You are on page 1of 23

Penuaan Kulit

Seperti yang dipahami sebelumnya, penuaan kulit mencakup dua fenomena yang
berbeda: penuaan yang sebenarnya, perubahan universal yang agaknya tidak bisa
dihindari yang hanya terkait dengan waktu berlalu, dan photoaging, perubahan yang
terkait dengan keterpaparan sinar-matahari kebiasaan kronis yang tidak bersifat
universal ataupun tak bisa dihindari. Yang disebut pertama termanifestasikan terutama
dengan perubahan-perubahan fisiologik dengan konsekuensi-konsekuensi penting
subtil namun pasti untuk kulit yang sehat dan yang terserang penyakit. Yang disebut
terakhir menunjukkan manifestasi-manifestasi morfologik dan juga fisiologik dan
bereaksi dengan lebih ketat terhadap gagasan kulit tua populer.
Penuaan
Logika menentukan bahwa satu atau lebih kejadian molekuler haruslah
mendasari proses penuaan, tetapi banyak studi pada binatang percobaan, sel yang
dikultur, dan produknya gagal menegaskan mekanisme dengan mana penuaan terjadi
di dalam kulit atau dalam organ lainnya. Namun demikian, penurunan fisiologik
perlahan dari kulit yang mengalami penuaan sudah didokumentasikan dengan jelas.
Perubahan-perubahan utama terkait-usia pada tampilan kulit meliputi kering
(kasar), kerut-kerut, lemah dan berbagai neoplasma jinak. Ciri-ciri histologik dan
penurunan fungsi yang terkait dengan penuaan kulit didaftarkan dalam Tabel 10.1 dan
10.2.

TABEL 10-1 Ciri-ciri Histologik dari Kulit Manusia Yang Mengalami Penuaan
Epidermis
Tempat temu dermisepidermis menjadi rata

Dermis
Atrofi (kehilangan volume

Anggota
Rambut mengalami

dermal)

depigmentasi

Ketebalan bervariasi

Fibroblast lebih sedikit

Rambut rontok

Ukuran dan bentuk sel

Sel batang lebih sedikit

Konversi rambut terminal ke

bervariasi

Pembuluh darah lebih sedikit

rambut vellus

Atipia nukleus kadang-kadang Lingkaran kapiller menjadi

Pelat kuku abnormal

Melanosit lebih sedikit

Kelenjar lebih sedikit

Sel Langerhans lebih sedikit

pendek
Ujung saraf abnormal

TABEL 10-2 Fungsi Kulit Manusia yang Menurun Sesuai Usia


Penggantian sel

Reaktivitas kekebalan

Reaksi cedera

Reaktivitas vaskuler

Fungsi penghalang

Pengaturan panas

Pembersihan bahan kimia

Produksi keringat

Persepsi sensorik

Produksi sebum

Perlindungan mekanis

Produksi vitamin D

Epidermis
Perubahan histologik paling mencolok dan konsisten adalah perataan tempat
temu dermis-epidermis dengan penghapusan papilla dermal maupun pasak-pasak rete
epidermal, yang disertai dengan penurunan lebih dari 50 persen dalam jumlah
interdigitasi ini per satuan panjang permukaan kulit antara dekade ketida dan
kesembilan kehidupan. Ini menyebabkan permukaan yang lebih kecil secara berarti
antara kedua kompartemen dan agaknya hubungan dan transfer gizi yang lebih kecil.

Pemisahan dermis-epidermis terbukti terjadi lebih mudah pada kulit tua dalam
kondisi percobaan. Perlengketan yang buruk antara kedua kompartemen kulit ini pada
lansia tak diragukan lagi menjelaskan kecenderungannya membentuk kulit dan abrasi
superfisial menyusul trauma kecil seperti pencabutan pembalut, dan kecenderungan
untuk pembentukan bulla di tempat edema. Ini juga mungkin memberi kontribusi
kepada peningkatan prevalensi dermatosis bulla tertentu pada lansia.
Ketebalan epidermal antar-rabung rata-rata mungkin tetap konstan sering
bertambahnya usia, tetapi variabilitas dalam ketebalan epidermis dan dalam ukuran
keratinosit meningkat. Pada tingkat mikroskop elektron, kulit tua yang terlindung dari
sinar matahari dicirikan oleh pelebaran ruang antar-keratinosit, oleh reduplikasi
lamina densa dan penjangkaran kompleks fibril di zona membran basement, dan oleh
kehilangan banyak sekali tonjolan mikrovillus sitoplasma sel basal ke dalam dermis
yang sangat meningkatkan interface dermis-epidermis pada kulit dewasa muda.
Ketebalan rata-rata dan tingkat pemadatan stratum corneum ternyata konstan
dengan bertambahanya usia, walaupun dengan korneosit yang lebih besar. Pola
permukaan kulit, tumpukan-tumpukan dari garis-garis halus mungkin ditentukan oleh
arsitektur dermis papillar, menunjukkan kehilangan keteraturan ringan terkait-usia.
Data awal mendukung penurunan terkait-usia dalam fungsi penghalang dari stratum
corneum utuh sebagaimana diukur menurut penyerapan percutan akan setidaknya
sebagian substansi. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa efek usia pada
penyerapan percutan tergantung sebagian pada struktur obat, dengan substansi
hidrofilik terserap kurang baik melalui kulit subjek yang sudah tua tetapi substansi
3

