You are on page 1of 20

LAPORAN KEGIATAN

MINI PROJECT

EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI UPTD PUSKESMAS


SEDONG BULAN APRIL MEI 2015

PENDAMPING:
dr. Prabowo Dwijo Anggoro

DISUSUN OLEH:
dr. Tria Meirissa

PUSKESMAS SEDONG
KABUPATEN CIREBON
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu masalah kesehatan yang masih ada sampai saat ini adalah penyakit
kusta. Penyakit menular ini menimbulkan masalah yang kompleks dimana masalah yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di
negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan Negara
itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.1
Penyakit Kusta adalah penyakit menular, menahun, dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya kecuali susunan saraf pusat.1
Menurut WHO tahun 2011 jumlah kasus baru kusta di dunia mencapai 219.075.
Pada tahun 2011 Indonesia memiliki 19.371 kasus baru kusta dan memiliki peringkat
ketiga tertinggi di dunia setelah India dan Brazil.1
Menurut Depkes RI tahun 2011 Indonesia memiliki 19.371 penderita kusta,
dengan proporsi penderita PB 3.737 dan MB 15.384 dengan Case Detection Rate 8.03
per 100.000 penduduk dan sudah lebih dari 10 juta penderita telah disembuhkan dan lebih
1 juta penderita diselamatkan dari kecacatan. Prevalensi juga menurun sebesar 81% dari
107.271 penderita pada tahun 1990 menjadi 21.026 penderita tahun 2009.2
Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki angka
kejadian kusta yang masih tinggi. Pada tahun 2011 didapatkan sebanyak 2.057 penderita
kusta, dengan proporsi 257 penderita Paucibacillary (PB) dan 1.800 penderita
Multibacillary (MB). Penderita kusta terbanyak berada di Kabupaten Cirebon dengan
jumlah penderitanya sebanyak 237 orang. Kemudian Kabupaten Indramayu

dengan

jumlah penderitanya sebanyak 211 orang, Kabupaten Bekasi dengan jumlah penderitanya
sebanyak 191 orang, Bekasi dengan jumlah penderitanya sebanyak 145 orang, dan
Kabupaten Subang dengan jumlah penderitanya sebanyak 126 orang. Case Detection
Rate (NCDR) penyakit kusta per 100.000 penduduk Jawa Barat tahun 2011 sebesar 4,69.
Angka proporsi kecacatan tingkat dua di Jawa Barat sebesar 12,98% dan proporsi kasus
kusta usia 0-14 tahun sebesar 7,73%. 2
Puskesmas Sedong merupakan salah satu pelayanan kesehatan tingkat dasar di
Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang senantiasa melakukan
2

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 2015 dari 10 desa
yang ada di wilayah Puskesmas Sedong terdapat 3 desa yang ditemukan penderita kusta
yaitu Sedong Lor, Windujaya dan Putat. Jumlah penderita terdaftar pada tahun 2015
sebanyak lima penderita dengan perincian tipe MB dewasa sebanyak tiga penderita, tipe
MB anak sebanyak satu penderita dan tipe PB anak sebanyak satu penderita. 3
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diambil permasalahan yaitu
bagaimana upaya peningkatan peran serta petugas kesehatan dan masyarakat dalam
rangka pengendalian penyakit kusta.
C. Tujuan
Melakukan evaluasi program pengendalian penyakit kusta di wilayah kerja
Puskesmas Sedong Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Jawa Barat periode April-Mei
2015.
D. Manfaat
Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program pengendalian penyakit
kusta dan memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan, sebagai umpan balik
agar keberhasilan program di masa mendatang (periode berikutnya) dapat tercapai secara
optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A HANSEN pada tahun 1874 di
Norwegia. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5
mic, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat
tahan asam. Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lainnya, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu
penyebab masa tunas yang lama yaitu 2-5 tahun.4
B. Klasifikasi
Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup
menyulitkan, misalnya kalsifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India
dan klasifikasi WHO. Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum Determinate
pada penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu: 4
TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
T I : Tuberkuloid Indefinite
BT : Borderlines Tuberculoid
BB: Mid Borderline
BL : Borderline Lepramatous
L I : Lepromatosa Indefinite
LL: Lepramatosa polar, bentuk yang stabil.
Sebagian besar penentuan klasifikasi ini didasarkan pada tingkat kekebalan tubuh
(kekebalan seluler) dan jumlah kuman yakni tipe Paucibacillary (PB) dan tipe
Multibacillary (MB). Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta
menurut WHO adalah sebagai berikut : 4

