, Tens
dan Mc Kenzie
Exercise.
Dalam instrument ini menggunakan metode definisi operasional sebagai
berikut:
Tabel Metode operasional pada kondisi ischialgia
No.
1.
Pemeriksaan
Alat
Nyeri adalah rasa tidak VDS
nyaman yang berkaitan
dengan
Satuan
Angka (1-7)
Kriteria
1 : Tidak ada nyeri
7 : Nyeri tak tertahankan
kerusakan
jaringan
2. Spasme otot dengan palpasi
47
50
Spasme otot dilakukan dengan cara palpasi yaitu dengan jalan menekan
dan memegang organ atau bagian tubuh pasien untuk mengetahui kelenturan otot
punggung, misal: terasa kaku, tegang atau lunak. Untuk kriteria penilaiannya
sebagai berikut:
Nilai 0 : Tidak spasme
Nilai 1 : Spasme ringan
Nilai 2
: Spasme sedang
51
52
Studi
pustaka
yang
penulis
ambil
didapatkan
dari
BAB IV
53
baik dalam
pemeriksaan maupun program terapi. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain: a) diagnosa medis, b) tindakan terapi oleh disiplin ilmu yang lain, c) penyakit
penyerta. d) data sekunder (Pemeriksaan foto Rontgen).
2) Anamnesis
51
54
Anamnesis adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab
antara terapis dengan penderita baik secara langsung (autoanamnesis) maupun
tidak langsung (heteroanamnesis) yang meliputi:
a) Anamnesis umum
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanyai identitas penderita, dan
didapatkan data nama Tn. XX, usia 62 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama islam,
pekerjaan petani, alamat Sambirejo, bandongan Magelang.
b) . Anamnesis Khusus
Anamnesis khusus ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyakit
beserta riwayat-riwayatnya secara subyektif. Data yang diperoleh dari
pemeriksaan anamnesis khusus adalah
(1) Keluhan utama: Nyeri pada pinggang bawah sampai tungkai sebelah
kanan.
(2) Riwayat penyakit sekarang: Diketahui Pasien mulai merasakan nyeri
pada punggung bawah sejak bulan Oktober yang lalu setelah melakukan pekerjaan
berat. Nyeri tersebut dirasakan seperti kesemutan yang menjalar hingga tungkai
bawah sebelah kanan melewati lipat paha bagian luar hingga mencapai kaki
dengan intensitas nyeri yang berat. Nyeri tersebut dirasakan semakin berat bila
berjalan 10 m terasa sakit,merasakan enak bila sedang tidur.
(3) Riwayat Penyakit dahulu: Ada riwayat trauma 2 tahun yang lalu
pasien pernah jatuh. Pasien pun mempunyai riwayat penyakit penyerta
jantung,pusing,sesak nafas.
55
(4) Riwayat Pribadi: Pasien adalah seorang petani dan sekaligus seorang
kakek,aktifitas pasien sehari-hari bertani,melakukan pekerjaan rumah seperti
menyapu dan momong cucu.
(5) Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit
serupa dan bukan merupakan penyakit heredo familliar.
(6) Pada anamnesis sistem ditemukan gangguan pada muskuloskeletal
seperti nyeri diam, gerak, dan tekan serta ada spasme otot punggung bawah.
Untuk nervorum, ada rasa kesemutan dan rasa tebal yang menjalar dari punggung
bawah ke tungkai sebelah kanan. hingga mencapai kaki. Pada kepala dan leher
tidak ada keluhan kaku kuduk. Namun pasien sering merasakan pusing dan
cengeng pada leher . Pada kardiovaskuler,ada keluhan nyeri dada dan ada keluhan
jantung berdebar kencang. Pada respirasi ada keluhan sesak nafas. Pada
gastrointestinalis, pasien dapat buang air besar secara teratur dan terkontrol.
Begitu pula dengan urogenitalis, pasien dapat buang air kecil secara normal.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan vital sign meliputi : (1) tekanan darah 130/80 mmHg, (2)
denyut nadi 67 kali/ menit, (3) pernafasan 23 x/menit, (4) berat badan 53 kg, (5)
tinggi badan 159 cm.
b. Inspeksi
Pada inspeksi statis didapatkan tinggi kedua bahu tampak asimetris. Tidak
nampak adanya oedema, Scoliosis positif. Sedangkan inspeksi dinamis didapatkan
jalan membungkuk (kifosis) ,Ayunan kaki tampak ringan yang kiri.