hidrofobik diserap dengan sama baiknya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan


penurunan terkait-usia dalam penyerapan percutan untuk substansi hidrofilik seperti
hydrocortisone dan asam benzoat, tetapi tidak ada perubahan untuk substansi
hidrofobik seperti testosteron dan estradiol.
Penurunan terkait-usia dalam laju pergantian epidermis kira-kira 30 sampai 50
persen antara dekade ketiga dan kedelapan kehidupan ditentukan oleh studi laju
pengelupasan untuk korneosit di tempat tubuh yang diseleksi. Indeks pelabelanthymidine epidermis in vivo dilaporkan menurun hampir 50 persen seiring
bertambahnya usia, dengan perlamaan 100 persen yang bersesuaian dalam laju
penggantian stratum corneum. Laju pertumbuhan linier juga menurun untuk rambut
dan kuku.
Laju perbaikan pada kulit juga menurun seiring bertambahnya usia. Dalam
sebuah studi tentang penyembuhan luka epidermal, restorasi tanda-tanda permukaan
kulit normal pada tempat lepuh subcorneal yang mengelupas yang membutuhkan
median kira-kira 3 minggu pada subjek berusia 18 sampai 25 tahun, tetapi 5 minggu
pada subjek berusia 65 sampai 75 tahun. Penyembuhan pada pokoknya bersifat total
pada semua subjek muda pada 4 minggu; 11 dari 12 subjek lansia sembuh pada 7
minggu, dan berlangsung hingga 8 bulan.
Penurunan dalam jumlah melanosit aktif secara enzymatik per satuan luas
permukaan kulit, kira-kira 10 sampai 20 persen populasi sel tersisa setiap dekade,
telah berulang kali didokumentasikan. Tidak diketahui apakah sel-sel sungguhsungguh menghilang atau hanya menjadi tak terdeteksi dengan berhenti memproduksi
4

pigmen, tetapi dalam kasus manapun penghalang produksi tubuh terhadap sinar
ultraviolet (UV) agaknya berkurang. Jumlah nevus (mole) melanosit juga berkurang
secara progresif seiring bertambahnya usia dari puncak 15 sampai 40 pada dekade
ketiga dan keempat hingga rata-rata 4 persen setelah usia 50 tahun, mole jarang
diamati pada orang yang berusia di atas 80 tahun.
Penurunan 20 sampai 50 persen dalam jumlah sel Langerhans epidermal yang
bisa diidentifikasi secara morfologis terjadi antara awal dan akhir masa dewasa, dan
bisa menyebabkan sebagian penurunan terkait-usia dalam reaktivitas kekebalan yang
diamati pada kulit.
Fungsi endokrin dari epidermis manusia yang diduga menurun seiring dengan
usia adalah produksi vitamin D. Dengan bertambahnya usia, massa tulang berkurang
secara mencolok, terutama pada wanita postmenopause, yang memicu fraktur tulang
trabecular. Osteoporosis, atau ketiadaan tulang cortical dan trabecular, merupakan
faktor utama, tetapi sebagian lansia juga mengalami osteomalacia, penurunan
mineralisasi tulang yang secara klasik terkait dengan defisiensi vitamin D. Walaupun
menghindari produk susu, sumber diet utama vitamin D, keterpaparan sinar matahari
yang tidak cukup dan penggunaan tabir-surya tak diragukan lagi memberi kontribusi
kepada defisiensi vitamin D pada lansia, konsentrasi 7-dehydrocholesterol epidermal
per satuan luas permukaan kulit juga ternyata berkurang secara linier hingga kira-kira
75 persen antara awal dan akhir masa dewasa, yang menunjukkan bahwa ketiadaan
pendahulu biosintetik langsungnya juga bisa membatasi produksi vitamin D.
Memang, dalam sebuah studi relawan dewasa menjalani penyinaran UV total tubuh
5

menghasilkan jauh lebih sedikit vitamin D3, selama seminggu, daripada relawan
dewasa muda yang bersesuaian corak kulit yang dipaparkan pada dosis UV yang
sama, dengan peningkatan empat kali lipat versus > 10 kali lipat di atas konsentrasi
serum basal dan nilai serum puncak hanya seperempat tingginya.
Neoplasia terkait dengan penuaan pada semua sistem organ, tetapi pada
pokoknya merupakan ciri kulit. Satu atau lebih pertumbuhan proliferatif jinak yang
didaftarkan dalam Tabel 10-3 ada pada hampir setiap orang dewasa berusia di atas 65
tahun, dan sebagian besar orang mempunyai puluhan lesi. Karsinoma sel basal yang
terpicu jerawat dan karsinoma sel bersisik sampai sejauh ini merupakan keganasan
paling umum pada manusia. Neoplasma jinak dan ganas ini hampir pasti
mencerminkan sebagian kehilangan homeostasis proliferatif seiring bertambahnya
usia.
Dermis
Kehilangan ketebalan dermis mendekati 20 persen pada lansia, walaupun di
tempat yang terlindung dari sinar matahari terjadi penipisan yang signifikan hanya
setelah dekade ke delapan puluh. Jaringan tersisa relatip aseluler dan avaskuler.
Kejadian histologik yang tepat dari kerut-kerut, jika ada, tidak diketahui, walaupun
kehilangan serat elastin normal terkait-usia mungkin turut mendukung. Garis-garis
ekspresi dalam ternyata terjadi akibat dari kontraksi-kontraksi septum jaringan ikat di
dalam lemak subcutan.