Tabel 1. Klasifikasi Kusta Menurut WHO


Tanda Utama

PB

MB

Bercak Kusta
Penebalan saraf tepi yang disertai

Jumlah 1 s/d 5

Jumlah > 5

Hanya satu saraf

Lebih dari satu saraf

BTA negatif

BTA positif

dengan gangguan fungsi (gangguan


fungsi biasa berupa kurang/mati rasa
atau kelemahan otot yang dipersarafi
oleh saraf yang bersangkutan)
Sediaan apusan

Tabel 2. Klasifikasi Kusta berdasarkan Kelainan Kulit dan Hasil pemeriksaan


Kelainan Kulit & Hasil Pemeriksaan

PB

MB

1. Bercak (makula) mati rasa


Ukuran

Kecil dan besar

Kecil-kecil

Distribusi

Unilateral atau bilateral

Bilateral simetris

asimetris
Konsistensi

Kering dan kasar

Halus, berkilat

Batas

Tegas

Kurang tegas

Kehilangan rasa pada bercak

Selalu ada dan jelas

Biasanya tidak jelas,


jika ada, terjadi pada
yang sudah lanjut

Kehilangan kemampuan

Selalu ada dan jelas

Biasanya tidak jelas,

berkeringat, rambut, rontok pada

jika ada, terjadi pada

bercak

yang sudah lanjut

2. Infiltrat
Kulit

Tidak ada

Ada, kadang-kadang
tidak ada

Membrane mukosa (hidung

Tidak pernah ada

tersumbat, perdarahan di hidung)


3. Ciri-ciri

Ada, kadang-kadang
tidak ada

Central healing
(penyembuhan di
5

Punched out lesion


(lesi bentuk seperti

tengah)

donat)
Madarosis
Ginekomasti
Hidung pelana
Suara sengau

4. Nodulus

Tidak ada

Kadang-kadang ada

5. Deformitas

Terjadi dini

Biasanya simetris,
terjadi lambat.

C. Tanda dan gejala


Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda cardinal
Signs pada badan yaitu: 4
1. Adanya kelainan kulit dapat berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem
(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), Nodul (benjolan).
2. Berkurang sampai hilang rasa pada kelainan kulit tersebut diatas.
3. Penebalan saraf tepi
4. Adanya kuman tahan asam didalam korekan kulit jaringan kulit (BTA positif)
Seorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat sekurangkurangnya dua dari tanda pokok diatas (no.1-3) atau bila terdapat BTA positif.
D. Cara penularan
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum
diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat
ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang
tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : 4
1. Faktor Sumber Penularan :
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan
menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta :

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu
atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat
menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh :
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian
menunjukkan gambaran sebagai berikut :
Dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, tiga orang sembuh
sendiri tanpa obat dan dua orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan
pengaruh pengobatan.
E. Pengobatan
Regimen Pengobatan MDT
Sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO : 4
a. Pauci Baciler (PB)
Dewasa dan Anak (10-14 tahun)
Hari pertama : 1 kapsul Rifampisin 600 mg dan 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Hari ke-2 sampai 28 : 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg dan 1 blister untuk 1 bulan.
Lama pengobatan 6-9 bulan.
b. Multi Basiler (MB)
Dewasa dan anak (10-14 tahun)
Hari pertama : 1 tablet Rifampisin 600 mg, 3 tablet Lampren @100 mg (300 mg) dan
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Hari ke 2-28 : 1 tablet Lampren 50 mg, 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg dan 1 blister
untuk 1 bulan. Lama pengobatan 12-18 bulan
c. Dosis MDT Menurut Umur
Rifampisin
: 10-15mg/kgBB
DDS
: 1-2 mg/kgBB
Clofazimine
: 1mg/kgBB
d. Obat-obatan Penunjang: Sulfas ferosus, vitamin A dan neurotropik
F.Pemantauan Pengobatan
1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.
2. Apabila penderita terlambat mengambil obat, paling lama dalam satu bulan harus
dilakukan pelacakan.
3. RFT dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
4. Masa pengamatan: pengamatan dilakukan secara pasif: Tipe PB selama dua tahun dan
tipe MB selama lima tahun tanpa pemeriksaan laboratorium
5. Penderita PB yang telah mendapatkan pengobatan enam dosis (blister) dalam waktu
6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
7