56
c. Palpasi
Data yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah nyeri tekan dan spasme
otot piriformis, suhu lokal teraba normal.
d. Pemeriksaan gerak
1) Pemeriksaan gerak aktif
Pemeriksaan ini lebih ditekankan untuk melokalisir nyeri termasuk juga
sifat dari nyeri tersebut seperti nyeri lokal maupun nyeri radikuler, serta untuk
mengetahui lingkup gerak sendi trunk yang dapat dicapai pasien. Gerakan yang
dilakukan adalah ke arah fleksi, ekstensi, dan lateral fleksi. Informasi yang
diperoleh adalah gerakan fleksi, ekstensi, lateral flexi dextra full rom, ada keluhan
nyeri.
2) Pemeriksaan gerak pasif
Pemeriksaan yang dilakukan oleh terapis pada pasien, sementara pasien
dalam keadaan relaks atau pasif. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan gerak
pasif adalah provokasi nyeri, lingkup gerak sendi, end feel. Dari pemeriksaan
gerak pasif pada trunk kesegala arah gerakan yaitu gerakan fleksi, ekstensi lateral
fleksi dekstra fuul ROM, ada keluhan nyeri, soft end fell.
e. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas
1)
57
2) Aktivitas Fungsional
Untuk aktivitas sholat seperti gerakan ruku dan sujud pasien mengalami
kesulitan. Pasien juga tidak mampu mengangkat barang yang berat, berdiri lama
dan berjalan jauh.
3) Lingkungan Aktivitas
Lingkungan rumah tempat tinggal pasien cukup nyaman dan mendukung,
Lingkungan pekerjaan kurang mendukung kesembuhan karena saat bekerja,
pasien harus berjalan di tanah sawah.
f. Pemeriksaan khusus
1) Tes gangguan neurologis
Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada penjepitan terhadap saraf
yang melewati daerah lumbosacral. Tes tersebut diantaranya:
a) Tes Lasseque
Cara melakukan tes ini adalah dengan memfleksikan hip pasien pada
posisi lutut ekstensi. Tes positif bila penderita merasakan nyeri menjalar
sepanjang perjalanan n. Ischiadicus (Chusid, 1990). Bila nyeri timbul pertama kali
pada pantat, berarti ada penekanan saraf yang sifatnya sentral maupun karena
herniasi diskus. Sedangkan bila nyeri timbul di posterior tungkai, berarti terdapat
penekanan saraf yang terletak lebih ke lateral. Namun sering kali ditemukan
penderita merasakan nyeri pada belakang sendi lutut. Tentu saja hal ini tidak
bisa dikatakan hasil tes tersebut positif karena nyeri tersebut merupakan
tanda dari ketegangan otot hamstring (Sidharta, 1999). Pada pasien Tn. XX
58
didapatkan hasil positif, yaitu pasien merasakan nyeri pada pantat menjalar ke
tungkai bawah mulai dari range 35.
59
b) Tes Neri
Untuk mengetahui adanya iritasi pada dural atau untuk
mengetahui ada tidaknya iritasi pada lapisan durameter medula spinalis .
Bentuk tes hampir sama dengan test SLR namun disertai memflexikan
kepala secara aktif (sidharta, 1985). Dari tes yang dilakukan pada Tn. XX
pasien ini hasilnya negatif.
2) Pemeriksaan Spesifik
a) Pemeriksaan nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS)
Tes pengukuran nyeri pada kasus ini parameter yang digunakan adalah
Verbal Descriptive scale (VDS). VDS Merupakan suatu metode pengukuran
tingkat nyeri dengan menggunakan tujuh skala penilaian, yaitu : (1) nilai 1 = tidak
terasa nyeri ; (2) nilai 2 = nyeri sangat ringan; (3) nilai 3 = nyeri ringan ; (4) nilai
4 = nyeri tidak begitu berat; (5) nilai 5 = nyeri cukup berat; (6) nilai 6 = nyeri
berat;
menunjukan tingkat nyeri yang dirasakan saat itu (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
60
Dalam pengukuran nyeri ini didapatkan data nyeri yang dirasakan oleh
pasien sebagai berikut :
TABEL 3.1
Pemeriksaan awal nyeri dengan pengukuran VDS
Nyeri
Nilai
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
4
6
Nyeri Gerak
Nyeri
2
3
3
B. Problematik Fisioterapi
Kesulitan
1
3
3
Ketergantungan
1
1
1
61
D. Pelaksanaan Fisioterapi
62
63
terapi dihentikan dan dievaluasi lebih lanjut. Dalam hal ini perlu perhatian terapis
terhadap kondisi pasien sebelum saat maupun sesudah terapi.