Dalam sebuah studi, kira-kira 50 persen penurunan sel batang dan 30 persen
penurunan penampang-lintang venular dicatat pada dermis papillar kulit bokong dari
lansia dibandingkan dengan dari kontrol dewasa muda, yang terkait dengan
penurunan yang bersesuaian dalam pelepasan histamin dan manifestasi lainnya dari
reaksi inflamasi menyusul keterpaparan sinar UV. Kehilangan mencolok terkait-usia
dari dasar vaskuler, terutama lingkaran kapiller vertikal yang menempati papilla
dermal pada kulit muda, dianggap mendasari banyak perubahan fisiologik pada kulit
yang sudah tua. Penurunan dalam network vaskuler yang mengelilingi pentolan
rambut dan kelenjar ekrin, apokrin dan sebakrin bisa memberi kontribusi kepada
atrofi dan fibrosis perlahan-lahan seiring bertambahnya usia.
Penurunan terkait-usia dalam pembersihan dermal atas material yang diserap
secara transepidermal ada dilaporkan dan mungkin disebabkan perubahan dalam
matriks dasar vaskuler dan ekstrasel. Dalam sebuah studi, resorpsi wheal setelah
injeksi saline intradermal membutuhkan waktu hampir dua kali lipat waktu yang
dibutuhkan pada rata-rata subjek lansia versus subjek dewasa muda. Sebaliknya,
waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan lepuh tegang setelah pemakaian topical
50% ammonium hydroxida hampir dua kali waktu yang dibutuhkan subjek tua, yang
menunjukkan adanya penurunan laju transudasi seiring bertambahnya usia pada kulit
yang cedera. Gangguan transfer sel dan juga zat larut antara kompartemen dermal
ekstravaskuler dan intravaskuler ada ditunjukkan oleh beberapa studi, tetapi tidak
mudah mengisolasi komponen ini dalam reaksi inflamasi yang kompleks.

TABEL 10-3 Pertumbuhan Proliferatif Yang Terkait dengan Penuaan pada Kulit
Manusia
Lesi
Acrochordon

Sel atau karingan utama yang berpartisipasi


Demis, keratinosit, melanosit

Angioma cherry

Kapiller

Keratosis sebore

Dermis, keratinosit, melanosit

Lentigo

Melanosit

Hyperplasia sebum

Kelenjar sebum

Penurunan

reaktivitas

vaskuler

pada

kulit

orang

yang

lebih

tua

didokumentasikan dengan penilaian vasodilasi dan transudasi secara klinik setelah


pemakaian iritant yang sudah terstandardisasi, histamin dan agen degranulasi sel
batang 48/80. Intensitas eritema menyusul keterpaparan UV terstandardisasi juga
berkurang seiring bertambahnya usia pada kulit normal, walaupun faktor-faktor lain
selain dari penurunan reaktivitas vaskuler juga turut mendukung. Sebuah studi yang
menilai reaksi vaskuler kulit terhadap vasodilator methyl nicotinate menyimpulkan
tidak adanya perbedaan antara subjek dewasa muda dan subjek dewasa tua setelah
koreksi untuk laju penyerapan obat. Gangguan pengaturan panas, yang memicu lansia
kadang-kadang mengalami stroke panas fatal atau hypothermia, mungkin sebagian
disebabkan penurunan vasoaktivitas arteriole-arteriole dermis dan, dalam kasus yang
disebut terakhir, juga disebabkan kehilangan lemak subcutan. Kulit subjek lansia
yang

sehat

kurang

mampu

memanifestasikan

sensitivitas

terhadap

dinitrochlorobenzena (DNCB) dan terhadap antigen ingatan standar, dibandingkan


dengan kulit kontrol dewasa muda. Penuruna ini tak diragukan lagi mencerminkan

penurunan yang sudah didokumentasikan dengan jelas dalam jumlah total limfosit
yang berasal dari thymus dalam sirkulasi dan dalam reaktivitas terhadap mitogen
standar, dan juga perubahan kulit lokal yang disebutkan di atas.
Secara rata-rata, kulit yang lebih tua mempunyai serat elastis yang lebih tebal
daripada kulit muda, dan perubahan serat elastis menyebar lebih dalam ke dalam
dermis dengan berlanjutnya usia. Kista kecil dan lacuna umum ditemukan pada serat
elastis yang mengalami penuaan, yang kadang-kadang berkembang menjadi
fragmentasi total. Perubahan serupa bisa dihasilkan melalui percobaan dengan
inkubasi irisan-irisan dermis dengan elastase atau chymotrypsin (tetapi tidak
collagenase) secara in vitro, yang menunjukkan bahwa degradasi enzymatik elastin
mungkin merupakan mekanisme untuk penuaan dermis normal.
Mikrovaskulatur dermis pada subjek paroh-baya atau lansia bisa menunjukkan
penebalan dinding vaskuler ringan; penipisan dinding vaskuler hingga kurang dari
setengah pengukuran dewasa muda normal, yang terkait dengan ketiadaan atau
penurunan sel-sel kerudung perivaskuler, ada dilaporkan pada kulit subjek yang
sudah sangat tua dan mungkin memberi kontribusi kepada kerapuhan vaskuler.
Perubahan-perubahan biokimia dalam kolagen, elastin dan substansi dasar
dermis yang dideskripsikan selama perkembangan janin dan pascalahir segera jauh
lebih besar daripada yang dideskripsikan seiring bertambahnya usia selama masa
dewasa. Dengan bertambahnya usia dewasa, kolagen ekor tikus memanifestasikan
peningkatan ringan dalam gaya kontraksi (tegangan isometrik) bila dipanaskan di atas
temperatur penyusutannya, sesuai dengan peningkatan pembentukan rantai-silang
9