6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) Dalam waktu
12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
i. Defaulter
PB tidak ambil obat >3 bulan
MB tidak ambil obat >6 bulan
Tindakan bagi Defaulter:

Dikeluarkan dari monitoring dan register


Bila kemudian datang lagi, maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang
dengan teliti, bila ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif dan tidak ada tanda-

tanda aktif maka penderita tidak perlu diobati lagi.


ii. Relaps /Kambuh
Penderita dinyatakan relaps. Bila setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru
pada kulit maka untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasi ke dokter yang
memiliki kemampuan klinis mendiagnosis relaps.
Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah: RFT, meninggal, pindah,

salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.


Pada keadaan-keadaan khusus (misalnya akses yang sulit ke pelayanan
kesehatan) dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan pesan
penyuluhan lengkap mengenai efek samping dan indikasi untuk kembali ke
pelayanan kesehatan.

G. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan
pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk,
baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera
dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta
peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan.
Terdapat tiga tingkat tahapan pencegahan penyakit yaitu: Primary prevention, Secondary
prevention dan Tertiary prevention. 4
1. Primary prevention
a. Health promotion

Pendidikan kesehatan pada masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan


mengenai ciri, sebab, gejala, pencegahan serta pengobatannya agar masyarakat

mengenali gejala penyakit penyakit kusta


Meningkatkan hygiene sanitasi perorangan
Mengkonsumsi makanan gizi seimbang empat sehat lima sempurna sebagai awal

perlindungan diri dari penyakit


Menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari kemungkinan timbulnya bakteri
penyebab kusta

b. Specific protection

Meningkatkan hygiene sanitasi perorangan yaitu dengan menjaga kebersihan badan

dan anggota tubuh lainnya.


Vaksin, namun hingga saat ini belum ada vaksin untuk penyakit kusta, hanya
mengandalkan kekuatan imunitas dari masing-masing individu. Dengan memakan
banyak sayuran dan buah yang mangandung antioksidan sehingga dapat

memperkuat imunitas tubuh.


Perlindungan terhadap cedera/luka agar kuman kusta tidak dapat dengan mudah

masuk ke dalam tubuh pejamu


Membatasi diri kontak langsung dengan orang yang menderita kusta dalam waktu
yang cukup lama.

2. Secondary prevention
a. Early Diagnosis

Memeriksakan ke pelayanan kesehatan apabila ada tanda atau gejala penyakit kusta
seperti adanya lesi atau bercak putih yang menyerupai panu agar mendapatkan

penanganan yang tepat


Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
Bila sudah terdiagnosa penyakit kusta, maka penderita harus rutin melakukan
pengobatan. Pengobatan dilakukan secara cepat dan tepat agar tidak menjadi
semakin parah.
9

b. Disability Limitation

Pengobatan pada penderita kusta secara tepat dan adekuat. Pengobatan dilakukan
secara rutin selama enam bulan sampai dua tahun agar tuntas dan kuman kusta tidak

terdapat lagi dalam tubuh penderita.