2. Transcutaneus Electrical nerve Stimulation
a) Persiapan alat
Sebelum digunakan pastikan alat sudah siap untuk dipakai, semua
tombol dalam keadaan nol.
b) Persiapan pasien
Posisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi tengkurap,
sebelum terapi dimulai pasien diberitahu tujuan dari terapi, jelaskan pula rasa
yang timbul daerah yang akan diterapis bebas dari pakaian.
c) Pelaksanaan pengobatan
Posisi pasien tidur tengkurap, kemudian tempatkan elektrode pada daerah
yang akan diterapi.
Alat masih dalam keadaan off baru dionkan kemudian naikkan
intensitasnya sampai terjadi getaran yang kuat tapi masih tetap nyaman, sensasi
yang dirasakan tidak boleh menimbulkan rasa nyeri atau kontraksi otot. Setelah 5
menit terapi berjalan, periksalah pasien untuk mengetahui apa yang di kerjakan
dan apa yang dia rasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan arus, maka intensitas
harus dinaikkan. Dalam hal ini perlu perhatian terapis terhadap kondisi pasien
sebelum, saat terapis dan sampai sesudah terapis. Pet elektrode harus dalam
keadaan basah, elektrode tidak boleh terlalu dekat atau bersentuhan antara yang
satu dengan yang lainnya. Jaraknya harus 11/2 inci. Dengan waktu: 10 menit,
arus rectanguler, frekuensi: 500H HZ, intensitas sesuai toleransi pasien.
64
65
66
67
68
T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
Nyeri Gerak
69
Dari proses pemecahan masalah pada bab sebelumnya dapat dilihat adanya
kemajuan penurunan nyeri pada pasien dengan kondisi ischialgia dextra. Hal ini
tampak dari hasil evaluasi.
T0
Nyeri
Kesulitan
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Ketergantungan
Berjalan 15 meter
Nyeri
Kesulitan
Ketergantungan
Naik tangga 3 step
Nyeri
Kesulitan
Ketergantungan
1
Grafik 4.3
70
Grafik 4.4
Hasil Pemeriksaan Skala Jette Untuk Kemampuan Berjalan15 Meter
71
Grafik 4.5
Hasil Pemeriksaan Skala Jette Untuk Naik Tangga 3 step
F. Dokumentasi
Setelah kita melakukan proses fisioterapi dari pengkajian data sampai
pelaksanaan terapi dan evaluasi perlu dibuat catatan yang sistematis yang
meliputi: (1) nama pasien (2) asal rujukan kalau menunjukkan rujukan (3)
tanggal dan hasil pengkajian pertama (4) program terapi untuk penderita (5)
metode dan hasil terapi (6) tanggal pelaksanaan terapi dan ringkasan dari
pelayanan yang telah diberikan. Identitas dan tanda tangan terapis.
72
Nama mahasiswa
: Dessy Kurniawati
NIM
Tempat praktek
Pembimbing
: Bpk. Munawar
Tanggal pembuatan
: 23 Februari 2010
Kondisi
: FT. C (Neuromuskular)
: Tn. XX
Umur
: 62 tahun
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Alamat
No. Reg
:-
73
74
(+)
2. Pusing
(+)
75
: 67 / menit
3) Pernafasan
: 23 / menit
4) Temperatur
: 36
: 53 kg
76
b. Inspeksi
Inspeksi statis : 1. Kondisi umum pasien baik
2. Gangguan postur tubuh kifosis
3. Bahu asimetris
4. Scoliosis (+)
Inspeksi dinamis : 1. Saat jalan pasien cenderung membungkuk
2. Berjalan dengan pelan-pelan
c. Palpasi
1. Nyeri tekan pada pinggang bawah sebelah kanan tepatnya di L4-S1
2. Adanya spasme otot piriformis dextra
3. Suhu lokal pada pinggang bawah normal
d. Gerak Dasar
1) Gerak Aktif :
HIP
Lumbal
77
HIP
3. Interpersonal
pasien
sangat
kooperatif
dengan
terapis,
78
3. Pemeriksaan spesifik
1.Nyeri dengan VDS : a. Nyeri gerak : 7
b. Nyeri diam : 4
c. Nyeri tekan : 6
2. SLR
Neri
Bragad
Nyeri Kesulitan
Ketergantungan
1.
2.
Berjalan 15 meter
2. Functional limitation
Pasien
mengalami
mengangkat beban.
gangguan
dalam
membungkuk
dan
79
3. Disability
Pasien masih aktif dalam lingkungan sosial seperti gotong royong
dan pengajian, tetapi tidak bisa maksimal.