molekul kolagen. Baik tendon ekor tikus maupun kulit manusia menunjukkan
penurunan progresif dalam ratio kolagen yang dapat larut dengan kolagen yang tidak
dapat larut. Rantai-silang utama di dalam kulit dilaporkan berkurang dan benar-benar
menghilang seiring bertambahnya usia pada binatang yang sudah dewasa, akan tetapi,
dengan menggunakan teknik yang mengukur rantai-silang yang bisa direduksiborohydrida, meskipun dengan adanya bukti peningkatan stabilitas mekanis. Ini
menunjukkan bahwa sebagian rantai-silang kolagen in vitro mungkin berkurang atau
teroksidasi secara progresif dan karenanya tidak lagi dapat dukur. Rantai-silang
nonenzymatik tertentu pada jaringan ikat, seperti histidinoalanin dan produk reaksi
Mailland, menunjukkan koreksi positip kuat seiring dengan usia dewasa, dan
diajukan memberi kontribusi kepada perubahan terkait-usia pada dermis.
Proporsi kolagen dermis yang disintesa belakangan ini sebagaimana
ditentukan dengan ekstraksi garam netral adalah kecil dan tidak bervariasi sesuai
dengan usia pada orang dewasa. Akan tetapi, terjadi penurunan yang signifikan
seiring bertambahnya usia dalam persen dari total kolagen yang dilepaskan melalui
pencernaan pepsin, dan karenanya terbentuk rantai-silang yang tidak total, dari kirakira 25 persen pada usia 30 tahun menjadi kira-kira 10 persen pada usia 75 tahun,
dengan peningkatan spontan dalam persen kolagen yang tidak dapat larut dari kirakira 70 sampai 88 persen. Jumlah glycosylasi terkait-ketoamine dari kolagen dermal
yang tidak dapat larut juga meningkat seiring bertambahnya usia, yang mungkin
terkait dengan pergantian kolagen yang lebih lambat atau konsentrasi glukosa ratarata yang lebih tinggi dalam jaringan. Serat elastin di dalam kulit dikaji kurang jelas,
10

tetapi dilaporkan menunjukkan pembentukan rantai-silang dan kalsifikasi progresif


seiring bertambahnya usia pada kulit dewasa.
Prolyl dan lysyl hydroxylase, enzym yang diperlukan untuk stabilisasi antarsel
dari helix triple kolagen dan untuk pembentukan rantai-silang antarmolekul,
menunjukkan penurunan terkait-usia dalam aktivitas di dalam kulit manusia, terutama
selama periode perkembangan janin dan pascalahir, walaupun aktivitas enzym ini
dalam fibroblast dermis yang dikultur dari donor dengan rentang usia mulai dari
beberapa bulan hingga 94 tahun tidak.
Ada sedikit data tentang perubahan terkait-usia postmaturasional yang
mungkin dalam mucopolysakarida (glycosaminoglycan dan proteoglycan) atau
molekul substansi dasar lainnya di mana kolagen dan serat elastis tertanam. Ternyata
terjadi

sedikit

penurunan

seiring

bertambahnya

usia

dalam

kandungan

mucopolysakarida dibandingkan dengan berat kering atau kandungan kolagen kulit,


terutama untuk asam hyaluronat. Walaupun mucopolysakarida hanya mencapai 0,1
sampai 0,3 persen berat kering untuk kulit secara keseluruhan, namun penurunan ini
bisa berpengaruh merugikan pada turgor kulit, karena proteoglycan mengikat air
dalam volume tertentu pada dermis hingga 1000 kali volume molekul itu sendiri.
Sifat-sifat mekanis dari kulit juga berubah sesuai dengan usia selama masa
dewasa. Test tegangan uniaxial dan biaxial yang dilaksanakan pada strip-strip kulit
perut yang diekscisi menunjukkan kehilangan progresif pemulihan elastis, sesuai
dengan kehancuran perlahan network elastin dermis, dan waktu yang dibutuhkan kulit
yang diekscisi untuk kembali ke ketebalan awalnya setelah kompresi 50 persen sangat
11