Pengobatan yang adekuat agar tidak menimbulkan kecacatan pada penderita.
Penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan tubuh seperti kehilangannya kakitangan dari penderita.
Tingkat Cacat Menurut WHO : 4
a. Cacat Tingkat 0: tidak ada cacat
b. Cacat Tingkat 1:
Cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris yang tidak terlihat seperti
hilangnya rasa raba pada kornea mata, telapak tangan, dan telapak kaki.
Gangguan fungsi sensoris pada mata tidak diperiksa di lapangan, oleh karena itu
tidak ada cacat tingkat satu pada mata.
Cacat tingkat satu pada telapak kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris, namun
dengan perawatan diri secara rutin hal ini dapat dicegah. Mati rasa pada bercak
bukan merupakan cacat tingkat satu karena bukan disebabkan oleh kerusakan
saraf perifer utama tetapi rusaknya saraf lokal kecil pada kulit. Oleh karena itu,
mencegah tingkat cacat merupakan tindakan penting untuk mencegah kerusakan
lanjut.
c. Cacat Tingkat 2:
Cacat atau kerusakan yang terlihat.
-

Untuk mata: tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagophtalmos),


kemerahan yang jelas pada mata (ulserasi kornea atau uveitis), gangguan

penglihatan berat atau kebutaan


Untuk tangan dan kaki: luka dan ulkus di telapak tangan dan kaki,
deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot kaki atau hilangnya
jaringan (atropi) atau reabsorbsi parsial dari jari-jari.

3. Tertiary Prevention
Rehabilitation
10

Penggunaan protesa extremitas atau kaki-tangan palsu agar penderita kusta dapat
beraktifitas seperti sedia kala dan tidak bergantung pada orang lain serta dapat

hidup mandiri
Psikoterapi: rehabilitasi kejiwaan agar penderita tidak depresi karena penyakit yang
dideritanya dan bisa bergabung dalam kelompoknya seperti semula. Tujuan dari
psikoterapi ini ialah agar penderita lebih percaya diri dan sehat yang membuat

masyarakat yang berada di sekelilingnya dapat menerimanya kembali


Dukungan dari keluarga sangat penting dalam mengembalikan kepercayaan diri
penderita.

BAB III
METODE MINI PROJECT
A. Rancangan Mini Project
Mini project ini dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data, pengolahan
data, analisis data dan interpretasi data dengan mengadakan pendekatan sistem sehingga
dapat ditemukan masalah yang ada dari pelaksanaan program pengendalian penyakit
kusta di Puskesmas Sedong kemudian dibuat usulan dan saran sebagai pemecahan
masalah tersebut berdasarkan penyebab masalah yang ditemukan dari unsur-unsur
sistem.5

11

Menurut Ryans, sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling


dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai salah satu kesatuan
organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. 5

Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem
dan terdiri dari unsur tenaga (man), dana (money), sarana (material) dan metoda
(methode) yang merupakan variabel dalam melaksanakan evaluasi program

Pemberantasan penyakit kusta.


Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system
dan terdiri dari unsur perencanaan (planning), organisasi (organization), pelaksanaan
(activities) dan pengawasan (controling) yang berfungsi untuk mengubah masukan
menjadi keluaran yang direncanakan dalam melaksanakan evaluasi program

Pemberantasan penyakit kusta.


Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem dari kegiatan Pemberantasan penyakit kusta.


Lingkungan (environment) adalah dunia di luar dari sistem yang tidak dikelola oleh
sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap Program Pemberantasan Penyakit

Kusta yang terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik.


Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan dalam Program Pemberantasan
Penyakit Kusta.

B. Waktu dan Tempat Mini Project


Tempat dilakukan evaluasi program pengendalian penyakit kusta adalah di
Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Waktu dilakukan evaluasi program
pengendalian penyakit kusta adalah bulan April - Mei 2015.
C. Subjek Mini Project
Subjek mini project adalah semua pasien penderita kusta tipe MB dan PB baik
anak maupun dewasa di wilayah kerja Puskesmas Sedong.

12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Demografi
Kecamatan Sedong merupakan salah satu kecamatan di Wilayah Kabupaten
Cirebon. Kecamatan Sedong terdiri dari 10 desa yaitu : 3
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Sedong Kidul
Sedong Lor
Windujaya
Winduhaji
Karangwuni
Kertawangun
Panambangan
Panongan
Panongan Lor
Putat
JUMLAH

Luas Wilayah (km2)


3,4
4,1
2,4
2,8
4,2
3
2,9
2,5
2,2
2,7
26,8

Jumlah Penduduk
5.053
4.027
4.025
3.206
5.175
3.626
4.222
4.800
4.592
5.739
44.465