2. Jangka panjang
b. TINDAKAN FISIOTERAPI
1. Teknologi Fisioterapi
a. Teknologi Alternatif
INFRA RED
TENS
MC. KENZIE
SWD
80
Rileksasi otot
2.TENS
Mengurangi nyeri
3. Mc. Kenzie
2. Edukasi
81
C. Rencana Evaluasi
a. VDS ( Verbal Descriptive Scale )
b. Skala Jette
5. Prognosis
Quo ad Vitam
: Baik
Quo ad Sanam
: Baik
Quo ad fungsionam
: Baik
Persiapan pasien
pakaian dan logam, pastikan tidak ada kontra indikasi dan jelaskan
tujuan pemberian terapi
82
Persiapan Alat
83
84
pinggang dibuat dalam posisi lordosis yang ekstrem dalam beberapa saat,
kemudian ke posisi awal.
6. Evaluasi
Dalam mengevaluasi spasme kita menggunakan parameter nyeri
apabila nyeri berkurang otomatis spasme juga berkurang.
85
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 3
Hasil pemeriksaan nyeri dengan VDS
Skala VDS
Gerak
Tekan
Diam
T0
7
6
4
T1
4
4
2
T2
3
4
2
T3
4
4
1
T4
4
4
1
Grafik 3.1
Hasil Pemeriksaan Nyeri dengan VDS
Tabel 4.2
Hasil pemeriksaan
spasme otot
83
T5
3
4
1
T6
3
3
1
86
Kekuatan otot
Otot
T0
2
T1
2
T2
2
T3
1
T4
1
T5
1
T6
1
paravertebra
Keterangan:
0
: Tidak spasme
: Spasme ringan
: Spasme sedang
: Spasme berat
Grafik 3.2
Hasil Pemeriksaan Spasme Otot
Tabel 3.3
Hasil Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
Kekuatan Otot
T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
87
Kesulitan
Ketergantungan
Berjalan 15 meter
Nyeri
Kesulitan
Ketergantungan
Nyeri
Kesulitan
Ketergantungan
Grafik 4.3
Hasil Pemeriksaan Skala Jette Untuk Kemampuan Berdiri Dari Duduk
Grafik 4.4
Hasil Pemeriksaan Skala Jette Untuk Kemampuan Berjalan15 Meter
88
Grafik 4.5
Hasil Pemeriksaan Skala Jette Untuk Naik Tangga 3 step
Keterangan:
T0
: Tanggal 23 Februari 2010
T1
: Tanggal 23 Februari 2010
T2
: Tanggal 25 Februari 2010
T3
: Tanggal 29 Maret 2010
T4
: Tanggal 1 Maret 2010
T5
: Tanggal 3 Maret 2010
T6
: Tanggal 5 Maret 2010
B. PEMBAHASAN
89
Dalam sub bab ini penulis akan membahas bagaimana program latihan
yang diberikan pada penderita atau hasilnya cukup bagus atau memburuk keadaan
penderita itu sendiri. Dalam sub bab ini juga akan dijelaskan beberapa
permasalahan yang timbul saat terapis memberi terapi. Kondisi Ischialgia
menimbulkan masalah yaitu nyeri pinggang bawah menjalar sampai kaki kanan,
spasme otot piriformis dan gangguan fungsional seperti berjalan jauh, berdiri
terlalu lama dan saat menggangkat beban berat.
1. Nyeri
Permasalahan yang timbul dari Ischialgia salah satunya adanya keluhan
nyeri. Untuk mengatasi keluhan nyeri terapi yang digunakan adalah Infra red,
TENS. Dengan pemberian Infra Red dan TENS didapatkan hasil pengurangan
nyeri, sebagai berikut:
Derajat nyeri tekan dari T0 = 6 menjadi T6 = 3, nyeri gerak dari T0 = 7
menjadi T6 = 3, nyeri diam dari T0 = 4 menjadi T6 = 1
Hal ini disebabkan karena efek dari Infra red. Dengan adanya gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan Infra red menghasilkan efek teraupetik yang
berhubungan dengan problem nyeri yaitu apabila diberikan mild heating, maka
akan timbul pengurangan rasa nyeri yang disebabkan oleh adanya efek sedatif
pada superficial, dengan pemberian stronger heating, maka akan terjadi
Counter irritation yang akan menimbulkan pengurangan rasa nyeri (Sujatno,
1998).