lama. Penelitian awal ini ditegaskan dan diperluas oleh studi-studi in vivo tentang
kulit lengan bawah ventral 133 relawan dalam masing-masing dekade kehidupan,
yang menunjukkan penurunan linier kira-kira 25 persen pada pria maupun wanita
untuk elastisitas dan ekstensibilitas. Kehilangan elastisitas mulai terjadi pada masa
anak-anak dan terus berlanjut hingga dekade ke-lima, sementara ekstensibilitas
konstan hingga dekade ke-enam dan kemudian menurun lebih cepat setelah itu.
Secara keseluruhan, muncul gambaran dari dermis yang mengalami penuaan
sebagai jaringan yang semakin kaku, tidak elastis dan tidak reaktif, sekamin kurang
mampu mengalami modifikasi sebagai reaksi terhadap stres.
Saraf dan Anggota (Appendage)
Di akhir dekade ke-lima, kira-kira setengah populasi mempunyai setidaknya
50 persen bulu badan abuabu (putih) dengan proporsi rambut kepala yang mengalami
depigmentasi yang bahkan lebih tinggi, dan semua orang mengalami pemutihan
rambut sampai tingkat tertentu, disebabkan kehilangan melanosit progresif dan
akhirnya total dari pentolan rambut. Kehilangan melanosit diyakini lebih cepat terjadi
pada rambut daripada pada kulit karena sel-sel berproliferasi dan memproduksi
melanin pada laju maksimal selama fase anagen dari siklus rambut, sementara
melanosit epidermal relatip nonaktif sepanjang rentang hidupnya. Rambut kepala bisa
menjadi abuabu lebih cepat daripada bulu tubuh lainnya karena ratio anagen dan
telogennya lebih besar secara berarti daripada ratio bulu tubuh lainnya. Usia lanjut

12

juga disertai dengan penurunan sedikit dalam jumlah folikel rambut. Rambut yang
tersisa bisa berdiameter lebih kecil dan tumbuh lebih lambat.
Proses yang disebut dengan istilah pembotakan pada pokoknya terjadi akibat
dari konversi tergantung-androgen dari rambut kepala tebal yang relatip berwarna
gelap menjadi rambut halus pendek sedikit berpigmen yang serupa dengan rambut
pada lengan bawah ventral. Proses batas rambut di kening turun dimulai selama akhir
masa remaja pada sebagian besar wanita dan pada semua pria. Penilaian kebotakan
terkendala oleh ketiadaan definisi yang tepat, tetapi dengan kriteria tertentu rambut
rontok bitemporal dan occipital tahap lanjut pada pria meningkat prevalensinya
berturut-turut dari 20 persen dan 3 persen di akhir dekade ke-tiga menjadi lebih dari
60 persen dan 25 persen di akhir dekade ke-tujuh.
Kelenjar ekrin berkurang kira-kira 15 persen dalam jumlah rata-rata selama
masa dewasa di sebagian besar bagian tubuh. Berkeringat spontan sebagai reaksi
terhadap panas kering semakin berkurang, lebih dari 70 persen pada subjek usia tua
yang sehat dibandingkan dengan kontrol yang berusia muda, yang pada pokoknya
terkait dengan penurunan output per kelenjar. Produksi keringat maksimal tidak
ditentukan pada lansia, tetapi hampir pasti berkurang dan mungkin memicu stroke
panas pada kelompok usia ini. Studi-studi serupa tidak ada dilaksanakan untuk
kelenjar apokrin, walaupun penurunan nyata persyaratan untuk deodorant lengan
bawah pada lansia menunjukkan penurunan fungsi. Lipofuscin (pigmen usia)
terakumulasi secara perlahan-lahan seiring bertambahnya usia dalam sel-sel sekresi
kelenjar ekrin dan apokrin.
13

Ukuran dan jumlah kelenjar sebum ternyata tidak berubah dengan


bertambahnya usia. Penurunan eksponensial dalam produksi sebum kira-kira 23
persen per dekade yang mulai terjadi pada dekade kedua pada pria dan wanita, kirakira 60 persen selama usia masa dewasa, terkait dengan penurunan secara bersamaan
dalam produksi androgen gonadal atau adrenal terhadap mana kelenjar sebum sangat
sensitif. Efek klinik dari penurunan produksi sebum, jika ada, tidak diketahui. Tidak
ada hubungan langsung dengan xerosis atau dermatitis sebore.
Corpuscle

Pacinian

dan

Meissner,

organ-organ

akhir

kulit

yang

bertanggungjawab atas persepsi tekanan dan rabaan ringan, berkurang secara


progresif menjadi kira-kira sepertiga dari kepadatan rata-rata awalnya antara dekade
kedua dan ke-sembilan kehidupan sebagaimana ditentukan secara histokimia di dua
tempat pada tubuh, dan menunjukkan variasi ukuran dan ketakberaturan struktural
yang lebih besar. Sangat sedikit perubahan penuaan yang bisa dibuktikan secara
histologik pada corpuscle Merkel atau di ujung saraf bebas.
Penurunan persepsi sensorik didokumentasikan pada kulit tua lebih dari tiga
dekade yang lalu dengan beberapa teknik: stimulus optimal dalam gram untuk rabaan
ringan, sensasi getar dan sensasi corneal. Ambang batas nyeri kulit dilaporkan
meningkat hingga 20 persen dengan usia lanjut dewasa. Data yang ada tidak
memungkinkan pembedaan antara peningkatan terkait-usia dalam prevalensi
neuropathy periferal; perubahan penuaan sejati pada subjek yang sehat; peningkatan
laju dispersi panas pada kulit tua disebabkan perubahan dermal terkait-usia;
peningkatan ambang batas pusat untuk persepsi nyeri. Banyak faktor psikologis dan
14