B. Karakteristik Responden
Berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas Sedong, didapatkan lima pasien
yang menderita kusta, yaitu satu penderita PB anak, satu penderita MB anak dan tiga
penderita MB dewasa. 6
No
1
2
3
4

Nama
Rumini
Turi
Wawan
Dimas

Umur
66
68
23
7

Jenis kelamin
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
13

Alamat
Sedong Lor
Windujaya
Putat
Panongan Lor

Tipe
MB
MB
MB
MB

Status
Kambuh
Baru
Baru
Baru

Wilda

Perempuan

Panongan Lor

PB

Baru

C. Tolak ukur keberhasilan


Tolak ukur keberhasilan terdiri dari variabel masukan, proses, keluaran,
lingkungan dan umpan balik yang digunakan sebagai pembanding atau target yang harus
dicapai dalam Program Pemberantasan Penyakit Kusta. 7
Telah dilakukan evaluasi program pengendalian penyakit kusta di UPTD
Puskesmas Sedong pada bulan April-Mei 2015 dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Masalah menurut variabel masukan:
No

Variabel

Tolok ukur

Pencapaian

Masalah

Alat penyuluhan brosur

Ada

Tidak ada

(+)

Alat penyuluhan poster

Ada

Tidak ada

(+)

Masalah menurut variabel proses:


No

Variabel

Tolok ukur

Pencapaian

Masalah

Penyuluhan

Penyuluhan perorangan

Penyuluhan kelompok

(+)

dan kelompok dilakukan

tidak dilakukan

Masalah menurut variabel keluaran :

No

Variabel

Tolok ukur

Pencapaian

Masalah

Angka Penemuan Penderita

80%

4,17%

(+)

< 1 : 10.000

1,08 : 10.000

Baru
2

Prevalensi Penyakit Kusta

(+)

Proporsi Cacat Tingkat 2

< 5%

Proporsi Penderita Anak

5%
14

40%

(+)

Proporsi Penderita MB

< 65%

80%

(+)

Masalah menurut variabel lingkungan


No

Variabel

Tolok ukur

Pencapaian

Masalah

Perumahan

Tidak kumuh, ventilasi

Kumuh, ventilasi rumah dan

(+)

rumah dan pencahayaan

pencahayaan kurang, sanitasi

baik, sanitasi baik

tidak baik

Tidak menjadi hambatan

Mayoritas penduduk

dalam pelaksanaan

berpendidikan rendah

Pendidikan

(+)

program P2 kusta

Peran serta

Tidak menjadi hambatan

Tidak semua masyarakat

perilaku

dalam pelaksanaan

berperan aktif dan saling

masyarakat

program P2 kusta

mendukung dalam

(+)

pemberantasan penyakit kusta

D. Pembahasan
Berdasarkan tolok ukur keberhasilan yang telah dilakukan dengan melihat
masalah dari variabel masukan, variabel keluaran, variabel proses dan variabel
lingkungan, maka ditemukan beberapa masalah:
1. Variabel masukan: Tidak ada alat penyuluhan berupa brosur dan poster.
Penyebab: Penyedia media penyuluhan yaitu Dinas Kesehatan tidak memberikan
brosur maupun poster ke pemegang bagian kusta.
Penyelesaian masalah: Pemegang bagian kusta sebaiknya meminta lagi kepada Dinas
Kesehatan. Jika sulit didapatkan, sebaiknya pemegang bagian kusta membuat sendiri
poster sederhana. Untuk pembiayaan pembuatan brosur maupun poster, bisa
diusulkan ke Dinas Kesehatan untuk pelaksanaan program di bulan selanjutnya.
2. Variabel proses: Penyuluhan kelompok tidak dilakukan.
Penyebab:
- Tidak diadakannya penyuluhan kelompok tentang kusta yang sudah dijadwalkan

15

Kurangnya peran serta masyarakat untuk mengikuti kegiatan pemberantasan


penyakit kusta salah satunya dengan menghadiri penyuluhan yang difasilitasi oleh

Puskesmas.
Penyelesaian masalah:
- Melaksanakan penyuluhan kelompok tentang kusta baik di dalam gedung
-

Puskesmas maupun saat kegiatan diluar.