Sedangkan pengaruh TENS dalam pengurangan nyeri adalah mampu
mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang
90
91
Dalam hal ini penulis menggunakan terapi latihan Mc. Kenzie Yang
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan dari back extensor,
disamping itu juga diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dan mendorong
nucleus pulposus kembali masuk.
2. Spasme
Permasalahan lain yang timbul dari Ischialgia adanya spasme otot
Piriformis. Modalitas Infra Red, TENS, dan Terapi Latihan dapat digunakan untuk
mengatasi penurunan spasme, dengan modalitas itu didapatkan hasil penurunan
spasme sebagai berikut:
A. Spasme otot Piriformis mengalami penurunan T0 = 2 - T6 = 1
Hal ini disebabkan efek dari Infra Red, TENS dan Terapi Latihan. Dengan
adanya spasme otot, maka akan menimbulkan suatu keluhan nyeri yang membuat
pasien untuk meminimalkan suatu posisi yang mengenakkan. Untuk mengatasi
permasalahan spasme Infra Red dapat digunakan karena dengan radiasi sinar Infra
Red dapat mengurangi rasa nyeri dan rileksasi mudah dicapai bila jaringan otot
dalam keadaan hangat, disamping itu Infra Red juga dapat menaikkan suhu atau
temperatur jaringan sehingga dengan demikian bisa menghilangkan spasme otot
dan memperlancar sirkulasi darah. Sehingga otot menjadi rilek. Dengan TENS
juga dapat mengurangi spasme, karena spasme sendiri disebabkan karena adanya
nyeri, dengan pemberian TENS bertujuan untuk mengurangi nyeri, karena nyeri
berkurang maka spasme otot akan menurun (Sujatno, 1998). Sedangkan dengan
TENS, TENS yang diaplikasikan dengan intensitas yang confortable akan
mengaktivasi serabut A dan A yang selanjutnya memfasilitasi interneuron
92
T0 : 1 T6 = 1
- Kesulitan saat
T0 : 1 T6 = 1
- Ketergantungan saat
T0 : 1 T6 = 1
b. Berjalan 15 meter
- Nyeri pada saat
T0 : 3 T6 = 1
- Kesulitan saat
T0 : 3 T6 =1
- Ketergantungan saat
T0 : 1 - T6 = 1
T0 : 3 T6 = 2
- Kesulitan saat
T0 : 3 T6 = 2
- Ketergantungan saat
T0 : 1 T6 = 1
93
94
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ischialgia adalah rasa nyeri yang terjadi di daerah pinggang bawah dan
menjalar ke kaki terutama bagian sebelah belakang dan samping luar.(Anonim,
2008). Permasalahan yang muncul pada kondisi ini adalah permasalahan kapasitas
fisik yaitu adanya nyeri tekan , diam, dan gerak pada pinggang, adanya spasme
otot. Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan fisioterapi yang ingin dicapai
yaitu mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot dan meningkatkan kemampuan
fungsional. Modalitas yang diberikan pada kondisi ini adalah INFRA RED, TENS,
TERAPI LATIHAN. Setelah diberikan penanganan fisioterapi maka didapatkan
hasil berupa : derajat nyeri tekan dari T0 = 6 menjadi T6 = 3, nyeri gerak dari T0
= 7 menjadi T6 = 3, nyeri diam dari T0 = 4 menjadi T6 = 1.
B. Saran
Agar tercapai keberhasilan terapi yang telah diprogramkan sebelumnya
oleh terapis, baik program jangka pendek ataupun jangka panjang perlu adanya
keterlibatan dan dukungan dari pasien maupun keluarganya pada kondisi
ischialgia ini pasien disarankan supaya, 1) Pasien tidak boleh mengangkat benda
berat dalam posisi membungkuk , 2) Dalam beraktifitas pasien selalu memakai
korset, 3) Pasien diminta untuk mengulang-ulang gerakan yang diberikan oleh
95
92
96
DAFTAR PUSTAKA
An De Wolf , 1994 . Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh . Bohn Stafleu van
Longhum Houten.
Anonim , 2008. Low Back Pin. (on line).
Borenstein, D.G and Wiesel, S.W, 1989; Low Back Pain Medical Diagnosis and
Comprehensive Management; W.B Sounders Company, Philadelpia, hal.
78-79 dan 468-471.
Chusid, J.G., 1990; Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional; Gajah
Mada Univercity Press, Yogyakarta, hal. 237-240.
Depkes RI , 1992 . Indonesia Sehat 2010 . Departement Kesehatan RI , Jakarta.
De
97
a. Nama
: Dessy Kurniawati
: Teras
Boyolali