sosial yang mempengaruhi reaksi individu terhadap nyeri juga bisa diasumsikan
bervariasi sesuai dengan usia. Dalam semua kasus, penurunan kesadaran akan, atau
reaksi terhadap, stimulus berbahaya akan mempermudah timbulnya luka dan iritasi
kulit tua.
Relevansi dengan Penyakit Kulit
Sekarang ini sama sekali tidak ada data tentang efek usia pada kerentanan
terhadap, atau ekspresi, penyakit dermatologik, atau pada strategi pengobatan
optimal. Penyakit kulit diketahui umum terjadi dan menyusahkan pada lansia, tetapi
angka kejadian dan kesakitan masih dugaan.
Sedikit penyakit dermatologik yang pada pokoknya terjadi pada lansia, dan
tak satupun yang terbatas pada kelompok usia ini. Mungkin penyakit kulit tua
prototipe adalah pemphigoid bulla, yang dicirikan oleh pembentukan lepuh
subepidermal dengan pengikatan komplemen dan immunoglobulin sepanjang
membran basement. Kelazimannya untuk lansia mungkin dijelaskan sebagian oleh
peningkatan terkait-usia dalam autoantibodi bersirkulasi dan kasus pemisahan
dermis-epidermis, walaupun dermatosis autoimmun dan dermotisis lepuh lainnya
tidak lebih umum pada usia tua. Mungkin perubahan terkait-usia pada membran
basement itu sendiri menjadikannya sangat rentan terhadap proses penyakit.
Lebih dari dua per tiga kasus herpes zoster terjadi setelah dekade ke-lima,
dengan angka kejadian per tahun disesuaikan-usia kira-kira 0,25 persen pada usia 20
sampai 50 tahun versus lebih besar dari 1,0 persen pada usia 80 tahun. Neuralgia

15

postherpetik, yang tidak umum pada pasien berusia di bawah 40 tahun, sering terjadi
pada pasien yang lebih tua, lebih dari setengah dari antara pasien berusia di atas 60
tahun dalam sebuah studi besar. Tidak ada mekanisme untuk perubahan reaksi
terhadap virus varicella ini dipastikan. Infeksi herpes simplex kambuhan juga
melibatkan reaktivasi virus laten pada ganglion regional dan pertahanan host
dimediasi-sel T, tetapi lebih umum pada orang dewasa muda dan memang jarang
pada lansia yang immunocompetent. Fenomena umum gangguan penyembuhan luka
pada lansia bisa menyebabkan penyembuhan erupsi akut yang lebih lambat, tetapi
relevansinya, jika ada, dengan neuralgia postherpetik tidak jelas. Matinya reaksi
inflamasi terkait-usia mungkin diperkirakan mengurangi risiko neuralgia, karena
penggunaan profilaktik corticosteroid anti-inflamasi sering berhasil.
Xerosis, kualitas kasar kering kulit tua, mungkin terkait dengan penyakit
subtil maturasi epidermal, walaupun studi-studi histologi menunjukkan sedikit
perubahan epidermis yang bisa bertahan hidup atau stratum corneum seiring
bertambahnya usia. Data yang aga gagal mendukung kehilangan air, penurunan lipid
stratum corneum atau perubahan komposisi asam amino sebagai faktor-faktor
etiologik. Ketakteraturan permukaan juga mungkin saja terkait dengan transit
korneosit yang lebih lambat melalui stratum corneum, yang memungkinkan
akumulasi kerusakan in situ. Serupa halnya, tidak ada penjelasan untuk pruritus yang
sering menyertai xerosis. Hipotesa yang tak didukung meliputi penetrasi iritan yang
sering terjadi melalui stratum corneum abnormal dan perubahan ambang batas
sensorik disebabkan neuropathy subtil.
16

Banyak dermatosis yang lebih umum diamati pada lansia mencerminkan


prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit sistemik seperti diabetes, insufisiensi
vaskuler dan berbagai sindrom neurologik pada populasi ini. Penyakit sedemikian
sering tampak diperparah oleh kehilangan intrinsik fungsi sel terkait-usia, yang
menimbulkan penyakit kulit. Dalam kasus ulcer tungkai kronis, misalnya,
penyembuhan lesi resistan sebelumnya kadang-kadang bisa dicapai dengan
menggunakan allograft epidermal neonatus, yang diajukan menguatkan faktor-faktor
pertumbuhan yang dibutuhkan dan/atau material matriks yang melingkupi epitelium
host yang sudah uzur yang tidak dapat memproduksinya. Dugaan peningkatan
kejadian penyakit lain seperti tinea pedis atau dermatitis sebore mungkin
mencerminkan penurunan perawatan kulit lokal dengan pemburukan selanjutnya
dalam masalah-masalah yang tidak tampak sebelumnya, bukan perubahan terkait-usia
pada kulit itu sendiri. Sebagai alternatip, perubahan subtil dalam status kekebalan
mungkin bertanggungjawab, dengan analogi peningkatan prevalensi dan keparahan
penyakit ini pada pasien pengidap acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Penurunan toleransi terhadap obat yang diberikan secara sistemik telah
didokumentasikan dengan baik pada lansia, disebabkan penurunan massa non-lemak
tubuh dan metabolisme dan ekskresi ginjal akan bahan-bahan aktif. Data sebanding
untuk obat yang digunakan secara topical tidak ada, tetapi ada godaan untuk
mendalilkan bahwa keterlambatan pembersihan dermis atas material yang diserap,
penurunan massa dan selularitas dermis dan mungkin perubahan kapasitas metabolik
bisa menjadikan kulit tua lebih rentan terhadap efek bermanfaat dan merugikan dari
17