Menjalin kerja sama dengan semua pihak, seperti pemuka desa, tokoh agama,
organisasi sosial, organisasi kesehatan lainnya sehingga dapat meningkatkan

kesadaran masyarakat tentang penyakit kusta.


Melaksanakan penyuluhan dengan bahasa dan cara yang mudah dimengerti.

3. Variabel keluaran
Penyebab:
- Masih banyak penderita kusta (khususnya tipe MB) yang belum terjaring
sehingga menjadi sumber penularan ditengah masyarakat karena penemuan
-

penderita masih dilakukan secara pasif.


Kurangnya keterampilan petugas Puskesmas dalam mendiagnosis kusta.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda penyakit kusta.

Penyelesaian masalah:
-

Meningkatkan pencarian penderita secara active case finding dengan melakukan:7


Pemeriksaan kontak (survey kontak)
a. Tujuan:
1) Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum
berobat (index case)
2) Mencari penderita baru yang mungkin ada
b. Sasaran:
Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah
dengan penderita dan tetangga di sekitarnya.
c. Pemeriksaan
Dalam tiga bulan seluruh anggota keluarga harus diperiksa dimulai pada
saat anggota keluarga tersebut dinyatakan sakit kusta pertama kali dan
perhatian khusus ditujukan pada kontak tipe MB. Pemeriksaan ini sebaiknya
diulang setiap tahun.
d. Pelaksanaan
16

1) Membawa kartu penderita dan penderita yang sudah tercatat dan kartu
penderita kosong. Alat-alat untuk pemeriksaan serta obat MDT.
2) Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota keluarga
penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu
penderita.
3) Mendatangi rumah tetangga dan memeriksa tetangga yang sering
kontak dengan penderita
4) Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu, maka dibuatkan
kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian diberikan obat
MDT dosis pertama, pengobatan selanjutnya dilaksanakan di UPTD
UPTD Puskesmas.
5) Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota
keluarga.

Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-Kanak atau sederajat disebut


survei sekolah :
a. Tujuan
1) Mendapatkan kasus baru secara dini
2) Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru
b. Sasaran
1) Semua anak SD dan sederajat
2) Taman Kanak-kanak
c. Pemeriksaan
Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan terintegrasi dengan pelaksanaan
UKS.
d. Pelaksanaan Pemeriksaan
Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama dengan UKS
dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kusta terlebih dahulu
kepada murid-murid dan guru-guru. Pemeriksaan murid dilakukan mulai
dan kelas 1 - 6. Jika pada pemeriksaan tersebut, ada yang dicurigai kusta
maka perlu dirujuk ke UPTD Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Jumlah anak yang diperiksa dan penderita baru yang di temukan kemudian
dicatat.

17

Survei Khusus
Dilakukan pada suatu lingkup kecil dimana dalam satu RT proporsi
penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita usia muda cukup
tinggi. Caranya: Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut
keluarga mulai dan kepala keluarga dan kemudian diperiksa dari rumah ke
rumah. Survei ini dilakukan satu kali saja kalau perlu diulang di tahun-tahun
kemudian.

Special Action Program for Elimination Leprosy (SAPEL)


SAPEL merupakan proyek khusus untuk mencapai tujuan eliminasi kusta dan
dilaksanakan pada daerah yang mempunyai geografis yang sulit. Pada kegiatan
ini MDT diberikan sekaligus 1 (satu) paket dibawah pengawasan kader atau
keluarga.

4. Variabel lingkungan:
Penyebab:
- Masih tertanamnya stigma negatif kusta ditengah masyarakat.
- Lingkungan rumah yang kurang mendukung, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi
yang kurang baik.
Penyelesaian masalah:
-

Mengubah stigma negatif masyarakat tentang kusta. Kusta merupakan penyakit


menular namun bukan kutukkan, dapat menyebabkan cacat tetapi bisa diobati dan
ada obatnya. Maka semakin dini kusta ditemukan dan diobati akan semakin baik

hasilnya.
Memotivasi penderita yang telah terdiagnosa penyakit kusta untuk segera
melakukan pengobatan teratur dan pencegahan serta perawatan diri guna

memutuskan penularan penyakit kusta.