obat topical, atau setidaknya mengubah frekuensi dosis optimal. Dalam kasus
preparasi corticosteroid, nonreaktivitas vaskuler relatip bisa menjadikan pemutihan
eritema sebagai indikator yang tidak handal dari efek lainnya pada kulit tua.
Photoaging
Awalnya karena ketidaktahuan akan patofisiologinya yang sesungguhnya dan
selanjutnya karena tidak adanya kata yang tepat, kerusakan sinar-matahari kronis
salah dilabelkan secara luas dalam literatur awam maupun literatur medis sebagai
aging (penuaan), penuaan prematur atau percepatan penuaan. Ciri-ciri klinik
dari kulit yang rusak karena jerawat didaftarkan dalam Tabel 10-4 dan dibandingkan
dengan ciri-ciri penuaan kronologis dalam Tabel 10-1.
Keparahan relatip dari perubahan-perubahan ini bervariasi secara berarti
antar-individu, yang tak diragukan lagi mencerminkan perbedaan hakiki dalam
kerentanan dan kapasitas perbaikan untuk penyakit karena sinar matahari. Semua
terjadi terutama pada ras Kaukasia berkulit-terang dengan riwayat keterpaparan sinar
matahari yang tinggi di masa lalu dan biasanya melibatkan wajah, leher atau
permukaan extensor dari anggota gerak atas yang paling parah terserang. Pengaruh
nyata jenis kelamin pada prevalensi dari kondisi ini tak diragukan lagi mencerminkan
gaya rambut yang berbeda, pola berpakaian dan sifat dari keterpaparan sinar matahari
(pekerjaan vs rekreasi) antara pria dan wanita pada beberapa generasi sebelumnya;
perbedaan gender seperti ketebalan epidermal dan aktivitas kelenjar sebum juga bisa
mempengaruhi perkembangannya. Distribusi karakteristik lesi pada masing-masing

18

kondisi adalah fungsi yang kompleks dari keterpaparan sinar matahari relatip untuk
tempat-tempat yang berbeda di dalam tubuh, distribusi anatomik dari struktur-struktur
kulit yang berpartisipasi (misalnya, melanosit dan kelenjar sebum), dan faktor-faktor
yang kurang dipahami lainnya.
TABEL 10-4 Ciri-ciri dari Kulit Rusak Karena Jerawat
Kelainan klinik
Kering (kasar)
Keratosis jerawat

Kelainan histologik
Ketakteraturan stratum corneum minimal
Atipia nukleus, kehilangan maturasi keratinosit terurut
progresif; hyperplasia dan/atau hypoplasia epidermal tak
beraturan; kadang-kadang inflamasi dermal

Pigmentasi tak teratur


Bintik-bintik

Penurunan atau peningkatan jumlah melanosit hipertrofik


yang sangat positip-dopa

Lentigine

Pemanjangan rabung rete epidermal; peningkatan dalam


jumlah dan melanisasi melanosit

Hypomelanosis Guttate
Hiperpigmentasi permanen
Kerut-kerut:

Penurunan jumlah melanosit abnormal


Peningkatan jumlah melanosit positip-dopa

Garis-garis permukaan halus

Tidak ada terdeteksi

Galur-galur dalam

Kontraksi septa pada lemak subcutan

Pseudoscar bentuk-bintang

Ketiadaan pigmentasi epidermal, perubahan kolagen

Blastosis (nodularitas sejati


dan/atau kekasaran)

dermal
Agregasi nodular material berserabut hingga amorfus pada
dermis papillar

Nonelastisitas
Telangiectasia

Dermis elastotik
Pembuluh ektatik sering dengan dinding atrofik

Danau vena

Pembuluh ektatik sering dengan dinding atrofik

19

Purpura (mudah memar)