Menjaga agar lingkungan rumah bersih dan sehat

18

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program Pemberantasan Penyakit Kusta di UPTD
Puskesmas Sedong Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon pada periode April-Mei
2015 belum berhasil, hal ini dapat dilihat dari tolak ukur keberhasilan dengan berbagai
variabel yaitu variabel masukan, variabel proses, variabel keluaran dan variabel
lingkungan, masih terdapat banyak masalah dan belum seluruhnya mencapai target yang
ditentukan.
1.
Berdasarkan hasil evaluasi program Pemberantasan Penyakit Kusta di UPTD
Puskesmas Sedong bulan April - Mei 2015 dapat disimpulkan bahwa angka
penemuan penderita baru kusta 4,17% dengan target 80% dan menjadi masalah
karena Cirebon sendiri merupakan daerah endemis kusta terutama di Provinsi
Jawa Barat, oleh karena itu penemuan penderita harus dilakukan lebih agresif
2.

supaya tidak menjadi sumber penularan ditengah masyarakat.


Prevalensi Penyakit Kusta di UPTD Puskesmas Sedong bulan April - Mei 2015

3.

adalah 1,08 : 10.000, hal ini masih diatas target yaitu < 1 : 10.000.
Proporsi cacat tingkat 2 di UPTD Puskesmas Sedong bulan April - Mei 2015
tidak ditemukan, sementara target program adalah < 5%. Sehingga sudah

4.

memenuhi target.
Proporsi penderita anak (0-14 tahun) di UPTD Puskesmas Sedong bulan April -

5.

Mei 2015 adalah 40%, hal ini masih diatas target yaitu 5%.
Proporsi MB UPTD Puskesmas Sedong bulan April - Mei 2015 adalah 80%,

6.

masih diatas target < 65%.


Tidak memiliki alat penyuluhan yaitu brosur dan poster, sehingga menghambat

7.

dilakukannya penyuluhan kelompok.


Penyuluhan kelompok di UPTD Puskesmas Sedong bulan April - Mei 2015 belum
pernah dilakukan. Hal ini menjadi masalah karena kurangnya penyuluhan
menyebabkan rendahnya tingkat pengetahuan penduduk tentang penyakit kusta
sehingga stigma sosial negatif tentang penyakit kusta terus tertanam dalam
masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan penderita kusta malu untuk berobat dan
terus menjadi sumber penularan bagi orang-orang disekitarnya.
19

8.

Lingkungan rumah yang kurang mendukung, masyarakat banyak yang


berpendidikan rendah serta peran masyarakat yang kurang aktif dalam
mendukung pemberantasan penyakit kusta, juga menjadi masalah yang masih
sulit untuk ditanggulangi.

B. Saran
1. Untuk Puskesmas:
- Ditingkatkannya angka penemuan penderita baru dengan lebih agresif seperti
setiap pasien yang datang dengan keluhan penyakit kulit wajib diperiksa seluruh
bagian tubuhnya untuk dicari apakah termasuk cardinal sign kusta. Menerapkan
Kegiatan Active Case Finding : Survei Kontak, Child Survey atau Skrining di
Taman Kanak-kanak atau Sekolah-sekolah, Survei Khusus (Focus Survey), seperti
-

yang telah dideskripsikan dalam penyelesaian masalah.


Peningkatan pengawasan minum obat penderita kusta dengan melatih kader kusta
di masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesadaran penderita akan

pentingnya menjalani pengobatan kusta hingga tuntas.


Diadakannya penyuluhan kelompok oleh petugas promosi kesehatan Puskesmas
untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kusta dan
disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, serta dilakukannya pencatatan

yang jelas pada setiap kegiatan penyuluhan yang dilakukan.


Penyuluhan dilakukan dengan rutin bekerja sama dengan pihak-pihak luar, seperti
pemuka desa, tokoh agama, organisasi sosial, organisasi kesehatan lain sehingga

dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit kusta.


2. Untuk Masyarakat:
- Mengikuti penyuluhan yang akan diberikan oleh Puskesmas.
- Memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.

20

You might also like