Erutrisut mengalami ekstravasasi

Comedone (maladic de Favic et Bagian superfisial ektatik dari folikel pilosebum


Racouchot)
Hyperplasia sebum

Hyperplasia konsentris kelenjar sebum

Kerusakan kumulatif yang tidak bisa diperbaiki secara total pada unsur-unsur
seluler kulit adalah kejadian primer logis dalam photoaging, tetapi patofisiologi rinci
sifatnya spekulatif. Faktor-faktor genetik di luar dari faktor-faktor untuk kapasitas
sintetik melanin mungkin beroperasi. Perubahan yang sangat karakteristik dan
sebagian besar tak terpulihkan yang diamati pada kulit yang biasa terpapar pada sinar
matahari menunjukkan bahwa kerusakan terjadi setidaknya sebagian pada tingkat
DNA dan merupakan hasil dari reprogramming (pemrograman-ulang) bukan
interaksi acak dari sinar UV dengan pasangan basa nukleotida.
Dahulu photoaging, seperti halnya penuaan itu sendiri, dianggap tidak bisa
dipulihkan. Penelitian pada model photoaging tikus rhino menunjukkan untuk
pertama kalinya bahwa deposisi matriks dermal papillar baru, dengan kompresi turun
material elastotik dipicu-UV, terjadi setelah penyinaran setiap hari yang dibutuhkan
untuk menghasilkan perubahan histologik dihentikan; perbaikan serupa terjadi
meskipun dengan penyinaran berkelanjutan jika tabir-surya yang sangat protektif
digunakan pada tikus. Lebih jauh lagi, laju dan tingkat perbaikan meningkat dengan
pemberian asam all-trans-retinoat (tretinoin) setiap hari selama periode pascapenyinaran, suatu pengobatan yang diajukan oleh fakta bahwa wanita paroh-baya

20

yang menggunakan tretinoin untuk jerawat melaporkan peningkatan dalam tampilan


kulit wajah mereka yang mengalami kerusakan karena sinar matahari.
Peningkatan yang tidak tinggi secara klinik namun sangat signifikan secara
statistik dalam tampilan global, kekasaran permukaan, kerut-kerut halus dan kasar,
pigmentasi bertotol-totol, dan pemucatan terbukti selanjutnya dalam beberapa
percobaan double-blind berkontrol-wahana yang melibatkan lebih dari 700 subjek.
Efek bermanfaat adalah tergantung-dosis dan meningkat sesuai dengan durasi terapi
setidaknya selama 10-12 bulan. Perubahan-perubahan histologik yang menyertai
dalam bulan-bulan pertama terapi pada pokoknya bersifat epidermal, walaupun
perubahan dermal subtil juga ada dicatat. Apakah efek retinoid pada kolit yang rusak
karena sinar matahari merupakan kebalikan sesungguhnya dari kerusakan lingkungan
terkait-usia ini tidak bisa dipastikan tanpa adanya pemahaman yang lebih baik tentang
proses pada tingkat seluler dan molekuler.
Spektrum tindakan untuk photoaging manusia tidak pernah ditentukan dan
karenanya kontribusi relatip dari berbagai band spektral dalam sinar matahari yang
diketahui. Tidak ada model binatang yang benar-benar tepat. Studi yang
menggunakan mencit dan tikus menunjukkan bahwa kondisi seperti-elastosis bisa
dihasilkan oleh irradiasi kuat dalam waktu lama dengan sumber terutama UVB, tetapi
tidak mengkaji efikasi relatip dari panjang-gelombang yang lebih panjang. Data yang
ada bagaimanapun juga tidak mengesampingkan peranan utama untuk UVA atau
bahkan energi inframerah (panas) dalam perkembangan dermatoheliosis. Walaupun
manifestasi klinik dari penuaan dan kerusakan sinar-matahari kronis berbeda, dalam
21

banyak kasus perbedaan ini sifatnya subtil. Dari segi histologi, perubahan-perubahan
epidermis dan dermis pada kulit lansia yang terpapar-sinar matahari dideskripsikan
oleh peneliti yang berpengalaman sebagai berbeda hanya dalam tingkat dari yang
terjadi pada kulit lansia yang terlindung dari sinar matahari, pada tingkat mikroskopik
cahaya dan mikroskopik elektron. Secara anekdot, banyak penurunan fisiologik
terkait-usia,

seperti

penyembuhan

luka

yang

lambat

dan

kehilangan

immunoreaktivitas juga tampak mengalami percepatan pada kulit yang terpapar sinar
matahari. Lebih jauh lagi, sel-sel yang dikultur dari tempat di kulit yang terpapar
kronis pada sinar matahari berbeda dari sel-sel kontrol yang dikultur dari tempat yang
terlindung sinar matahari dari donor yang sama dalam mempunyai usia kultur yang
menjadi singkat, laju pertumbuhan yang lebih lambat, kepadatan saturasi yang lebih
rendah, dan perubahan reaktivitas terhadap asam retinoat, semua perubahan juga
diamati sebagai fungsi dari usia lanjut kronologis donor; ini sesuai dengan pandangan
tentang keterpaparan sinar matahari kebiasaan sebagai gerontogen. Barulah
belakangan

ini

perbedaan

kualitatif

dalam

protein

berserat

dermis

dan

mikrovaskulatur pasangan tempat yang terpapar sinar matahari dan tempat yang
terlindung dari sinar matahari didokumentasikan. Pada tingkat teoritis, menarik untuk
dicatat bahwa beberapa mekanisme yang diketahui terlibat dalam kerusakan seluler
dimediasi-UV juga diajukan mendasari penuaan kronologis. Ini meliputi cedera DNA
dan/atau penurunan perbaikan DNA, gangguan lysosom dan perubahan struktur
kolagen.

22

KESIMPULAN
Penuaan adalah proses normal yang tidak dapat dihindari dan diakhiri dengan
kematian. Penyebab penuaan masih belum jelas bahkan sel yang dikultur akan
menua yaitu setelah beberapa siklus tertentu sel akan berhenti membelah.

23

You might also like